Konsep Triptyque Portuaire Pola Pengembangan Pelabuhan Perikanan dengan Konsep Triptyque Portuaire: Kasus Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu

46

3.9 Konsep Triptyque Portuaire

Menurut Vigarié 1979 yang diacu oleh Lubis 1989 bahwa ada tiga komponen yang harus diperhatikan dalam menganalisis suatu pelabuhan niaga yakni avant pays marin foreland, port de pêche fishing port dan arrière-pays terrestre hinterland yang disebut triptyque portuaire. Dalam bukunya, Vigarié 1979 menjelaskan pengertian dari triptyque sebagai berikut : La notion de triptyque; elle évoque l’image de trois volets qui sont ici : l’arrière-pays, l’avant- pays océanique, et au milieu, l’étendue correspondant au périmètre portuaire. Triptyque ini digunakan dalam suatu metode analisis pelabuhan niaga. Selanjutnya dijelaskan lebih detil tentang pengertian l’arrière-pays dan l’avant- pays adalah sebagai berikut : L’arrière-pays réel d’un port est la partie de l’espace terrèstre dans laquelle il vend ses services et, par concéquent, recrute sa clientèle; de façon générale, l’on peut concidérer que celle-ci se trouve en arrière du rivage où se trouvent les installations portuaires concidérer; mais il peut y avoir à cette interprétation des exceptions, par exemple dans le cas de trasshipment. D’autre part, cette notion est souvent obscurcie par celle d’un hinterland théorique . La définition de l’avant-pays repose sur l’existence des routes maritimes. Ces dernières sont des faisceaux de cheminements permanents que suivent les navires; elles sont marquées par certains caractères : leur tracé sur le globe dépend des secteurs côtiers séparés par l’Océan, et que l’on veut relier; elles ont une certaine largeur : 20-30 milles généralement sauf lorsqu’elles se ressertent dans un détroit ou dans un canal transisthmique. La notion d’avant-pays peut être approchée soit en terme de relation maritimes exprimées par le nombre de lignes de navigation, le nombre de départs ou le tonnage our une certaine direction, soit un termes d’origine et de distination des marchandises traversant le port . Pengertian l’avant-pays dapat didekati melalui hubungan kemaritiman yang dinyatakan pada jumlah jalur pelayaran, jumlah unit atau GT kapal yang berangkat dari suatu pelabuhan untuk tujuan tertentu, baik ditinjau dari asal maupun tujuan barang. Pengertian l’arrière-pays dan l’avant-pays masing-masing ekivalen dengan hinterland dan foreland. Hal ini diperjelas lagi oleh Charlier 1983 bahwa : Les 47 termes arrière-pays et avant-pays ont pour équivalents respectifs hinterland et foreland en anglais, hinterlandslage et meerslage en allemand, retroterra et proiezone marittima en italien. La plupart des auteurs donnent des définitions très voisines de l’arrière-pays, alors que le contenu conféré à l’avant-pays varie davantage . Selanjutnya menurut Chaussade 1986 yang diacu Lubis 1989, konsep triptyque portuaire tersebut diterapkan untuk pelabuhan perikanan yang terdiri dari sub sistem wilayah produksiforeland, sub sistem wilayah distribusi hinterland dan sub sistem pelabuhan perikananfishing port sendiri. Hinterland dan foreland adalah dua wilayah yang saling bergantung sama lain yang tidak dapat dipisahkan. Pelabuhan perikanan adalah sebagai penghubung diantara keduanya. Dalam merencanakan pelabuhan perikanan perlu dilakukan analisis secara geografis terhadap tiga elemen tersebut di atas yaitu foreland, pelabuhan perikanan dan hinterland-nya. Analisis foreland berkaitan dengan daerah penangkapan ikan, potensi dan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan. Secara khusus foreland dapat dikatakan sebagai fishing ground atau daerah penangkapan ikan dan jalur maritim yang dilalui oleh kapal-kapal dalam rangka pendistribusian baik secara nasional maupun ekspor. Selanjutnya dikatakan oleh Lubis 2003, bahwa foreland selain disebut juga daerah penangkapan, secara umum juga berarti : 1 Tempat beroperasinya nelayan-nelayan penangkapan ikan di fishing ground. 2 Jalur distribusi hasil tangkapan dari fishing ground ke fishing base atau menuju pasar yang melalui laut. 3 Wilayah perairan di jalur transportasi maritim nasional atau internasional. 4 Beberapa wilayah perairan merupakan perairan yang ramai dan dapat meningkatkan resiko terjadinya tabrakan antar kapal-kapal ikan. 5 Jalur-jalur maritim yang dilalui oleh kapal penangkapan tersebut untuk menuju fishing ground dan untuk mendaratkan hasil tangkapan ke pelabuhan perikanan. Fishing ground sangat berkaitan dengan pelabuhan perikanan karena: 1 Fishing ground ini sangat menentukan dalam memperoleh informasi 48 penyebaran ikan yang menjadi tujuan penangkapan, wilayah yang over fishing, jalur-jalur yang ramai. 2 Fishing ground dapat berkaitan dengan pembagian wilayah perairan dimana terdapat wilayah perairan dengan jenis tertentu agar nantinya dapat diketahui jenis alat tangkap apa saja yang harus dikembangkan di masing-masing wilayah perairan tersebut. 3 Fishing ground di daerah tropis mempunyai jenis dan ragam ikan yang lebih banyak dari pada fishing ground di daerah sub tropis. Hinterland pelabuhan perikanan secara khusus dapat dikatakan sebagai daerah konsumen atau hilir dari pelabuhan perikanan Lubis, 2003. Parameter ini penting dalam analisis perencanaan pelabuhan perikanan karena berkaitan dengan pasar atau sampai sejauh mana konsumen menyerap ikan-ikan yang didaratkan di pelabuhan perikanan. Parameter ini berkaitan dengan jumlah dan daerah konsumen. Selanjutnya dikatakan oleh Lubis 2003, bahwa terdapat 3 jenis hinterland: 1 Hinterland primer adalah hinterland yang merupakan daerah distribusi dari ikan-ikan hasil pendaratan langsung. 2 Hinterland sekunder atau tidak langsung adalah hinterland yang merupakan daerah distribusi ikan hasil pengolahan, hasil pembekuan. 3 Hinterland perpaduan atau overlap hinterland adalah suatu hinterland yang didistribusikan oleh beberapa pelabuhan perikanan yaitu dari pelabuhan perikanan besar dan kecil atau dari beberapa pelabuhan perikanan yang sama besar atau sama kecil. Ketiga jenis hinterland tersebut dapat bersifat lokal, interinsuler dan ekspor. Dengan mengetahui jenis hinterland, maka kita dapat merencanakan bagaimana pola pendistribusian yang akan dilakukan serta sarana transportasi, lembaga-lembaga dan organisasi yang diperlukan serta peraturan yang menyertainya. Luasnya hinterland dari suatu pelabuhan dipengaruhi oleh sampai sejauh mana proses penanganan, pengolahan dan jenis sarana transportasi yang digunakan. Semakin baik penanganan ikan yang dilakukan akan semakin jauh hinterland, berarti jenis pengolahan ikan juga akan mempengaruhi luas 49 hinterland. Demikian halnya jenis transportasi apabila ikan didistribusikan dengan menggunakan pesawat terbang akan lebih dapat menjangkau hinterland yang jauh. Selanjutnya dikatakan oleh Lubis 2003, bahwa keterkaitan hinterland dan pelabuhan perikanan ini perlu dianalisis agar : 1 Produksi hasil tangkapan yang didaratkan di pelabuhan perikanan dapat terserap habis sesegera mungkin tanpa menunggu terlalu lama. 2 Dapat diketahui kemungkinan dalam memperluas hinterland. 3 Dapat diketahui berapa produksi ikan yang harus dieksploitasi oleh para nelayan untuk dapat didaratkan pelabuhan perikanan tersebut. 4 Dapat diketahui jenis dan kapasitas fasilitas di pelabuhan perikanan untuk menampung sejumlah ikan tersebut. 5 Dapat diketahui hubungan antara hinterland yang satu dengan hinterland yang lain dalam menerima produksi perikanan dari pelabuhan itu dan atau dari pelabuhan perikanan lain. 6 Dapat diketahui distribusi jenis olahan di hinterland sehubungan dengan rencana pengembangan terhadap tipe olahan ikan yang dikembangkan di pelabuhan. 3.10 Penentuan Kualitas Pemasaran Ikan Kegiatan pemasaran ikan yang merupakan komponen dari hinterland sangat berpengaruh terhadap penyerapan produksi ikan di PPN Palabuhanratu. Bagaimanapun banyaknya produksi ikan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu, jika tidak didukung oleh kegiatan pemasaran yang optimal, maka fungsi PPN Palabuhanratu tidak akan optimal. Nelayan akan tertarik mendaratkan kapalnya di suatu pelabuhan, apabila pemasaran ikan di pelabuhan tersebut lebih menarik dibandingkan dengan tempat lain. Untuk melihat perbandingan kualitas pemasaran di suatu pelabuhan perikanan dibandingkan dengan di kabupaten provinsi, maka menurut Lubis 2003 perlu dihitung indeks relatif nilai produksinya I. 50 3.11 Proses Hierarki Analitik PHA Proses Hierarki Analitik PHA adalah salah satu metode analisis dalam mengambil keputusan yang baik dan fleksibel. Salah satu alat analisis yang dapat menentukan prioritas kegiatan pembangunan adalah PHA. PHA pada dasarnya didesain untuk mendapatkan persepsi orang yang berhubungan sangat erat dengan permasalahan tertentu melalui prosedur yang didesain untuk sampai kepada suatu skala preferensi diantara berbagai set alternatif. Menurut Saaty 1988, dalam memecahkan persoalan dengan PHA terdapat tiga prinsip: 1 Menyusun hierarki Menentukan tujuan, kriteria dan aktivitas yang terdapat dalam suatu hirarki bahkan dalam sistem yang lebih umum. Masalah yang harus dipecahkan dalam bagian ini adalah menentukan atau memilih tujuan dalam rangka mengkomposisikan kompleksitas sistem. Perlu pendefinisian tujuan secara rinci sesuai dengan persoalan yang akan ditangani. 2 Struktur hierarki Struktur hirarki merupakan bagian dari suatu sistem yang mempelajari fungsi intereaksi komponen secara menyeluruh. Struktur ini mempunyai bentuk yang saling terkait, tersusun dari suatu sasaran utama turun ke sub-sub tujuan, lalu ke pelaku aktor yang memberi dorongan, turun ke tujuan-tujuan aktor dan kemudian alternatif strategi. Penyusunan hirarki atau struktur keputusan dilakukan untuk menggambarkan elemen sistem atau alternatif keputusan yang teridentifikasi. 3 Penyusunan bobot Tingkat kepentingan bobot dari elemen-elemen keputusan yang ada pada setiap tingkat hirarki keputusan, ditentukan melalui penilaian pendapat dengan cara komparasi berpasangan. Komparasi tersebut adalah membandingkan setiap elemen dengan elemen lainnya pada setiap tingkat hirarki secara berpasangan, sehingga terdapat nilai tingkat kepentingan. Untuk menstransformasikan dari data kualitatif menjadi data kuantitatif digunakan skala penilaian, sehingga diperoleh nilai pendapat dalam bentuk angka yang 51 menggambarkan variabel mana yang mempunyai prioritas tinggi.

3.12 Kajian Penelitian Terdahulu