cefotaxim yang tergolong dalam antibiotik sefalosporin yang diduga dapat menginduksi drug-induced hemolytic anemia.
6. Kasus 6
Pasien merupakan seorang wanita berusia 26 tahun dengan berat badan 40 kg, datang dengan keluhan lemas, pusing, dan berdebar-debar. Pasien sempat
menjalani rawat inap di rumah sakit lain dan hendak dilakukan transfusi namun tidak ada yang cocok. Pemeriksaan darah pasien menunjukkan kadar Hb 3,4 gdL
yang termasuk dalam kategori anemia berat World Health Organization, 2011, DCT +. Pasien menjalani rawat inap di rumah sakit selama 5 hari dan keluar
dengan status membaik dengan Hb 11,4 gdL. Selama rawat inap pasien mendapatkan terapi parasetamol, asam folat,
metilprednisolon dan transfusi PRC. Parasetamol diberikan untuk mengatasi demam pasien. Dosis parasetamol yang diterima pasien yaitu 1500 mghari,
namun demam pasien belum teratasi ditunjukkan pada pemeriksaan suhu tubuh hari 1, 3, 4, dan 5 37,6
C; 37,5 C; 37,5
C; 37,1 C dan keluhan pasien.
Peristiwa tersebut dikategorikan dalam DRPs dosis kurang. Asam folat diberikan untuk mencegah anemia megaloblastik, dosis yang diterima pasien yaitu 1,2
mghari. Pasien mendapatkan terapi metilprednisolon secara IV dengan dosis 500 mghari selama menjalani rawat inap di rumah sakit Dilakukan transfusi PRC
pada hari 1-2 pasien rawat inap. Transfusi yang dilakukan sudah tepat karena kadar Hb awal pasien yaitu 3,4 gdL dan terjadi peningkatan pada hari ke-4 pasien
rawat inap menjadi 11,4 gdL, kemudian transfusi dihentikan. Terapi asam folat, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
metilprednisolon dan transfusi PRC yang dberikan sudah tepat, dapat dilihat dari kadar Hb dan Hct pasien yang menunjukkan peningkatan.
Rekomendasi untuk terapi pasien yaitu pemberian dosis parasetamol sesuai dengan dosis literatur untuk dapat mengatasi demam pasien. Monitoring
terhadap kadar Hb dan Hct pasien serta pemantauan terhadap efek samping obat- obatan yang digunakan terutama pada penggunaan metilprednisolon jangka
panjang.
7. Kasus 7