Sub Model Produktivitas Tebu dan Analisis Usahatani

Besarnya tingkat kenaikanpenurunan dapat dilihat pada Tabel 4.5. Jika P rerata dibanding dengan Po maka ada peningkatan 4 , sedangkan apabila P2 dibanding dengan Po akan ada peningkatan sebesar 18 , dan P3 peningkatannya hanya 11, serta P1 terjadi penurunan produktivitas 15. Hal ini sangat baik mengingat baru tahun pertama dilakukan perlakuan pemupukan terhadap tebu keprasan ke tiga. Untuk pemupukan tahun kedua, ketiga dan seterusnya penggunaan pupuk organik akan berpengaruh semakin baik terhadap produktivitas tebu. Semakin sedikit bahan kimia yang masuk maka produk pertanian tebu terhindar dari pencemaran bahan kimia. Hal ini merupakan Good Manufacturing Practices GFP merupakan salah satu titik kendali kritis dari sistem manajemen HACCP bersifat pencegahan yang berupaya untuk mengendalikan suatu areatitik. Ada 3 tiga skenario sub model produktivitas tebu yang dapat dilakukan yaitu : 1 sub model produktivitas tebu pada perlakuan Po, sesuai kebiasaan petani tebu, 2 sub model produktivitas tebu pada perlakuan P2 dengan penghematan pupuk kimia 50, dan 3 sub model produktivitas tebu pada perlakuan P3 dengan penghematan pupuk kimia 75.

4.3.3. Sub Model Produktivitas Tebu dan Analisis Usahatani

Analisis usahatani tebu dilakukan untuk menentukan keuntungan dan kelayakan usaha berdasarkan kriteria rasio pendapatan terhadap biaya Net BC. Usahatani tebu dikatakan layak apabila nilai BC lebih besar dari satu. Skenario 1, sub model produktivitas tebu keprasan pada perlakuan Po, sesuai kebiasaan petani tebu. Berdasarkan data primer yang diperoleh dan diolah dengan basis luas lahan satu ha biaya produksi : C = Rp 12.000.000,- meliputi: © Bogor Agricultural University http:www.ipb.ac.id sewa lahan Rp 5.000.000tahun, tenaga kerja dan saprodi bibit, pupuk dan pestisida Rp 7.000.000tahun. Hasil penjualan tebu disawah: Rp 160.000,-ton, hasil panen tebu Po = 156 tonha. Jumlah pendapatan B : Rp. 24.960.000ha.tahun Keuntungan usahatani tebu : B – C = Rp 24.960.000 - Rp 12.000.000 = Rp 12.960.000ha.tahun. Rasio pendapatan terhadap biaya : BC = Rp 24.960.000Rp 12.000.000 = 2,08 Berdasarkan hasil analisis tersebut BC = 2,08, maka usahatani tebu adalah layak. Skenario 2, sub model produktivitas tebu sistem keprasan pada perlakuan P2 dengan penghematan pupuk kimia 50. Produktivitas tebu naik 18 , jumlah pendapatan B = Rp 24.960.000 1 + 18 = Rp. 29.452.800 ha.tahun. Analisis penghematan biaya berdasar atas pengurangan penggunaan pupuk kimia 50 dari kebiasaan, yaitu 0,5 x 14 kuintalha tahun = 7 kuintal. Harga pupuk anorganik jenis ZA : Rp 110.000kuintal, pupuk jenis PHONSKA : Rp 175.000kuintal. Penggunaan pupuk ZA dan PONSKA berimbang, yaitu masing- masing 50 . Tambahan biaya untuk pupuk organik cair Nd : Rp. 50.000l, sebanyak 2 lha tahun = Rp 100.000 dan upah tenaga kerja : Rp 25.000hari sebanyak 4 orang = Rp. 100.000ha, pemupukan dilakukan dua kalitahun sehingga tambahan biaya untuk tenaga kerja = Rp. 200.000ha.tahun. Berdasar atas basis luas lahan satu ha maka penghematan biaya yang dilakukan oleh petani adalah : penghematan biaya pupuk kimia – biaya pupuk organik + upah pekerja = 7 x Rp. 110.000 + Rp. 175.0002 – Rp. 100.000 + Rp. 200.000,- © Bogor Agricultural University http:www.ipb.ac.id = Rp. 697.500ha.tahun. Biaya produksi C = Rp. 12.000.000 – Rp 697.500 = Rp. 11.302.500 Keuntungan usahatani tebu : B – C = Rp 29.452.800 - Rp 11.302.500 = Rp 18.150.300ha.tahun. Rasio pendapatan terhadap biaya : BC = Rp 29.452.800Rp 11.302.500 = 2,61. Skenario 3, sub model produktivitas tebu keprasan pada perlakuan P3 dengan penghematan pupuk kimia 75. Produktivitas tebu naik 11 sehingga jumlah pendapatan B = Rp 24.960.000 1 + 11 = Rp. 27.705.600ha.tahun. Analisis penghematan biaya berdasar atas pengurangan penggunaan pupuk kimiapupuk anorganik 75 dari kebiasaan, yaitu 0,75 x 14 kuintalha tahun = 10,5 kuintal. Berdasar atas basis luas lahan satu ha maka penghematan biaya yang dilakukan oleh petani adalah : penghematan biaya pupuk kimia – biaya pupuk organik + upah pekerja = 10,5 x Rp. 110.000 + Rp. 175.0002 – Rp. 100.000 + Rp. 200.000,- = Rp. 1.196.250ha.tahun. Biaya produksi C = Rp. 12.000.000 – Rp 1.196.250 = Rp. 10.803.750 Keuntungan usahatani tebu B – C = Rp 27.705.600 - Rp 10.803.750 = Rp 16.901.850ha.tahun. Rasio pendapatan terhadap biaya : BC = Rp 27.705.600Rp 10.803.750 = 2,56 Penghematan biaya pembelian pupuk kimia sebesar 50 untuk skenario 2 dan 75 untuk skenario 3. Meskipun harus menambah biaya pembelian pupuk organik cair Nd dan biaya tenaga kerja untuk penyemprotannya, namun masih lebih menguntungkan, karena biaya pembelian pupuk organik ditambah © Bogor Agricultural University http:www.ipb.ac.id biaya tenaga kerja masih lebih rendah dibanding dengan penghematan biaya untuk pembelian pupuk kimia. Sub model produktivitas tebu keprasan dengan variasi pemupukan disajikan dalam Tabel 4.6. Tabel 4.6. Sub Model Produktivitas Tebu Keprasan dengan Perlakuan Pemupukan H a s i l S k e n a r i o 1 Po 2 P2 3 P3 Produktivitas tebu tonha.tahun 156 184 173 Kenaikan produksi tebu - 18 11 Penghematan biaya pupuk Rpha.tahun - 697.500 1.196.250 Penghematan pupuk - 50 75 Keuntungan usaha tani tebu Rp ha.tahun 12.960.000 18.150.300 16.901.850 Kenaikan keuntungan usahatani - 40 30 Net BC 2,08 2,61 2,56 Sumber : Hasil Percobaan dan Penelitian Lapang, 20082009. Penghematan biaya pupuk merupakan efisiensi atau tambahan keuntungan bagi petani. Menurut Khudori 2006, selain keuntungan terukur tangible benefit tersebut diatas, ada keuntungan yang tidak kasatmata intangible benefit yaitu berkurangnya potensi pencemaran lingkungan akibat penggunaan pupuk kimia, dan stagnasi produktivitas akibat kelelahan tanah soil fatique bisa dihindari. Hal ini akan menjamin keberlanjutan kapasitas produksi lahan tebu dan pada gilirannya dapat menjamin ketahanan pangan. © Bogor Agricultural University http:www.ipb.ac.id Penghematan biaya semacam ini merupakan konsep LEISA low external input sustainable agriculture, yaitu sebuah konsep yang mempromosikan sistem dan cara-cara pertanian yang berkelanjutan dengan menggunakan sedikit mungkin asupan kimiawi tambahan. Penerapan prinsip LEISA memungkinkan dibangunnya suatu pertanian dimana produktivitas dan keuntungan ekonomi ditingkatkan dengan cara memperhatikan aspek ekologis. Misalnya, pemeliharaan ternak untuk dimanfaatkan dalam pembuatan pupuk kandang serta pemanfaatan sampah pertanian seperti dedaunan untuk digunakan sebagai suplemen tanaman. 4.4. Simpulan dan Saran 4.4.1. Simpulan

Dokumen yang terkait

Perananan Koperasi Serba Usaha (KSU) Mangarahon Kecamatan Sigumpar Kabupaten Toba Samosir dalam Pengembangan Usaha Kecil Menengah (UKM)

7 78 78

Strategi Pengembangan Usaha Sapi Perah Skala Mikro Berwawasan Lingkungan di Kabupaten Subang, Jawa Barat

0 4 6

Analisis Faktor-Faktor Produksi Gula di Pabrik Gula Industri Gula Nusantara, Kecamatan Cepiring, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah

7 49 100

Efisiensi Produksi Usaha Pengolahan Gula Kelapa Kabupaten Banyumas Provinsi Jawa Tengah

5 32 96

ANALISIS KOMPARATIF USAHATANI TEBU UNTUK PEMBUATAN GULA PASIR DAN GULA TUMBU DI KECAMATAN DAWE KABUPATEN KUDUS.

0 0 14

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI GULA TUMBU (KASUS KECAMATAN DAWE KABUPATEN KUDUS) - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 8 59

MEWUJUDKAN PERKOPIAN NASIONAL DAN BERWAWASAN LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI KOPI BUBUK SKALA KECIL UNTUK MENINGKATKAN NILAI TAMBAH USAHA TANI KOPI RAKYAT DI ACEH TENGAH

0 0 5

PENGARUH SKALA USAHA, PENDIDIKAN PEMILIK, PENGALAMAN MEMIMPIN, JENIS USAHA, PERSEPSI PEMILIK USAHA TERHADAP PENGGUNAAN INFORMASI AKUNTANSI PADA USAHA KECIL DAN MENENGAH (Studi Kasus di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah)

0 1 14

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Komparatif Usahatani Tebu Untuk Pembuatan Gula Pasir Dan Gula Tumbu Di Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus

0 0 7

PENGARUH LOKASI, HARGA, DAN PELAYANAN TERHADAP KESUKSESAN USAHA MIKRO, KECIL DI LINGKUNGAN KAMPUS STAIN KUDUS (STUDI KASUS PADA USAHA FOTOCOPY DI LINGKUNGAN STAIN KUDUS) - STAIN Kudus Repository

0 0 25