Tuna Rungu KAJIAN PUSTAKA

- Perlu diperhatikan kekayaan perbendaharaan bahasanya sehingga perkembangan berbicara bisa maksimal. - Disarankan menggunakan alat bantu pendengaran agar bisa mempertajam pendengaran. b. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 30-40 dB mild losses Ciri-ciri: - Dapat mengerti percakapan biasa dengan jarak sangat dekat. - Tidak kesulitan dalam menyampaikan isi hati. - Tidak dapat menangkap percakapan yang lemah. - Sulit menangkap pembicaraan dari lawan bicara yang tidak searah dengan pandangannya berhadapan. - Perlu mendapat bimbingan yang baik dan intensif. - Ada kemungkinan mengikuti persekolahan biasa, namun sebaiknya untuk permulaan dimasukkan dalam kelas khusus. - Disarankan menggunakan alat bantu dengar hearing aid - Kebutuhan layanan pendidikan : membaca bibir, latihan pendengaran, latihan bicara artikulasi, latihan kosakata. c. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 40-60 dB moderate losses Ciri-ciri: - Dapat mengerti percakapan keras pada jarak dekat kurang lebih satu meter - Sering terjadi miss-understanding saat diajak berbicara. - Mengalami kelainan bicara terutama pada huruf konsonan. - Kesulitan menggunakan bahasa yang benar - Perbendaharaan kosakata terbatas. - Kebutuhan layanan pendidikan : latihan artikulasi, latihan membaca bibir, latihan kosakata, perlu alat bantu dengar. d. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 60-75 dB severe losses Ciri-ciri: - Sulit membedakan suara - Tidak memiliki kesadaran bahwa benda-benda disekitarnya memiliki getaran suara. - Kebutuhan layanan pendidikan : perlu layanan khusus dalam belajar berbicara dan bahasa, latihan pendengaran intensif, membaca bibir, dan latihan pembentukan kosakata. e. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran 75 dB keatas profound losses Ciri-ciri: - Hanya dapat mendengar suara keras sekali pada jarak kurang lebih satu inci. - Meskipun sudah menggunakan alat pengeras suara biasanya tidak dapat memahami dan menangkap suara. - Kebutuhan layanan pendidikan : membaca bibir, latihan mendengar untuk kesadaran bunyi, latihan membentuk dan membaca ujaran dengan menggunakan metode-metode ajaran yang khusus, seperti tacticle kinestetic. Ditinjau dari terjadinya ketunarunguan, klasifikasi anak tunarungu adalah sebagai berikut: a. Tunarungu Konduktif Ketunarunguan tipe konduktif terjadi karena organ-organ yang berfungsi sebagai penghantar suara dibagian luar, seperti liang telinga, selaput gendang, serta tiga tulang pendengaran mengalami gangguan. Gangguan pendengarannya jarang melebihi rentangan 60-70 dB. b. Tunarungu Perseptif Ketunarunguan tipe perseptif terjadi karena terganggunya organ-organ pendengaran bagian dalam dan terjadi saat suara yang diterima oleh telinga bagian dalam yang mengubah rangsangan mekanis menjadi rangsangan elektris tidak dapat meneruskan getaran ke otak. Sehingga tunarungu perseptif sering disebut tunarungu saraf. c. Tunarungu Campuran Ketunarunguan tipe campuran ini adalah gabungan dari tunarungu konduktif dan perseptif.

3. Perkembangan dan Dampak Anak Tunarungu

Perkembangan anak-anak tunarungu tergantung dari tingkat kerusakan pendengaran. Namun, secara garis besar anak-anak tunarungu memiliki permasalahan yang besar untuk berkomunikasi. Karena memiliki keterlambatan dan kesulitan dalam komunikasi, tak jarang anak tunarungu mengalami keterlambatan gangguan mental. Pada diri penderita seringkali dihinggapi rasa keguncangan sebagai akibat tidak mampu mengontrol lingkungannya. Kondisi ini semakin tidak menguntungkan bagi penderita tunarungu yang harus berjuang dalam meniti tugas perkembangannya. Disebabkan rentetan yang muncul akibat gangguan pendengaran ini, penderita akan mengalami berbagai hambatan dalam meniti perkembangannya, terutama pada aspek bahasa, kecerdasan dan penyesuaian sosial Mohammad Efendi, 2006: 71,72. Selain kesulitan dalam menerima rangsangan bunyi, anak-anak tunarungu juga akan mengalami kesulitan dalam memproduksi suara atau bunyi bahasa sebagai akibatnya. Perkembangan anak tunarungu dapat dilihat dalam aspek berikut: a. Perkembangan Bahasa dan Komunikasi Manusia berkomunikasi dengan mimik muka, sentuhan, gerak tangan, gerak badan, mendengar dan bertutur kata Anak tuna rungu memiliki hambatan dalam mendengar dan bertutur kata Jamilah K.A Muhammad,2008:68. b. Perkembangan Sosial dan Emosi Perkembangan sosial dan emosi anak-anak yang memiliki masalah pendengaran sangat dipengaruhi oleh pengalaman mereka, perlakuan yang diterima, dan melalui kemampuan berkembang mereka sendiri untuk membuat mereka mampu mengungkapkan perasaan mereka, keinginan, kebutuhan, dan untuk memahami kebutuhan orang lain Jamilah K.A Muhammad,2008:68,69. c. Perkembangan Kognitif Keterlambatan penguasaan bahasa, memperlambat perkembangan kognitif anak tunarungu. d. Perkembangan Fisik dan Motorik Perkembangan fisik dan motorik anak tuna rungu sama dengan anak normal pada umumnya.

4. Metode Komunikasi Anak Tuna Rungu

Metode komunikasi untuk anak tunarungu antara lain: a. Metode auditory oral - Menekankan pada proses penggunaan alat bantu pendengaran, penglihatan dan sentuhan - Menekankan pada metode membaca bibir lip reading - Melatih anak mendengarkan bunyi dan mengklasifikasi bunyi- bunyi yang berbeda b. Metode membaca bibir - Metode ini baik untuk anak yang konsentrasinya tinggi dan penglihatannya baik. c. Metode bahasa isyarat - Bahasa isyarat digunakan dengan menggabungkan perkataan dengan makna dasar. d. Metode komunikasi universal - Metode yang menggabungkan gerakan jari, isyarat, membaca gerak bibir, penuturan, dan isyarat manual-visual. e. Penuturan isyarat cued speech - Menggunakan simbol tangan untuk memandu bunyi-bunyian.

5. Karakteristik Kecerdasan Anak Tuna Rungu

Kecerdasan anak tuna rungu sebenarnya tidak berbeda dengan anak normal. Tingkat kecerdasannya ada yang diatas rata-rata maupun dibawah rata-rata. Menurut Furth, kemampuan kognitif anak tunarungu tidak mengalami hambatan kecuali konsep yang tergantung pada pengalaman bahasa.Kecerdasan anak tunarungu dapat berkembang dengan baik dengan dorongan dari lingkingan sekitarnya dan kesempatan-kesempatan bagi anak tunarungu sendiri untuk mengembangkan kecerdasannya.

L. Kerangka Berpikir

Dalam penelitian ini peneliti merancang pembelajaran untuk anak tuna rungu di SLB B Yapenas kelas V SD berkaitan dengan materi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat, dimana pembelajaran akan dilakukan dengan bantuan alat peraga bola bermuatan. Alat pegara disini berguna untuk menjembatani siswa dalam pembelajaran, sehingga siswa lebih memahami dan mengingat lebih lama mengenai konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat, karena dengan bantuan penggunaan alat peraga siswa dapat bereksplorasi dan merangsang daya pikirnya, siswa dapat bermain sambil belajar dalam menghitung, dan melihat secara langsung pola perhitungan menggunakan alat peraga sehingga materi dapat bertahan lebih lama dalam ingatan siswa, bukan sekedar hafalan saja. Selain itu, penelitian disini dilakukan kepada siswa tuna rungu dimana siswanya memiliki keterbatasan pada salah satu indra yaitu pendengaran, dengan bantuan alat peraga siswa tuna rungu dapat menggunakan kemampuan indra lainnya untuk lebih memahami konteks pembelajaran. Dengan pembelajaran dengan menggunakan alat peraga ini, diharapkan dapat meningkatkan keterlibatan, hasil belajar dan minat siswa terhadap materi pembelajaran penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. 37

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Dikatakan kualitatif karena data yang diperoleh sesuai dengan apa adanya dan untuk menganalisa aktivitas, minat dan keterlibatan siswa berdasarkan instrumen pengamatan aktivitas siswa. Sedangkan data mengenai hasil belajar siswa yang berupa angka-angka dideskripsikan secara kuantitatif.

B. Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah siswa-siswi tunarungu di kelas V SLB B Yapenas yang terletak di Jln. Sepak Bola, Nglaren, Condong Catur, Depok, Sleman dan berjumlah 2 orang.

C. Obyek Penelitian

Obyek Penelitian disini adalah efektivitas penggunaan alat peraga bola bermuatan pada materi operasi hitung bilanga bulat untuk anak tuna rungu SLB B di SLB Yapenas kelas V SD.

D. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas adalah variabel yang diperkirakan menjadi penyebab berubahnya variabel terikat. Variabel bebas disini adalah penggunaan alat peraga bola bermuatan. 2. Variabel terikat adalah variabel yang muncul karena mendapat pengaruh dari variabel bebas. Variabel terikat disini adalah minat, keterlibatan siswa dalam pembelajaran dan hasil belajar siswa.

E. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran 20122013. 2. Tempat Penelitian ini dilaksanakan di SLB B Yapennas.

F. Jenis Data

Dalam penelitian ini terdapat beberapa jenis data, antara lain : 1. Data keterlibatan, minat dan aktivitas siswa. Data ini diperoleh dari pengamatan saat penelitian berlangsung untuk melihat keterlibatan, minat dan aktifitas siswa selama pembelajaran. 2. Data hasil belajar siswa Data ini didapat dengan menggunakan hasil pre-test dan post-test. Pre-test dan post-test berupa soal isian singkat yang sudah dikonsultasikan dengan dosen pembimbing dan guru yang mengajar kelas V di SLB Yapennas.

Dokumen yang terkait

Upaya Meningkatkan Pemahaman Siswa Pada Operasi Penjumlahan Dan Pengurangan Bilangan Bulat Negatif Melalui Metode Demonstrasi Dengan Menggunakan Alat Peraga (Penelitian Tindakan Kelas Di Kelas Iv Mi Sirojul Athfal Bekasi)

2 56 145

Pengaruh Penggunaan Alat Peraga Block Dienes Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Pada Pokok Bahasan Perkalian Dan Pembagian (Penelitian Quasi Eksperimen Pada Kelas Ii Mi Al Hidayah Depok)

3 16 240

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN ALAT PERAGA MINIATUR DALAM PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR ILMU PENGETAHUAN ALAM ANAK TUNA GRAHITA KELAS 5 SD DI SLB B C DHARMA ANAK BANGSA KLATEN

3 35 82

PENGGUNAAN METODE MAKE A-MATCH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN OPERASI HITUNG PENJUMLAHAN BILANGAN BULAT PADA SISWA TUNARUNGU KELAS V DI SLB B TUNAS HARAPAN KARAWANG.

0 0 39

PENGGUNAAN ALAT PERAGA KOIN BERMUATAN UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP OPERASI PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN BILANGAN BULAT.

0 1 47

Penggunaan alat peraga kartu hitung pada pembelajaran materi operasi hitung perkalian bilangan bulat bagi siswa tunarungu kelas VII SMP di SLB N 1 Bantul Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015.

1 7 132

Aktivitas dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran operasi hitung bilangan bulat di SLB B Yapenas kelas V dengan menggunakan alat peraga bola bermuatan.

0 0 185

Bab 01 – Bilangan Bulat – 07 Penggunaan Operasi Hitung Bilangan Bulat untuk Menyelesaikan Masalah

0 0 1

Efektivitas penggunaan alat peraga bola bermuatan pada operasi hitung bilangan bulat untuk anak tuna rungu (SLB B) di SLB Yapenas kelas V SD - USD Repository

0 0 253

Aktivitas dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran operasi hitung bilangan bulat di SLB B Yapenas kelas V dengan menggunakan alat peraga bola bermuatan - USD Repository

0 0 183