atau  “3”  diatur  dengan  memutar  knob  hingga  tanda  “•”  tergantung  dari konsentrasi sampel yang diuji. Berikut adalah jarak jangkauan:
“1”: 1,333 – 1,404 skala sebelah kiri “2”: 1,404 – 1,468 skala tengah
“3”: 1,468 – 1,520 skala sebelah kanan Ujung  refraktometer  diarahkan  ke  arah  cahaya  yang  terang,  dilihat
melalui  lensa  sambil  diputar-putar  sampai  skala  terlihat  jelas.  Tampak  garis batas yang memisahkan sisi yang terang dan gelap pada bagian atas dan bawah.
Jika  garis  batas  berwarna  atau  tidak  jelas,  maka  ring  diputar  untuk menghilangkan warna hingga garis batas terlihat jelas.
c.  Bobot Jenis. Piknometer 10 mL ditimbang dalam keadaan kosong dan bersih. Piknometer  10  mL  diisi  air  suling.  Suhu  diturunkan  hingga  23
o
C  kemudian dinaikkan perlahan hingga 25
o
C. Permukaan air diatur sampai puncak kapiler kemudian  pipa  kapiler  ditutup.  Setelah  mencapai  suhu  kamar,  dinding  luar
piknometer  diusap  dan  ditimbang.  Hal  yang  sama  dilakukan  pada  minyak serai  wangi  Jawa.  Bobot  jenis  minyak  atsiri  serai
sama  dengan kerapatan minyak serai wangi Jawa dibagi kerapatan air pada suhu 25
o
C.
2. Pembuatan stok dan suspensi bakteri Staphylococcus epidermidis
Sebelum  pembuatan  stok  perlu  dilakukan  pengaktifan  Staphylococcus
epidermidis.  Media  BHIB  dilarutkan  dan  disterilkan  dengan  menggunakan autoklaf  pada  suhu  121
o
C  selama  15  menit.  Setelah  steril,  media  BHIB dimasukkan  dalam  tabung  sebanyak  5  mL.  Biakan  murni  Staphylococcus
epidermidis  diambil  1  ose  dan  diinokulasikan,  diinkubasi  selama  24  jam  pada
suhu  37
o
C  dalam  inkubator.  Langkah  ini  dilakukan  sekali  lagi  setelah  24  jam inkubasi.
Media TSA dilarutkan dan disterilkan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121
o
C selama 15 menit. Setelah steril, media TSA dimasukkan dalam tabung sebanyak 5 mL, dibiarkan memadat dalam keadaan miring. Diambil 1 ose biakan
murni  Staphylococcus epidermidis dan diinokulasikan, diinkubasi  selama  24 jam pada  suhu  37
o
C  dalam  inkubator.  Hasil  kultur  digunakan  sebagai  stok  bakteri Staphylococcus epidermidis.
Pembuatan suspensi bakteri dilakukan dengan cara diambil 1 ose koloni bakteri  Staphylococcus  epidermidis  dari  stok  bakteri,  dimasukkan  ke  dalam
tabung  reaksi  yang  telah  berisi  media  BHIB  steril,  inkubasi  selama  24  jam  pada suhu  37
o
C  dalam  inkubator.  Selanjutnya,  kekeruhan  suspensi  bakteri Staphylococcus epidermidis  disesuaikan dengan standar Mac Farland  0,5  dengan
pengencer NaCl fisiologis steril konsentrasi bakteri 10
8
CFUmL.
3. Penanaman bakteri Staphylococcus epidermidis secara pour plate
Suspensi  bakteri  diinokulasikan  sebanyak  1  mL  pada  MHA  steril  cair. Setelah  di-vortex,  campuran  tersebut  dimasukkan  ke  cawan  petri.  Media  yang
telah memadat dilubangi menggunakan pelubang sumuran dengan diameter 6 mm secara  aseptis  sebagai  tempat  kontrol  positif,  kontrol  negatif,  dan  minyak  serai
wangi  Jawa  dengan  berbagai  variasi  konsentrasi.  Pembuatan  lubang  sumuran dilakukan  hingga  dasar  petri  kemudian  dilakukan  penambalan  dengan
menggunakan media MHA steril sebanyak 25 µL.
4. Uji  daya  antibakteri  minyak  serai  wangi  Jawa  terhadap Staphylococcus
epidermidis dengan metode difusi sumuran a.  Penentuan konsentrasi minyak serai wangi Jawa. Minyak serai wangi Jawa
dibuat dalam beberapa seri konsentrasi yaitu 100; 50; 20; 10; dan 5 dengan menggunakan pelarut parafin cair.
b.  Uji  daya  antibakteri  minyak  serai  wangi  Jawa  terhadap  Staphylococcus epidermidis  secara  difusi  sumuran.  Minyak  serai  wangi  Jawa  dengan
berbagai  konsentrasi  sebanyak  50 L  diletakkan  pada  masing-masing
lubang  sumuran  yang  tersedia  secara  aseptis.  Kontrol  positif  yang digunakan  adalah  Klindamisin  fosfat  0,06  dan  kontrol  negatif  yang
digunakan adalah parafin cair. Diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37
o
C, kemudian  diamati  hasilnya.  Zona  hambat  diukur  dengan  jangka  sorong
dengan  cara  mengukur  zona  jernih  yang  terbentuk  dikurangi  dengan diameter  dari  sumuran.  Diameter  zona  hambat  yang  dihasilkan  sebagai
dasar  untuk  mengamati  daya  antibakteri  yang  dibandingkan  dengan kontrol positif dan kontrol negatif. Dilakukan replikasi sebanyak tiga kali.
5. Penentuan  Kadar  Hambat  Minimum  KHM  dan  Kadar  Bunuh
Minimum  KBM  minyak  serai  wangi  Jawa  terhadap Staphylococcus
epidermidis dengan metode dilusi padat
Minyak serai wangi Jawa dengan kadar tertentu, sesuai dengan hasil pada uji sebelumnya, sebanyak 1 mL ditambahkan pada 1 mL suspensi bakteri uji yang
telah  disetarakan  dengan  standar  Mac  Farland  0,5.  Kemudian  ditambahkan  pada 20  mL  media  MHA  steril  cair.  Selanjutnya,  dituang  dalam  cawan  petri  steril
secara  pour  plate.  Pengamatan  dilakukan  setelah  diinkubasikan  selama  24  jam pada  suhu  37
o
C.  Pertumbuhan  bakteri  ditunjukkan  dengan  kekeruhan  media.
KHM dan KBM dapat diketahui dengan membandingkan kejernihan media yang diinokulasikan  larutan  uji  dengan  kontrol  negatif  parafin  cair  dan  kontrol
pertumbuhan  bakteri  secara  visual.  Setelah  didapatkan  media  pertumbuhan  yang jernih,  dilakukan  pengujian  berikutnya  dengan  melakukan  menginokulasikan
bakteri dari setiap media yang jernih ke media steril yang baru secara streak plate. KHM  merupakan  konsentrasi  terkecil  yang  mampu  menghambat  pertumbuhan
bakteri yang ditunjukkan dengan media pertumbuhan yang jernih tetapi masih ada pertumbuhan pada hasil  streak. KBM merupakan konsentrasi terkecil  yang dapat
membunuh  bakteri,  ditandai  dengan  tidak  adanya  pertumbuhan  dari  hasil  streak yang  menandakan  bahwa  bakteri  uji  mati  karena  larutan  uji  dengan  konsentrasi
tersebut. Kontrol sterilitas dibuat dengan cara menuangkan media MHA steril cair tanpa penambahan Staphylococcus epidermidis pada cawan petri steril dan setelah
dibiarkan  memadat  dilakukan  pelubangan  pada  tengah  media.  Kontrol pertumbuhan bakteri dibuat dengan cara parafin cair sebanyak 1 mL ditambahkan
pada suspensi bakteri uji yang telah disetarakan dengan standar Mac Farland 0,5. Ditambahkan  pada  20  mL  media  MHA  steril  cair.  Selanjutnya,  dituang  dalam
cawan petri steril secara pour plate.
6. Pembuatan emulgel antiacne minyak serai wangi Jawa
a.  Formula.  Formula  yang  digunakan  pada  penelitian  ini  mengacu  pada formula  emulgel  chlorphenesin  Mohamed,  2004.  Formula  untuk  100  g
adalah sebagai berikut.
R Chlorphenesin
0,5 g
Carbopol 934 1,0
g Parafin cair
5,0 g
Tween 20 0,6
g Span 20
0,9 g
Propilen glikol 5,0
g Etanol
2,5 g
Metil paraben 0,03
g Propil paraben
0,01 g
Aquades ad  100
,00 g
Formula tersebut dilakukan modifikasi sebagai berikut.
Tabel 2. Formula kontrol basis emulgel antiacne dan emulgel antiacne minyak serai wangi
Jawa dalam 200 g
Material dalam 200
gram Kontrol basis
emulgel antiacne
Emulgel antiacne
minyak serai wangi Jawa
15 Emulgel
antiacne minyak serai
wangi Jawa 17,5
Emulgel antiacne
minyak serai wangi Jawa
20
Minyak serai wangi Jawa
- 30,0
g 35
,50 g
40 ,00
g Parafin cair
40 ,00
g 10
,00 g
5 ,50
g -
Carbopol 940 1
,00 g
1 ,00
g 1
,00 g
1 ,00
g Tween 80
31,2 g
31,2 g
31,2 g
31,2 g
Span 80 8,8
g 8,8
g 8,8
g 8,8
g Gliserin
4 ,00
g 4
,00 g
4 ,00
g 4
,00 g
TEA 1
,50 g
1 ,50
g 1
,50 g
1 ,50
g Metil paraben
0,36 g 0,36 g
0,36 g 0,36 g
Propil paraben 0,04 g
0,04 g 0,04 g
0,04 g Aquades
113,6 g
113,6 g
113,6 g
113,6 g
b.  Pembuatan  Emulgel.  Carbopol  940  dikembangkan  dalam  70  mL  aquades selama  24  jam.  Fase  minyak  minyak  serai  Jawa,  propil  paraben,  parafin
cair,  dan  span  80  dan  fase  air  sisa  aquades,  metil  paraben,  gliserin,  dan tween  80  disiapkan  secara  terpisah  dengan  mencampurkan  masing-
masing  komponennya  pada  suhu  60
o
C.  Fase  minyak  ditambahkan  pada fase air kemudian dicampur dengan menggunakan mixer skala 1 selama 8
menit  dengan  pemanasan  pada  suhu  70-80
o
C Jain,  Gautam,  Gupta,
Khambete, Jain, 2010. Pencampuran dilanjutkan tanpa pemanasan selama 2  menit  hingga  terbentuk  emulsi.  Emulsi  yang  terbentuk  kemudian
dicampur  dengan  carbopol  940  yang  telah  mengembang  dengan menggunakan  mixer  pada  skala  1  selama  10  menit.  TEA  ditambahkan
hingga pH 4,8 – 6,5 dan campuran diaduk kembali selama 5 menit.
7. Uji sifat fisik emugel antiacne minyak serai wangi Jawa
Uji  sifat  fisik  sediaan  emulgel  antiacne  minyak  serai  wangi  Jawa  yang diuji pada penelitian ini meliputi uji viskositas dan uji daya sebar.
a.  Viskositas.  Pengukuran  viskositas  menggunakan  alat  Viscotester  Rion  seri VT  04  dengan  cara  emulgel  dimasukkan  dalam  wadah  dan  dipasang  pada
portable viscotester. Viskositas emulgel diketahui dengan mengamati gerakan jarum  penunjuk  viskositas.  Uji  ini  dilakukan  setelah  48  jam  setelah  emulgel
dibuat Instruction Manual Viscotester VT-03EVT-04. b.  Daya sebar. Uji daya sebar dilakukan 48 jam setelah pembuatan dengan cara
emulgel  ditimbang seberat  1 g dan diletakkan di tengah kaca bulat berskala. Kaca  bulat  bagian  atas  dan  pemberat  dengan  berat  total  125  g  diletakkan
diatas emulgel, didiamkan selama satu menit, dicatat diameter penyebarannya Garg et al., 2002.
8. Uji daya antibakteri emulgel antiacne minyak serai wangi Jawa terhadap
Staphylococcus epidermidis dengan metode difusi sumuran
Emulgel  antiacne  minyak  serai  wangi  Jawa  dengan  berbagai  konsentrasi sesuai yang dibuat diletakkan pada masing-masing lubang sumuran yang tersedia
pada  media  yang  sebelumnya  telah  diinokulasikan  bakteri  uji  secara  pour  plate. Kontrol  positif  yang  digunakan  adalah  minyak  serai  wangi  Jawa  dengan
konsentrasi  bunuh  minimum  dan  kontrol  negatif  yang  digunakan  adalah  kontrol basis  emulgel.  Diinkubasi  selama  24  jam  pada  suhu  37
o
C,  kemudian  diamati hasilnya. Diameter zona  hambat  yang  dihasilkan  sebagai  dasar untuk  mengamati
daya antibakteri yang dibandingkan dengan kontrol positif dan kontrol negatif.
E. Analisis Hasil
Data  yang  diperoleh  pada  penelitian  ini  adalah  data  sifat  fisik  sediaan emulgel  antiacne  minyak  serai  wangi  Jawa  dan  kontrol  basis  sediaan  emulgel
yang meliputi  viskositas dan daya sebar, serta data daya  antibakteri.  Signifikansi data  diketahui  dengan  menganalisis  secara  statistik  pada  distribusi  data  normal
dan  tidak  normal.  Pada  distribusi  data  normal,  digunakan  analisis  statistik parametrik  ANOVA  satu  arah,  sedangkan  pada  distribusi  data  tidak  normal
digunakan analisis statistik non-parametrik Kruskal-Wallis.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Identifikasi dan Verifikasi Minyak Serai Wangi Jawa
Identifikasi  bahan  dilakukan  untuk  menjamin  bahwa  bahan  yang digunakan  sesuai  dengan  tujuan  penelitian  sehingga  dapat  menghindari  resiko
terjadinya  bias  pada  hasil  penelitian.  Minyak  serai  wangi  Jawa  yang  digunakan sebagai  bahan  penelitian  ini  merupakan  minyak  atsiri  yang  berasal  dari  tanaman
serai  wangi  Jawa  Cymbopogon  winterianus  diperoleh  dari  CV  Indaroma Yogyakarta dan telah diuji identitasnya. Certificate of Analysis CoA dari minyak
serai wangi Jawa terlampir Lampiran 1. Minyak serai wangi yang dipilih sebagai bahan  penelitian  berasal  dari    Cymbopogon  winterianus  dimana  minyak  yang
dihasilkan merupakan jenis superior dan mengandung sitronelal lebih banyak dari
minyak yang berasal dari Cymbopogon nardus Peter, 2007.
Verifikasi  minyak  serai  wangi  Jawa  bertujuan  untuk  memastikan identitas dari minyak yang digunakan sebagai bahan penelitian dengan kemurnian
tinggi.  Verifikasi  yang  dilakukan  meliputi  pengamatan  organoleptis,  pengujian bobot  jenis  dan  pengujian  indeks  bias.  Minyak  atsiri  yang  berasal  dari  jenis
tanaman  yang  berbeda  memiliki  bobot  jenis  dan  indeks  bias  yang  berbeda sehingga  dengan  melakukan  pengujian  bobot  jenis  dan  indeks  bias  dapat
digunakan  sebagai  verifikasi  awal  dalam  penentuan  keaslian  minyak.  Apabila hasil  pengujian  semakin  mendekati  dengan  literatur  maka  keaslian  maupun
37
kemurnian  minyak  tersebut  semakin  tinggi.  Hasil  verifikasi  minyak  serai  wangi Jawa adalah sebagai berikut.
Tabel 3. Hasil verifikasi minyak serai wangi Jawa
Uji Literatur
Panda, 2003 Certificate of
Analysis CV
Indaroma Verifikasi
Organoleptis Bentuk  Cair
Bentuk Cair
Bentuk Cair
Warna  Kuning muda – kuning
Warna Kuning
muda Warna
Kuning muda
Bobot jenis 0,877
– 0,893 0,885 0,882
– 0,888 0,882 ± 0,001
Indeks bias 1,466
– 1,473 1,478 1,475
– 1,488 1,471
Dari  hasil  yang  diperoleh,  minyak  serai  wangi  Jawa  memenuhi persyaratan  organoleptis,  rentang  bobot  jenis  dan  indeks  bias  literatur  menurut
Panda 2003 berdasarkan Essential of Asocciation EoA  USA No. 14. Minyak atsiri  yang  diperoleh  dari  CV  Indaroma  telah  sesuai  dengan  CoA  dan  literatur
sehingga minyak tersebut benar adalah  minyak serai wangi Jawa.
B. Uji Daya Antibakteri Minyak Serai  Wangi Jawa terhadap
Staphylococcus epidermidis
Uji  ini  merupakan  uji  pendahuluan  untuk  memastikan  adanya  daya antibakteri  minyak  serai  wangi  Jawa  terhadap  pertumbuhan  Staphylococcus
epidermidis  sebelum  diformulasikan  dalam  emulgel.  Kultur  murni  bakteri Staphylococcus epidermidis ATCC 12228 sebagai bakteri uji diperoleh dari Balai
Laboratorium  Kesehatan  Yogyakarta  dan  telah  diuji  kemurniannya.  Surat keterangan  mengenai  Staphylococcus  epidermidis  ATCC  12228  terlampir
Lampiran 2. Uji antibakteri ini dilakukan dalam Biological Safety Cabinet untuk meningkatkan kondisi lingkungan yang aseptis selama penelitian. Difusi sumuran
dipilih sebagai metode uji antibakteri berdasarkan sifat bahan uji yang digunakan
berupa  minyak  yang  memiliki  tingkat  kepolaran  yang  rendah.  Suatu  senyawa memiliki  daya  antibakteri  apabila  memiliki  zona  hambat  berupa  area  jernih  di
sekeliling  sumuran  dan  lebih  besar  dengan  perbedaan  bermakna  dari  kontrol negatif.
Dalam  uji  antibakteri  difusi  sumuran  dibuat  tujuh  lubang  yang  untuk kontrol positif, kontrol negatif, dan variasi konsentrasi minyak serai wangi  Jawa.
Kontrol  positif  yang  digunakan  yaitu  Klindamisin  fosfat  0,06  yang  merupakan obat keras untuk jerawat. Klindamisin fosfat merupakan bentuk inaktif kemudian
diubah  menjadi  klindamisin  yang  merupakan  bentuk  aktif.  Klindamisin merupakan  antibiotik  golongan  linkosamida  yang  berkerja  sebagai  penghambat
sintesis  protein  dengan  cara  berikatan  dengan  ribosom  50s  dan  mengganggu aktivasi tRNA saat translasi National Library of Medicine, 2013. Kontrol positif
berfungsi  untuk  mengetahui  ada  tidaknya  potensi  senyawa  uji  untuk  menjadi penggantinya.  Kontrol  negatif  berfungsi  untuk  mengetahui  pelarut  yang
digunakan memiliki
kemampuan untuk
menghambat pertumbuhan
Staphylococcus  epidermidis.  Pelarut  yang  memiliki  kemampuan  untuk menghambat  bakteri  uji  dapat  membiaskan  hasil  penelitian  sebab  menyebabkan
positif  palsu  zona  hambat  pada  variasi  konsentrasi.  Variasi  konsentrasi  minyak serai wangi Jawa yang digunakan, yaitu 100; 50; 20; 10; dan 5. Berikut
dijabarkan tabel zona hambat yang dihasilkan pada beberapa konsentrasi.
Tabel 4. Diameter zona hambat pertumbuhan Staphylococcus epidermidis yang
terbentuk oleh minyak serai wangi Jawa
Senyawa Uji Rerata ± SD
Diameter Zona Hambat dalam mm
Kontrol negatif Parafin cair Kontrol positif Klindamisin fosfat 0,06
31 ± 2,7 Minyak serai wangi Jawa 100
17 ± 1,8 Minyak serai wangi Jawa 50
13 ± 2,9 Minyak serai wangi Jawa 20
12 ± 3,2 Minyak serai wangi Jawa 10
4 ± 1 Minyak serai wangi Jawa 5
Gambar 13. Zona hambat pertumbuhan Staphylococcus epidermidis yang terbentuk oleh
minyak serai wangi Jawa ditunjukkan dengan tanda panah
Zona  hambat  yang  terbentuk  menunjukkan  minyak  serai  wangi  Jawa mampu  menghambat  pertumbuhan  bakteri  uji.  Data  diameter  zona  hambat  yang
didapatkan  kemudian  dianalisis  secara  statistik.  Jumlah  sampel  yang  digunakan kurang  dari  50  sampel  sehingga  untuk  melihat  kenormalan  distribusi  data  yang
dihasilkan  menggunakan  uji  Shapiro-Wilk.  Data  dikatakan  memiliki  distribusi normal  apabila  nilai  probabilitas  p  lebih  dari  0,05.  Sebaliknya,  data  dikatakan
memiliki  distribusi  yang  tidak  normal  apabila  nilai  probabilitas  p  kurang  dari 0,05  Dahlan,  2012.  Hasil  dari  uji  Shapiro-Wilk  menunjukkan  nilai  probabilitas
yang dijabarkan pada tabel berikut.
Tabel 5. Nilai probabilitas uji Shapiro-Wilk
diameter zona hambat pertumbuhan Staphylococcus epidermidis yang terbentuk oleh minyak serai wangi Jawa
Kelompok Nilai Probabilitas p
Kontrol negatif Parafin cair -
Kontrol positif Klindamisin fosfat 0,06 0,7218
Minyak serai wangi Jawa 100 0,2043
Minyak serai wangi Jawa 50 0,4983
Minyak serai wangi Jawa 20 0,2056
Minyak serai wangi Jawa 10 0,5039
Minyak serai wangi Jawa 5 -
Dua  dari  sampel  tidak  dapat  diketahui  nilai  probabilitasnya  karena  data yang diuji dari tiga replikasi adalah sama, yaitu kontrol negatif dan minyak serai
wangi Jawa 15, sehingga dapat dikatakan data terdistribusi dengan tidak normal. Perbedaan  diameter  zona  hambat  pertumbuhan  Staphylococcus  epidermidis  yang
terbentuk  oleh  minyak  serai  wangi  Jawa  dengan  distribusi  data  tidak  normal digunakan alternatif uji One Way ANOVA yaitu Kruskal-Wallis. Nilai probabilitas
uji  Kruskal-Wallis  diameter  zona  hambat  pertumbuhan  Staphylococcus epidermidis  yang  terbentuk  oleh  minyak  serai  wangi  Jawa,  yaitu  0,00389  p
0,05.  Nilai  probabilitas  tersebut  menunjukkan  paling  tidak  terdapat  perbedaan antara dua kelompok.
Analisis Post Hoc dilakukan untuk mengetahui kelompok yang memiliki perbedaan.  Alat  untuk  melakukan  analisis  Post  Hoc  pada  uji  Kruskal-Wallis
adalah uji Mann-Whitney Dahlan, 2012. Program R versi 2.14.1 yang digunakan oleh peneliti tidak terdapat uji Mann-Whitney sehingga peneliti menggunakan uji