Penentuan Kadar Hambat Minimum KHM dan Kadar Bunuh
kombinasi surfaktan yang digunakan. Nilai required Hidrophyl-Lipophyl Balance rHLB dari fase minyak dalam emulsi digunakan untuk menentukan komposisi
kombinasi surfaktan hingga diperoleh nilai HLB sistem emulsi yang diinginkan. Menurut Swarbrick et al. 2006, nilai HLB antara 8
– 18 dalam suatu sistem, maka surfaktan tersebut berfungsi sebagai emulgator yang membentuk emulsi
dengan tipe MA. Nilai HLB sistem emulsi dalam emulgel minyak serai wangi Jawa yaitu 12,646 sehingga dapat dikatakan tipe emulsi yang terbentuk adalah
tipe MA. Surfaktan yang digunakan yaitu kombinasi tween 80 dan span 80 yang merupakan surfaktan nonionik. Surfaktan nonionik yang digunakan sebab lebih
rentan terhadap perubahan pH dan penambahan elektrolit dibandingkan dengan surfaktan anionik dan kationik. Tween 80 dan span 80 berfungsi sebagai
emulgator yang dapat menjembatani fase minyak dan fase air sehingga keduanya dapat bercampur dan stabil.
Bahan lain yang digunakan pada pembuatan emulgel yaitu carbopol sebagai gelling agent. Carbopol yang dipilih adalah carbopol 940 karena dapat
menghasilkan viskositas yang tinggi dibandingkan dengan carbopol lainnya. Parafin cair digunakan sebagai fase minyak dalam emulsi. Gliserin dalam
emulgel digunakan sebagai humektan. Gliserin dapat menjaga kelembaban kulit dengan membentuk ikatan hidrogen dengan air dari uap air yang ada di
lingkungan dan sediaan dengan membentuk ikatan hidrogen dengan air dalam formula. TEA berfungsi sebagai agen penetral carbopol sehingga proses
pengentalan dari carbopol menjadi maksimal. Penggunaan pengawet bertujuan untuk mencegah kontaminasi mikroba selama penyimpanan sehingga minyak
serai wangi Jawa tidak kehilangan kemampuan antibakterinya. Pengawet terdiri dari kombinasi pengawet yang digunakan untuk mencegah kontaminasi dari
masing-masing fase. Metil paraben sebagai pengawet fase air sebab metil paraben lebih larut dalam air. Propil paraben lebih larut dalam minyak sehingga
digunakan sebagai pengawet fase minyak Lieberman, Reiger, dan Banker,1996. Komposisi metil paraben lebih banyak dari propil paraben sebab fase air berada
pada fase kontinyu dan merupakan medium yang baik bagi mikroba sehingga lebih mudah terkontaminasi mikroba.
Menurut Handbook of Pharmaceutical Excipients edisi kelima 2006, bahan-bahan tambahan yang digunakan dalam formula sediaan emulgel tidak
menimbulkan iritasi bagi kulit sehingga aman digunakan secara topikal. Menurut MSDS dari minyak serai wangi Jawa versi Science Lab 2013, minyak ini
disebutkan dapat menyebabkan iritasi apabila digunakan langsung pada kulit namun tidak diberikan batasan konsentrasi yang dapat menyebabkan iritasi. Akan
tetapi, dalam penelitian Lertsatitthanakorn et al. 2010 menyebutkan uji sensitifitas pada kulit dengan local lymph node assay menyatakan bahwa minyak
serai wangi Jawa pada konsentrasi 50 bv diklasifikasikan tidak sensitif. The United State of America Food and Drug Administration FDA mengelompokkan
minyak serai wangi Jawa dalam kategori GRAS Generally Recognized As Safe. Dalam formula emulgel konsentrasi minyak serai wangi Jawa paling tinggi masih
dibawah 50, yaitu 20 sehingga diperkirakan aman apabila digunakan secara topikal.
Variasi konsentrasi minyak serai wangi Jawa yang digunakan dalam formula emulgel mengacu pada hasil penentuan KBM sebelumnya. Konsentrasi
Bunuh Minimum yang diperoleh, yaitu 15 sehingga konsentrasi perlu ditingkatkan untuk menentukan konsentrasi minyak serai wangi Jawa yang
efektif dalam sediaan. Variasi konsentrasi yang digunakan, yaitu 15; 17,5; dan 20.
Pada pembuatan emulgel, pH harus disesuaikan dengan pH kulit untuk menghindari terjadinya iritasi kulit. Emulgel dibuat pada rentang pH kulit yaitu
4,5 – 6,5. Hasil pengukuran pH pada emulgel minyak serai wangi Jawa, yaitu 5 –
6 sehingga termasuk dalam rentang pH kulit dan meminimalkan resiko iritasi kulit. Berikut merupakan hasil formulasi emulgel antiacne minyak serai wangi
Jawa:
a b
c Gambar 15. Emulgel
antiacne minyak serai wangi Jawa dengan konsentrasi 15 a; 17,5 b; dan 20 c