Teknik Analisis Data Keabsahan Data

49

BAB IV STRATEGI PEMBELAJARAN MUSIK ANAK

DI SANGGAR NAFS-I-GIRA YOGYAKARTA

A. Strategi Pembelajaran

Penelitian ini berlangsung pada bulan Februari sampai dengan bulan April 2015 di Sanggar Nafs-i-gira, Dusun Plaosan RT 01 RW 20, Tlogoadi, Sleman, Yogyakarta. Pelaksanaannya peneliti menggunakan tiga teknik pengumpulan data, yaitu observasi partisipasi aktif, wawancara, dan dokumentasi. Adapun hasil penelitian yang diperoleh diuraikan sebagai berikut: Strategi pembelajaran merupakan rencana pembelajaran yang berisi berbagai tahapan kegiatan belajar atau jenis latihan tertentu. Rencana dan rangkaian kegiatan pembelajaran tersebut digunakan agar memudahkan peserta didik menerima dan memahami materi pembelajaran untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran. Dari penelitian yang dilakukan di Sanggar Nafs-i-gira, penggunaan strategi dalam sebuah pembelajaran disesuaikan dengan usia peserta didik dan pendekatan yang dilakukan. Hal ini dimaksudkan agar dengan strategi yang tepat peserta didik dapat mencapai tujuan pembelajaran secara optimal. Kegiatan pembelajaran di Sanggar Nafs-i-gira rata-rata peserta didik berusia 6 sampai 15 tahun atau dapat dikatakan jenjang SD sampai SMP. Menurut Yulius Panon Pratomo dalam melakukan pendekatan pembelajaran terhadap peserta didik, anak tersebut dipetakan menjadi 2 hal yaitu anak telinga dan anak mata atau anak dengan tendensi otak kiri dan anak dengan tendensi otak kanan. Adapun uraian penjelasan sebagai berikut: 50 a. Anak dengan tendensi otak kiri. Dikatakan oleh Yulius Panon Pratomo bahwa anak dengan tendensi otak kiri dalam skema membaca notasi angka, notasi balok dan menangkap nada begitu cepat namun dalam kekurangannya anak tersebut cenderung cepat bosan dan cenderung cepat jenuh. Untuk menangani masalah pembelajaran tersebut maka, tutor memulai dengan mengajarkan skema, perbandingan, nama-nama, simbol- simbol yang mudah dipahami dan dapat diserap melalui nalar peserta didik. Peserta didik seperti ini dapat dikatakan cenderung skematis, fokus terhadap kata-kata, simbol dan angka-angka, sebagai contoh, anak dengan tendensi otak kiri belajar menyanyikan nada do-re-mi-fa-sol akan lebih mudah belajar dengan bantuan simbol yaitu “tangga nada”. Hal tersebut dirasakan lebih cepat ditangkap dan mudah dipahami oleh peserta didik daripada hanya mendengarkan nada do-re-mi-fa-sol dengan menggunakan alat musik keyboard saja. Dikatakan pula oleh tutor bahwa dari simbol-simbol tersebut maka, akan terlihat skemanya, skala nadanya, sehingga dapat dihitung dan dipelajari oleh anak dengan tendensi otak kiri. Hal ini dikarenakan bagi peserta didik dengan tendensi otak kiri lebih sulit menangkap hal yang tidak terlihat sehingga cenderung terorganisir dan skematis. Selain itu, peserta didik ini menggunakan logika rasional untuk mengidentifikasi penyebab masalah, dan kemudian berpikir tentang bagaimana cara mengatasinya. Pada intinya, peserta didik yang berfikir menggunakan otak kiri adalah detail-oriented. 51 b. Anak dengan tendensi otak kanan. Diutarakan oleh Yulius Panon Pratomo bahwa anak dengan tendensi otak kanan dalam pembelajaran musik, peserta didik sering kesukaran menentukan ketukan berat dan ringan, sering terlambat dan gagap apabila dibuat nada cepat atau lambat. Dari hal tersebut maka, tutor memberikan pendekatan yang berbeda pada peserta didik yaitu apabila peserta didik dengan tendensi otak kanan, tutor lebih banyak mengajarkan untuk merasakan gerakan, ketukan berat, ringan, cepat dan lambat, karena peserta didik seperti ini cenderung statis. “jadi anak ini cenderung lebih tahan atau lebih tekun tapi kalau bermain tidak terasa, tidak kelihatan naik turun, tidak kelihatan kapan harus cepat lambat”. strg Terkait dengan penelitian ini, menurut Yulius Panon Pratomo bahwa masing-masing peserta didik mempunyai kecenderungan yang berbeda, hal tersebut sama dengan memilah kemampuan orang kuat dalam otak kiri atau otak kanan. Dikatakan pula bahwa terdapat peserta didik yang ketika mendengarkan musik langsung bisa menirukan, ketukannya sudah benar, bermain alat musik sudah benar tetapi ada pula peserta didik yang ketukan serta mendengar tidak bisa menirukan. Solusinya peserta didik tersebut lebih terbantu dengan membuat simbol-simbol visual dan bentuk notasi. Sehingga ketika diberikan notasi peserta didik bisa memainkan atau menyanyikan. Oleh karena itu, masing-masing peserta didik memiliki 2 kecenderungan yang berbeda dalam pembelajaran musik sehingga bagaimana hal tersebut dapat dipelajari dan berjalan imbang satu sama lain yaitu dengan lebih dahulu 52 melakukan pendekatan mengenali karakteristik dan kemampuan peserta didik. Hal ini terlihat dari hasil wawancara dengan Yulius Panon Pratomo. “jadi gimana anak mata itu melatih rasa kapan cepat-lambat dan gimana anak telinga itu melatih ketekunan…hal itu dikenali dimana kekuatannya lalu diajari untuk menambahi unsur yang dia lemah, biasane begitu pendekatan personalnya”. strg Pemetakan tendensi otak peserta didik tersebut dapat dikatakan bahwa merupakan bagian dari strategi pembelajaran musik anak di Sanggar Nafs-i-gira. Tendensi otak kiri dan otak kanan merupakan cara tutor melakukan pendekatan dalam menghadapi perbedaan karakteristik peserta didik. Secara kongkrit cara tutor dalam pembelajaran musik yaitu mengajarkan skema, perbandingan, nama- nama, simbol-simbol, melakukan gerakan, merasakan cepat-lambat, berat-ringan suatu ketukan dan lagu. Selain itu, bahasa dan contoh-contoh yang digunakan dari kehidupan sehari-hari peserta didik sehingga, pembelajaran musik dapat mudah dipahami dan dapat diserap dengan baik melalui nalar peserta didik baik itu tendensi otak kiri maupun tendensi otak kanan. Setelah mengetahui perbedaan karakteristik peserta didik lalu tutor membuat tahapan-tahapan pembelajaran. Tahapan-tahapan pembelajaran di Sanggar Nafs-i-gira diuraikan sebagai berikut: 1. Tahapan-Tahapan Pembelajaran Tahapan-tahapan pembelajaran yang digunakan oleh tutor tidak terlepas dari strategi pembelajaran dalam membantu peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Menurut Yulius Panon Pratomo dalam kegiatan pembelajaran musik menggunakan tahapan-tahapan dalam strategi pembelajaran. Beliau menggunakan tahapan tersebut agar peserta didik dapat dengan mudah menerima materi yang diajarkan dan dapat mencapai target pembelajaran yang 53 diinginkan. Berdasarkan hasil penelitian strategi pembelajaran yang digunakan oleh tutor dalam kegiatan pembelajaran musik anak di Sanggar Nafs-i-gira ini sebagai berikut: a. Pada awal tahap pembelajaran, tutor menarik perhatian peserta didik dengan memberi motivasi belajar. Motivasi belajar dilakukan dengan cara menceritakan sejarah mengenai lagu yang akan dimainkan, membuat perumpamaan atau contoh dari kehidupan sehari-hari sehingga peserta didik terpacu dan tertarik untuk belajar bermusik. Tujuan langkah awal ini dilakukan tutor untuk menarik dan memusatkan perhatian peserta didik pada pokok pembelajaran. b. Tahap kedua, materi pembelajaran dibagikan kepada masing-masing peserta didik berupa kertas yang di dalamnya berisikan penjelasan teori musik dan lagu dengan menggunakan notasi balok. Penggunaan notasi balok sudah menjadi kebiasaan tersendiri dalam kegiatan pembelajaran musik anak di Sanggar Nafs-i-gira, menurut tutor tujuan dari materi pembelajaran menggunakan notasi balok yaitu agar dapat dipakai di mana-mana alias “bahasa standar” musik. Dikatakan pula oleh Yulius Panon Pratomo bahwa manfaat memakai notasi balok tersebut dari segi pembelajaran dapat dilihat dari naik turunnya nada dan lebih memudahkan dalam permainan musik. c. Tahap ketiga, tutor memperkenalkan dan memainkan materi lagu, kegiatan ini bertujuan agar peserta didik mengetahui terlebih dahulu lagu yang akan dipelajari. Tutor memeragakan dan mencontohkan dengan menggunakan alat musik keyboard atau gitar. Walaupun dengan materi lagu-lagu pendek dan sederhana peserta didik terlihat antusias dan menyimak apa yang diajarkan oleh tutor. Oleh