28 Menurut Murdiyanto 2004, Jepang sebagai negara terkemuka dalam
bidang perikanan mendefinisikan pelabuhan perikanan atau ’Fishing Port’ sebagai berikut: ..........is a composition of water area, land area and facilities to be used
as a natural or artificial fishing base, which is designated by the Minister of Agriculture and Forestry………
Definisi pelabuhan perikanan menurut UU No.31 tahun 2004 tentang Perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya
dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan
bersandar, berlabuh, danatau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan.
3.3 Pengertian Pola Pengembangan Pelabuhan Perikanan
Menurut Al Barry 1994, yang dimaksud dengan ”pola” adalah model; contoh; pedoman rancangan; dasar kerja. Sedangkan pengertian”pola”menurut
Wojowasito 1972 adalah contoh; suri; model. Berdasarkan pengertian ”pola” di atas, maka yang dimaksud ”pola” dalam penelitian ini adalah suatu contoh atau
pedoman atau ukuran-ukuran dalam mengembangkan suatu pelabuhan perikanan berdasarkan konsep triptyque portuaire. Ukuran-ukuran yang akan ditentukan
yang merupakan pola pengembangan pelabuhan perikanan terdiri dari ukuran- ukuran pada komponen wilayah produksi foreland, komponen pelabuhan
perikanan dan komponen wilayah distribusi hinterland. Pengembangan adalah merupakan suatu usaha ke arah perubahan dari kondisi yang dinilai kurang kepada
suatu kondisi baik atau suatu proses untuk mencapai kemajuan. Pengembangan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu proses untuk mencapai kemajuan
pembangunan Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu sesuai dengan pola pengembangannya guna mengoptimalkan fungsinya.
Pola pengembangan pelabuhan perikanan adalah acuan awal yang sangat diperlukan didalam mengembangkan pelabuhan perikanan. Selama ini didalam
perencanaan pelabuhan perikanan di Indonesia banyak dilakukan belum sempurna, yakni dalam penyusunan pola pengembangan tidak mengkaitkan
sinergitas antara wilayah produksi foreland, pelabuhan perikanan dan wilayah
29 distribusi hinterland, sehingga mengakibatkan banyak pelabuhan perikanan
yang tidak berkembang dan berfungsi secara optimal. Hal tersebut diindikasikan bahwa pada tahun 1997 produksi perikanan laut yang didaratkan dipelabuhan
perikanan hanya sebesar 793.710 ton atau sekitar 22 dari total produksi perikanan laut sebesar 3.612.961 ton. Sebanyak 357 buah atau sekitar 60 dari
total pelabuhan perikanan sebanyak 595 buah belum berfungsi secara optimal Lubis, 2002.
3.4 Landasan Hukum Pengelolaan Pelabuhan Perikanan
Undang-undang yang baru tentang perikanan yaitu UU No 31 tahun 2004 tentang Perikanan pada pasal 41, menyatakan bahwa:
1 Pemerintah menyelenggarakan dan membina pelabuhan perikanan.
2 Menteri menetapkan:
1 Rencana induk pelabuhan perikanan secara nasional.
2 Klasifikasi pelabuhan perikanan dan suatu tempat yang merupakan
bagian perairan dan daratan tertentu yang menjadi wilayah kerja dan pengoperasian pelabuhan perikanan.
3 Persyaratan danatau standar teknis dan akreditasi kompetensi dalam
perencanaan, pembangunan, operasional, pembinaan, dan pengawasan pelabuhan perikanan.
4 Wilayah kerja dan pengoperasian pelabuhan perikanan.
5 Pelabuhan perikanan yang tidak dibangun oleh pemerintah.
Penjabaran UU No 312004 tentang Perikanan, maka telah diterbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No: PER.16MEN2006 tanggal 23
Juni 2006 tentang Pelabuhan Perikanan antara lain mengatur bahwa: 1
Rencana induk pelabuhan perikanan secara nasional disusun dengan mempertimbangkan: daya dukung sumberdaya ikan yang tersedia, daya
dukung sumberdaya manusia, wilayah pengelolaan perikanan WPP, rencana umum tata ruang wilayah propinsikabupatenkota, dukungan prasarana
wilayah, dan geografis daerah dan kondisi perairan. 2
Menteri Kelautan dan Perikanan menetapkan rencana induk secara nasional. 3
Pemerintah menyelenggarakan dan membina pelabuhan perikanan yang
30 dibangun oleh pemerintah, BUMN maupun perusahaan swasta.
4 Pemerintah, BUMN maupun perusahaan swasta yang akan membangun
pelabuhan perikanan wajib mengikuti rencana induk pelabuhan perikanan secara nasional dan peraturan pelaksanaannya.
5 Pembangunan pelabuhan perikanan dilaksanakan melalui pentahapan study,
investigation, detail design, construction, operation dan maintenance SIDCOM.
6 Selain pemerintah, pihak swasta dapat membangun dan mengoperasionalkan
pelabuhan perikanan. 7
Klasifikasi pelabuhan perikanan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No: PER.16MEN2006 tanggal 23
Juni 2006 tentang Pelabuhan Perikanan membagi ke dalam 4 kelas Pelabuhan Perikanan, yakni Pelabuhan Perikanan Samudera PPS, Pelabuhan Perikanan
Nusantara PPN, Pelabuhan Perikanan Pantai PPP dan Pangkalan Pendaratan Ikan PPI.
Tabel 6 memuat secara rinci kriteria teknis klasifikasi pelabuhan perikanan menurut Menteri Kelautan dan dan Perikanan
8 Setiap pembangunan pelabuhan perikanan wajib terlebih dahulu memperoleh
persetujuan Menteri Kelautan dan Perikanan. Lokasi pembangunan pelabuhan perikanan ditetapkan oleh BupatiWalikota setempat.
9 Pengelolaan pelabuhan perikanan dipimpin oleh seorang Kepala Pelabuhan.
Kepala Pelabuhan Perikanan bertindak sebagai koordinator tunggal dalam penyelenggaraan pelabuhan perikanan.
10 Dalam menata dan menertibkan penyelenggaraan pelabuhan perikanan,
kepala pelabuhan perikanan dapat menerbitkan ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pelabuhan perikanan.
11 Fasilitas-fasilitas yang ada di pelabuhan perikanan:
1 Fasilitas pokok, yaitu fasilitas dasar yang diperlukan dalam kegiatan di suatu pelabuhan. Fasilitas ini berfungsi untuk menjamin keamanan dan
kelancaran kapal baik sewaktu berlayar keluar masuk pelabuhan maupun sewaktu berlabuh di pelabuhan. Fasilitas pokok antara lain: a
pelindung seperti breakwater, revetment, dan groin dalam hal secara
31 teknis diperlukan, b tambat seperti dermaga dan jetty, c perairan
seperti kolam, dan alur pelayaran, d penghubung seperti jalan, drainase, gorong-gorong, jembatan, e lahan pelabuhan perikanan.
Tabel 6 Kriteria teknis klasifikasi pelabuhan perikanan Kelas
Pelabuhan Perikanan
Samudera Pelabuhan
Perikanan Nusantara
Pelabuhan Perikanan
Pantai Pangkalan
Pendaratan Ikan
Daerah penangkapan ikan
Laut teritorial,
ZEEI, laut lepas
Laut territorial,
ZEEI Perairan
pedalaman, Perairan
kepulauan, laut teritorial
Perairan pedalaman
dan perairan kepulauan
Fasilitas tambat labuh ukuran kapal GT
≥60 ≥30
≥10 ≥3
Panjang dermaga m ≥300
≥150 ≥100
≥50 Kedalaman kolam
m ≥3
≥3 ≥2 2
Kapasitas tampung kolam sekaligus
≥100 unit kapal atau
≥6000 GT ≥75 unit
kapal atau ≥2250 GT
≥30 unit kapal atau
≥ 300 GT
≥20 unit kapal atau
≥ 60 GT
Pemasaran Sebagian untuk
ekspor - - -
Keberadaan industri perikanan
ada ada -
-
Sumber: Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No: PER.16MEN2006 tanggal 23 Juni 2006 tentang Pelabuhan Perikanan.
2 Fasilitas fungsional, yakni fasilitas yang berfungsi untuk meninggikan nilai guna dari fasitas pokok sehingga dapat menunjang aktivitas di
pelabuhan, a pemasaran hasil perikanan seperti tempat pelelangan ikan, b navigasi pelayaran dan komunikasi seperti telepon, internet,
SSB, rambu-rambu, lampu suar, dan menara pengawas, c suplai air bersih, es dan listrik, d pemeliharaan kapal dan alat penangkap ikan
seperti dockslipway,
bengkel dan
tempat perbaikan
jaring, e penanganan dan pengolahan hasil perikanan seperti transit sheed dan
laboratorium pembinaan mutu, f perkantoran seperti kantor administrasi pelabuhan, g transportasi seperti alat-alat angkut ikan dan
32 es dan h pengolahan limbah seperti instalasi pengolah air limbah
IPAL. 3 Fasilitas penunjang adalah fasilitas yang secara tidak langsung
meningkatkan peranan pelabuhan, yakni fasilitas a pembinaan nelayan seperti balai pertemuan nelayan, b pengelolaan pelabuhan
seperti mess operator, pos jaga, dan pos pelayanan terpadu, c sosial dan umum seperti tempat peribadatan dan MCK, d kios IPTEK, e
penyelenggaraan tugas pemerintahan seperti keselamatan pelayaran, K3, bea dan cukai, keiimigrasian, pengawas perikanan, kesehatan
masyarakat, dan karantina ikan. Selanjutnya Lubis et al. 2005 mengatakan bahwa selain fasilitas yang vital
juga terdapat fasilitas penting dan fasilitas pelengkap. Fasilitas vital atau fasilitas yang mutlak diperlukan di pelabuhan perikanan ada 9 jenis yakni dermaga
pendaratan ikan dan muat, kolam pelabuhan, sistem rambu-rambu navigasi yang mengatur keluar masuknya kapal, tempat pelelangan ikan, dimana dilakukan
transaksi lelang, pabrik es, tangki dan instalasi air, penyediaan bahan bakar, bengkel reparasi dan kantor administrasi.
Jenis fasilitas lainnya yakni fasilitas penting, adalah fasilitas yang jelas diperlukan agar pelabuhan perikanan dapat berfungsi dengan baik, namun
realisasinya dapat ditunda. Fasilitas penting tersebut adalah generator listrik, kantor kepala pelabuhan, tempat parkir, pos penghubung radio SSB, ruang
pengepakan. Fasilitas pelengkap adalah jenis fasilitas yang diperlukan agar pelabuhan
perikanan dapat berfungsi dengan baik, tetapi pengadaannya baru pada pengembangan pelabuhan tahap ketiga. Fasilitas pelengkap ini meliputi dermaga
muat terpisah, slipway, ruang pertemuan, kamar kecil, pos penjagaan, balai pertemuan nelayan, rumah dinas, mushola, mobil dinas dan motor dinas.
Selanjutnya Lubis
et al. 2005 menyatakan bahwa, setelah dilakukan penelitian terhadap fasilitas pelabuhan perikanan di Laut Jawa, ternyata bahwa
jumlah pelabuhan yang termasuk kategori baik sangat sedikit, yakni 5 unit pelabuhan perikanan. Sebagian besar pelabuhan perikanan termasuk kategori
33 cukup 73, tetapi mayoritas PPI termasuk buruk 59. Tabel 7 menunjukkan
evaluasi kondisi fasilitas vital pelabuhan perikananPPI di Pulau Jawa tahun 2005.
Tabel 7 Evaluasi kondisi fasilitas vital pelabuhan perikananPPI di Pulau Jawa tahun 2005
No Hasil penelitian
PP PPI
1 Kategori baik
5 dari 30 17 0 dari 204 0
2 Kategori cukup
22 dari 30 73 83 dari 204 41
3 Kategori buruk
3 dari 30 10 121 dari 204 59
Sumber : Lubis et al. 2005.
Selanjutnya dikatakan bahwa, dari 30 unit pelabuhan perikanan, 14 unit atau 46 diantaranya berkategori buruk, sedangkan 184 unit PPI atau 90 dari 204
unit PPI berkategori buruk. Adanya 90 dari PPI di Pulau Jawa yang masih termasuk kategori buruk, merupakan suatu jumlah yang besar sekali, dan hal ini
berarti adanya kesulitan yang begitu besar bagi para nelayan dalam melakukan kegiatan-kegiatannya. Tabel 8 memperlihatkan evaluasi kondisi fasilitas penting
di pelabuhan perikananPPI. Tabel 8 Evaluasi kondisi fasilitas penting pelabuhan perikananPPI di Pulau
Jawa tahun 2005 No
Hasil penelitian PP
PPI 1
Kategori baik 5 dari 30 17
2 dari 204 1 2
Kategori cukup 11 dari 30 37
18 dari 204 9 3
Kategori buruk 14 dari 30 46
184 dari 204 90
Sumber : Lubis et al, 2005.
Demikian juga keberadaan fasilitas pelengkap, yakni sebanyak 12 unit atau 40 dari 30 unit pelabuhan perikanan memiliki fasilitas pelengkap berkategori
buruk dan ada 183 unit atau 90 dari 204 unit PPI berkategori buruk seperti yang ditunjukkan pada Tabel 9. Kondisi ini sangat memperlemah kinerja pelabuhan
perikananPPI sehingga pelayanan yang diberikan tidak optimal.
34 Tabel 9 Evaluasi kondisi fasilitas pelengkap pelabuhan perikananPPI di Pulau
Jawa tahun 2005 No
Hasil penelitian PP
PPI 1
Kategori baik 2 dari 30 7
0 dari 204 0 2
Kategori cukup 16 dari 30 53
19 dari 204 9 3
Kategori buruk 12 dari 30 40
183 dari 204 90
Sumber : Lubis et al. 2005.
Menurut pasal 42 UU No. 312004 tentang Perikanan bahwa: 1 Dalam rangka keselamatan pelayaran, ditunjuk syahbandar di pelabuhan
perikanan. 2 Setiap kapal perikanan yang akan berlayar dari pelabuhan perikanan wajib
memiliki surat izin berlayar kapal perikanan yang dikeluarkan oleh syahbandar.
3 Selain menerbitkan surat izin berlayar, syahbandar di pelabuhan perikanan mempunyai kewenangan lain yakni: memeriksa ulang kelengkapan dokumen
kapal perikanan dan memeriksa ulang alat penangkapan ikan yang ada di kapal perikanan. Syahbandar di pelabuhan perikanan diangkat oleh Menteri
Kelautan dan Perikanan. Selain itu, landasan hukum yang mendasari pengelolaan pelabuhan
perikanan adalah: 1
Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2006 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah No.62 tahun 2002 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara
Bukan Pajak PNBP. 2
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.46MEN2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelabuhan Perikanan.
3 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.Per.17MEN2006 tentang
Usaha Perikanan Tangkap. Peraturan mengenai pelabuhan perikanan sangat tertinggal dibandingkan
dengan peraturan pelabuhan umum, sehingga didalam pelaksanaan pembangunan dan operasionalnya sejak tahun 1972 mulai adanya istilah dan pembangunan
pelabuhan perikanan mengalami banyak hambatan karena setiap kali
35 pembangunan dan operasional pelabuhan perikanan selalu didahului melalui
proses perijinan dari Menteri Perhubungan. Akibatnya perkembangan pembangunan dan operasional pelabuhan perikanan terganggu. Namun dengan
adanya UU No.31 tahun 2004 tentang Perikanan dan Peraturan Menteri No.16 tahun 2006, maka kedudukan, hak dan kewajiban, tugas dan aturan lainnya
mengenai pelabuhan perikanan semakin jelas dan petugas di lapangan tidak ragu- ragu lagi untuk mengupayakan agar fungsi pelabuhan perikanan dapat berjalan
secara optimal.
3.5 Fungsi dan Peranan Pelabuhan Perikanan