140
Materi Perjuangan Para Tokoh daerah dalam Melawan Penjajah
A. Masa Penjajahan Belanda di Indonesia
1. Jatuhnya daerah-daerah di Wilayah Nusantara ke dalam Kekuasaan
Pemerintah Belanda Sebelum dijajah bangsa asing, Indonesia terdiri atas beberapa kerajaan
yang merdeka. Di antara kerajaan-kerajaan itu ada yang kekuasaannya meliputi seluruh Nusantara, seperti kerajaan Sriwijaya dan Majapahit.
Kekayaan hasil alam Indonesia berupa rempah-rempah menarik bangsa asing untuk datang ke Indonesia. Mereka membeli rempah-rempah di
Indonesia, kemudian menjualnya kembali ke negara masing-masing dengan harga yang tinggi. Bangsa asing yang datang ke Indonesia adalah Portugis,
Spanyol, inggris, Belanda, dan Jepang. Portugis adalah bangsa asing yang pertama datang ke Indonesia.
Tahun 1596, Belanda datang ke Indonesia, dipimpin Cornelis de Houtman. Belanda mendarat di pelabuhan Banten, Jawa Barat. Tidak seperti
pendatang lain, Belanda bersikap sombong, congkak, dan ingin menguasai perdagangan di tanah air kita. Belanda kemudian mendirikan perkumpulan
dagang yan disebut VOC Vereenigde Oost Indische Compagnie atau perserikatan Dagang Hindia Timur. Pembentukan VOC mempunyai
beberapa tujuan sebagai berikut. a.
Menghindari persaingan dagang di antara pedagang Belanda. b.
Memperkuat persatuan untuk menghadapi persaingan dengan pedagang bangsa Eropa lainnya.
c. Memperbaiki dan membantu perekonomian Belanda yang sedang perang
melawan Spanyol. Pemerintah Belanda memberi hak khusus kepada VOC. Hak itu
disebut hak Octrooi yang berisi sebagai berikut. a.
Hak mencetak uang sendiri. b.
Hak mendirikan benteng dan membentuk tentara sendiri.
141 c.
Hak mengadakan perundingan dengan para raja di Nusantara. d.
Hak mengangkat gubernur Jenderal. e.
Hak monopoli Dari Banten, belanda terus berusaha untuk meluaskan kekuasaannya
sehingga berhasil menguasai wilayah Nusantara. Banyak sekali daerah di wilayah indonesia jatuh ke tangan Belanda. Hal ini disebabkan tidak adanya
persatuan dan kesatuan di antara daerah-daerah tersebut. salah satu contohnya adalah antara kerajaan Mataram dan Jayakarta. Apabila kedua
kerajaan ini bersatu, maka akan mudah mengusir penjajah Belanda dari Nusantara.
Dengan cara menghasut dan memfitnah, bangsa Belanda dengan mudah berhasil mewujudkan keinginannya untuk menguasai wilayah
Nusantara. Politik adu domba dijalankan oleh belanda dengan memanfaatkan para raja dan pembantu dekat raja, sehingga terjadi konflik di
antara mereka. Para raja dan pembantu dekat raja terlena dengan hadiah dan iming-iming dari kaum penjajah tanpa menyadari bahwa kedatangan para
penjajah tersebut akan menyengsarakan rakyatnya. 2.
Sitem Kerja Paksa dan Penarikan Pajak yang Memberatkan Rakyat Kerja paksa pada masa penjajahan Belanda disebut kerja rodi. Di
zaman penjajahan Belanda, rakyat Indonesia dipaksa bekerja untuk membuat jalan raya dari Anyer sampai Panarukan tanpa mendapatkan upah.
Proyek pembangunan jalan sepanjang 1.000 km yang terbentang dari ujung Jawa barat sampai ke jawa Timur itu dipimpin oleh Jenderal Belanda
bernama Daendels. Itulah sebabnya mengapa jalan raya ini disebut jalan Daendels. Selama pembangunan jalan Daendels, banyak korban yang mati
karena kelaparan, kehausan, atau karena dicambuk. Selain pembuatan jalan, masih banyak lagi pekerjaan berat yang harus dilaksanakan dengan kerja
paksa. Pekerjaan berta itu contohnya adalah membangun jembatan, menebang kayu, dan pembuatan tempat-tempat pertahanan yang semuanya
itu adalah untuk kepentingan penjajah Belanda.
142 Di samping kewajiban kerja paksa, penjajah Belanda juga
menerapkan sistem tanam paksa yang diciptakan oleh Van Den Bosch. Dalam sistem ini, rakyat harus menyediakan sebagian tanahnya untuk
ditanami tanam-tanaman yang laku dijual di eropa, seperti kopi, tembakau, tebu, dan lain-lain. Hasil tanaman ini harus diserahkan kepada pemerintah
penjajah Belanda untuk dibeli dengan harga yang telah ditetapkan. Tanah yang digunakan untuk tanam paksa itu dibebaskan dari pajak tanah. Bagi
mereka yang tidak memiliki tanah harus bekerja di kebun perusahaan pemerintah selama 65 hari setiap tahunnya. Tanam paksa itu benar-benar
merupakan sumber penderitaan rakyat. Bahaya kelaparan terjadi di beberapa tempat. Sebaliknya keuntungan uang yang amat besar jumlahnya mengalir
ke negeri Belanda. Karena ketidakadilan ini, sistem tanam paksa mendapat kecaman dari bangsa Belanda sendiri. Salah satu di antara kecaman itu
datang dari Eduard Douwes Dekker, yang kemudian dikenal dengan nama samaran Multatuli. Pada tahun 1860 ia menulis sebuah buku yang berjudul
“Max Havelar” yang berisi lukisan penderitaan rakyat pada waktu itu. Selain itu, kaum penjajah juga selalu memaksakan monopoli
dagangnya di mana-mana dengan berbagai cara. Para pedagang Indonesia dilarang mengadakan hubungan dagang dengan bangsa lain selain Belanda.
Rakyat hanya diperbolehkan menjual rempah-rempah kepada belanda. Beban penderitaan rakyat semakin berat karena pungutan pajak yang
bermacam-macam. Salah satu jenis pajak yang paling memberatkan adalah pajak tanah. Untuk membayar pajak tanah, petani harus menyerahkan
sebagian dari hasil padinya kepada pemerintah Belanda. Di samping pajak tanah, pajak lain yang sangat memberatkan adalah pajak jembatan. Setiap
orang yang melewati sebuah jembatan harus membayar pajak.
143
B. Perjuangan Para Tokoh Daerah dalam Mengusir Penjajah Belanda