Landasan Hukum Pengelolaan Pelabuhan Perikanan
31 teknis diperlukan, b tambat seperti dermaga dan jetty, c perairan
seperti kolam, dan alur pelayaran, d penghubung seperti jalan, drainase, gorong-gorong, jembatan, e lahan pelabuhan perikanan.
Tabel 6 Kriteria teknis klasifikasi pelabuhan perikanan Kelas
Pelabuhan Perikanan
Samudera Pelabuhan
Perikanan Nusantara
Pelabuhan Perikanan
Pantai Pangkalan
Pendaratan Ikan
Daerah penangkapan ikan
Laut teritorial,
ZEEI, laut lepas
Laut territorial,
ZEEI Perairan
pedalaman, Perairan
kepulauan, laut teritorial
Perairan pedalaman
dan perairan kepulauan
Fasilitas tambat labuh ukuran kapal GT
≥60 ≥30
≥10 ≥3
Panjang dermaga m ≥300
≥150 ≥100
≥50 Kedalaman kolam
m ≥3
≥3 ≥2 2
Kapasitas tampung kolam sekaligus
≥100 unit kapal atau
≥6000 GT ≥75 unit
kapal atau ≥2250 GT
≥30 unit kapal atau
≥ 300 GT
≥20 unit kapal atau
≥ 60 GT
Pemasaran Sebagian untuk
ekspor - - -
Keberadaan industri perikanan
ada ada -
-
Sumber: Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No: PER.16MEN2006 tanggal 23 Juni 2006 tentang Pelabuhan Perikanan.
2 Fasilitas fungsional, yakni fasilitas yang berfungsi untuk meninggikan nilai guna dari fasitas pokok sehingga dapat menunjang aktivitas di
pelabuhan, a pemasaran hasil perikanan seperti tempat pelelangan ikan, b navigasi pelayaran dan komunikasi seperti telepon, internet,
SSB, rambu-rambu, lampu suar, dan menara pengawas, c suplai air bersih, es dan listrik, d pemeliharaan kapal dan alat penangkap ikan
seperti dockslipway,
bengkel dan
tempat perbaikan
jaring, e penanganan dan pengolahan hasil perikanan seperti transit sheed dan
laboratorium pembinaan mutu, f perkantoran seperti kantor administrasi pelabuhan, g transportasi seperti alat-alat angkut ikan dan
32 es dan h pengolahan limbah seperti instalasi pengolah air limbah
IPAL. 3 Fasilitas penunjang adalah fasilitas yang secara tidak langsung
meningkatkan peranan pelabuhan, yakni fasilitas a pembinaan nelayan seperti balai pertemuan nelayan, b pengelolaan pelabuhan
seperti mess operator, pos jaga, dan pos pelayanan terpadu, c sosial dan umum seperti tempat peribadatan dan MCK, d kios IPTEK, e
penyelenggaraan tugas pemerintahan seperti keselamatan pelayaran, K3, bea dan cukai, keiimigrasian, pengawas perikanan, kesehatan
masyarakat, dan karantina ikan. Selanjutnya Lubis et al. 2005 mengatakan bahwa selain fasilitas yang vital
juga terdapat fasilitas penting dan fasilitas pelengkap. Fasilitas vital atau fasilitas yang mutlak diperlukan di pelabuhan perikanan ada 9 jenis yakni dermaga
pendaratan ikan dan muat, kolam pelabuhan, sistem rambu-rambu navigasi yang mengatur keluar masuknya kapal, tempat pelelangan ikan, dimana dilakukan
transaksi lelang, pabrik es, tangki dan instalasi air, penyediaan bahan bakar, bengkel reparasi dan kantor administrasi.
Jenis fasilitas lainnya yakni fasilitas penting, adalah fasilitas yang jelas diperlukan agar pelabuhan perikanan dapat berfungsi dengan baik, namun
realisasinya dapat ditunda. Fasilitas penting tersebut adalah generator listrik, kantor kepala pelabuhan, tempat parkir, pos penghubung radio SSB, ruang
pengepakan. Fasilitas pelengkap adalah jenis fasilitas yang diperlukan agar pelabuhan
perikanan dapat berfungsi dengan baik, tetapi pengadaannya baru pada pengembangan pelabuhan tahap ketiga. Fasilitas pelengkap ini meliputi dermaga
muat terpisah, slipway, ruang pertemuan, kamar kecil, pos penjagaan, balai pertemuan nelayan, rumah dinas, mushola, mobil dinas dan motor dinas.
Selanjutnya Lubis
et al. 2005 menyatakan bahwa, setelah dilakukan penelitian terhadap fasilitas pelabuhan perikanan di Laut Jawa, ternyata bahwa
jumlah pelabuhan yang termasuk kategori baik sangat sedikit, yakni 5 unit pelabuhan perikanan. Sebagian besar pelabuhan perikanan termasuk kategori
33 cukup 73, tetapi mayoritas PPI termasuk buruk 59. Tabel 7 menunjukkan
evaluasi kondisi fasilitas vital pelabuhan perikananPPI di Pulau Jawa tahun 2005.
Tabel 7 Evaluasi kondisi fasilitas vital pelabuhan perikananPPI di Pulau Jawa tahun 2005
No Hasil penelitian
PP PPI
1 Kategori baik
5 dari 30 17 0 dari 204 0
2 Kategori cukup
22 dari 30 73 83 dari 204 41
3 Kategori buruk
3 dari 30 10 121 dari 204 59
Sumber : Lubis et al. 2005.
Selanjutnya dikatakan bahwa, dari 30 unit pelabuhan perikanan, 14 unit atau 46 diantaranya berkategori buruk, sedangkan 184 unit PPI atau 90 dari 204
unit PPI berkategori buruk. Adanya 90 dari PPI di Pulau Jawa yang masih termasuk kategori buruk, merupakan suatu jumlah yang besar sekali, dan hal ini
berarti adanya kesulitan yang begitu besar bagi para nelayan dalam melakukan kegiatan-kegiatannya. Tabel 8 memperlihatkan evaluasi kondisi fasilitas penting
di pelabuhan perikananPPI. Tabel 8 Evaluasi kondisi fasilitas penting pelabuhan perikananPPI di Pulau
Jawa tahun 2005 No
Hasil penelitian PP
PPI 1
Kategori baik 5 dari 30 17
2 dari 204 1 2
Kategori cukup 11 dari 30 37
18 dari 204 9 3
Kategori buruk 14 dari 30 46
184 dari 204 90
Sumber : Lubis et al, 2005.
Demikian juga keberadaan fasilitas pelengkap, yakni sebanyak 12 unit atau 40 dari 30 unit pelabuhan perikanan memiliki fasilitas pelengkap berkategori
buruk dan ada 183 unit atau 90 dari 204 unit PPI berkategori buruk seperti yang ditunjukkan pada Tabel 9. Kondisi ini sangat memperlemah kinerja pelabuhan
perikananPPI sehingga pelayanan yang diberikan tidak optimal.
34 Tabel 9 Evaluasi kondisi fasilitas pelengkap pelabuhan perikananPPI di Pulau
Jawa tahun 2005 No
Hasil penelitian PP
PPI 1
Kategori baik 2 dari 30 7
0 dari 204 0 2
Kategori cukup 16 dari 30 53
19 dari 204 9 3
Kategori buruk 12 dari 30 40
183 dari 204 90
Sumber : Lubis et al. 2005.
Menurut pasal 42 UU No. 312004 tentang Perikanan bahwa: 1 Dalam rangka keselamatan pelayaran, ditunjuk syahbandar di pelabuhan
perikanan. 2 Setiap kapal perikanan yang akan berlayar dari pelabuhan perikanan wajib
memiliki surat izin berlayar kapal perikanan yang dikeluarkan oleh syahbandar.
3 Selain menerbitkan surat izin berlayar, syahbandar di pelabuhan perikanan mempunyai kewenangan lain yakni: memeriksa ulang kelengkapan dokumen
kapal perikanan dan memeriksa ulang alat penangkapan ikan yang ada di kapal perikanan. Syahbandar di pelabuhan perikanan diangkat oleh Menteri
Kelautan dan Perikanan. Selain itu, landasan hukum yang mendasari pengelolaan pelabuhan
perikanan adalah: 1
Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2006 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah No.62 tahun 2002 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara
Bukan Pajak PNBP. 2
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.46MEN2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelabuhan Perikanan.
3 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.Per.17MEN2006 tentang
Usaha Perikanan Tangkap. Peraturan mengenai pelabuhan perikanan sangat tertinggal dibandingkan
dengan peraturan pelabuhan umum, sehingga didalam pelaksanaan pembangunan dan operasionalnya sejak tahun 1972 mulai adanya istilah dan pembangunan
pelabuhan perikanan mengalami banyak hambatan karena setiap kali
35 pembangunan dan operasional pelabuhan perikanan selalu didahului melalui
proses perijinan dari Menteri Perhubungan. Akibatnya perkembangan pembangunan dan operasional pelabuhan perikanan terganggu. Namun dengan
adanya UU No.31 tahun 2004 tentang Perikanan dan Peraturan Menteri No.16 tahun 2006, maka kedudukan, hak dan kewajiban, tugas dan aturan lainnya
mengenai pelabuhan perikanan semakin jelas dan petugas di lapangan tidak ragu- ragu lagi untuk mengupayakan agar fungsi pelabuhan perikanan dapat berjalan
secara optimal.