Novelty Pola Pengembangan Pelabuhan Perikanan dengan Konsep Triptyque Portuaire: Kasus Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu

2 KERANGKA PEMIKIRAN Pelabuhan perikanan merupakan prasarana yang sangat diperlukan guna mendukung pembangunan perikanan, yang merupakan salah satu sub sistem dalam sistem pembangunan perikanan. Fungsi pelabuhan perikanan adalah untuk mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan, sampai dengan pemasaran. Dalam pembangunannya pelabuhan perikanan harus direncanakan secara terintegrasi dengan wilayah produksi foreland dan wilayah distribusi hinterland. Pembangunan suatu pelabuhan perikanan harus didasarkan suatu perencanaan yang matang, baik perencanaan secara nasional, perencanaan regional maupun untuk perencanaan setiap lokasi pelabuhan perikanan. Perencanaan perikanan secara nasional yang dibuat oleh Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap dan ditetapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan harus mencakup rencana induk pembangunan pelabuhan perikanan nasional. Rencana induk pelabuhan perikanan secara nasional berdasarkan UU No. 31 tahun 2004 ditetapkan oleh Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan. Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.Per.16MEN2006 tentang Pelabuhan Perikanan, bahwa rencana induk pelabuhan perikanan disusun dengan mempertimbangkan daya dukung sumberdaya ikan yang tersedia, daya dukung sumberdaya manusia, wilayah pengelolaan perikanan WPP, rencana umum tata ruang wilayah provinsikabupatenkota, dukungan prasarana wilayah, geografis daerah dan kondisi perairan. Berdasarkan rencana induk pelabuhan perikanan nasional, maka masing- masing daerah secara regional membuat rencana induk pelabuhan perikanan regional. Kemudian setiap lokasi pelabuhan perikanan menyusun rencana induknya sendiri-sendiri yang merupakan pedoman atau pola pembangunan suatu pelabuhan. Ketiga rencana induk tersebut harus saling mendukung dan sinkron, sehingga tujuan pembangunan suatu pelabuhan perikanan dapat tercapai. PPN Palabuhanratu dalam tahap pembangunannya sudah ditetapkan pola pengembangan melalui proses perencanaan, yakni dari hasil studi kelayakan dan 21 rencana induk pembangunannya. Pola pengembangan tersebut kemudian diimplementasikan pada saat pembangunan, operasional dan pemeliharaan pelabuhan. Setelah pola pengembangan PPN Palabuhanratu tersebut dilaksanakan sejak tahun 1993 hingga tahun 2005, pelabuhan perikanan ini ternyata masih belum optimal menjalankan fungsinya, seperti contoh jumlah produksi ikan yang didaratkan pada tahun akhir pembangunan tahap pertama PPN Palabuhanratu tahun 2002 sebesar 7.900 kghari atau 18,02 dari tagetnya, sedangkan target yang harus dicapai menurut hasil studi kelayakan sebesar 43.840 kghari, sehingga tujuan pembangunan pelabuhan perikanan yakni antara lain untuk mensejahterakan nelayan belum tercapai. Pada tahun 2002 yang merupakan awal pembangunan tahap kedua, telah tersedia kolam baru seluas 2 ha dengan kedalaman kolam 4 m dan dermaga sepanjang 410 m’. Sejak operasionalnya kolam dan dermaga tahap kedua tersebut, maka terjadi perubahan struktur armada yang dilayani, yakni semula hanya melayani kapal sampai ukuran 30 GT berkembang menjadi kapal berukuran 30–150 GT dengan alat tangkap longline. Perkembangan operasional tersebut terlihat bahwa ada sebanyak 68 unit kapal berukuran 30–150 GT yang menjadikan basisnya di PPN Palabuhanratu pada tahun 2005, kemudian meningkat menjadi 139 unit kapal pada tahun 2006. Sementara itu pada tahun 2006, sejak bulan Januari sampai dengan Oktober tercatat jumlah ikan tuna segar dan ikan layur berkualitas ekspor yang telah didaratkan sebanyak 1.013.438 kg. Ikan tuna kualitas ekspor yang didaratkan terdiri dari 2 bentuk, yakni ikan tuna segar dan ikan tuna beku. Ikan tuna kualitas ekspor dalam bentuk segar setelah pendaratan di dermaga dibongkar untuk dimasukkan ke dalam mobil berinsulasi yang berisi es curai kemudian langsung dibawa ke Jakarta. Ikan tuna beku dibongkar dari kapal untuk dipindahkan ke mobil ber freezer kemudian diangkut ke Jakarta. Perjalanan dari Palabuhanratu ke Jakarta memerlukan waktu sekitar 4-5 jam. Tabel 5 menunjukkan secara rinci data ekspor ikan tuna dan ikan layur dari PPN Palabuhanratu. Ikan layur kualitas ekspor, setelah dibeli dari nelayan oleh pedagang pengumpul kemudian dijual ke pemilik cold storage yang ada di PPN Palabuhanratu dan sekitarnya. Ikan layur yang telah di packing oleh perusahaan cold storage kemudian diangkut ke Jakarta menggunakan mobil truk kontainer. 22 Tabel 5 Jumlah ikan tuna dan ikan layur yang diekspor dari PPN Palabuhanratu bulan Januari sampai dengan Oktober 2006 Satuan: kg Bulan Tuna Layur Jumlah Januari 194.360 7.200 201.560 Februari 112.700 8.500 121.200 Maret 120.700 5.000 125.700 April 65.300 4.327 69.627 Mei 171.899 5.000 176.899 Juni 179.619 - 179.619 Juli 57.435 5.400 62.835 Agustus 46.250 25.000 71.250 September 52.000 25.600 77.600 Oktober 13.175 5.000 18.175 Jumlah 1.013.438 91.027 1.104.465 Rata-rata 101.343,8 9.102,7 110.446,5 Sumber: Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, 2006. Ikan tuna kualitas ekspor banyak didaratkan pada bulan Januari sampai dengan bulan Juni. Menurut Baskoro et al. 2004, pada bulan April-September merupakan musim ikan dengan tangkapan yang bagus di WPP 9. Ikan layur banyak didaratkan pada bulan Agustus dan September karena pada saat itu kondisi perairan di Teluk Palabuhanratu sedang musim ikan layur. Rata-rata per bulan jumlah ikan tuna yang diekspor sebesar 101.343,8 kg dengan tujuan ke negara Jepang. Ikan layur yang diekspor ke negara Korea rata-rata per bulan sebanyak 9.102,7 kg. Kondisi kolam II saat ini sudah dipenuhi oleh kapal-kapal longline, yakni lebih dari 30 unit kapal kapasitas kolam II sebanyak 40 unit kapal. Sehingga perlu dilakukan upaya pengembangan. Untuk itu perlu pengkajian terhadap operasional pelabuhan melalui monitoring dan evaluasi guna menentukan sampai sejauhmana operasional berdasarkan fungsi yang ada dan permasalahannya sehingga sesuai dengan pola pengembangan yang ditentukan. Menurut Lubis 2002, dalam melakukan monitoring dan evaluasinya akan dikaitkan dengan seberapa jauh pelabuhan ini telah memanfaatkan wilayah produksinya foreland dan wilayah distribusinya hinterland yang merupakan komponen-komponen dari konsep triptyque portuaire. Pada wilayah produksi, beberapa faktor yang perlu diperhitungkan adalah kondisi potensi sumberdaya ikan yang masih besar peluang untuk dimanfaatkan, jumlah dan struktur kapal yang memanfaatkan WPP 23 9, serta pergerakan kapal dari PPN Palabuhanratu ke daerah fishing ground kemudian kembali ke PPN Palabuhanratu serta berbagai kemungkinan rute kapal perikanan dari PPN Palabuhanratu ke fishing ground. Pada wilayah distribusi, faktor-faktor yang perlu diperhitungkan adalah kondisi permintaan ikan oleh konsumen, kondisi jalan yang menghubungkan PPN Palabuhanratu ke daerah konsumen terutama ke Jakarta dan Bandung. Dari hasil monitoring dan evaluasi, kemudian dilakukan identifikasi untuk setiap permasalahan dan akan ditemukan permasalahannya. Berdasarkan kondisi dan permasalahannya, maka perlu diupayakan untuk menentukan apakah PPN Palabuhanratu perlu dikembangkan baik untuk optimalisasi PPN Palabuhanratu maupun antisipasi menjadi PPS Palabuhanratu. PPS Palabuhanratu yang akan dibangun harus diarahkan kepada pemanfaatan potensi ikan di WPP 9. Ikan tuna dan cakalang adalah sumberdaya ikan yang masih potensial untuk dimanfaatkan yang merupakan komoditi high migration, sehingga kapal-kapal yang memiliki tonase 30 GT dapat menangkap ikan-ikan tersebut di perairan ZEEI 12-200 mil dan samudera lepas 200 mil. Untuk mengembangkan PPS Palabuhanratu, maka perlu kajian antara lain tentang penentuan apakah Kabupaten Sukabumi merupakan lokasi sektor basis, yakni lokasi yang mencerminkan: 1 Kondisi sumberdaya ikan nya dapat dijadikan komoditi ekspor. 2 Bagaimana kualitas pemasaran ikan di PPN Palabuhanratu dibandingkan dengan daerah lain. 3 Kondisi tingkat operasional kolam dan dermaga saat ini. Selanjutnya parameter-parameter tersebut dipakai untuk menyusun pola pengembangan pelabuhan perikanan yang telah mempertimbangkan konsep triptyque portuaire. Pola pengembangan pelabuhan perikanan yang dikaitkan dengan konsep triprtyque portuaire dirancang dengan tujuan mengoptimalkan fungsi pelabuhan perikanan berdasarkan permasalahan yang ada guna menentukan target produksi, target jumlah kapal, luas kolam, kedalaman kolam, panjang dermaga, kapasitas pabrik es, kebutuhan solar dan kebutuhan air bersih serta manajemen pelabuhan perikanan. 24 Penentuan prioritas pengembangannya dilakukan dengan mengidentifikasi dan menentukan prioritas pengembangan melalui proses hierarki analitik PHA. Untuk menentukan stabil atau tidaknya prioritas pengembangan maka diperlukan analisis sensitivitas terhadap prioritas pengembangan yang terpilih. Dalam pelaksanaan pengembangan berdasarkan pada pola yang didapat, maka perlu dilakukan antisipasi apabila PPN Palabuhanratu menjadi PPS Palabuhanratu baik terhadap aktivitas, fasilitas maupun pengelolaannya dengan konsep triptyque portuaire. Antisipasi pelaksanaan pola pengembangan pelabuhan perikanan dengan menganalisis perkembangan kondisi foreland dengan kesiapan PPS Palabuhanratu, yaitu kaitannya dengan berbagai kemungkinan bertambah nya jumlah kapal yang memanfaatkan PPS Palabuhanratu, sehingga jangkauan dan bertambah luasnya fishing ground ke arah perairan wilayah pengelolaan perikanan 9 WPP 9 Samudera Hindia dan kemungkinan kapal-kapal tersebut melakukan pendaratan di tempat lain. Kaitan hinterland dengan rencana pembangunan PPS Palabuhanratu, perlu dianalisis banyaknya jumlah ikan yang didaratkan, diolah dan dipasarkan serta berkembangnya berbagai bentuk transportasi untuk menjangkau konsumen . Gambar 2 menunjukkan diagram alir pemikiran pelaksanaan penelitian pada penyusunan pola pengembangan PPN Palabuhanratu. 25 Gambar 2 Kerangka penelitian pola pengembangan PPN Palabuhanratu. EVALUASI DAN IDENTIFIKASI PERMASALAHAN PELABUHAN PERIKANAN OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU RENCANA INDUK PPN PALABUHANRATU PRIORITAS PENGEMBANGAN KONSEP TRIPTYQUE PORTUAIRE : FORELAND FISHING PORT HINTERLAND PENENTUAN PERLUNYA PENGEMBANGAN PELABUHAN PERIKANAN KONDISI: SDI, SDM, WPP, RUTR,PRASARANA WILAYAH, GEOGRAFIS DAERAH DAN KONDISI PERAIRAN Pola pengembangan PPN Palabuhanratu Analisis kebutuhan pengembangan 3 TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Tujuan Pengelolaan Perikanan

Tujuan pengelolaan perikanan menurut pasal 3 UU No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan adalah meningkatkan taraf hidup nelayan kecil dan pembudidaya ikan kecil, meningkatkan penerimaan dan devisa negara, mendorong perluasan dan kesempatan kerja, meningkatkan ketersediaan dan konsumsi sumber protein ikan, mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya ikan, meningkatkan produktivitas, mutu, nilai tambah, dan daya saing, meningkatkan ketersediaan bahan baku untuk industri pengolahan ikan, mencapai pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungan sumberdaya ikan secara optimal serta menjamin kelestarian sumberdaya ikan, dan tata ruang. Tujuan pembangunan pelabuhan perikanan diarahkan untuk mencapai tujuan pengelolaan perikanan tersebut di atas. Kondisi pengelolaan perikanan di Indonesia saat ini belum sesuai dengan harapan karena tidak dikelola secara baik. Pemanfaatan sumberdaya ikan di perairan banyak dilakukan secara tidak bertanggung jawab yang menggunakan alat-alat tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti penggunaan bagan dengan mata jaring berukuran sangat kecil, banyak aktivitas perikanan tidak dilaporkan secara benar dan akurat sehingga kebijaksanaan yang diambil selalu ada penyimpangan dan banyak aturan-aturan yang telah dibuat tidak aplikatif di lapangan, sebagai contoh masih adanya sebagian dari masyarakat nelayan menggunakan trawl.

3.2 Definisi Pelabuhan Perikanan

Ditinjau dari sub sistem angkutan transpor, menurut Kramadibrata 1985 bahwa pelabuhan adalah salah satu simpul dari mata rantai bagi kelancaran angkutan muatan laut dan darat. Jadi secara umum pelabuhan adalah suatu daerah perairan yang terlindung terhadap badaiombakarus, sehingga kapal dapat berputar turning basin, bersandarmembuang sauh, sedemikian rupa hingga bongkar muat atas barang dan perpindahan penumpang dapat dilaksanakan; guna mendukung fungsi-fungsi tersebut dibangun dermaga, jalan, gudang, fasilitas penerangan, telekomunikasi dan sebagainya, sehingga fungsi pemindahan muatan 27 darike kapal yang bersandar di pelabuhan menuju tujuan selanjutnya dapat dilakukan. Menurut Ayodhyoa 1975 pelabuhan perikanan adalah: 1 Pelabuhan khusus merupakan pusat pengembangan ekonomi perikanan, baik dilihat dari aspek produksi maupun aspek pemasarannya. 2 Gabungan area perairan dan daratan dengan dilengkapi berbagai fasilitas yang dapat digunakan oleh kapal perikanan. 3 Wilayah perairan terbuka dan terlindung dari angin topan, badai sehingga menjadikannya tempat yang aman dan menyenangkan bagi kapal yang mencari tempat perlindungan, pengisian bahan bakar, pengisian keperluan melaut, perbaikan atau aktivitas bongkar. 4 Pusat berbagai aktivitas industri perikanan, kegiatannya mulai dari kapal berangkat ke laut dan kembali ke pangkalan. Selanjutnya menurut Lubis 2002, pelabuhan perikanan adalah suatu wilayah perpaduan antara wilayah daratan dan lautan yang dipergunakan sebagai pangkalan kegiatan penangkapan ikan dan dilengkapi dengan berbagai fasilitas sejak ikan didaratkan sampai ikan didistribusikan. Pelabuhan perikanan adalah merupakan pusat pengembangan ekonomi perikanan ditinjau dari aspek produksi, pengolahan dan pemasaran, baik berskala lokal, nasional maupun internasional. Menurut Direktorat Jenderal Perikanan 1994 yang diacu Lubis 2002, bahwa aspek-aspek tersebut secara terperinci adalah: 1 Produksi: bahwa pelabuhan perikanan sebagai tempat para nelayan untuk melakukan kegiatan-kegiatan produksinya, mulai dari memenuhi kebutuhan perbekalan untuk menangkap ikan di laut sampai membongkar hasil tangkapannya. 2 Pengolahan: bahwa pelabuhan perikanan menyediakan sarana-sarana yang dibutuhkan untuk mengolah hasil tangkapannya. 3 Pemasaran: bahwa pelabuhan perikanan merupakan pusat pengumpulan dan tempat awal pemasaran hasil tangkapannya. Pengembangan ekonomi perikanan tersebut juga ditunjang oleh industri perikanan baik hulu maupun hilir dan pengembangan sumberdaya manusia khususnya masyarakat nelayan. 28 Menurut Murdiyanto 2004, Jepang sebagai negara terkemuka dalam bidang perikanan mendefinisikan pelabuhan perikanan atau ’Fishing Port’ sebagai berikut: ..........is a composition of water area, land area and facilities to be used as a natural or artificial fishing base, which is designated by the Minister of Agriculture and Forestry……… Definisi pelabuhan perikanan menurut UU No.31 tahun 2004 tentang Perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh, danatau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan.

3.3 Pengertian Pola Pengembangan Pelabuhan Perikanan

Menurut Al Barry 1994, yang dimaksud dengan ”pola” adalah model; contoh; pedoman rancangan; dasar kerja. Sedangkan pengertian”pola”menurut Wojowasito 1972 adalah contoh; suri; model. Berdasarkan pengertian ”pola” di atas, maka yang dimaksud ”pola” dalam penelitian ini adalah suatu contoh atau pedoman atau ukuran-ukuran dalam mengembangkan suatu pelabuhan perikanan berdasarkan konsep triptyque portuaire. Ukuran-ukuran yang akan ditentukan yang merupakan pola pengembangan pelabuhan perikanan terdiri dari ukuran- ukuran pada komponen wilayah produksi foreland, komponen pelabuhan perikanan dan komponen wilayah distribusi hinterland. Pengembangan adalah merupakan suatu usaha ke arah perubahan dari kondisi yang dinilai kurang kepada suatu kondisi baik atau suatu proses untuk mencapai kemajuan. Pengembangan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu proses untuk mencapai kemajuan pembangunan Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu sesuai dengan pola pengembangannya guna mengoptimalkan fungsinya. Pola pengembangan pelabuhan perikanan adalah acuan awal yang sangat diperlukan didalam mengembangkan pelabuhan perikanan. Selama ini didalam perencanaan pelabuhan perikanan di Indonesia banyak dilakukan belum sempurna, yakni dalam penyusunan pola pengembangan tidak mengkaitkan sinergitas antara wilayah produksi foreland, pelabuhan perikanan dan wilayah