158
5.5.1 Penentuan alternatif prioritas pengembangan dan solusinya
Jenis alternatif prioritas pengembangan PPN Palabuhanratu berturut-turut adalah: Peningkatan jumlah kapal, peningkatan jumlah ikan, peningkatan jumlah
tenaga kerja, peningkatan pendapatan pelabuhan, peningkatan PAD. Prioritas pengembangan PPN Palabuhanratu diperoleh setelah penetapan
alternatif prioritas pengembangan melalui analisis PHA. Didalam analisis PHA akan terjadi interaksi antar berbagai komponen pada jenis solusi pengembangan,
jenis alternatif prioritas pengembangan dan keterkaitan pelaku guna mengoptimalkan fungsi PPN Palabuhanratu. Komponen pelakulembaga yang
dianggap berperan untuk mengoptimalkan fungsi PPN Palabuhanratu adalah : Ditjen. Perikanan Tangkap, PPN Palabuhanratu, Pemerintah Daerah Kabupaten
Sukabumi Dinas Perikanan, KUD Mina Sinar Laut, nelayan. Selanjutnya solusi pengembangan, pelakulembaga dan alternatif prioritas
pengembangan berdasarkan interaksi keterkaitannya dalam bentuk struktur hirarki PHA seperti Gambar 20. Pada Gambar 20 terlihat bahwa, dalam penentuan
prioritas pengembangan pelabuhan perikanan dilakukan terhadap lima alternatif solusi pengembangan dan lima alternatif pelakulembaga, setiap alternatif
prioritas pengembangan dipertimbangkan untuk setiap solusi pengembangan yang akan dijalankan dan pelakulembaga yang berperan dalam pengembangan PPN
Palabuhanratu. Agar semua kepentingan dapat diakomodasikan maka setiap bentuk solusi pengembangan, pelakulembaga dan alternatif prioritas
pengembangan diminta pertimbangannya kepada stakeholder melalui kuesioner. Berdasarkan lima alternatif prioritas pengembangan yaitu: 1 Peningkatan
pendapatan pelabuhan, 2 Peningkatan jumlah kapal, 3 Peningkatan produksi ikan, 4 Peningkatan PAD dan 5 Peningkatan lapangan kerja maka urutan
prioritas pengembangan yang dianggap paling sesuai untuk pengembangan PPN Palabuhanratu adalah:
1 Peningkatan jumlah kapal yang mendarat di PPN Palabuhanratu, dengan nilai prioritas paling tinggi sebesar 0,244 pada inconsistency 0,01. Batas
inconsistency yang diperbolehkan secara statistik adalah maksimum 0,1 Gambar 20. Masih sedikitnya kapal berukuran 30 – 150 GT mendarat di
kolam pelabuhan. Pada tahun 2002 terdapat kapal 5 GT yang mendarat
159 sebanyak 145 buah kapal atau 31 dari jumlah kapal sebanyak 462 unit
Tabel 14. Hal ini disebabkan terbatasnya kemampuan kolam I untuk menampung kapal-kapal 30 GT karena dengan luas kolam 3 ha dominan
diisi oleh kapal-kapal ukuran 10 GT 95. Kapal-kapal ukuran 10 GT hanya melakukan penangkapan ikan di sepanjang perairan pantai sampai
dengan 12 mil sehingga produksi ikan yang diperoleh tidak sesuai dengan harapan sekelas PPN Palabuhanratu. Menurut Dinas Perikanan dan Kelautan
Kabupaten Sukabumi 2001, bahwa potensi ikan-ikan pelagis besar seperti tuna dan cakalang sudah sangat jauh dari perairan pantai. Sebagai akibatnya,
maka kapal-kapal penangkap ikan harus diperbesar ukurannya menjadi 10 GT, khususnya kapal berukuran 30 GT sehingga dapat menjangkau daerah
penangkapan ikan pada jalur 12 mil dari pantai atau menarik kapal-kapal dari luar masuk ke Palabuhanratu.
OPTIMALISASI FUNGSI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU
Ditjen Perikanan
Tangkap 0.244
Pemda Dinas
0.112 KUD
0.122 Nelayan
0.214
Peningkatan penda
patan pelabuhan
0.221 Peningkatan
Jlh kapal 0.244
Peningkatan produksi
ikan 0.232
Peningkatan PAD
0.143 Peningkatan
lapangan kerja
0.160 SOLUSI
PENGEMBANGAN Perluasan
kolam dan dermaga
Perluasan lahan Operas
ional pelelangan
ikan Pengadaan
BBM Pelayanan
prima PPN
Palabuhanratu 0.308
LEMBAGA PELAKU
GOAL
ALTERNATIF PRIORITAS
PENGEMBANGAN
0.290 0.253
0.086 0.272
0.099
Gambar 20 Hasil proses hirarki analitik untuk alternatif prioritas pengembangan PPN Palabuhanratu.
160 Peningkatan jumlah kapal yang mendarat adalah merupakan alternatif
prioritas pengembangan yang pertama untuk dilaksanakan terutama untuk kapal-kapal yang berukuran 30 GT, karena saat ini struktur armada di PPN
Palabuhanratu komposisinya 95 terdiri dari kapal-kapal ukuran kecil 10 GT. Tercatat pada tahun 2002 jumlah kapal 30-150 GT mendarat di PPN
Palabuhanratu sebanyak rata-rata 16 unit kapal dalam satu bulan atau rata-rata 4 buah kapal dalam seminggu. Kapal ukuran kecil 10 GT sangat
mendominasi dengan jumlah 423 unit atau 93,58 dari jumlah kapal yang ada pada tahun 2002 sebanyak 452 unit kapal, daerah operasi penangkapan kapal-
kapal tersebut masih berada di sepanjang pantai Kabupaten Sukabumi. Akibatnya produksi ikan yang didaratkan juga rendah yakni sebesar 2.890.118
kg atau 240.843 kgbulannya. Banyaknya kapal-kapal ukuran kecil, akan menimbulkan permasalahan operasional pelabuhan terutama kesulitan dalam
pengaturan kapal di kolam yang berdampak terhadap frekuensi kapal yang akan melakukan pendaratan di PPN Palabuhanratu. Menurut Rogge et al.
1987 bahwa untuk mewujudkan PPN Palabuhanratu, maka kapal-kapal yang berukuran 5 GT berbasis di PPI Cisolok berjarak 11 km dari Palabuhanratu
sehingga kapal-kapal berukuran kecil akan berkurang di PPN Palabuhanratu dan memberi peluang kapal-kapal berukuran 5 GT berbasis lebih banyak di
PPN Palabuhanratu. Prioritas pengembangan peningkatan jumlah kapal berukuran besar akan mempengaruhi produksi ikan yang didaratkan dan
peningkatan aktivitas di pelabuhan sehingga fungsi pelabuhan akan lebih dioptimalkan. Apabila prioritas pengembangan ini dilaksanakan maka
terhadap solusi pengembangan perlu diupayakan untuk direalisasikan terutama keputusan untuk memperluas kolam dan dermaga, perluasan lahan,
operasional pelelangan ikan, penyediaan BBM serta pelayanan prima oleh pelabuhan Gambar 20.
2 Alternatif kedua adalah peningkatan jumlah produksi ikan yang didaratkan dengan nilai rasio kepentingan 0, 232 pada inconsistency 0,01. Pelaksanaan
alternatif ini sejalan dengan pelaksanaan alternatif peningkatan jumlah kapal berukuran 30 GT – 150 GT mendarat di PPN Palabuhanratu.
161 Jumlah ikan yang didaratkan belum sesuai dengan jumlah ikan yang
seharusnya mendarat di PPN Palabuhanratu. Kondisi ini disebabkan oleh sedikitnya kapal-kapal ukuran 10 GT mendarat di PPN Palabuhanratu. Pada
tahun 2002 tercatat jumlah kapal yang berukuran 30 GT mendarat di PPN Palabuhanratu hanya 13 unit dan yang berukuran 10 GT sebanyak 29 unit
PPN Palabuhanratu, 2003. Produksi ikan yang didaratkan mengalami peningkatan yang berfluktuatif
sejak tahun 2001 – 2005. Rata-rata ikan yang didaratkan setiap tahun sejak tahun 2001 sampai dengan 2005 yakni 3.746 ton. Produksi ikan yang
didaratkan tertinggi pada tahun 2005 sebesar 6.601 ton dan produksi terendah pada tahun 2001 sebesar 1.766 ton Lampiran 15. Penurunan produksi
tersebut antara lain disebabkan oleh kondisi cuaca terutama gelombang di laut cukup besar yang terjadi berbulan-bulan sehingga mengurangi jumlah kapal
yang melaut. Disamping karena faktor alam, hal tersebut disebabkan juga oleh musim ikan sangat berkurang dan potensi perikanan di fishing ground-nya
sudah menurun. Menurut Lubis 2002, bahwa produksi perikanan yang didaratkan menurun disuatu pelabuhan disebabkan antara lain:
1 Harga ikan di pelabuhan perikanan tidak layak. Pada tahun 2001 kondisi
pemasaran ikan melalui aktivitas pelelangan tidak berjalan sempurna akibat lemahnya manajemen KUD Mina sebagai pengelola pelelangan
ikan sehingga harga ikan tidak sesuai dengan harga pasar. Rata-rata harga ikan cakalang di pasaran sebesar Rp 5.000kg, namun karena tidak ada
proses lelang maka harga ikan turun menjadi sekitar Rp 3.000kg. Akibatnya banyak kapal-kapal dari luar Palabuhanratu seperti dari Cilacap
sedikit 2 buah kapal setiap bulan mendarat di PPN Palabuhanratu. 2
Lokasi pelabuhan perikanan berjauhan dengan lokasi perumahan nelayan. Kondisi ini tidak berlaku untuk PPN Palabuhanratu karena perumahan
nelayan relatif dekat dengan lokasi pelabuhan perikanan. 3
Daerah pemasarannya jauh atau terdapat permasalahan dalam pendistribusian ikan. Kondisi di PPN Palabuhanratu memang jarak antara
pelabuhan perikanan dengan daerah pemasaran relatif jauh yakni di Jakarta
162 dan Bandung dengan kondisi jalan yang sempit dan berliku-liku sehingga
mempersulit pendistribusian ikan ke daerah konsumen. 4
Potensi perikanan di daerah penangkapan ikan sudah menurun. Hal ini disebabkan banyaknya alat tangkap bagan yang berada di Teluk
Palabuhanratu yang menyebabkan ikan-ikan pelagis besar jumlahnya sedikit memasuki teluk.
5 Tidak terdapatnya fasilitas yang diperlukan dan atau beberapa fasilitas
yang ada sudah rusak. Kondisi ini memang sesuai dengan PPN Palabuhanratu, dimana kondisi fasilitasnya tidak dapat mengakomodir
kapal-kapal berukuran 30 GT. Akibatnya banyak kapal-kapal dari luar tidak masuk ke PPN Palabuhanratu.
6 Tidak terdapatnya pengorganisasian aktivitas yang baik di pelabuhan
perikanan. Hal ini tidak berlaku bagi PPN Palabuhanratu karena aktivitasnya terorganisir dengan baik, walaupun beberapa SOP yang ada
belum dijalankan oleh petugas secara optimal. Menurut statistik PPN Palabuhanratu 2005, bahwa jenis-jenis ikan
yang banyak didaratkan adalah ikan cakalang Katsuwonus pelamis 917.429 kg dengan nilai Rp 4.270.593.510,-, ikan tongkol lisong Auxis
thazard 230.787 kg dengan nilai produksi Rp 1.074.328.700,-, tongkol abu-abu Thunnus tonggol 86.447 kg dengan nilai produksi Rp
385.583.100,-, tongkol banyar 18.993 kg dengan nilai produksi Rp 89.249.400,-, ikan etemankoyo Menemaculata sp 153.897 kg dengan
nilai produksi Rp 198.610.750,-, ikan layur Trichiurus sp 145.537 kg dengan nilai produksi Rp 730.159.250,-, ikan tuna albakora Thunnus
alalunga 51.311 kg dengan nilai produksi Rp 378.615.176,-, tuna yellow fin Thunnus albacares 641.702 kg dan nilai produksi Rp 4.961.427.350,-
,ikan tembang Sardinella fimbriata 109.270 kg dengan nilai produksi Rp 132.242.400,- dan ikan layang Decapterus ruselli 186.791 kg dengan
nilai produksi Rp 310.533.550,-.
163
2000 4000
6000 8000
10000 12000
14000
1993 1994
1995 1996
1997 1998
1999 2000
2001 2002
2003 2004
2005
Tahun Ju
m
lah T
o
n
Produksi Ikan Didaratkan Produksi Ikan Masuk Pelabuhan
Jumlah Produksi Pelabuhan
Selain ikan yang didaratkan oleh kapal penangkap, banyak juga ikan yang masuk melalui darat ke pelabuhan yakni dari Jakarta, Cianjur, Binuangeun,
Ujung Genteng, Ciwaru, Cisolok, Cibangban, Loji dan dari Lampung. Jenis ikan yang masuk lewat darat ke pelabuhan antara lain cakalang, layaran,
layur, peperek, tembang, tuna dan tongkol. Pada tahun 2004 tercatat sebanyak 3.036.662 kg ikan masuk ke pelabuhan melalui darat.
86 917
231 19
154 145
51 642
109 187
386 4271
1074 89
199 730
379 4961
132 310
1000 2000
3000 4000
5000 6000
Cakalang Tongkol lisong
Tongkol abu-abu
Tongkol banyar
Eteman Layur
Tuna albakora
Tuna yellow fin
Tembang Layang
Jenis ikan N
ila i
Produksi ton Nilai Rp. jutaan
Gambar 21 Produksi ikan di PPN Palabuhanratu periode tahun 1993-2005.
Gambar 22 Produksi dan nilai produksi ikan-ikan ekonomis penting di PPN Palabuhanratu tahun 2004 Sumber : PPN Palabuhanratu, 2005.
164 Sebagian ikan yang ada di PPN Palabuhanratu didistribusikan untuk
keperluan bahan baku pengolahan ikan seperti pindang yang berlokasi di Palabuhanratu, ikan asin, abon ikan yang berlokasi di Cisolok, dan untuk
ikan-ikan jenis tertentu seperti layur diekspor ke Korea. Selain itu ikan- ikan olahan juga dijual ke Jakarta, Bandung, Sukabumi, Cianjur, Bogor
dan Cirebon. Lokasi tersebut menurut Lubis 2002 termasuk hinterland sekunder yaitu daerah distribusi dari ikan-ikan olahan.
3 Alternatif ketiga adalah peningkatan pendapatan pelabuhan dengan nilai
rasio kepentingan 0,221 pada inconsistency 0,01. Pendapatan pelabuhan akan meningkat apabila terjadi peningkatan perluasan kolam dan dermaga,
perluasan lahan, peningkatan operasional pelelangan ikan, penyediaan BBM dan pelayanan prima oleh pelabuhan. Pendapatan pelabuhan sangat
kecil. Sebagai akibat jumlah produksi ikan yang belum sesuai dengan harapan sekelas PPN Palabuhanratu, maka pendapatan PPN Palabuhanratu
juga relatif kecil, disamping itu PPN Palabuhanratu belum memiliki areal khusus untuk industri perikanan. Pada tahun 2005 tercatat pendapatan
pelabuhan sebesar Rp 166.766.050 yang diperoleh dari sewa tanah dan bangunan, sewa peralatan, sewa gedung, pas pintu masuk uang peron,
retribusi dari pedagang, sewa listrik dan usaha air bersih. Jumlah pendapatan pelabuhan rata-rata per tahun sejak periode tahun 2001-2006
adalah sebesar Rp 103.056.097 Tabel 42. Relatif kecilnya pendapatan pelabuhan disebabkan oleh kecilnya tarif yang diatur oleh PP 62 tahun
2000, seperti sewa lahan Rp.1.000 m
2
per tahun. Banyak pendapatan lain yang dihasilkan oleh pelabuhan misalnya retribusi lelang tidak masuk
menjadi pendapatan pelabuhan melainkan menjadi PAD. Menurut PKSPL-IPB dan Ditjen. Perikanan 2000 bahwa pungutan
perikanan termasuk pendapatan pelabuhan merupakan pungutan non pajak. Hasil pungutan tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan
kinerja pengelolaan pelabuhan perikanan sehingga layanan terhadap aktivitas perikanan dapat dijalankan dengan lebih efisien dan efektif.
165 Tabel 42 Pendapatan PPN Palabuhanratu berdasarkan PP 62 tahun 2000
tentang PNBP periode tahun 2001-2006 Tahun Jumlah
Rp 2001 29.706.444
2002 74.507.270 2003 92.763.415
2004 153.984.400 2005 166.766.050
2006 100.609.000 Jumlah 618.336.579
Rata-rata 103.056.097 4 Alternatif keempat adalah peningkatan lapangan kerja dengan nilai rasio
kepentingan sebesar 0,160 pada inconsistency 0,01. Peningkatan lapangan kerja bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama
masyarakat nelayan yakni dengan adanya pelaksanaan alternatif prioritas pengembangan pertama dan kedua, yang berdampak terhadap peningkatan
penyerapan tenaga kerja. Apabila alternatif prioritas pengembangan ini dijalankan memerlukan peningkatan perluasan kolam dan dermaga, perluasan
lahan, peningkatan operasional pelelangan ikan, penyediaan BBM dan pelayanan prima oleh pelabuhan. Jumlah tenaga kerja yang terserap relatif
kecil disebabkan belum berkembangnya kapal-kapal berukuran besar 30 GT yang mendarat di PPN Palabuhanratu, belum banyaknya industri
perikanan yang tumbuh di PPN Palabuhanratu. Pada tahun 2005 jumlah tenaga kerja sebanyak 4.301 orang terdiri dari nelayan yang langsung terlibat
dalam produksi sebanyak 3.498 orang, nelayan yang tidak langsung terlibat dalam produksi sebanyak 803 orang Tabel 43. Dengan adanya
pengembangan PPN Palabuhanratu, maka diperkirakan jumlah tenaga kerja akan semakin meningkat.
166 Tabel 43 Jumlah tenaga kerja di PPN Palabuhanratu tahun 2005
Jenis-jenis tenaga kerja Jumlah orang
Nelayan 3.498 Bakul 150
Pedagang ikan segar 60
Pedagang ikan asin 15
Pemindang 8 Penyedia es
10 Penyedia garam
5 Penyedia BBM
11 Penyedia alat tangkap
5 Tenaga kerja bongkar muat
40 Pengurus dan penjual kapal
175 Tukang roda
50 Docking
67 Juru batu
70 Pengrajin alat tangkap
14 Motoris 24
Jumlah 4.301
5 Alternatif kelima adalah peningkatan pendapatan asli daerah PAD
dengan nilai rasio kepentingan sebesar 0,143 pada inconsistency 0,01. PAD sangat kecil, disebabkan oleh terbatasnya tanah areal industri yang
ada di dalam pelabuhan, sehingga PAD daerah Kabupaten Sukabumi dari pelabuhan sangat sedikit. Sumber PAD terbanyak berasal dari retribusi
lelang, namun banyak sekali sumber-sumber pendapatan daerah tidak langsung, sebagai contoh tumbuhnya usaha-usaha pendukung aktivitas
perikanan seperti perhotelan, toko-toko yang menjual kebutuhan masyarakat nelayan, perbankan dan industri-industri perikanan lainnya
seperti cold storage dan pabrik es yang menghasilkan PAD dari pajak.
167 Berdasarkan Gambar 23 bahwa untuk mengoptimalkan fungsi PPN
Palabuhanratu maka prioritas solusi pengembangan yang perlu dijalankan adalah: 1 Pembangunan kolam dan dermaga dengan nilai rasio kepentingan paling
penting dibandingkan dengan bentuk solusi permasalahan lainnya yaitu 0,290 pada inconsistency 0,01. Batas inconsistency yang diperbolehkan secara
statistik adalah maksimum 0,1. Keputusan ini dianggap tepat karena selama ini masalah yang dihadapi adalah terbatasnya kapasitas kolam dan dermaga.
2 Penambahan kapasitas penyediaan BBM dengan nilai 0,272 adalah merupakan bentuk solusi pengembangan kedua yang perlu dijalankan untuk
mengoptimalkan fungsi PPN Palabuhanratu. Hal ini beralasan karena semakin banyak dan semakin besar ukuran kapal yang mendarat maka memerlukan
BBM yang banyak pula.
Gambar 23 Posisi masing-masing bentuk solusi pengembangan pada aplikasi program PHA.
168 3 Perluasan lahan dengan nilai 0,253 adalah solusi pengembangan yang sangat
mendesak untuk dilakukan dan merupakan satu paket dengan pembangunan kolam dan dermaga. Lahan yang berada di sebelah selatan pelabuhan sekarang
adalah merupakan lahan yang cocok untuk membangun kolam dan dermaga. Lahan tersebut akan dibebaskan oleh pemerintah daerah.
4 Pelayanan prima dengan nilai adalah syarat mutlak yang diperlukan agar aktivitas pelabuhan berjalan efisien dan efektif sehingga dengan nilai 0,099
maka pelayanan prima adalah salah satu solusi pengembangan yang sangat diperlukan untuk meningkatkan fungsi PPN Palabuhanratu.
5 Penyelenggaraan lelang dengan nilai 0,086 adalah solusi pengembangan untuk menggerakkan aktivitas pemasaran ikan di PPN Palabuhanratu.
Penyelenggaraan lelang yang baik akan meningkatkan harga jual ikan yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan nelayan.
Gambar 24 Perbandingan peningkatan jumlah kapal dengan peningkatan produksi untuk semua solusi pengembangan.
169 Sebagai perbandingan menyeluruh antara prioritas pengembangan yang
terpilih terhadap semua alternatif prioritas pengembangan maka ditunjukkan dua perbandingan yaitu pertama peningkatan jumlah kapal dan peningkatan jumlah
produksi, kedua peningkatan jumlah kapal dan peningkatan jumlah pendapatan pelabuhan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 24.
Pada Gambar 24 terlihat bahwa solusi pengembangan perluasan lahan dan penyediaan BBM diakomodir pada peningkatan jumlah kapal masing-masing
lebih tinggi dari peningkatan produksi. Solusi pengembangan penyediaan BBM diakomodir pada prioritas pengembangan peningkatan jumlah kapal dengan nilai
lebih tinggi dari penyediaan lahan Gambar 25. Penyediaan BBM selama ini mengalami kendala karena pasokan sangat kurang dan harganya relatif mahal
yakni lebih besar dari harga solar bersubsidi sebesar Rp 4.800 beda harga Rp 500, sehingga mengganggu operasional kapal melaut dan berdampak pada
operasional PPN Palabuhanratu.
Gambar 25 Perbandingan peningkatan jumlah kapal dan peningkatan pendapatan untuk semua solusi pengembangan.
170 Dari aspek kelembagaan untuk merealisasikan prioritas pengembangan PPN
Palabuhanratu, maka berdasarkan olahan PHA diperoleh bahwa, lembaga yang berperan dalam pembangunan PPN Palabuhanratu adalah Ditjen.Perikanan
Tangkap, PPN Palabuhanratu, Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi, KUD Mina Sinar Laut dan nelayan. Gambar 26 memperlihatkan posisi masing-masing
lembaga untuk mengoptimalkan fungsi PPN Palabuhanratu.
Posisi pertama adalah PPN Palabuhanratu yang merupakan instansi pusat yang ada di daerah dan merupakan UPT Departemen Kelautan dan Perikanan
sehingga sangat berkepentingan untuk mengembangkan PPN Palabuhanratu dan sebagai pelaksana program. Posisi ketiga adalah Ditjen. Perikanan Tangkap yang
merupakan instansi pemerintah pusat yang akan mengeluarkan kebijakan dapat tidaknya PPN Palabuhanratu dikembangkan karena segala kebijakan
pengembangan PPN Palabuhanratu termasuk aspek pendanaannya dikeluarkan Gambar
26 Posisi lembaga yang berperan dalam pengembangan PPN Palabuhanratu berdasarkan olahan PHA.
171 oleh Dirjen. Perikanan Tangkap. Posisi ketiga adalah nelayan yang berpengaruh
terhadap pengembangan PPN Palabuhanratu dari aspek pengguna, karena semakin berkembang PPN Palabuhanratu, maka diharapkan aktivitas perikanan yang
melibatkan nelayan akan semakin bekembang. Posisi keempat adalah KUD Mina sebagai lembaga usaha nelayan sangat berperan didalam mengembangkan PPN
Palabuhanratu guna mengoptimalkan fungsinya sehingga berkembangnya PPN Palabuhanratu akan menjadikan secara otomatis usaha KUD akan berkembang.
Posisi kelima adalah Pemerintah daerah yang sangat diharapkan dukungannya dalam meyiapkan lahan guna pembangunan fasilitas dan lahan industri yang akan
dikelola oleh pemerintah daerah. Selain itu pemerintah daerah berkewajiban untuk mempersiapkan prasarana untuk kelancaran aksesibilitas dari Palabuhanratu ke
luar Palabuhanratu. Pemerintah Kabupaten Sukabumi dan Pemerintah Jawa Barat sangat berkepentingan untuk mengembangkan PPN Palabuhanratu karena akan
berdampak terhadap pembangunan ekonomi daerah. Pemerintah daerah diharapkan membantu penyediaan lahan, jalan dan pelabuhan udara untuk
kepentingan PPN Palabuhanratu mengembangkan dan mengoptimalkan fungsinya. KUD dan nelayan berperan dalam hal penggunaan PPN Palabuhanratu
sebagai basis usaha. Pada Gambar 26 terlihat bahwa PPN Palabuhanratu mempunyai rasio
kepentingan paling tinggi pertama, yaitu 0,308 pada inconsistency 0,02. Hal ini cukup beralasan karena PPN Palabuhanratu adalah pelaksana sehingga
mempunyai komitmen besar untuk mengoptimalkan fungsi PPN Palabuhanratu. Kebijakan pembangunan PPN Palabuhanratu dihasilkan Ditjen. Perikanan
Tangkap dengan nilai rasio kepentingan kedua sebesar 0,244 dan inconsistency 0,02. Pelaku yang berperan dalam pengembangan PPN Palabuhanratu : nelayan,
KUD dan PEMDA masing – masing memiliki nilai rasio kepentingan ketiga, keempat dan kelima sebesar 0,112, 0,122, dan 0,214.
5.5.2 Sensitivitas prioritas pengembangan PPN Palabuhanratu