akan diperoleh suatu usaha. Semakin tinggi volume penjualan, dengan pricing yang cukup bersaing, akan semakin banyak pula
nominal pendapatan yang masuk ke dalam kas usaha tersebut. Oleh karena itu, atribut ini menjadi prioritas utama dalam
mempertimbangkan kriteria PMKU. Kontrak mudharabah yang dilakukan mudharib dengan BMI
menggunakan sistem revenue sharing, yaitu pembagian keuntungan berdasarkan perhitungan pendapatan yang dihasilkan
mudharib . Oleh karena itu, laba bersih yang dihasilkan koperasi
atau yang disebut dengan Sisa Hasil Usaha SHU tidak menjadi pertimbangan utama mudharib dalam menetapkan nisbah bagi
hasil. Atribut ini hanya dipertimbangkan untuk mengukur kemampuan internal koperasi dalam menjalankan usahanya.
Semakin besar SHU yang diterima koperasi, maka semakin besar kemampuan koperasi untuk dapat mengembangkan usahanya.
4. Jangka Waktu Pembiayaan JWP
Mudharib di kedua organisasi memiliki pertimbangan yang
berbeda dalam menetapkan kriteria JWP. Bagi mudharib di organisasi pemerintah, kriteria ini merupakan kriteria kedua
dengan bobot sebesar 0,183. Sementara bagi mudharib di organisasi swasta, kriteria ini ditetapkan sebagai prioritas
keempat dengan bobot sebesar 0,13. Perbedaan tersebut diduga sebagai akibat dari perbedaan jenis koperasi yang dikelola
mudharib .
Sebagian besar mudharib pada organisasi pemerintah menjalankan kegiatan Koperasi Konsumsi dengan volume usaha
yang lebih besar daripada kegiatan Koperasi Simpan Pinjam. Sementara itu, mudharib di organisasi swasta memiliki volume
usaha pada kegiatan Koperasi Simpan Pinjam yang lebih besar daripada kegiatan Koperasi Konsumsi. Koperasi Konsumsi pada
organisasi pemerintah memiliki banyak unit usaha dengan risiko bisnis yang besar. Sehingga, semakin besar risiko usaha maka
semakin lama periode cash to cash usaha tersebut. Akibatnya, mudharib
akan lebih memperhatikan jangka waktu pembiayaan yang disepakati dalam menetapkan besarnya nisbah bagi hasil.
Sementara itu, Koperasi Simpan Pinjam pada organisasi swasta yang kegiatannya memberikan pinjaman dana kepada
para anggota memiliki risiko usaha yang rendah. Alasannya, mudharib
tidak perlu khawatir atas dana koperasi yang tidak kembali. Jika anggota lalai dalam mengembalikan pinjaman,
maka pengurus akan memperolehnya dengan cara mendebet gaji anggota setiap bulan sebesar kewajiban anggota tersebut terhadap
koperasi. Dengan demikian, siklus cash to cash usaha koperasi dapat dikontrol. Oleh karena itu, mudharib tidak terlalu
mempertimbangkan jangka waktu pembiayaan yang disepakati bersama.
Terdapat tiga atribut yang dapat digunakan untuk mempertimbangkan kriteria JWP, yaitu: Taksiran Lama Proses
Barang TLPB, Taksiran Lama Persediaan Barang TLSB, Taksiran Lama Piutang Dagang TLP, dan Taksiran Delayed
Factor TDF Tabel 19.
Tabel 19. Bobot Atribut JWP Berdasarkan Gabungan Pendapat Seluruh
Mudharib
Kriteria Atribut
Bobot
Taksiran Lama Proses Barang TLPB
0,16 Taksiran Lama Persediaan
Barang TLSB 0,28
Taksiran Lama Piutang Dagang TLP
0,49
Jangka Waktu Pembiayaan JWP
Taksiran Delayed Factor TDF
0,06
Taksiran Lama Piutang TLP merupakan pertimbangan utama mudharib untuk mempertimbangkan kriteria JWP. Piutang
dagang menentukan besarnya pendapatan yang seharusnya diterima mudharib pada waktu tertentu. Semakin lama piutang
dagang yang dimiliki mudharib, maka semakin besar risiko
piutang tersebut untuk tidak kembali. Jika hal itu terjadi, maka mudharib
memiliki kesulitan dalam mengembalikan dana kepada bank. Oleh karena itu, atribut ini membutuhkan pertimbangan
yang cukup tinggi bagi mudharib. Delayed Factor
adalah toleransi waktu yang diberikan bank untuk menghindari keterlambatan pengembalian setoran setiap
bulan atau dana keseluruhan pada akhir periode pembiayaan. Atribut ini menjadi prioritas terakhir dalam mempertimbangkan
JWP karena sebagian besar mudharib memiliki kemampuan untuk mengendalikan pengembalian dana kepada bank pada
jangka waktu yang telah ditetapkan. Sehingga, sebagian besar mudharib
tidak terlalu khawatir terhadap keterlambatan setoran dan pengembalian dana tersebut.
5. Bagi Hasil yang Diharapkan InvestorDeposan BHI