IV. PRODUKTIVITAS TEBU SISTEM KEPRASAN
DENGAN VARIASI PEMUPUKAN
Abstract
This research purpose is to determine the sugarcane productivity with fertilization treatment and follows low external input towards sugarcane plants of
ratooning therefore farmers can increase profits. The method used is the Completely Randomized Block Design with four treatments and three repetitions
4 x 3. Sugarcane varieties R 579, area of each patch experiment 5 x 5 meters square. Dose of fertilizer: Po = 3.6 kg year plot experiment was 100 dose
usage of chemical fertilizers used by farmers. Further doses: P1 75 = 2.7 kg plot, P2 50 = 1.8 kg plot and P3 25 = 0.9 kg plot, thesetreatments were
supplemented with fertilizer 5 millils of liquid organic fertilizer of Nd patch a year. Sugarcane crops with a variety of treatment have significant difference. The
highest productivity was P2 50 chemical fertilizers plus organic fertilizer of Nd there is 21.67 kgs per square meter or 184 tonha.year. Chemical fertilizers
can be saved are equivalent with 7 quintals per hectare a year or Rp 997.500 per hectare a year. Additional costs of liquid organic fertilizer is Rp. 100.000 per
hectare year and labor is Rp 200.000,- per hectare, thefore the additional advantage of saving fertilizer for farmers is Rp. 697.500 per hectare year and off
farm benefit was Rp. 18.150.300 per hectare year.
Keyword : sugarcane plant, ratooning, fertilizing, farmer’s profits.
4.1. Pendahuluan
Saat ini pemerintah sedang menggalakkan penanaman tebu varitas unggul untuk mengatasi rendahnya produksi gula di Indonesia. Indonesia pernah
mengalami masa kejayaan sebagai pengekspor gula di tahun 1930-an. Pengembalian masa kejayaan dilakukan melalui peningkatan produksi tebu baik
secara kuantitas dan kualitas serta memperhatikan kelestarian lingkungan. Kemerosotan produktivitas gula Indonesia, bukan saja karena semakin
sedikit sawah beririgasi teknis dan meningkatnya areal tegalan atau lahan kering yang ditanami tebu, tetapi juga varietas tebu yang tidak mendukung produktivitas
dan sistem keprasan dilakukan lebih dari 10 kali. Oleh karena itu PT Perkebunan
© Bogor Agricultural University http:www.ipb.ac.id
Nusantara XI di Jawa Timur melakukan terobosan mengembangkan varietas baru tanaman tebu, yaitu varietas R-579. Varietas baru ini mampu menghasilkan rata-
rata 10,07 ton gulaha, sedangkan produktivitas nasional rata-rata 4 ton gulaha. Menteri Pertanian Bungaran Saragih memberikan penghargaan khusus kepada PT
Perkebunan Nusantara XI atas pengembangan varietas baru R-579 melalui SK Mentan No 372TU.210AXI2002. Selain itu tebu varietas PS 891 juga sebagai
varietas unggul berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 55KptsSr.12012004 Anonim, 2002.
Pengembangan tebu cukup beralasan dimana lebih dari setengah produksi gula dunia berasal dari tebu Mubyarto dan Daryanti, 1994. Produktivitas
tanaman tebu yang dicapai di Indonesia adalah 49,24 tonha Anonim 1996, sedang di Papua New Guinea mencapai 55 tonha Hartemink 1996, dan Afrika
Selatan 110 tonha Mc Glincheyand 1996. Administrator PG Rendeng Kudus mengatakan, sebagian besar dari 5.679
ha tanaman tebu itu adalah tanaman lama yang dipertahankan petani dengan sistem keprasan, rata-rata 10 kali keprasan. Produktivitas tebu saat dipanen paling
tinggi menghasilkan 700 kuintal per ha 70 tonha, dan rendemennya paling tinggi hanya 5,76 persen. Mulai tahun 2003, sebagian petani menanam bibit
unggul jenis PS 851 dan R 579 BR 579 seluas 728 ha. Bibit unggul R 579 telah diujicobakan di sejumlah PG di Jawa Timur menghasilkan 1.500 kuintalha 150
tonha dengan rendemen minimal 8 Krismanu, 2003. Sistem keprasan ratooning adalah menumbuhkan kembali tebu yang
telah ditebang. Anonim 2005, pengelolaan tebu keprasan secara intensif diawali sejak Inpres Nomor 9 pada tahun 1975 tentang tebu rakyat intensifikasi
© Bogor Agricultural University http:www.ipb.ac.id
mulai diberlakukan
.
Sejak tahun 1990, terdapat kecenderungan luas areal tebu keprasan meningkat secara tajam, yaitu sekitar 60 dari total areal tebu yang ada.
Budidaya tebu keprasan sampai pada kondisi keprasan tertentu sangat menguntungkan dibanding dengan budidaya tanaman baru karena tidak
diperlukan biaya pembelian bibit dan pengolahan tanah. Namun tidak selamanya menguntungkan karena pada tingkat keprasan tertentu diperoleh produktivitas
tebu rendah. Sejak dicanangkan Revolusi Hijau pada tahun 1970-an menyebabkan
ketergantungan petani pada penggunaan pupuk anorganik, meskipun produktivitas pertanian meningkat, namun dalam jangka panjang menyebabkan
kerusakan pada sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Penggunaan pupuk anorganik yang berlebihan atau semakin meningkat menyebabkan penurunan kualitas tanah,
akibatnya produktivitas tebu menurun. Menurut Aryantha 2002 kondisi ini mengakibatkan terhambatnya proses serapan akar terhadap air dan hara yang
terlarut sehingga keberadaan hara dalam jumlah rendah tidak dapat diambil oleh akar secara optimal. Dengan demikian perlu dosis pupuk yang lebih tinggi
untuk memungkinkan akar dapat menyerap hara dalam jumlah yang cukup dari ketersediaan hara yang terdapat dalam tanah.
Penggunaan pupuk organik dapat memberikan pengaruh positif pada tanah antara lain untuk memperbaiki sifat fisik tanah dan struktur tanah.
Suprapta 2005, menyatakan bahwa dampak buruk penggunaan pupuk kimia telah kita
saksikan, penggunaan pupuk organik selain memulihkan kondisi lahan juga secara perlahan mengurangi penggunaan pupuk kimia. Sedangkan menurut Darutama
2008, penggunaan pupuk organik bagi tanaman tebu ternyata memberikan
© Bogor Agricultural University http:www.ipb.ac.id
manfaat lebih baik jika dibandingkan dengan menggunakan pupuk kimia sejenis Urea atau NPK. Hal itu dibuktikan dengan terus meningkatkan rendemen tebu
pada lahan pertanian tebu milik PG Rajawali Unit Subang. Penggunaan pupuk organik sejak lima tahun lalu kini sudah mulai dirasakan hasilnya. Setiap tahun
rendemen tebu terus naik. Pada awal tahun pertama dan kedua manfaat penggunaan pupuk organik belum terlihat namun lambat laun rendemen tebu terus
naik. Sebelumnya rendemen hanya mencapai 4,5 hingga 5 saat menggunakan pupuk kimia, kini mencapai 8,4.
Usaha tani tebu agar berhasil dan memberikan keuntungan petani serta berwawasan lingkungan, maka lahan harus diperhatikan agar tetap lestari. Oleh
karena itu perlu dirancang sub model produktivitas tebu dengan perlakuan pemupukan. Penggunaan pupuk kimia dikurangi dan menambah pupuk organik
terhadap budidaya tanaman tebu keprasan, sehingga dapat diketahui produktvitas tebu dengan masukan luaran rendah dan keuntungan petani tebu.
4.2. Metode Penelitian