koloni bakteri pada permukaan agar. Hasilnya sering dianggap paling dapat diandalkan dalam penentuan nilai Kadar Hambat Minimum KHM.
Kemampuan antibakteri dikatakan kuat apabila memiliki nilai KHM antara 0,05
– 0,50 mgmL, sedang apabila nilai KHM antara 0,6 – 1,50 mgmL dan lemah apabila di atas 1,50 mgmL Diaz et al., 2010. Pengukuran adanya
kekuatan antibiotik dan antibakteri berdasarkan besarnya zona hambat menurut Suryawiria 1978 cit Moerfiah dan Supomo 2011 dipergunakan metode Davis
Stout dengan ketentuan sebagai berikut: 1 Sangat kuat daerah hambat 20 mm atau lebih
2 Kuat daerah hambat 10 – 20 mm
3 Sedang daerah hambat 5 – 10 mm
4 Lemah daerah hambat kurang dari 5 mm.
E. Gel dan Emulgel
Menurut Farmakope Indonesia IV 1995, gel merupakan sistem semipadat yang terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil
atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Gel dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara topikal atau yang dimasukkan ke
dalam lubang tubuh. Kelemahan utama pada gel adalah dalam penghantaran obat yang bersifat hidrofobik kemudian dilakukan pendekatan berbasis emulsi untuk
mengatasi kelemahan tersebut. Ketika gel dan emulsi dikombinasikan bersama menjadi suatu sediaan, sediaan tersebut dikenal sebagai emulgel Panwar,
Upadhyay, Bairagi, Gujar, Darwhwkar, dan Jain, 2011.
Emulgel emulsion in gel merupakan emulsi baik tipe oil-in-water maupun water-in-oil yang dimodifikasikan dengan gelling agent. Emulgel
memiliki tingkat penerimaan yang tinggi sebagai sediaan topikal sebab memiliki gabungan kelebihan dari gel dan emulsi Bhanu, Shanmugam, Lakshmi, 2011.
Gel pada penggunaan topikal memiliki beberapa kelebihan menurut Voigt 1994 yaitu kemampuan penyebaran pada kulit baik; efek dingin yang dijelaskan melalui
penguapan lambat dari kulit; kemudahan pencucian dengan air; dan pelepasan obat yang baik sedangkan kelebihan emulsi memiliki kemampuan terpenetrasi
pada kulit yang tinggi Bhanu et al., 2011. Monografi bahan yang digunakan sebagai bahan tambahan emulgel adalah sebagai berikut.
1. Parafin cair
Parafin cair pada umumnya digunakan pada sediaan topikal. Dalam emulsi parafin cair digunakan sebagai bahan tambahan pada tipe emulsi minyak
dalam air dengan konsentrasi 1,0 – 32,0. Pemerian dari parafin cair yaitu
transparan, tidak berwarna, cairan berminyak yang kental, tidak berfluoresensi di siang hari, hambar, tidak berbau ketika didinginkan, dan berbau samar ketika
dipanaskan. Titih didih 360
o
C. Viskositas 110 – 230 mPas pada 20
o
C. Kelarutan parafin cair yaitu praktis larut dalam etanol 95, gliserin dan air; larut dalam
aseton, bensen, kloroform, karbon disulfida, eter, dan petroleum; mudah larut dalam minyak atsiri dan minyak; pengecualian pada minyak jarak Rowe,
Sheskey, Owen, 2006. Nilai rHLB parafin cair adalah 11,8 Meher, Yadav, Sahu, dan Sinha, 2012.
2. Aquades air suling
Bobot molekul air suling adalah 18,02. Air suling dibuat dengan menyuling air yang dapat diminum. Pemerian dari air suling yaitu cairan jernih,
tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa Direktorat Jendral Pengawas Obat dan Makanan, 1979.
3. Carbopol 940
Gelling agent untuk keperluan farmasi dan kosmetik idealnya harus inert, aman dan tidak reaktif dengan komponen formulasi lainnya. Dimasukkannya
gelling agent dalam formulasi harus menyediakan matriks seperti solid yang baik selama penyimpanan, dapat dipecah dengan mudah ketika mengalami gaya geser
yang dihasilkan ketika dikeluarkan dari botol atau ketika tube diremas dan selama aplikasi topikal Liberman, Rieger, Banker, 1996. Gelling agent dapat digunakan
untuk menghasilkan berbagai macam konsistensi dari yang agak mengental hingga yang sangat keras Winfield dan Richard, 2004.
Gambar 3. Struktur monomer dari carbopol Rowe et al., 2006
Carbopol carbomer merupakan polimer sintetik dengan bobot molekul yang tinggi dari asam akrilat yang membentuk ikatan silang crosslink dengan
sukrosa alil atau eter alil dari pentaeritritol. Pemerian dari carbopol yaitu berwarna putih, halus, bersifat asam, bubuk higroskopis, dan sedikit bau yang khas. Dalam