EFEKTIVITAS PENGGUNAAN ALAT PERAGA MINIATUR DALAM PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR ILMU PENGETAHUAN ALAM ANAK TUNA GRAHITA KELAS 5 SD DI SLB B C DHARMA ANAK BANGSA KLATEN
commit to user
i
DI SLB DHARMA ANAK BANGSA KLATEN
SKRIPSI
Oleh:
Aman Nurdin Nawawi
K5106009
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
(2)
commit to user
ii
MINIATUR DALAM PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR ILMU
PENGETAHUAN ALAM ANAK TUNA GRAHITA KELAS 5 SD DI SLB B/C
DHARMA ANAK BANGSA KLATEN. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret, Oktober, 2010.
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar anak tunagrahita kelas V SLB C Dharma Anak Bangsa dengan bantuan alat peraga miniatur.
Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research), yaitu sebuah penelitian yang merupakan kerja sama antara peneliti, guru, siswa, dan pihak-pihak lain yang terkait untuk menciptakan suatu kinerja sekolah yang lebih baik. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa tunagrahita kelas V SLB C Dharma Anak Bangsa Klaten. Adapun
jumlah siswa kelas V SLB C Dharma Anak Bangsa Klaten berjumlah 6 anak. Data
dan sumber data penelitian diperoleh dari guru dan siswa. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi, dan tes. Indikator ketercapaian yang digunakan dalam penelitian ini terdapat pada siklus terakhir saat pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam untuk siswa tunagrahita kelas V SLB C Dharma Anak Bangsa Klaten tahun ajaran 2009/2010 dilihat dari keaktifan siswa diamati saat proses pembelajaran sedang berlangsung 3 dari 5 siswa aktif dan ketuntasan belajar
dihitung dari jumlah siswa yang mampu mendapat nilai ≥ 60
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan alat peraga miniatur efektif dalam meningkatkan prestasi belajar Anak tuna grahita dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di SLB C Dharma Anak Bangsa Klaten tahun ajaran 2009/2010.
(3)
commit to user
iii
the science learning achievement in mental retarded children of 5 graders of Elementary school in SLB B/C dharma anak bangsa klaten. Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty of Sebelas Maret University, October, 2010.
This research aims to improving the science learning achievement in mental retarded children of V graders of SLB C Dharma Anak Bangsa Klaten with miniature visual aids use.
This study employed a classroom action research approach, the one constituting the collaboration among the researcher, teachers, students and other related parties to create a better school performance. The subject of research was the mental retarded students of V graders of SLB C Dharma Anak Bangsa Klaten. The data and data source of research were obtained from teachers and students. Techniques of collecting data used were interview, observation, and test. The indicator of achievement used in this research lies in the final cycle during Science learning for the mental retarded students of V graders of SLB C Dharma Anak Bangsa Klaten in the school year of 2009/2010 viewed from students activeness. Observed during the learning process proceeding, it can be found that 3 of 5 students are active and their learning passing is calculated from the number of students who
can get ≥ 60 score.
Bassed on research result can explain that implementation of miniature visual aids use in improving the science learning achievement in mental retarded chindren of V graders of SLB C Dharma Anak Bangsa Klaten 2009/2010.
(4)
commit to user BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu usaha untuk mengembangkan kemampuan anak didik se-optimal mungkin sesuai dengan situasi dan kondisi anak. Sebagaimana ditegaskan dalam Undang-undang Nomor 2 tentang sistem pendidikan Nasional (1989: 16-17) bahwa setiap peserta didik pada suatu satuan pendidikan mempunyai hak –hak mendapatkan perlakuan sesuai dengan bakat dan minat kemampuannya. Hal ini berarti bahwa pendidikan tersebut perlu juga diberikan kepada mereka yang mengalami keterbatasan dalam segi mental (intelektual), rohaniah (kejiwaan) dan sosial.
Anak tunagrahita mampu didik adalah anak yang digolongkan dalam anak tuna grahita ringan, karena memiliki IQ antara 50/55-70/75. Kemampuan mentalnya setaraf dengan anak normal usia 7-10 tahun. Karena keterbatasan intelegensinya menyebabkan kemampuan dalam hal menerima pelajaran disekolah tidak dapat maksimal, sehingga mereka tertinggal dengan siswa yang lain, yang memiliki kemampuan diatas rata-rata.
Salah satu mata pelajaran yang diajarkan di Sekolah Luar Biasa adalah Ilmu Pengetahuan Alam. Tujuan dari pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam menurut kurikulum 1994 Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) tunagrahita ringan yaitu agar siswa memahami konsep-konsep Ilmu Pengetahuan Alam dan saling keterkaitannya serta mampu menggunakan metode ilmiah dengan dilandasi sikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari sehingga lebih menyadari kebesaran dan kekuasaan-NYA.
Pencapaian tujuan pengajaran yang diharapkan adanya pengembangan dalam komponen pengajaran yang antara lain : pengembangan metode pengajaran, sarana dan prasarana serta alat peraga dalam pengajaran. Dari berbagai komponen pengajaran tersebut alat peraga merupakan salah satu komponen yang sangat diperhatikan, mengingat dari karakteristik anak tunagrahita yang sulit menangkap materi yang sifatnya abstrak. Untuk itu alat
(5)
commit to user
peraga sangat penting dalam pengajaran Ilmu Pengetahuan Alam bagi siswa Sekolah Luar Biasa.
Peningkatan kemampuan dan minat anak tunagrahita mampu didik dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, maka digunakan alat peraga yang menarik perhatian anak didik. Seperti yang dikemukakan B.Suryosobroto (1986:78)
mengatakan bahwa “Pendidikan dan pengajaran hanya berhasil baik jika anak
didik mempunyai perhatian terhadap bahan-bahan pendidikan dan pengajaran
yang disajikan kepadanya”.
Alat peraga dalam proses pembelajaran mempunyai peranan penting sebagai alat bantu untuk menciptakan proses belajar mengajar yang efektif. Setiap proses belajar mengajar ditandai dengan adanya beberapa unsur antara lain : tujuan, bahan, metode alat, serta evaluasi.Unsur metode dan alat merupakan unsur yang tidak dapat dilepaskan dari unsur lainnya yang berfungsi sebagai tehnik untuk mengantarkan bahan pelajaran agar sampai kepada tujuan pembelajaran. Untuk mencapai tujuan itu, peran alat peraga sangat penting, karena memiliki pengaruh yang besar tentang sulit tidaknya anak dalam memahami pelajaran melalui alat peraga yang digunakan.
Alat peraga yang efektif bukan ditentukan oleh mahal atau murahnya benda yang digunakan sebagai alat peraga maupun frekuensi penggunaannya, melainkan dihadapkan pada kesesuaian alat peraga dengan pokok bahasan dan kondisi anak tunagrahita mampu didik. Dalam hal ini peneliti menggunakan alat peraga Miniatur dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Alat peraga miniatur dipilih karena mudah dalam penggunaannya serta dapat menciptakan suasana belajar yang bervariasi. Yang dimaksudkan bervariasi yaitu : dapat disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan anak tunagrahita mampu didik yang diharapkan mampu membangkitkan kemampuan serta pemahaman berfikir anak.
Alat peraga miniatur merupakan alat pelajaran yang berupa benda tiruan dari benda yang sebenarnya dalam bentuk kecil yang digunakan dalam proses belajar mengajar. Dengan menggunakan alat peraga miniatur anak tunagrahita mampu didik mampu akan memperoleh pengalaman langsung melalui benda-benda tiruan. Dari pengalaman itu anak tunagrahita mampu didik akan lebih
(6)
commit to user
termotivasi serta mempunyai minat yang tinggi terhadap pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam karena mata pelajaran yang disampaikan mudah untuk dipahami.
Berdasarkan pengamatan proses belajar mengajar yang dilakukan di Sekolah Luar Biasa bagian C menunjukkan bahwa dalam menyampaikan materi pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, guru selama ini hanya menggunakan alat peraga gambar yang telah disediakan dari sekolahan. Penggunaan alat peraga gambar oleh guru dalam menerangkan materi pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dianggap terlalu biasa dan siswa tidak selalu tahu bagaimana cara membaca gambar. Hal inilah yang menyebakan Anak Tunagrahita mampu didik kurang bersemangat dan prestasi belajarnya kurang meningkat.
Oleh karena itu dalam penelitian, peneliti bermaksud mencobakan alat peraga miniatur untuk pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam pada anak tunagrahita mampu didik. Atas dasar uraian tersebut di atas penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul:
”EFEKTIVITAS PENGGUNAAN ALAT PERAGA MINIATUR
DALAM PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR ILMU
PENGETAHUAN ALAM ANAK TUNA GRAHITA KELAS V SD DI
SLB DHARMA ANAK BANGSA KLATEN”.
B. Pembatasan Masalah
Untuk menghindari agar penelitiantidak menyimpang dari tujuan penelitian,maka peneliti perlu mengadakan pembatasan masalah.Dalam hal ini yang terbatas yaitu mengenai :
1. Efektivitas
Efektivitas adalah suatu tindakan atau usaha untuk menyelesaikan pekerjaan secara tepat guna dengan tenaga, waktu dan biaya sedikit.
2. Alat Peraga Miniatur
Alat peraga miniatur adalah alat pelajaran yang berupa benda tiruan yang bentuknya lebih kecil dari benda sebenarnya yang digunakan oleh guru guna memudahkan dalam penyampaian materi pelajaran agar dapat diterima oleh anak didik dengan mudah.
(7)
commit to user
3. Prestasi Belajar Ilmu Pengetahuan Alam
Prestasi belajar Ilmu Pengetahuan Alam adalah suatu tingkat keberhasilan anak dalam menguasai pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dengan menggunakan alat peraga miniatur yang sesuai dengan materi yang disampaikan.
4. Anak Tunagrahita
anak tunagrahita sebagai anak yang mengalami gangguan atau hambatan dalam perkembangan daya pikir serta seluruh kepribadian sehingga ia tidak mampu hidup dengan kekuatan sendiri dalam masyarakat meskipun dengan cara sederhana.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut di atas, maka dalam penelitian ini dirumuskan masalah sebagai berikut : ”Apakah penggunaan alat peraga miniatur dapat meningkatkan prestasi belajar Ilmu Pengetahuan Alam pada anak
tunagrahita kelas V SLB C Dharma Anak Bangsa Klaten?”.
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan prestasi belajar Ilmu Pengetahuan Alam pada anak tunagrahita kelas V SLB C Dharma Anak Bangsa Klaten dengan menggunakan alat peraga miniatur secara efektif .
E. Manfaat Penelitian
Beberapa hal yang dapat diambil manfaatnya dari penelitian, antara lain sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi guru yang
(8)
commit to user
belajar bagi guru kelas yang mengajar pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam kelas V SLB C Dharma Anak Bangsa Klaten.
b. Bagi peneliti dapat memperoleh pengetahuan tentang penggunaan alat peraga miniatur yang dapat mempengaruhi prestasi belajar IPA pada siswa kelas V SLB C Dharma Anak Bangsa Klaten.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini dapat sebagai cara baru bagi guru dalam peningkatan
prestasi belajar bidang IPA pada pokok bahasan “Mengenal jenis – jenis
hewan dan makanannya” melalui alat peraga miniatur pada anak
tunagrahita kelas V di SLB C Dharma Anak Bangsa Klaten.
b. Memberikan alternatif pemecahan masalah yang berkaitan dengan
pembelajaran IPA pada pokok bahasan “ Mengenal jenis – jenis hewan
dan makanannya” di SLB C Dharma Anak Bangsa Klaten
(9)
commit to user BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
Banyak istilah yang di gunakan untuk menyebut tunagrahita yaitu menunjukkan kondisi kecerdasan penderita tunagrahita di bawah rata-rata. Istilah dalam bahasa Indonesia yang pernah di gunakan, misalnya lemah otak, lemah ingatan, lemah pikiran, retardasi mental, terbelakang mental, cacat grahita dan tunagrahita. Istilah tunagrahita digunakan karena di pandang lebih tepat dalam penerapannya di bidang pendidikan.
PP No. 72 tahun 1991 dalam Moh. Amin (1995: 10) menyebutkan bahwa anak tunagrahita adalah anak-anak dalam kelompok di bawah normal dan/atau lebih lamban daripada anak normal, naik perkembangan sosial maupun kecerdasan.
Seseorang dianggap sebagai tunagrahita apabila fungsi intelegensinya dibawah rata-rata dan mengalami kesulitan dalam adaptasi karena tingkah lakunya terbelakang dibanding usia kronologis, mengalami keterlambatan kecerdasan dalam perkembangan, dan individu tunagrahita memerlukan pengajaran dan pendidikan secara khusus.
1. Tinjauan Tentang Anak Tunagrahita a. Pengertian Anak Tunagrahita
Banyak istilah yang digunakan untuk menyebut mereka yang kondisi kecerdasannya di bawah rata-rata. Dalam bahasa Indonesia istilah yang pernah di gunakan, misalnya lemah otak, lemah ingatan, lemah pikiran, retardasi mental, terbelakang mental, cacat grahita dan tunagrahita. Dalam penelitian ini cenderung menggunakan istilah tunagrahita karena di pandang lebih tepat dalam penerapannya di bidang pendidikan.
Tunagrahita umumnya di artikan sebagai bentuk kelainan intelegensi, yaitu suatu kondisi kecerdasan di bawah rata-rata normal. Untuk lebih jelasnya penulis kemukakan pendapat sebagai berikut :
(10)
commit to user
Menurut Munzayanah (2000:13) menyatakan bahwa ”anak tunagrahita
sebagai anak yang mengalami gangguan atau hambatan dalam perkembangan daya pikir serta seluruh kepribadian sehingga ia tidak mampu hidup dengan
kekuatan sendiri dalam masyarakat meskipun dengan cara sederhana.”
Mental retardation (MR) is one of the most distressing handicaps in any society. Development of an individual with mental retardation depends on the type and extent of the underlying disorder, the associated disabilities, environmental factors, psychological factors, cognitive abilities and comorbid psychopathological conditions (Ludwik, et al., 2001).
(http://www.industrialpsychiatry.org/article.asp?issn=09726748;year=2009;volum e=18;issue=1;spage=56;epage=59;aulast=Kumar)
AFMR (Vivian Navaratman, 1987:403) dalam Wardani (2008;6.5) menggariskan bahwa seorang tunagrahita yang keadaan kecerdasannya yang jelas-jelas di bawah rata-rata. Individu yang menderita tunagrahita tidak mampu ada kecenderungan kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan norma dan tuntutan yang berlaku di masyarakat.
Dari defenisi tersebut, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
1) Fungsi intelektual umum secara signifikan berada di bawah
rata-rata, maksudnya bahwa kekurangan itu harus benar-benar
meyakinkan sehingga yang bersangkutan memerlukan layanan pendidikan khusus. Sebagai contoh anak normal rata-rata
mempunyai IQ (Intelligence Qouatient), sedangkan anak
tunagrahita memiliki IQ paling tinggi 70.
2) Kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian (perilaku adaptif),
maksudnya bahwa yang bersangkutan tidak/kurang memiliki kesanggupan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sesuai dengan usianya. Ia hanya mampu melakukan pekerjaan seperti yang dapat dilakukan oleh anak yang usianya lebih muda darinya. 3) Ketunagrahitaan berlangsung pada periode perkembangan,
maksudnya adalah ketunagrahitaan itu terjadi pada usia perkembangan, yaitu sejak konsepsi hingga usia 18 tahun.
Dari beberapa pengertian tersebut dapat diketahui bahwa anak tunagrahita ringan adalah anak yang mempunyai intelektual di bawah rata-rata, memiliki IQ 55-70 yang setingkat lebih rendah di bandingkan dengan anak lambat belajar,
(11)
commit to user
kemampuan berpikirnya rendah, perhatian dan ingatan lemah tetapi masih mempunyai potensi untuk dapat di kembangkan dalam bidang akademik seperti membaca, menulis dan berhitung. Selain itu mereka masih dapat bersosialisasi dengan lingkungan dan bila dilatih dapat dijadikan bekal hidup bagi dirinya setelah dewasa.
b. Penyebab Anak Tunagrahita
Penyandang tunagrahita pada umumnya memiliki keadaan tubuh yang baik, namun memiliki tingkat kecerdasan yang kurang di banding dengan orang orang pada umumnya.Penyebabnya dapat dikarenakan oleh beberapa faktor,yang digolongkan menjadi 3. Antara lain faktor yang terjadi sebelum lahir (pre natal), saat kelahiran (natal), dan setelah lahir (post natal).Selain itu juga dapat di sebabkan karena faktor dari lingkungan tempat tinggal.
Moh. Amin, 1995:62 membagi faktor penyebab ketunagrahitaan menjadi dua gugus yaitu endogen dan eksogen. Faktor endogen apabila letak penyebabnya pada sel keturunan dan eksogen adalah hal-hal di luar sel keturunan, misalnya infeksi, virus menyerang otak, benturan kepala yang keras, radiasi dan lain-lain.
Wardani (2008:6.10) mengemukakan penyebab ketunagrahitaan yang sering ditemukan baik yang berasal dari faktor keturunan maupun faktor lingkungan,ialah:
1) Faktor Keturunan
Penyebab kelainan yang berkaitan dengan faktor keturunan meliputi hal-hal berikut :
a.Kelainan kromosom b.Kelainan gen
2) Gangguan Metabolisme dan Gizi
3) Infeksi dan Keracunan
4) Trauma dan Zat Radioaktif
5) Masalah Pada Kelahiran
6) Faktor Lingkungan
Dengan melihat pendapat yang telah di kemukakan di atas, dapat di ambil kesimpulan bahwa banyak faktor-faktor penyebab yang mengakibatkan terjadinya ketunaan pada anak yaitu faktor keturunan, faktor makanan dan minuman serta faktor lingkungan. Dalam hal ini faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi terjadinya ketunagrahitaan baik pada saat prenatal, natal, maupun postnatal.
(12)
commit to user c. Karakteristik Anak Tungrahita
Dapat di ketahui secara fisik bahwa anak tunagrahita tidak berbeda dengan anak normal pada umumya, tetapi secara psikis ada perbedaan dengan anak normal. Anak tunagrahita lancar berbicara tetapi kurang perbendaharaan dalam kata-kata. Mereka mengalami kesukaran berpikir abstrak tetapi mereka masih dapat mengikuti pelajaran akademik baik di sekolah biasa maupun sekolah khusus.
Karakteristik anak tunagrahita yang di kemukakan oleh Munzayanah (2000:22) adalah sebagai berikut :
1) Anak Idiot
a) Mereka tidak dapat bercakap-cakap karena kemampuan berpikir
b) Tidak mampu mengerjakan atau mengurus dirinya sendiri meskipun di
beri latihan
c) Hidupnya seperti bayi yang selalu membutuhkan perawatan dan
pertolongan
d) Kadang-kadang tingkah lakunya di kuasai oleh gerakan yang
berlangsung di luar kesadarannya jadi bersifat otomatis
e) Jarang mencapai umur panjang karena adanya proses kemunduran organ-organ di dalam tubuhnya (deteriorisasi)
2) Anak Imbisil
a) Dapat menggunakan kata-kata yang sederhana
b) Dapat dilatih untuk merawat diri sendiri c) Dapat dilatih untuk aktivitas hidup sehari-hari
d) Masih membutuhkan pengawasan orang lain
e) Sulit mengadakan sosialisasi
3) Anak Debil atau Moron
a) Dapat dilatih untuk bermacam-macam tugas yang lebih tinggi atau komplek
b) Dapat dilatih dalam bidang sosial atau intelektual dalam batas-batas tertentu, misalnya membaca, menulis, dan menghitung
c) Dapat dilatih untuk pekerjaan-pekerjaan rutin maupun keterampilan
4) Anak Mongolsm atau Mongoloid
a) Letak matanya miring dan biasanya jarak antara dua mata lebih jauh dibandingkan dengan anak normal, serta mata sipit.
b) Muka datar, bundar, dan lebar c) Bibir tebal dan lebar
d) Lidah panjang dan lebar sampai biasanya menjulur keluar
e) Hidung pesek dan pangkal hidung melebar
f) Tengkorak dari muka sampai dengan belakang kepala pendek
(13)
commit to user
h) Tangan, kelima jari pendek dan membengkak, jari pertama (ibu jari) tertanam lebih rendah dan ada juga garis lurus di telapak tangan di bawah jari kedua sampai jari kelima.
Sedangkan karakteristik anak tunagrahita menurut James D. Page (Suhaeri, HN: 1979) dalam Wardani (2008:6-19) sebagai berikut :
1) Akademik
Kapasitas belajar anak tunagrahita sangat terbatas, lebih-lebih kapasitasnya mengenai hal-hal yang abstrak. Mereka lebih banyak belajar dengan membeo (rote learning) dari pada dengan pengertian. Dari hari ke hari mereka membuat kesalahan yang sama. Mereka cenderung cepat lupa, sukar membuat kreasi baru, serta rentang perhatiannya pendek.
2) Sosial/Emosional
Dalam pergaulan, anak tunagrahita tidak dapat mengurus diri, memelihara dan memimpin diri. Ketika masih muda mereka harus di bantu terus karena mereka mudah terperosok ke dalam tingkah laku yang kurang baik. Mereka cenderung bergaul atau bermain bersama dengan anak yang lebih muda darinya. Namun, dibalik itu semua mereka menunjukkan ketekunan dan rasa empati yang baik asalkan mereka mendapatkan layanan atau perlakuan dan lingkungan yang kondusif.
3) Fisik/Kesehatan
Baik struktur maupun fungsi tubuh pada umumnya anak tunagrahita kurang dari anak normal. Mereka baru dapat berjalan dan berbicara pada usia yang lebih tua dari anak normal. Sikap dan gerakannya kurang indah.
Karakteristik anak tunagrahita menurut Moh. Amin (1995:37), yaitu:
1) Karakteristik Anak Tunagrahita Ringan/Mampu didik
Anak tunagrahita ringan adalah anak tunagrahita yang lancar berbicara tetapi kurang perbendaharaan kata-katanya, mengalami kesukaran berfikir abstrak. Tetapi masih dapat mengikuti pelajaran akademik di sekolah biasa atau sekolah khusus. Pada umur 16 tahun baru mencapai umur kecerdasan yang sama dengan anak umur 12 tahun.
(14)
commit to user
Anak tunagrahita sedang hampir tidak bisa mempelajari pelajaran akademik. Perkembangan bahasanya lebih terbatas daripada anak tunagrahita ringan. Mereka hampir selalu tergantung pada perlindungan orang lain, tapi dapat membedakan bahaya dan bukan bahaya. Mereka masih mempunyai potensi untuk belajar memelihara diri dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan dan dapat mempelajari beberapa pekerjaan yang mempunyai arti ekonomi. Pada umur dewasa mereka baru mencapai kecerdasan yang sama dengan umur 7 tahun atau 8 tahun.
3) Karakteristik Anak Tunagrahita Berat dan Sangat Berat
Anak tunagrahita berat dan sangat berat sepanjang hidupnya akan selalu tergantung pada pertolongan dan bantuan orang lain. Mereka tidak memelihara diri sendiri (makan, berpakaian, ke WC dan sebagainya harus di bantu). Pada umumnya mereka tidak berbahaya, tidak mungkin berpartisipasi dengan lingkungan di sekitarnya, dan jika sedang berbicara maka kata-kata dan ucapannya sangat sederhana. Kecerdasan seorang anak tunagrahita berat dan sangat berat hanya 3 dapat berkembang paling tinggi seperti anak normal yang berumur 3 atau 4 tahun.
Berdasarkan pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan secara umum karakteristik anak tunagrahita adalah sebagai berikut :
1) Mengalami kelambatan dalam segala hal kalau di bandingkan dengan anak-anak normal sebaya, baik di tinjau dari segi psikis, fisik, sosial dan lain-lain. 2) Perlu mendapat pendidikan dan pelayanan khusus.
3) Daya abstraknya rendah.
4) Tidak dapat memusatkan perhatian terlalu lama (cepat bosan) 5) Perbendaharaan kata sangat terbatas.
Ditinjau dari segi perkembangan ciri-ciri fisik dan psikis tersebut menjadi hambatan bagi anak dalam upaya peningkatan kemampuan pemahaman ilmu pengetahuan alam, sehingga anak tunagrahita mengalami kesulitan dalam proses belajar, karena anak tunagrahita tidak dapat memperhatikan sesuatu hal dengan serius dan perhatiannya berpindah-pindah, dengan demikian untuk meningkatkan
(15)
commit to user
kemampuan berhitungnya memerlukan media yang tepat yang nyata, yang menarik perhatian anak yang disesuaikan dengan kondisi anak atau tingkat kemampuan daya pikir yang dimiliki siswa, agar dapat mengembangkan kemampuan yang di milikinya, media mengajar yang di pandang dapat di pergunakan adalah alat peraga miniatur.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan karakteristik anak tunagrahita ringan yaitu mereka mengalami perkembangan dibawah normal baik fisik, mental, bahasa, dan kecerdasan, mengalami keterbatasan dalam aspek kehidupannya, tetapi masih dapat dilatih mengenai keterampilan-keterampilan untuk dijadikan bekal hidupnya, dapat dilatih pekerjaan yang sifatnya rutinitas.
d. Klasifikasi Anak Tunagrahita
Klasifikasi anak tunagrahita yang di kemukakan oleh AAMD dan PP 72 Tahun 1991 dalam (Moh. Amin, 1995: 22) adalah sebagai berikut:
1) Tunagrahita ringan
IQ anak tunagrahita ringan berkisar 50 sampai 70, dalam penyesuaian sosial mereka dapat bergaul, dapat menyesuaikan diri dalam lingkungan sosial tidak saja lingkungan yang terbatas tetapi juga pada lingkungan yang lebih luas bahkan kebanyakan dari mereka dapat mandiri dalam masyarakat.
2) Tunagrahita sedang IQ-nya 30 sampai <50
IQ anak tunagrahita sedang berkisar 30 sampai <50, sehingga tingkat kemajuan dan perkembangan yang dapat dicapai bervariasi. Mereka yang teramsuk dalam kelompok tunagrahita sedang memiliki kemampuan intelektual umum dan adaptasi perilaku di bawah tunagrahita.
3) Tunagrahita berat dan sangat berat IQ-nya kurang dari 30
IQ anak tunagrahita berat dan sangat berat kurang dari 30, anak yang tergolong dalam kelompok ini pada umumnya hampir tidak memiliki kemampuan untuk dilatih mengurus diri sendiri, melakukan sosialisasi dan bekerja.
Munzayanah (2000:20) mengklasifikasikan anak tunagrahita menjadi 6 macam sebagai berikut :
1) Klasifikasi menurut derajat kecacatanya terbagi menjadi : a) Idiot (IQ 0 - 25)
(16)
commit to user
c) Debil (IQ 51 - 70)
2) Klasifikasi menurut etiologi antara lain : a) Anak tunagrahita karena keturunan b) Anak tunagrahita karena gangguan fisik c) Anak tunagrahita karena kerusakan pada otak 3) Klasifikasi menurut tujuan pendidikannya
a) Anak perlu rawat
b) Anak mampu latih
c) Anak mampu didik
4) Klasifikasi menurut tipe klinis
a) Mongol (mongolisme, mongoloid) b) Microcephalus
c) Cretinisme (kretin, kerdil, cebol) d) Hydrocephalus
e) Cerebral palsy
5) Klasifikasi dari “The American Pshychiatric Association” adalah :
a) Mild deficiency
b) Moderate deficiency
c) Severe deficiency
6) Klasifikasi menurut American Association on Mental Defeciency
(AAMD) atas dasar tinjauan medik, meliputi : a) Penyakit karena infeksi
b) Penyakit karena intoksitasi c) Penyakit akibat trauma
d) Penyakit kebergantungan metabolisme, pertumbuhan
e) Penyakit akibat pengaruh hormon
Dari penggolongan atau klasifikasi anak tunagrahita di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1) Anak tunagrahita ringan IQ rata-rata antara 50-70.
2) Anak tunagrahita sedang IQ rata-rata antara 25 sampai <50.
3) Anak tunagrahita berat dan sangat berat IQ rata-rata anatara 0 sampai <25.
4) Tujuan pendidikan anak tunagrahita dibagi menjadi: anak tunagrahita ringan atau mampu didik, anak tunagrahita sedang atau mampu latih dan anak tunagrahita berat atau perlu di rawat.
2. Tinjauan Tentang Anak Tunagrahita Mampu didik a. Pengertian Anak Tunagrahita Mampu didik
(17)
commit to user
Anak Tunagrahita mampu didik adalah salah satu bagian dari anak tunagrahita. Dalam menyebut tunagrahita mampu didik dikenal juga dengan
istilah anak “debil” atau anak tunagrahita ringan, sedangkan istilah yang umum
dipakai dalam dunia pendidikan adalah anak tunagrahita mampu didik.
Menurut Y.B Suparlan (1983.30).Anak tunagrahita mampu didik yaitu:
”Anak tunagrahita mampu didik disebut juga anak Debil dengan IQ antara 50-70. Mereka dapat dilatih tentang tugas – tugas yang lebih tinggi (Kompleks) dalam kehidupan sehari-hari dapat pula dididik dalam bidang sosial dan intelektual sampai pada batas-batas tertentu.”
Michael L Hardman (1990: 94) memberikan pengertian anak tunagrahita mampu didik sebagai berikut :
The Educate has IQ’s to about 70. Second to fifth grade achievement in school academic areas, social adjustment will permit some grade of independence in community.Occupational sufficiency will permit partial or total self support.
Dari definisi di atas dapat diambil pengertian bahwa anak tunagrahita mampu didik adalah anak yang memiliki IQ kurang lebih 70. Masih dapat mengikuti pendidikan dasar meskipun hanya sederhana seperti membaca, menulis, berhitung serta keterampilan sederhana yang dipakai bekal dalam kemandiriannya di masyarakat.
Dari kedua pendapat tersebut, dapat diambil suatu pengertian bahwa yang dimaksud anak tunagrahita mampu didik adalah anak yang mempunyai intelegensi di bawah rata-rata, kemampuan berfikirnya rendah, perhatian dan ingatan yang lemah, tetapi masih memiliki potensi yang dapat dikembangkan dalam bidang akademis, lebih lebih dalam hal keterampilanya.
b. Karakteristik Anak Tunagrahita Mampu didik
Dapat di ketahui secara fisik bahwa anak tunagrahita ringan memliki intelegensi/IQ berkisar antara 50/55 – 70/75, tidak berbeda dengan anak normal pada umumnya, tetapi secara psikis ada perbedaan dengan anak normal.
Sri Rumini (1987 : 47) mengatakan bahwa karakteristik anak mampu didik dapat dijabarkan sebagai berikut :
(18)
commit to user
1) IQ sekitar 50/55-70/75, dengan MA 7-10 tahun. 2) Sukar berfikir abstrak dan terkait pada lingkungan.
3) Kurang dapat mengendalikan perasaannya.
4) Daya abstraksinya sangat lemah.
5) Dapat mengikuti beberapa istilah tetapi kurang tahu maknanya.
6) Mudah dipengaruhi.
7) Kepribadiannya kurang harmonis.
8) Daya konsentrasinya kurang baik.
9) Kalau dimasukkan SD normal prestasinya rendah.
Karakteristik anak tunagrahita mampu didik menurut S.A Bratanata (1977: 53), dibedakan menjadi dua macam gejala yaitu psikis dan sosial. Gejala dalam bidang Psikis.
Gejala psikis yang umum dijumpai pada anak tunagrahita mampu didik adalah cara berfikirnya yang kurang lancar dan konkrit, kurang memiliki kesanggupan untuk menganalisa dan menilai kejadian yang di hadapi, daya fantasinya lemah, dapat mengingat beberapa istilah tetapi kurang mampu memahami sugestibel, kurang mampu mengadakan penilaian mengenai unsur-unsur susila, dalam pemecahan masalah selalu dengan coba-coba, serta kepribadiannya kurang harmonis.
Gejala dalam bidang sosial anak tunagrahita mampu didik menunjukkan gejala kurangnya kesanggupan untuk berdiri sendiri, dan nampak jelas setelah anak tidak bersekolah.
Berdasarkan karakteristik tersebut di atas, maka anak tunagrahita mampu didik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mereka yang mengalami hambatan dalam segi intelektualnya, sukar berfikir abstrak, sugestibel, daya konsentrasinya lemah, mengalami kesulitan dalam belajar, dapat mengingat beberapa istilah tetapi tidak mengerti maknanya, tidak dapat menanggapi masalah yang dihadapinya dengan baik, tetapi masih mungkin dikembangkan potensinya dalam bidang akademis dalam taraf sederhana sesuai dengan kemampuannya.
3. Tinjauan tentang Alat Peraga a. Pengertian Alat Peraga
Dalam dunia pendidikan banyak sekali metode atau cara yang digunakan oleh para guru dalam penyampaian materi,atau pada saat mengajar.Yang
(19)
commit to user
diantaranya dengan membacakan materi,atau menuliskan di depan kelas,tetapi masih sedikit yang menggunakan alat peraga sebagai alat bantu dalam proses belajar mengajar tersebut.Hal itu dapat kita lihat di sekolah-sekolah yang terdekat di sekitar kita.
Nana Sudjana (1987:99) mengemukakan bahwa alat peraga sering disebut audio visual, yang memiliki arti bahwa alat peraga itu dapat dinikmati oleh indra penglihatan dan indra pendengaran. Alat peraga tersebut berguna agar bahan pelajaran yang disampaikan oleh guru lebih mudah dipahami oleh para siswanya.
Menurut Moch Uzer Usman (1989:26) alat peraga pengajaran adalah alat-alat yang digunakan oleh guru ketika mengajar untuk membantu memperjelas materi pelajaran yang disampaikannya kepada siswa untuk mencegah terjadinya verbalisme pada diri siswa. Berdasarkan keterangan tersebut maka dapat diambil suatu kesimpulan mengenai alat peraga, yaitu segala sesuatu yang digunakan oleh guru dalam proses belajar mengajar agar materi pelajaran yang disampaikan lebih mudah dipahami oleh siswa.
Munadi (2008: 114) menyatakan bahwa media atau alat pendidikan diartikan sebagai segala sesuatu yang diadakan dengan sengaja dan berencana, yang secara langsung maupun tidak langsung dimaksudkan untuk mencapai tujuan. Media atau alat pembelajaran dibedakan menjadi dua yaitu: (1) alat pembelajaran bersifat material dan (2) alat pembelajaran bersifat nonmaterial. 1) Alat peraga bersifat material merupakan alat-alat kebendaan nyata yang
diperlukan dalam pendidikan (pembelajaran). Seperti gedung, meja, kursi, alat-alat laboratorium, tape, kaset, OHP, dan masih banyak lagi sesuai dengan situasi dan kondisi materi yang diajarkan.
2) Alat peraga bersifat non material berupa tindakan dan perbuatan yang secara sengaja diciptakan sebagai sarana dalam melaksanakan kegiatan belajar, seperti nasehat dan saran.
Macam-macam alat pembelajaran seperti papan tulis, bulletin board dan
display, gambar dan ilustrasi fotografi, slid dan filmstrip, film, rekaman pendidikan (tape rekorder), radio pendidikan, televisi pendidikan, peta atau globe, buku pembelajaran, miniature, dan overhead projector (Danim, 1999: 22).
(20)
commit to user
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa alat peraga adalah alat-alat yang digunakan oleh seorang guru ketika sedang mengajar untuk membantu memperjelas materi pelajaran yang disampaikannya kepada anak didik atau siswa.
b. Fungsi Alat Peraga dalam Pengajaran
Alat peraga dalam mengajar memegang peranan penting sebagai alat bantu untuk menciptakan proses belajar mengajar yang efektif. Metode dan alat merupakan unsur yang tidak dapat dilepaskan dari unsur lainnya yang berfungsi sebagai tehnik atau cara untuk mengantarkan bahan pelajaran agar sampai pada tujuan. Dalam proses belajar mengajar alat peraga digunakan dengan tujuan membantu guru agar proses belajar siswa lebih efektif dan efisien.
Nana Sudjana (1987:68), mengatakan bahwa fungsi alat peraga dalam proses belajar mengajar adalah sebagai berikut:
1) Penggunaan alat peraga dalam proses belajar mengajar mempunyai fungsi sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar yang efektif.
2) Penggunaan alat peraga merupakan bagian integral dari keseluruhan situasi belajar.
3) Alat peraga dalam pengajaran penggunaannya integral / sesuai dengan tujuan dari materi pelajaran.
4) Penggunaan alat peraga dalam pengajaran lebih diutamakan untuk
mempercepat proses belajar mengajar dalam membantu siswa dalam menangkap pengertian dari pelajaran yang disampaikan oleh guru.
Menurut Moh Uzer Usman (1989:27) fungsi alat peraga adalah sebagai berikut :
1) Sangat menarik siswa dalam belajar
2) Mendorong anak untuk bertanya dan berdiskusi karena ia ingin mengetahui lebih banyak.
3) Menghemat waktu belajar. Guru tidak usah menerangkan sesuatu dengan banyak perkataan, tetapi dengan memperhatikan suatu gambar, benda yang sebenarnya atau benda yang lain.
(21)
commit to user
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi alat peraga dalam proses belajar mengajar adalah sebagai berikut:
1) Alat peraga sebagai alat bantu untuk mewujudkan minat siswa dalam situasi belajar mengajar yang efektif.
2) Alat peraga merupakan bagian penting dari keseluruhan situasi belajar.
3) Alat peraga untuk merangsang / memotivasi proses belajar mengajar supaya lebih menarik perhatian siswa.
4) Alat peraga diutamakan untuk mempercepat proses belajar mengajar dan membantu siswa dalam menangkap pengertian yang disampaikan guru.
5) Alat peraga dalam pengajaran diutamakan untuk mempertinggi mutu proses belajar mengajar.
Kesimpulan dari fungsi alat peraga dalam pengajaran yaitu untuk memudahkan, mendorong, menarik minat, menghemat waktu kegiatan pengajaran, dan memotivasi siswa terhadap materi yang diajarkan oleh guru.
c. Prinsip Penggunaan Alat Peraga
Penggunaan alat peraga dalam mengajar memegang peranan penting sebagai alat bantu untuk menciptakan proses belajar mengajar yang efektif. Dalam hal ini alat peraga mempunyai pengaruh besar dalam peningkatan prestasi belajar siswa,sehingga harus bersifat tepat sasaran atau subyek dan tepat obyek atau sesuai dengan materi yang disampaikan.Metode dan alat merupakan unsur yang tidak dapat dilepaskan dari unsur lainnya yang berfungsi sebagai tehnik/cara untuk mengantarkan bahan pelajaran agar sampai pada tujuan. Dalam proses belajar mengajar terdapat beberapa prinsip tentang penggunaan alat peraga.
Moh Uzer Usman, (1989:28), memberikan beberapa prinsip tentang penggunaan alat peraga sebagai berikut:
1) Merupakan alat bantu yang dianggap paling baik
2) Alat – alat tertentu tepat daripada yang lain berdasarkan jenis pengertian atau dalam hubungannya dengan tujuan.
3) Audiovisual dan sumber-sumber yang digunakan merupakan bagian yang
(22)
commit to user
4) Perlu diadakan persiapan yang seksama oleh guru dan siswa mengenai alat audiovisual
5) Siswa menyadari tujuan alat audiovisual dan merespon data yang diberikan.
6) Alat audiovisual dan sumber-sumber yang digunakan untuk menambah
kemampuan komunikasi kemungkinan belajar lebih leluasa karena adanya hubungan antara alat dengan sumber.
Menurut Nana Sudjana (1987:104) mengemukakan bahwa prinsip penggunaan alat peraga adalah :
1) Menentukan jenis alat peraga dengan tepat, artinya sebaiknya guru menggunakan alat peraga yang sudah dipilih terlebih dahulu apakah sudah sesuai dengan tujuan pembelajaran yang diharapkan.
2) Menetapkan atau memperhitungkan subyek dengan tepat, artinya perlu
memperhitungkan apakah penggunaan alat peraga itu sesuai dengan tingkat kematangan/kemampuan anak didik.
3) Menyajikan alat peraga dengan tepat, artinya teknik dan metode penggunaan peraga dalam pengajaran haruslah disesuaikan dengan tujuan, bahan, metode, waktu dan sarana yang ada.
4) Menempatkan atau memperlihatkan alat peraga pada waktu, tempat, dan situasi yang tepat. Artinya kapan dan dalam situasi mana pada waktu mengajar alat peraga digunakan. Tentu tidak setiap saat atau selama proses mengajar terus menerus memperlihatkan atau memperjelas sesuatu dengan alat peraga.
Berdasarkan kedua pendapat di atas maka prinsip penggunaan alat peraga memiliki pengertian yang tidak jauh beda, yaitu merupakan alat yang paling baik yang sangat mendukung dalam proses belajar mengajar.
4. Tinjauan tentang Alat Peraga Miniatur a. Pengertian Alat Peraga Miniatur
Fasilitas termasuk sarana dan prasarana pendidikan. Keberadaan fasilitas dalam proses pendidikan tidak bisa diabaikan, khususnya dalam proses belajar-mengajar. Dalam pembaharuan pendidikan, tentu saja fasilitas merupakan hal yang ikut mempengaruhi kelangsungan inovasi yang akan diterapkan. Tanpa adanya fasilitas, maka pelaksanaan inovasi pendidikan akan bisa dipastikan tidak akan berjalan dengan baik. Fasilitas, terutama fasilitas belajar-mengajar merupakan hal yang esensial dalam mengadakan perubahan dan pembaharuan
(23)
commit to user
pendidikan. Oleh karena itu, jika dalam menerapkan suatu inovasi pendidikan, fasilitas perlu diperhatikan. Misalnya ketersediaan gedung sekolah, bangku, meja.
Alat peraga dalam mengajar memegang peranan penting sebagai alat bantu untuk menciptakan proses belajar mengajar yang efektif. Metode dan alat merupakan unsur yang tidak dapat dilepaskan dari unsur lainnya yang berfungsi sebagai tehnik/cara untuk mengantarkan bahan pelajaran agar sampai pada tujuan. Dalam proses belajar mengajar alat peraga digunakan dengan tujuan membantu guru agar proses belajar siswa lebih efektif dan efisien.
Alat peraga adalah suatu alat penyampaian berita yang aktif, media dapat mempengaruhi efektivitas suatu kegiatan. Dalam dunia pendidikan untuk kegiatan belajar-mengajar dikenal adanya media pendidikan. Alat peraga sebagai media pendidikan merupakan seperangkat alat bantu atau pelengkap yang digunakan guru atau pendidik dalam rangka melakukan kegiatan pembelajaran (Danim, 1994: 6).
Alat peraga miniatur adalah alat pelajaran yang berupa benda tiruan yang bentuknya sama atau lebih kecil dari benda sebenarnya yang digunakan oleh guru guna memudahkan dalam penyampaian materi pelajaran agar dapat diterima oleh anak didik dengan mudah.
Penggunaan alat peraga miniatur pada umumnya digunakan untuk pelajaran Saint, sebab pada pelajaran tersebut lebih banyak kegiatan praktikumnya dibanding dengan kegiatan teorinya.
Adapun kelebihan alat peraga miniatur seperti yang dikemukakan dalam penataran lokakarya tahap III P3G (1981:23) adalah :
1) Alat peraga miniatur memberikan sumbangan bagi pengertian yang lebih hidup dan lebih menarik.
2) Alat peraga miniatur dapat mengembangkan pengertian dengan lebih baik. 3) Alat peraga miniatur mudah dipahami
4) Alat peraga miniatur lebih mudah dibawa ke dalam ruang kelas.
5) Alat peraga miniatur sangat membantu dalam mewujudkan realitas yang tidak
dapat dilihat tetapi juga dapat diraba.
(24)
commit to user
7) Alat peraga miniatur dapat menghilangkan verbalisme.
Dari pendapat tentang kelebihan alat peraga miniatur dapat terlihat jelas bahwa alat peraga miniatur merupakan alat peraga 3 dimensi sedangkan seperti halnya alat peraga gambar hanya 2 dimensi. Selain itu alat peraga miniatur lebih menarik perhatian anak tunagrahita mampu didik. Hal ini disebabkan karena alat peraga miniatur tidak hanya dapat dilihat melainkan dapat diraba, sehingga dengan demikian anak memperoleh kesan yang mendalam dari penggunaan alat peraga miniatur, serta dapat memberikan arti yang sebenarnya dari masalah yang dijelaskan, karena penggunaan imajinasi anak yang lebih hidup.
Kesimpulan alat peraga miniatur adalah alat pelajaran yang berupa benda tiruan yang bentuknya sama atau lebih kecil dari benda sebenarnya yang digunakan oleh guru guna memudahkan dalam penyampaian materi pelajaran agar dapat diterima oleh anak didik dengan mudah.
b. Penggunaan Alat Peraga Miniatur dalam Pembelajaran IPA
Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa anak tunagrahita mampu didik adalah anak yang mempunyai tingkat kecerdasan di bawah rata-rata anak normal pada umumnya yaitu sekitar 50/50-70/75 sehingga memungkinkan anak mengalami kesulitan atau kelambanan dalam menerima pelajaran. Untuk mengejar ketinggalan itu berbagai cara yaitu dengan digunakannya miniatur sebagai alat bantu atau alat peraga pelajaran.
Prawiradilaga (2007:136) menyatakan ”Pembelajaran merupakan suatu
sistem yang terdiri atas tujuan pembelajaran, kajian isi/materi ajar, strategi pembelajaran (metode, media, waktu, sistem penyampaian) serta asesmen
belajar”.
Sagala (2005:64) mengemukakan ”Pembelajaran merupakan suatu proses
yang sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan, dan evaluasi. Lebih lanjut
(25)
commit to user
kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari sesuatu
kemampuan dan atau nilai yang baru”.
Dimyati dan Mujiono (1999:297) berpendapat bahwa ”Pembelajaran
adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional untuk
membuat siswa belajar secara aktif yang menekankan pada sumber belajar.”
Lanjutnya Dimyati dan Mujiono (1999:76) menyatakan bahwa pembelajaran tidak mengabaikan karakteristik pembelajar dan prinsip-prinsip belajar. Oleh karena itu dalam program pembelajaran guru perlu berpegang bahwa pembelajar adalah
”Primus motor” dalam belajar. Dengan demikian guru dituntut untuk memusatkan
perhatian, mengelola, menganalisis dan mengoptimalkan hal-hal yang berkaitan dengan (i) perhatian dan motivasi belajar siswa (ii) keaktifan siswa (iii) optimalisasi keterlibatan siswa (iv) melakukan pengulangan-pengulangan belajar (v) pemberian tantangan agar siswa bertanggung jawab (vi) memberikan balikan dan penguatan terhadap siswa dan (vii) mengelola proses belajar sesuai perbedaan individual siswa.
Penelitian ini mengggunakan alat peraga miniatur dalam pembelajaran IPA. Adapun pertimbangan penggunaan alat peraga miniatur tersebut dengan alasan bahwa :
1) Alat peraga miniatur memberikan sumbangan bagi pengertian yang lebih hidup dan lebih menarik.
2) Alat peraga miniatur dapat mengembangkan pengertian lebih baik. 3) Alat peraga miniatur mudah dipelajari.
4) Alat peraga miniatur mudah dibawa ke dalam ruang kelas.
5) Alat peraga miniatur sangat membantu mewujudkan realitas yang tidak dapat
dilihat tetapi juga dapat diraba.
6) Alat peraga miniatur mudah digunakan.
Pada saat proses pembelajaran terhadap anak, langkah yang harus ditempuh guru adalah berusaha untuk dapat memaksimalkan kemampuan anak tanpa pemaksaan. Adapun dengan penggunaan alat peraga miniatur siswa dapat mengamati, meraba dan melihat dengan jelas sesuatu yang sedang dibicarakan atau didiskusikan dalam kelas, penyampaian pelajaran dengan alat peraga
(26)
commit to user
miniatur akan lebih lengkap daripada hanya dengan gambar. Lebih-lebih dalam mengajar anak tunagrahita mampu didik, karena mereka akan mengalami kesulitan menerima pelajaran bila penyampaiannya secara abstrak, mereka lebih cepat menerima pelajaran apabila dalam pembelajarannya didukung dengan alat peraga untuk mengkonkritkan apa yang dibicarakan dalam pelajaran.
Alat peraga miniatur yang berupa miniatur organ-organ tubuh manusia dapat dibawa ke dalam kelas. Dalam hal ini membuktikan bahwa alat peraga minitur yang berwujud organ tubuh manusia yang tidak dapat dijumpai dengan bebas, dan hanya dimiliki setiap manusia dan terletak didalam tubuh manusia bagian dalam, kemudian diwujudkan dalam bentuk tiruan dan dalam bentuk mini dapat diberikan kepada anak di dalam kelas. Demikian juga terhadap obyek-obyek sebenarnya yang tidak dapat dibawa ke dalam kelas dapat diwujudkan dalam bentuk miniatur, misalnya pohon, candi dan lain-lain.
Penggunaan alat peraga miniatur dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam membuat anak lebih mudah dalam menerima tanggapan dari materi yang disampaikan oleh guru. Perhatian anak terpusat pada alat peraga miniatur yang digunakan oleh guru, sebab seolah-olah anak melihat obyek yang sebenarnya walaupun dalam ukuran kecil, dan anak mudah mengingatnya.
Dalam penelitian mengambil pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dengan pokok bahasan organ tubuh manusia. Dimana alat peraga miniatur dalam penelitian ini sebagai alat peraga yang bisa memperjelas proses pembelajaran tersebut dari pada penggunaan alat peraga gambar.
5. Tinjauan Tentang Prestasi Belajar IPA a. Pengertian Prestasi Belajar
Winkel (1991) menyatakan bahwa prestasi adalah bukti keberhasilan usaha yang dapat dicapai. Di dalam pengertian tersebut prestasi merupakan suatu usaha yang telah dilaksanakan menurut batas kemampuan dari pelaksanaan suatu usaha tersebut. Menurut Arifin (1998), prestasi yang dimaksud tidak lain adalah kemampuan ketrampilan dan sikap seseorang dalam menyelesaikan suatu hal.
(27)
commit to user
Dalam hal ini prestasi hanya dibatasi dalam bidang pendidikan, khususnya pengajaran.
Menurut Roijakker (dalam Winkel, 1991) mengemukakan bahwa prestasi belajar mampunyai pengertian:
1) Merupakan bukti kemampuan yang didapat melalui perubahan belajar.
2) Bukti perubahan diketahui dengan pengukuran. Pengukuran dilakukan dengan
menggunakan tes ini salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui prestasi belajar.
Prestasi adalah hasil yang di capai dari yang telah dilakukan atau dikerjakan. Prestasi belajar mempunyai arti penguasaan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, yang ditunjukkan dengan nilai tes, angka aktivitas belajar dalam menerima, memahami dan menguasai materi yang dipelajari, baik berupa angka atau huruf serta tindakannya yang mencerminkan hasil belajar yang dicapai masing-masing anak dalam periode tertentu (Ahmadi dan Supriyono, 2001).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka yang dimaksud dengan prestasi belajar dalam penelitian ini adalah merupakan hasil usaha belajar yang mencakup kemampuan dan sikap serta keterampilan siswa dalam menyelesaikan belajarnya, yang dapat diketahui dari perubahan tingkah laku.
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
Prestasi belajar yang dicapai seseorang merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dari dalam diri (faktor internal) maupun dari luar diri (faktor eksternal) individu. Pengalaman terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar penting sekali dalam rangka membantu siswa dalam mencapai prestasi belajar yang sebaik-baiknya.
Ahmadi dan Supriyono (2001:27) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah:
(28)
commit to user
1) Faktor jasmaniah (fisiologis) baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh, yang termasuk faktor ini misalnya penglihatan, pendengaran, struktur tubuh dan sebagainya.
2) Faktor psikologis yang bersifat bawaan yang di peroleh yang terdiri atas: a) Faktor intelektual yang meliputi: faktor potensial yaitu kecerdasan dan bakat
dan faktor kecakapan nyata yaitu prestasi belajar yang dimiliki.
b) Faktor non intelektual, yaitu unsur-unsur kepribadian tertentu seperti sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi dan penyesuaian diri.
c) Faktor kemampuan fisik maupun psikis. b. Faktor eksternal ialah:
1) Faktor sosial yang terdiri atas lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat dan lingkungan kelompok.
2) Faktor budaya seperti, adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi, kesusilaan. 3) Faktor lingkungan fisik seperti rumah, fasilitas belajar dan iklim.
4) Faktor lingkungan spiritual atau kemampuan.
5) Faktor-faktor tersebut saling berinteraksi secara langsung ataupun tidak langsung dalam mencapai prestasi belajar.
Faktor-faktor tersebut saling berinteraksi secara langsung ataupun tidak langsung dalam mencapai prestasi belajar. Menurut Ngalim Purwanto (1994) hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu dari dalam dan faktor dari luar peserta didik. Adapun faktor dari dalam individu siswa antara lain:
1) Faktor kematangan atau dukungan atau pertumbuhan, tiap orang dalam tubuh
manusia dapat dikatakan telah matang jika anak telah mencapai sesanggupan menjalankan fungsi masing-masing.
2) Faktor kecerdasan atau inteligensi, berbagai macam daya jiwa erat
bersangkutan didalamnya (ingatan, fantasi, minat dan sebagainya yang turut mempengaruhi inteligensi seseorang).
3) Faktor latihan dan motivasi, karena seringnya latihan dan seringnya mengulang sesuatu, maka kecakapan dan pengetahuan yang dimiliki dapat menjadi makin menguasai dan makin mendalam.
(29)
commit to user
4) Faktor motivasi, berfungsi sebagai penggerak atau sebagai motor yang memberikan energi (kekuatan) kepada seseorang untuk melakukan suatu tugas.
5) Faktor pribadi, tiap-tiap orang mempunyai sifat-sifat kepribadianya masing-masing yang berbeda antara seseorang dengan yang lain.
Selanjutnya faktor dari luar individu antara lain:
1) Faktor keluarga atau keadaan rumah tangga, suasana dan keadaan keluarga yang bermacam-macam mau tidak mau menentukan bagaimana dan sampai dimana belajar dialami dan dicapai oleh anak-anak peserta didik.
2) Guru dan cara mengajar, sikap kepribadian guru termasuk didalamnya cara guru memberikan atau menyampaikan materi pelajaran dan bagaimana guru dapat membawa kepada suasana yang kondusif agar peserta didik dapat termotivasi dan berminat serta siap menerima materi, tinggi rendahnya pengetahuan yang dimiliki guru.
1) Materi yang dipelajari, antara lain instrument atau pelengkapan belajar, Berdasarkan beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar sangat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu internal yang meliputi faktor fisiologis dan psikologis, kecerdasan, kematangan dan motivasi dan faktor ekternal yang meliputi kondisi lingkungan sosial atau non sosial yang masih berada disekitar lingkungan belajar peserta didik yang termasuk sarana dan prasarana pendukung proses belajar.
c. Pengukuran prestasi belajar
Pada dunia pendidikan, pengukuran prestasi belajar sangat diperlukan karena dengan diketahui prestasi balajar anak dapat diketahui pada kemampuan dalam keberhasilan anak didalam belajar. Untuk mengetahui prestasi belajar dapat dilakukan dengan cara memberikan penilaian atau evaluasi, dengan tujuan supaya anak mengalami perubahan positif. Penilaian artinya usaha untuk mengetahui sejauhmana perubahan yang telah terjadi melalui kegiatan belajar mengajar.
Pengajaran harus mengetahui sejauhmana anak telah mengetahui bahan yang telah diajarkannya. Penilaian memberi informasi tentang hasil pengajarannya
(30)
commit to user
telah disajikan. Pengukuran prestasi belajar tersebut dapat menggunakan suatu alat hasil mengajar dari pengajar.
Menurut Roijakker (1991 : 27) untuk mengetahui prestasi belajar maka perlu digunakan suatu alat untuk mengukur prestasi belajar biasanya menggunakan suatu alat tes atau ujian sebagai alat untuk mengadakan penilaian atau evaluasi alat ujian ini dapat berupa ujian terbuka dan ujian tertutup. Ujian terbuka yaitu pengajaran menyusun berbagai macam pertanyaan untuk keperluan ujian atau testing, siswa harus merumuskan sendiri jawaban atas soal atau pertanyaan ujian, misalnya ujian lesan, ujian essai. Sedangkan ujian tertutup adalah jenis ujian dimana siswa dapat memperoleh kemungkinan jawaban yang telah disediakan, misalnya ujian menjodohkan.
Menurut Arikunto (1998 : 56) pengukuran prestasi belajar dapat dilakukan dengan cara memberikan tes yang mempunyai fungsi untuk mengukur kemampuan siswa dan keberhasilan program pengajaran. Tes tersebut dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu:
1) Tes diagnotik adalah tes yang digunakan untuk memenuhi
kelemahan-kelemahan anak sehingga berdasarkan kelemahan-kelemahan-kelemahan-kelemahan tersebut dapat dilakukan perlakuan yang tepat.
2) Tes formatif, dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana anak telah terbentuk setelah mengikuti suatu program tertentu, tes formatif ini dapat digunakan sebagai tes diagnostik pada akhir pelajaran.
3) Tes sumatif, tes ini dilakukan setelah berakhir pemberian sekelompok program atau sebuah program yang lebih besar. Tes ini dapat dilakukan pada setiap kesempatan akhir catur wulan atau akhir semester.
Menurut Pasaribu dan Simandjuntak (1999:45) untuk mengetahui prestasi belajar anak, dapat dilakukan dengan cara memberikan penilaian atau evaluasi yaitu untuk memaksa kesesuaian antara apa yang diharapkan dan apa yang tercapai. Hasil penilaian tersebut dapat digunakan untuk memperbaiki dan mendekatkan tujuan yang diinginkan.
Alat yang digunakan untuk mengukur prestasi belajar siswa dalam penelitian ini menggunakan hasil tes sumatif, yaitu tes yang dilakukan setelah
(31)
commit to user
berakhir pemberian sekelompok program atau sebuah program yang lebih besar. Tes ini dilakukan pada setiap kesempatan akhir catur wulan atau akhir semester yang diperoleh dari dokumen guru wali kelas.
Kesimpulan dari pengukuran prestasi belajar yaitu cara untuk mengetahui prestasi belajar siswa. Pengukuran prestasi belajar dapat dilakukan dengan cara memberikan tes yang mempunyai fungsi untuk mengukur kemampuan siswa dan keberhasilan program pengajaran.
d. Pengertian IPA
Menurut Hendro Darmojo dan Jenny R.E Kaligis (1993: 3) IPA atau Ilmu
Pengetahuan Alam adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dengan segala isinya. Sebagaimana dikemukakan Nash dalam Hendro Darmojo dan Jenny R.E Kaligis (1993: 12) mengatakan bahwa IPA itu suatu cara atau metode untuk mengamati alam. Cara IPA mengamati alam dunia bersifat analitis, lengkap, cermat, serta menghubungkan antara satu fenomena dengan fenomena yang lain sehingga keseluruhannya membentuk suatu perspektif yang baru tentang obyek yang diamatinya.
Wahyana (1986: 13) menyatakan bahwa sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) itu merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Berdasarkan pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang alam dengan segala isinya yang tersusun secara sistematis dan penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam.
B. Kerangka Berpikir
Anak tunagrahita mampu didik adalah anak yang mengalami hambatan dalam perkembangan mentalnya, mempunyai kemampuan berfikir rendah, sehingga dalam hal menyampaikan materi pelajaran disesuaikan dengan tingkat kemampuan yang dimiliki anak.
(32)
commit to user
Materi pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang diberikan kepada anak tunagrahita hendaknya menggunakan sesuatu yang konkrit, mudah dipahami, menggunakan contoh-contoh sederhana dilengkapi dengan alat peraga, dilakukan dalam situasi yang menarik, dan menyenangkan sehingga anak termotivasi untuk belajar IPA. Penggunaan alat peraga hendaknya disesuaikan dengan kondisi anak, mudah digunakan dan mudah didapat, serta dapat memperjelas materi pelajaran yang disampaikan akan meningkatkan prestasi belajar anak tunagrahita mampu didik.
Proses belajar mengajar Ilmu Pengetahuan Alam di SLB terutama pada materi yang berhubungan dengan organ tubuh manusia pada umumnya telah menggunakan alat peraga visual yang berupa gambar, yang lebih dahulu digunakan daripada alat peraga miniatur. Digunakannya alat peraga gambar perlu diteliti efektifitasnya jika dibandingkan dengan alat peraga yang belum pernah digunakan, dalam hal ini adalah alat peraga miniatur.
Sebagai alat peraga pendidikan alat peraga miniatur mempunyai beberapa kelebihan yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan belajar. Pada saat penggunaan alat peraga miniatur ini anak dapat langsung mengamati obyek yang sedang dipelajari karena miniatur tidak hanya dapat dilihat tetapi dapat diraba. Anak tunagrahita mampu didik lebih dapat memahami dan akhirnya dapat membedakan antara obyek yang satu dengan yang lain karena anak dapat dilibatkan dalam proses pembelajaran yang menarik dan membuat anak tidak cepat bosan karena mereka dapat belajar sambil bermain. Itulah sebabnya alat peraga ini sangat baik untuk tujuan mengembangkan pengertian konsep abstrak menjadi lebih konkrit. Berdasarkan uraian tersebut maka dalam penelitian ini besar kemungkinan bahwa dalam menyampaikan pelajaran IPA dengan menggunakan alat peraga miniatur akan lebih efektif dalam peningkatan prestasi belajar siswa. Dengan demikian penggunaan alat peraga miniatur akan lebih mendukung dalam meningkatkan prestasi belajar Ilmu Pengetahuan Alam pada anak tunagrahita mampu didik kelas 5 SLB C Dharma Anak Bangsa Klaten.
(33)
commit to user
Penjelasan kerangka berfikir tersebut dapat digambarkan dengan skema sebagai berikut:
C. Perumusan Hipotesa Tindakan
Agar permasalahan yang diajukan dalam penelitian dapat terjawab, maka disusunlah hipotesis tindakan sebagai berikut:
”Penggunaan Alat Peraga Miniatur efektif dalam meningkatkan prestasi belajar dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam pada Anak Tuna Grahita
Kelas 5 SLB C Dharma Anak Bangsa Klaten”.
KBM tanpa alat Peraga miniatur
Penggunaan alat peraga miniatur efektif dalam meningkatkan prestasi
belajar
Prestasi belajar IPA pada siswa
kurang maksimal KONDISI
AWAL
TINDAKAN
KONDISI AHKIR
KBM menggunakan
alat peraga miniatur
(34)
commit to user
D. Penelitian Yang Relevan
Mrih Handayani, ”UPAYA PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR
ILMU PENGETAHUAN ALAM PADA PEMBELAJARAN KEGUNAAN SINAR MATAHARI MELALUI ALAT PERAGA K3 BAGI SISWA KELAS IV
SEMESTER II SDLB N CILACAP TAHUN AJARAN 2008/2009” Skripsi
Surakarta Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret, Agustus 2009.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar IPA pada pembelajaran kegunaan sinar matahari melalui media alat peraga K3 bagi anak tunagrahita kelas lV SDLB Negeri Cilacap Tahun Ajaran 2008/2009. Penelitian ini menggunakan metode diskriptif. Populasi adalah seluruh siswa kelas IV SDLB Negeri Cilacap sejumlah 5 siswa. Sampel di ambil sejumlah 5 siswa. Sumber data berupa informasi kemampuan siswa bidang studi IPA yang diambil nilai ulangan harian siswa dan nilai raport. Tehnik pengumpulan data yang digunakan analisis diskriptif komparatif yaitu membandingkan nilai tes kondisi awal, niali tes setelah siklus I dan nilai siklus tes siklus II, kemudian hasil pengamatan menggunakan analisis diskriptif kualitatif. Adapun hasil penelitian berupa nilai ulangan harian siswa yang semakin baik/meningkat.
Berdasarkan hasil penelitian dapat matahari dalam kehidupan sehari hari, akan menjadi lebih menarik bagi anak tunagrahita, karena disimpulkan: dengan media alat peraga k3 dalam mempelajari kegunaan sinar matahari dalam kehidupan sehari hari, akan menjadi lebih menarik bagi anak tunagrahita, karena dengan alat peraga itu lebih disukai anak-anak. Sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar anak.
(35)
commit to user BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SLB C Dharma Anak Bangsa Klaten yang beralamat di Jl. Karangwuni – Pedan, Kurung Baru, Ceper, Klaten. Dasar yang dijadikan pertimbangan lain dalam memilih tempat untuk penelitian ini antara lain:
1. Peneliti telah melakukan observasi dan awal pra penelitian sehingga peneliti telah mengetahui situasi dan kondisi siswa di SLB C Dharma Anak Bangsa Klaten.
2. Di SLB C Dharma Anak Bangsa Klaten memiliki fasilitas yang cukup lengkap, termasuk dalam alat peraga pembelajaran sehingga akan memudahkan peneliti dalam melaksanakan perencanaan yang sudah disiapkan.
Pelaksanaan tindakan pada siswa tunagrahita kelas V dengan alasan berdasarkan penjelasan dari Kepala Sekolah bahwa siswa kelas V dalam pembelajaran IPA termasuk kelas yang nilai prestasinya rendah apabila dibandingkan kelas VI dan IV. Rendahnya nilai prestasi belajar IPA karena siswa kelas V kurang berminat terhadap pelajaran IPA sehingga diperlukan bantuan alat peraga untuk membangkitkan minat belajar siswa pada pelajaran IPA
Adapun pelaksanaan penelitian pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dengan alat peraga miniatur dilaksanakan di dalam kelas. Penelitian bisa dilaksanakan 2 kali seminggu setiap hari Senin dan Sabtu pada jam pelajaran IPA semester I tahun ajaran 2009/2010. Waktu yang digunakan peneliti untuk penelitian ini adalah dari bulan Maret sampai Juni tahun 2010.
B. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research), yaitu sebuah penelitian yang merupakan kerja sama antara peneliti, guru, siswa, dan pihak-pihak lain yang terkait untuk
(36)
commit to user
menciptakan suatu kinerja sekolah yang lebih baik. Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan kesulitan-kesulitan di sekolah dan untuk memberikan alternatif usaha guna mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut.
Suharsimi Arikunto Suhardjono, dan Supardi (2007: 62) mengartikan PTK (Penelitian Tindakan Kelas)
1. Penelitian merupakan kegiatan mencermati suatu objek dengan menggunakan
cara dan aturan metodologi untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat untuk meningkatkan mutu suatu hal yang menarik minat dan penting bagi peneliti.
2. Tindakan merupakan suatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu yang dalam penelitian berbentuk rangkaian siklus kegiatan.
3. Kelas merupakan sekolompok peserta didik yang sama dan menerima
pelajaran yang sama dari seorang guru.
Dari pengertian tiga kata tersebut dapat diketahui bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama.
Pada hakikatnya penelitian tindakan kelas merupakan suatu siklus yang terdiri adanya masalah, rencana tindakan, pelaksanaan, evaluasi dan refleksi. Hal ini disebabkan masalah yang dihadapi tidak langsung dapat diselesaikan dalam suatu tindakan, sehingga perlu adanya tindakan perbaikan lanjutan terhadap masalah yang belum terselesaikan. Dengan demikian pelaksanaan tindakan kelas cenderung dilakukan lebih dari satu kali.
Menurut Arikunto Suhardjono, dan Supardi (2007: 62) menyatakan bahwa PTK (Penelitian Tindakan Kelas) memiliki keunikan, di antaranya sebagai berikut:
1. PTK merupakan kegiatan penelitian yang tidak saja berupaya
memecahkan masalah, tetapi sekaligus mencari dukungan ilmiahnya. PTK merupakan bagian penting dari upaya pengembangan profesional guru, karena PTK mampu membelajarkan guru untuk berfikir kritis dan sistematis, mampu membiasakan membelajarkan guru untuk menulis dan membuat catatan
(37)
commit to user
2. Hal yang dipermasalahkan bukan dihasilkan dari kajian teoritis atau dan hasil penelitian terdahulu, tetapi berasal dari adanya permasalahan yang nyata dan aktual yang terjadi dalam pembelajaran di kelas. Dengan kata lain PTK berfokus pada masalah praktis, bukan masalah teoretis atau bersifat bebas konteks.
3. PTK hendaknya dimulai dari permasalahan yang sederhana, nyata, jelas, dan tajam mengenai hal-hal yang terjadi di kelas.
4. Adanya kolaborasi (kerjasama) antarpratisi (guru, kepala sekolah, siswa dan lain-lain) dan peneliti dalam pemahaman, kesepakatan tentang permasalah, pengambilan keputusan yang akhirnya melahirkan kesamaan tindakan (action).
5. Di samping itu, PTK dilakukan hanya apabila ada: (a) keputusan kelompok dan komitmen untuk pengembangan, (b) bertujuan meningkatkan profesional guru (c) alasan pokok: ingin tahu, ingin membantu, ingin meningkatkan, dan (d) bertujuan memperoleh pengetahuan dan/ atau sebagai pemecahan masalah.
Arikunto (1998:16) mengemukakan bahwa secara garis besar terdapat empat tahapan yang lazim dilalui, yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi. Adapun penjelasan untuk masing-masing tahap adalah sebagai berikut.
1. Rencana
Rencana tindakan yang akan dilakukan untuk memperbaiki,
meningkatkan atau mengubah sebagai suatu bentuk solusi.
2. Tindakan
Apa yang dilakukan oleh guru atau peneliti sebagai upaya perbaikan peningkatan, atau perubahan yang diinginkan.
3. Observasi
Mengamati hasil atau dampak dari tindakan yang dilaksanakan atau dikenakan terhadap siswa.
4. Refleksi
Penelitian mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau dampak dari tindakan yang dilakukan. Berdasarkan hasil refleksi, ini, peneliti bersama guru dapat melakukan revisi/perbaikan terhadap rencana awal yang mungkin saja belum sesuai dengan apa yang diinginkan.
Keempat komponen tersebut merupakan langkah-langkah yang harus ditempuh setiap peneliti yang akan melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas.
(38)
commit to user
Gambar 1. Alur Penelitian Tindakan (Sugiyono, “Penelitian Tindakan Kelas”. 2006: 16) Keterangan:
1. Rencana
Rencana tindakan yang akan dilakukan adalah membantu siswa untuk meningkatkan prestasi belajar IPA dengan menggunakan alat peraga miniatur.
2. Tindakan
Pembelajaran IPA dengan menggunakan alat peraga miniatur yaitu berupa benda tiruan yang bentuknya sama atau lebih kecil dari benda sebenarnya yang digunakan oleh guru guna memudahkan dalam penyampaian materi pelajaran agar dapat diterima oleh anak didik dengan mudah.
3. Observasi
Mengamati peningkatan keaktifan siswa saat pembelajaran IPA dengan menggunakan alat peraga miniatur.
Perencanaan
SIKLUS I
Pengamatan
Perencanaan
SIKLUS II
Pengamatan
Pelaksanaan Refleksi
Pelaksanaan Refleksi
(39)
commit to user
4. Refleksi
Mengidentifikasi kelemahan dan kelebihan pelaksanaan pembelajaran IPA dengan menggunakan alat peraga miniatur. Peneliti bersama guru melakukan perbaikan terhadap kelemahan pembelajaran pada siklus I, siklus II, dan seterusnya.
Searah dengan model alur PTK yang dikemukakan oleh Sugiyono (2006: 19) tersebut, maka dapat dibuat skema penelitian sebagai berikut:
Skema 1: Alur Penelitian tindakan Kelas
Perencanaan
Penyusunan rencana pembelajaran dengan alat peraga miniatur
Pelaksanaan Tindakan Menggunakan alat peraga miniatur dalam
pembelajaran IPA
Observasi
Seberapa besar pengaruh alat peraga miniatur yang digunakan dalam pembelajaran IPA
Evaluasi
Tes formatif diberikan setelah pelajaran telah selesai diulas
Menganalisis:
Diskusi tentang kelamahan dan kelebihan penggunaan alat peraga saat pembelajaran
IPA
Perencanaan Perbaikan untuk siklus berikutnya
Identifikasi Masalah yaitu prestasi belajar IPA siswa rendah
Menganalisis dan merumuskan masalah: Guru masih menggunakan metode
pembelajaran konvensional
Refleksi
Peningkatan prestasi belajar IPA
(40)
commit to user
C. Peneliti dan Subjek Penelitian
Peneliti adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Khusus semester VIII angkatan 2006.
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa tunagrahita kelas V SLB C Dharma Anak Bangsa Klaten. Adapun jumlah siswa kelas V SLB C Dharma Anak Bangsa Klaten berjumlah 6 anak, yang antara lain :
1. Ingga Dwi Rahayu
2. Alvian Pramudya kusuma
3. Dwayasari
4. L.Desiana 5. Irfunanto
Selain siswa, subjek penelitian ini adalah guru kelas V SLB C Dharma Bangsa Klaten.
D. Data dan Sumber Data Penelitian
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah informasi tentang kemampuan belajar siswa pada pelajaran IPA, minat dan motivasi belajar siswa saat mengikuti pembelajaran IPA, dan kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas.
Data yang dikumpulkan, yaitu sebagai berikut:
1. Guru kelas saat mengajar pelajaran IPA, data yang diperoleh berupa penilaian terhadap kondisi pembelajaran IPA di kelas, sebelum dan sesudah pelaksanaan siklus. Nilai siswa sebelum pelaksanaan siklus diambil dari nilai formatif siswa dan nilai sesudah pelaksanaan siklus I dan II. Minat siswa dari peneliti ketika mengajar dalam bentuk lembar observasi minat siswa. Kegiatan observasi pada siswa adalah perilaku siswa di dalam kelas saat pembelajaran IPA, seperti menjawab atau mengajukan pertanyaan dan kerja kelompok melaksanakan tugas pelajaran IPA.
2. Siswa kelas V SLB C Dharma Bangsa Klaten, data yang diperoleh berupa penilaian terhadap kondisi pembelajaran IPA di kelas pada nilai sebelum siklus, siklus I, dan siklus II
(41)
commit to user
E. Teknik Pengumpulan Data
Suatu penelitian perlu memperoleh data yang akurat, maka harus digunakan metode-metode pengumpulan data yang tepat, dengan metode yang tepat maka akan mempermudah jalannya penelitian. Selain itu dengan penelitian metode yang diharapkan dapat menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran.
Metode pengumpulan data adalah suatu cara yang dipakai oleh peneliti untuk memperoleh data yang diselidiki. Kualitas data ditentukan oleh kualitas alat pengambilan data atau alat ukur pengukurnya . Sesuai dengan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi.
1. Wawancara
Wawancara merupakan suatu proses pembicaraan dalam situasi komunikasi langsung terarah antara dua individu untuk menggali data melalui tanya jawab atau percakapan. Wawancara yang dilakukan secara mendalam. Wawancara mendalam menurut Sugiyono (2006:320) untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara dimintai pendapat dan ide-idenya.
Angket (questionnaire) adalah daftar pertanyaan yang harus dijawab atau daftar isian yang harus diisi berdasarkan pada sejumlah subjek berdasarkan atas jawaban dan isian itu peneliti mengambil keputusan mengenai subjek yang diselidiki selain itu untuk mengungkap kondisi subjek, angket juga digunakan untuk mendapatkan informasi yang relevan dengan tujuan penelitian dan untuk mendapatkan koefisien validitas dan reliabilitas tes setinggi mungkin (Sutrisno Hadi, 1998: 28)
Sutrisno Hadi (2002: 193) berpendapat bahwa ada dua pihak dalam wawancara, masing-masing mempunyai kedudukan yang berlainan. Pihak yang satu dalam kedudukan sebagai pengejar informasi (information hunter), sedang
pihak lainnya dalam kedudukan sebagai pemberi informasi (information
supplyer) atau informan. Sebagai information hunter penginterview mengajukan
(42)
commit to user
mengadakan paraphrase, mencatat atau mengingat-ingat jawaban-jawaban, dan mengadakan prodding (menggali keterangan yang lebih mendalam). Di pihak lain, sebagai informan interview menjawab pertanyaan-pertanyaan, memberikan penjelasan-penjelasan, dan kadang-kadang juga membalas mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Adanya dua pihak yang mempunyai kedudukan yang berlainan itu merupakan ciri interview yang berbeda dengan metode free talk dan metode diskusi. Hubungan antara interview adalah hubungan sepihak, hubungan yang tidak timbal balik, a face to face nonreciprocal relations.
Wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi dari guru kelas V SLB C Dharma Bangsa Klaten. Wawancara dilakukan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan proses belajar mengajar, kesulitan yang dihadapi subjek dan juga pada faktor-faktor yang berpengaruh dalam pembelajaran IPA dengan alat peraga miniatur.
2. Observasi
Observasi merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan cara melihat langsung subjek penelitiannya. Hadi Sutrisno (2002:19) mengemukakan bahwa observasi sebagai alat pengumpul data yang banyak digunakan untuk mengukur tingkah laku individu maupun proses terjadinya suatu kegiatan, yang diambil baik dari situasi yang sebenarnya ataupun dalam suatu buatan.
(Moleong, 1991:125) mengemukakan observasi adalah metode
pengumpulan data yang harus dimanfaatkan sebesar-besarnya dengan alasan: a. Teknik observasi didasarkan atas pengamatan secara langsung dan
pengalaman langsung adalah alat yang ampuh untuk mengetes suatu kebenaran.
b. Titik ini juga memungkinkan melihat dan mengamati sendiri
kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan sebenarnya.
c. Observasi memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi
yang berkaitan dengan pengetahuan proporsional, maupun
pengetahuan langsung dari data.
Kelebihan observasi memungkinkan peneliti mampu memahami situasi-situasi rumit. Observasi dilakukan di dalam kelas yang menjadi subjek peneliti
(1)
commit to user
Penggunaan alat peraga miniatur dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam membuat anak lebih mudah dalam menerima tanggapan dari materi yang disampaikan oleh guru. Perhatian anak terpusat pada alat peraga miniatur yang digunakan oleh guru, sebab seolah-olah anak melihat obyek yang sebenarnya walaupun dalam ukuran kecil, dan anak mudah mengingatnya.
Nash dalam Hendro Darmojo dan Jenny R.E Kaligis (1963: 12) mengatakan bahwa IPA itu suatu cara atau metode untuk mengamati alam. Cara IPA mengamati alam dunia bersifat analitis, lengkap, cermat, serta menghubungkan antara satu fenomena dengan fenomena yang lain sehingga keseluruhannya membentuk suatu perspektif yang baru tentang obyek yang diamatinya.
Materi pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang diberikan kepada anak tunagrahita telah dibuktikan menggunakan media yang konkrit yaitu media miniatur, mudah dipahami. Media miniatur hewan, telah menarik siswa, dan siswa memperoleh aktivitas yang menyenangkan sehingga anak termotivasi untuk belajar IPA. Penggunaan media miniatur hewa sesuai dengan kondisi anak, mudah digunakan dan mudah didapat, serta dapat memperjelas materi pelajaran yang disampaikan akan meningkatkan prestasi belajar anak tunagrahita mampu didik.
2. Prestasi belajar siswa IPA meningkat
Winkel (1991) menyatakan bahwa prestasi adalah bukti keberhasilan usaha yang dapat dicapai. Di dalam pengertian tersebut prestasi merupakan suatu usaha yang telah dilaksanakan menurut batas kemampuan dari pelaksanaan suatu usaha tersebut.
Prestasi belajar mempunyai arti penguasaan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, yang ditunjukkan dengan nilai tes, angka aktivitas belajar dalam menerima, memahami dan menguasai materi yang dipelajari, baik berupa angka atau huruf serta tindakannya yang mencerminkan hasil belajar yang dicapai masing-masing anak dalam periode tertentu.
Ahmadi dan Supriyono (1991) menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa dipengaruhi dari faktor eksternal. Faktor eksternal merupakan faktor di luar individu. Faktor internal pada siswa di sekolah
(2)
commit to user
adalah guru. Guru dan cara mengajar, sikap kepribadian guru termasuk didalamnya cara guru memberikan atau menyampaikan materi pelajaran dan bagaimana guru dapat membawa kepada suasana yang kondusif agar peserta didik dapat termotivasi dan berminat serta siap menerima materi, tinggi rendahnya pengetahuan yang dimiliki guru. Materi yang dipelajari, antara lain instrument atau pelengkapan belajar, kurikulum, program pembelajaran dan pedoman belajar berpengaruh besar terhadap prestasi belajar.
Dari tes yang dilakukan pada observasi awal, diketahui hasil belajar siswa rendah. Terbukti dengan siswa hasil tes siswa mendapatkan nilai 60. Hal ini terlihat dari capaian tes yang telah dilakukan. Pada siklus I diketahui bahwa nilai siswa meningkat menjadi 70, setelah dilakukan treatmen dengan menggunakan media miniatur hewan. Dengan nilai ini, indikator ketercapaian dari penelitian belum terpenuhi. Oleh karena itu diadakanlah siklus II dengan menggunakan dan media yang sama. Setelah dilakukan peningkatan prestasi belajar ini terlihat saat tes mengukur kemampuan setelah diberikan treatmen.
Peningkatan prestasi belajar dapat dilihat dari nilai yang melebihi indikator ketercapaian yaitu 90. Peningkatan prestasi belajar dapat dilihat dari tabel perolehan nilai berikut ini.
Tabel 15. Keseluruhan Perolehan Nilai Dari Mata Pelajaran IPA
No. Nama Kondisi
Awal
Siklus Siklus II Keterangan
1. Alv 50 50 50 Tetap
2. Dw 30 30 30 Tetap
3. Ing 50 70 90 Meningkat
4. L.D 50 60 80 Meningkat
5. Irf 50 60 80 Meningkat
Jumlah 230 270 330
Rata-rata 46 54 33
(3)
commit to user
Perolehan nilai pada tabel 15 tersebut dapat dibuat grafik untuk memperjelas keterangan, sebagai berikut:
Grafik 6. Keseluruhan Perolehan Nilai Dari Mata Pelajaran IPA
Adanya peningkatan ketuntasan belajar dan tidak ada peningkatan dikarenakan sikap siswa yang mengalami banyak perubahan sebelum menggunakan media miniatur hewan dengan menggunakan media alam sekitar siswa pasif, jarang bertanya dan gampang bosan, tapi setelah dilakukan treatmen dengan menggunakan media miniatur sikap siswa sekarang menjadi aktif dan sering bertanya kepada guru mengenai materi yang belum dipahami, khususnya dengan materi mengenal macam-macam hewan dan jenis-jenis makanannya.
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
KONDISI AWAL SIKLUS I SIKLUS II
Keterangan:
= Alvi = Ing = Irf
(4)
commit to user
Sedangkan sikap siswa yang tidak mengalami ketuntasan belajar karena bersikap pasif, diam, sibuk sendiri, dan tidak bertanya pada guru.
Berdasarkan hasil dari data yang di dapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar anak tuna grahita kelas V di SLB C Dharma Anak Bangsa meningkat,hal ini ditunjukan dengan adanya peningkatan nilai yang dicapai pada saat dilakukan test.Dapat dilihat dari Rata rata nilai IPA pada kondisi awal yang berkisar 30 kemudian setelah dilakukan siklus 1 meningkat menjadi 55 dan terakhir setelah siklus ke 2 rata rata nilainya meningkat menjadi 70.
(5)
commit to user
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan alat peraga miniatur efektif dalam meningkatkan prestasi belajar Ilmu pengetahuan Alam pada anak tunagrahita kelas V SLB C Dharma Anak Bangsa Klaten tahun ajaran 2009/2010.
B. Implikasi
Dari kesimpulan penelitian di atas bahwa alat peraga miniatur dapat membantu dalam upaya peningkatan prestasi belajar Ilmu Pengetahuan Alam pada anak tunagrahita kelas V SLB C Dharma Anak Bangsa Klaten tahun ajaran 2009/2010. Dari hasil kesimpulan tersebut dapat diimplikasikan bahwa alat peraga miniatur hewan dapat digunakan dalam proses pembelajaran IPA untuk mengenal jenis-jenis hewan dan makanannya bagi anak tunagrahita kelas V SLB C Dharma Anak Bangsa Klaten, sehingga dapat diketahui bahwa alat peraga miniatur merupakan alat peraga yang sesuai dengan kondisi siswa tunanetra. Kesesuaian penggunaan alat peraga miniatur bagi siswa tunagrahita untuk pelajaran IPA dapat dilihat dari proses kegiatan pembelajaran dengan alat peraga miniatur hewan mampu membangkitkan motivasi siswa untuk belajar karena siswa dapat berinteraksi langsung dengan jenis-jenis hewan melalui alat peraga miniatur hewan.
C. Saran
Berkaitan dengan simpulan di atas, maka peneliti dapat mengajukan saran- saran sebagai berikut :
2. Saran kepada Kepala Sekolah
a. Disarankan bagi Kepala Sekolah untuk menyediakan lebih lengkap alat peraga pembelajaran miniatur dalam proses belajar mengajar terutama pada saat pelajaran IPA. Adapun cara yang dapat dilakukan oleh pihak Kepala Sekolah, diantaranya, yaitu
(6)
commit to user
1) memperbanyak alat peraga miniatur dengan membeli alat peraga miniatur sesuai dengan kemampuan sekolah.
2) menekankan kepada guru untuk menggunakan alat peraga miniatur dalam setiap pembelajaran yang dapat mengggunakan miniatur sebagai alat peraga belajar.
3. Saran kepada Guru
Guru sebagai motivator belajar siswa diharapkan mampu memotivasi siswa untuk belajar dan berdasarkan hasil penelitian ditemukan bukti bahwa alat peraga pembelajaran dalam peningkatan minat siswa untuk belajar dan siswa ikut aktif dalam pembelajaran, maka disarankan kepada guru siswa tunagrahita untuk menggunakan alat peraga miniatur yang sesuai dengan materi pelajaran. Misalnya, materi untuk mengenal macam-macam hewan menggunakan miniatur hewan ayam, bebek, kerbau, kuda, babi, dan gajah atau miniatur lainnya yang mudah diperoleh dan sesuai dengan materi pelajaran. 4. Saran kepada Peneliti lain
Kelemahan dalam penelitian ini yaitu keterbatasan dan pengetahuan peneliti sehingga pembahasan kurang maksimal, masih ada kekurangan, pembahasan kurang mendalam. Oleh sebab itu, bagi peneliti lain disarankan untuk meningkatkan pemahaman penelitian tindakan kelas terlebih dahulu secara mendalam sebelum dilakukan penelitian. Adapun cara untuk meningkatkan pengetahuan dan pengalaman dapat dilakukan oleh peneliti selanjutnya dengan cara mencari sumber-sumber data dan teori tentang alat peraga miniatur, yang dapat diperoleh melalui internet, majalah, dan surat kabar. Selain itu, bagi para peneliti selanjutnya disarankan pula untuk menggunakan alat peraga pelajaran yang berbeda, tidak hanya menggunakan alat peraga miniatur hewan tetapi juga menggunakan miniatur lainnya, seperti miniatur tumbuh-tumbuhan.