33 Berscheid, dkk. dalam Santrock, 1999 menyatakan hasil surveinya bahwa
hubungan romantis adalah hubungan yang paling dianggap penting oleh kalangan orang dewasa. Mereka juga menyatakan bahwa ikatan dengan pasangan romantis
adalah hubungan yang paling dekat. Santrock 1999 menerangkan bahwa dalam keterampilan menjalin
hubungan yang adaptif, salah satu hal yang penting dilakukan untuk mengembangkan kemampuan sosial-emosional pada orang dewasa adalah dengan
membina hubungan cinta yang memuaskan dengan pasangannya. Hal ini menjadi penting karena dalam hubungan cinta, terkandung gairah, emosi, dan komitmen
yang secara positif berarti ada kesediaan untuk saling mengembangkan identitas positif masing-masing, saling membagi kehidupan, saling terbuka dan dapat
memandang dari perspektif pasangannya. Hubungan kelekatan dalam interaksi orang dewasa, termasuk dalam
hubungan pernikahan, menurut Myers 1999 memiliki aspek yang agak berbeda dengan aspek-aspek kelekatan pada bayi dan anak-anak. Hal ini disebabkan
karena kelekatan antara individu dewasa lebih merupakan hubungan yang timbal balik daripada hubungan kelekatan yang terjalin pada masa bayi dan kanak-kanak.
Myers menjelaskan kelekatan di antara individu dewasa dalam hubungan pernikahan meliputi tiga aspek, yaitu:
a. Pengertian yang berkualitas mutual understanding Pengertian dalam hal ini terjadi kepada pasangan baik secara kognitif, maupun
afektif.
34 b. Pemberian dukungan timbal-balik giving and receiving support
Artinya, setiap individu memberikan dukungan baik secara materi maupun afeksi untuk menguatkan diri pasangannya dalam berbagai hal.
c. Menikmati dan memaknai kebersamaan dengan pasangan valuing and enjoying being with the love one
Aspek ini ditampakkan dengan kemampuan individu dalam memaknai kebersamaan dengan pasangannya baik secara fisik maupun afeksi. Hasil
pemaknaan ini akan mempengaruhi kemampuan individu dalam menikmati kebersamaan dengan pasangannya.
Menurut Myers 1999, terpenuhinya ketiga aspek tersebut menandakan kualitas kelekatan yang baik antara dua individu dewasa yang akan mengarah pada
semakin kokohnya hubungan yang terjalin. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kualitas kelekatan
pada pasangan dalam pernikahan merupakan tingkat mutu atau kebaikan kelekatan yang tercermin dalam perilaku-perilaku lekat yang dimunculkan
individu terhadap figur lekatnya, yaitu pasangannya. Pengertian kualitas kelekatan yang digunakan dalam penelitian ini mengacu
pada teori yang yang diuraikan oleh Myers, yaitu diungkap berdasarkan kemunculan aspek-aspek pengertian yang berkualitas mutual understanding,
pemberian dukungan timbal-balik giving and receiving support, serta kemampuan individu menikmati dan memaknai kebersamaan dengan
pasangannya valuing and enjoying being with the love one. Kualitas kelekatan yang baik pada pasangan suami istri memiliki kualitas pengertian yang baik,
35 suportivitas yang tinggi, serta kenyamanan yang tinggi dalam menikmati
kebersamaan.
C. Hubungan antara Kualitas Kelekatan dengan Strategi Manajemen
Konflik dalam Pernikahan
Telah diketahui bahwa kualitas kelekatan yang terjadi pada hubungan antara seorang bayi dengan pengasuhnya di kemudian hari menjadi dasar dari hubungan
yang dijalani oleh anak selanjutnya. Penelitian Feeney dan Noller 1990 telah menunjukkan bahwa ikatan emosional dalam hubungan yang lekat tetap terjadi
hingga dewasa. Kualitas kelekatan yang tampak pada hubungan intim yang terjalin pada saat individu dewasa bersumber dari kualitas kelekatan yang
dirasakan oleh individu tersebut ketika bayi hingga kanak-kanak.
Hal tersebut terjadi pula pada berbagai kemampuan adaptif yang berkaitan dengan kemampuan sosial, karena perkembangan kemampuan sosial bersumber
pula dari perkembangan karakteristik mental individu seperti harga diri, kepercayaan diri, kemampuan penyesuaian emosional, dan sebagainya Burland
dan Zimmerman, dalam Santrock, 1999. Penelitian Helmi 1992 dan Rachmawatie 2002 menunjukkan adanya
hubungan antara kualitas kelekatan dengan salah satu atribut dalam hubungan intim dengan lawan jenis pada pasangan individu dewasa yang belum menikah,
yaitu gaya mencintai. Hasil dari kedua penelitian tersebut menerangkan bahwa individu dengan tipe kelekatan aman cenderung mencintai dengan gaya pragma,
yaitu mencintai dengan berdasarkan pada kepercayaan, hubungan afeksi yang
36 tulus tanpa dikuasai oleh perasaan curiga dan cemburu yang terlalu mengikat dan
disertai oleh komitmen. Tingkat kepercayaan yang dirasakan oleh seorang individu terhadap
pasangannya juga akan mempengaruhi upaya yang dilakukannya dalam memelihara hubungan. Hal ini dijelaskan oleh Heath dalam Counts, 2003
dengan teori pertukaran sosial, bahwa kepercayaan seseorang terhadap pasangannya akan memperkuat respon-respon positif yang akan berfungsi dalam
membangun hubungan. Respon-respon positif tersebut juga tercermin dalam cara-cara yang digunakan seseorang dalam menghadapi konflik dengan
pasangannya. Artinya, seseorang yang memiliki kualitas kelekatan yang baik dan merasa aman terhadap pasangannya, akan cenderung menggunakan cara-cara
penyelesaian konflik yang konstruktif agar hubungan pernikahan tetap terpelihara. Pandangan ini sesuai dengan pendapat Santrock 1999 yang telah diuraikan
sebelumnya bahwa hubungan yang terjalin atas dasar kelekatan yang baik akan menjadi hubungan yang berharga untuk dipertahankan. Alur logika hubungan
antara kualitas kelekatan dan strategi manajemen konflik dalam pernikahan digambarkan dalam bagan berikut ini:
37 Hubungan seseorang dengan figur lekatnya atau sering disebut kelekatan
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keintiman suami istri dalam Wibhowo, 2002. Menurut Wibhowo 2002, keintiman yang terjalin pada
pasangan suami istri dapat mempengaruhi kepuasan dalam pernikahan. Pada bagan di atas dijelaskan bahwa kualitas kelekatan pada pasangan suami istri
ditunjukkan dalam tiga aspek, yaitu pengertian yang berkualitas, pemberian
dukungan timbal balik, menikmati dan memaknai kebersamaan dengan pasangan. Ketiga aspek ini dapat mempengaruhi kepuasan dalam pernikahan.
Konflik merupakan hal yang tidak dapat dihindari dalam setiap kehidupan bersama Kottler, dalam Counts, 2003. Konsekuensi dari munculnya konflik,
baik positif maupun negatif, sangat tergantung pada cara-cara yang digunakan dalam menghadapi konflik tersebut. Menurut Wibhowo 2002, cara
menyelesaikan masalah dan cara pengambilan keputusan terhadap masalah merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keintiman. Berdasarkan
Kualitas Kelekatan
Pengertian yang
Berkualitas Pemberian
Dukungan Timbal Balik
Menikmati Memaknai
Kebersamaan dengan Pasangan
Kepuasan Pernikahan Strategi Manajemen
Konflik
Positive Problem Solving
Kompromi Negosiasi
Kepuasan Pernikahan