Wilcoxon. Menurut Anderson, Sweeney, Williams, Freeman, dan Shoesmith 2010, uji Mann-Whitney dan uji Wilcoxon adalah ekuivalen. Tabel berikut
menyajikan hasil uji Wilcoxon diameter zona hambat pertumbuhan
Staphylococcus epidermidis yang terbentuk oleh minyak serai wangi Jawa.
Tabel 6. Hasil uji Wilcoxon
diameter zona hambat pertumbuhan Staphylococcus epidermidis yang terbentuk oleh minyak serai wangi Jawa
Kelompok
Kontrol negatif
Parafin
cair
Kontrol positif
Klinda -misin
0,06
Minyak serai
wangi Jawa
100
Minyak serai
wangi Jawa
50
Minyak serai
wangi Jawa
20
Minyak serai
wangi Jawa
10
Minyak serai
wangi Jawa
5
Kontrol negatif Parafin cair
- BB
BB BB
BB BB
BTB Kontrol positif
Klindamisin BB
- BB
BB BB
BB BB
Minyak serai wangi Jawa
100 BB
BB -
BTB BB
BB BB
Minyak serai wangi Jawa 50
BB BB
BTB -
BTB BB
BB Minyak serai
wangi Jawa 20 BB
BB BB
BTB -
BB BB
Minyak serai wangi Jawa 10
BB BB
BB BB
BB -
BB Minyak serai
wangi Jawa 5 BTB
BB BB
BB BB
BB -
Keterangan: BB = Berbeda Bermakna; BTB = Berbeda Tidak Bermakna
Dari tabel 6 secara statistik minyak serai wangi Jawa pada konsentrasi 100, 50, 20, dan 10 memiliki daya antibakteri terhadap Staphylococcus
epidermidis sebab memiliki diameter zona hambat lebih besar dengan perbedaan
bermakna dari kontrol negatif. Minyak serai wangi Jawa berpotensi untuk dijadikan bahan aktif dalam emulgel antiacne namun tidak sekuat Klindamisin
fosfat 0,06 secara statistik terdapat perbedaan bermakna pada diameter zona
hambat yang terbentuk oleh minyak serai wangi Jawa dan Klindamisin fosfat 0,06.
C. Penentuan Kadar Hambat Minimum KHM dan Kadar Bunuh
Minimum KBM Minyak Serai Wangi Jawa terhadap Staphylococcus
epidermidis dengan Metode Dilusi Padat
Rentang konsentrasi penentuan KHM dan KBM diperoleh dari konsentrasi minyak serai wangi Jawa terkecil dari hasil uji daya antibakteri secara
difusi sumuran yang memiliki zona hambat lebih besar dan memiliki perbedaan bermakna dari kontrol negatif yaitu 10. Rentang yang digunakan, yaitu 7,5;
10; 12,5; 15; dan 17,5. Senyawa uji dikatakan memiliki daya antibakteri apabila media uji memiliki kejernihan yang sama dengan kontrol sterilitas media
dan kejernihan yang lebih besar dibandingkan dengan kontrol pertumbuhan bakteri. Penentuan KHM dan KBM dilakukan secara visual dengan
membandingkan kejernihan media uji dengan kontrol sterilitas media dan kontrol pertumbuhan uji.
Gambar 14. Perbandingan kejernihan media uji tengah bawah dengan kontrol pertumbuhan media kiri atas dengan kontrol pertumbuhan bakteri kanan atas
Berikut dijabarkan dalam tabel hasil pengamatan secara visual perbandingan kejernihan media uji dengan kontrol sterilitas media dan kontrol
pertumbuhan bakteri.
Tabel 7. Hasil uji daya antibakteri minyak serai Jawa terhadap Staphylococcus epidermidis
secara dilusi padat
Kelompok Replikasi
I Replikasi
II Replikasi
III
Kontrol sterilitas media
– –
–
Kontrol pertumbuhan bakteri +++
+++ +++
Minyak serai wangi Jawa 17,5
– –
–
Minyak serai wangi Jawa 15
– –
–
Minyak serai wangi Jawa 12,5
– –
–
Minyak serai wangi Jawa 10 +
++ ++
Minyak serai wangi Jawa 7,5 +++
+++ +++
Keterangan: Negatif – = Jernih; Positif + = keruh, semakin banyak tanda positif
maka semakin keruh
Hasil tersebut menunjukkan bahwa KHM dan KBM berada dalam rentang konsentrasi 12,5; 15; dan 17,5. Uji penegasan perlu dilakukan untuk
mengetahui pada konsentrasi berapakah KHM dan KBM minyak serai wangi Jawa. Uji penegasan dilakukan dengan menginokulasikan bakteri di media uji
yang jernih secara streak plate pada media MHA steril yang telah memadat. Apabila pada goresan terdapat pertumbuhan maka konsentrasi tersebut merupakan
Konsentrasi Hambat Minimum KHM dan apabila tidak terdapat pertumbuhan merupakan Konsentrasi Bunuh Minimum KBM. Hasil uji penegasan telah
disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 8. Hasil penegasan uji daya antibakteri minyak serai Jawa terhadap Staphylococcus
epidermidis secara streak plate
Kelompok Replikasi
I Replikasi
II Replikasi
III
Minyak serai wangi Jawa 17,5 Tidak
tumbuh Tidak
tumbuh Tidak
tumbuh Minyak serai wangi Jawa 15
Tidak tumbuh
Tidak tumbuh
Tidak tumbuh
Minyak serai wangi Jawa 12,5 Tumbuh
Tidak tumbuh
Tidak tumbuh
Hasil menunjukkan masih ada pertumbuhan pada konsentrasi 12,5 dan tidak ada pertumbuhan pada konsentrasi 15 dan 17,5. Dari hasil tersebut dapat
diketahui KHM dari minyak serai wangi Jawa adalah 12,5 dan KBM minyak serai wangi Jawa adalah 15. Nilai KBM kemudian digunakan sebagai
pertimbangan untuk penentuan konsentrasi minyak serai wangi Jawa sebagai bahan aktif dalam sediaan emulgel antiacne.
Staphylococcus epidermidis termasuk dalam kelompok bakteri Gram positif. Sitronelal monoterpen aldehida memiliki potensi antibakteri yang
memiliki target membran protein fungsional yang menyebabkan perubahan permeabilitas membran bakteri Gram positif. Aktivitas antibakteri monoterpen
aldehida yang ditemukan dalam minyak serai wangi Jawa diperkirakan disebabkan karena senyawa elektronegatif yang mengganggu komponen nitrogen
dari protein pada membran sitoplasmik, isi sitoplasma, dan asam nukleat. Selain sitronelal, monoterpen alkohol berupa geraniol, sitronelol, linalool dan isopulegol
sementara alkohol siskuiterpene berupa elemol dan endo-1-bourbonanol juga ditemukan dalam minyak serai wangi Jawa. Aktivitas antibakteri gugus alkohol
bertindak sebagai agen pendehidrasi pada dosis rendah dan agen pendenaturasi pada dosis tinggi. Alkohol dan fenol dapat menyebabkan pecahnya membran
sitoplasma dan kerusakan dinding sel bakteri. Dinding sel bakteri Gram positif mengalami kehilangan struktur kaku dan komponen dinding yang pecah setelah
diberi perlakuan dengan minyak serai wangi Jawa. Akibatnya, membran sitoplasma yang telah rusak menyebabkan kebocoran materi-materi intraseluler
dan sel akhirnya lisis Lertsatitthanakorn et al., 2010.
D. Pembuatan Emulgel Antiacne Minyak Serai Wangi Jawa
Sediaan topikal yang digunakan sebagai pembawa bahan aktif berupa minyak serai wangi Jawa yaitu emulgel. Emulgel dipilih berdasarkan sifat dari
bahan aktif yang lipofil sehingga diperlukan sediaan yang memiliki sistem emulsi agar bahan aktif dapat diaplikasikan dengan nyaman karena dapat menutupi
sensasi berminyak pada penggunaan minyak serai wangi Jawa secara langsung. Sensasi dingin pada penambahan suatu gelling agent juga dapat meningkatkan
kenyamanan. Sistem emulsi yang digunakan dalam sediaan emulgel antiacne yaitu
sistem emulsi MA, yaitu dispersi droplet minyak dalam medium air. Pemilihan sistem emulsi ini disesuaikan dengan tujuan pembuatan sediaan topikal antiacne.
Kosmetik yang digunakan untuk kulit yang berjerawat seminimal mungkin digunakan sediaan yang memiliki fase minyak sebagai mediumnya. Penggunaan
kosmetik yang mengandung banyak minyak dikhawatirkan dapat menutup pori- pori kulit dan semakin memperparah jerawat.
Penentuan tipe emulsi berdasarkan nilai Hidrophyl-Lipophyl Balance HLB sistem emulsi. Nilai HLB dari sistem emulsi merupakan nilai HLB
kombinasi surfaktan yang digunakan. Nilai required Hidrophyl-Lipophyl Balance rHLB dari fase minyak dalam emulsi digunakan untuk menentukan komposisi
kombinasi surfaktan hingga diperoleh nilai HLB sistem emulsi yang diinginkan. Menurut Swarbrick et al. 2006, nilai HLB antara 8
– 18 dalam suatu sistem, maka surfaktan tersebut berfungsi sebagai emulgator yang membentuk emulsi
dengan tipe MA. Nilai HLB sistem emulsi dalam emulgel minyak serai wangi Jawa yaitu 12,646 sehingga dapat dikatakan tipe emulsi yang terbentuk adalah
tipe MA. Surfaktan yang digunakan yaitu kombinasi tween 80 dan span 80 yang merupakan surfaktan nonionik. Surfaktan nonionik yang digunakan sebab lebih
rentan terhadap perubahan pH dan penambahan elektrolit dibandingkan dengan surfaktan anionik dan kationik. Tween 80 dan span 80 berfungsi sebagai
emulgator yang dapat menjembatani fase minyak dan fase air sehingga keduanya dapat bercampur dan stabil.
Bahan lain yang digunakan pada pembuatan emulgel yaitu carbopol sebagai gelling agent. Carbopol yang dipilih adalah carbopol 940 karena dapat
menghasilkan viskositas yang tinggi dibandingkan dengan carbopol lainnya. Parafin cair digunakan sebagai fase minyak dalam emulsi. Gliserin dalam
emulgel digunakan sebagai humektan. Gliserin dapat menjaga kelembaban kulit dengan membentuk ikatan hidrogen dengan air dari uap air yang ada di
lingkungan dan sediaan dengan membentuk ikatan hidrogen dengan air dalam formula. TEA berfungsi sebagai agen penetral carbopol sehingga proses
pengentalan dari carbopol menjadi maksimal. Penggunaan pengawet bertujuan untuk mencegah kontaminasi mikroba selama penyimpanan sehingga minyak