Distribusi Kejadian Leptospirosis Berdasarkan Status Pengungsian

70 perlu diteliti mengapa mereka tidak mengungsi dan tidak berobat di pos kesehatan. Masyarakat perlu diberikan pemahaman tentang manfaat dan kerugian melakukan pengungsian. Jika mereka tidak bersedia untuk mengungsi maka perlu dilakukan cara lain misalnya menghimbau mereka agar tetap melakukan hidup bersih dan sehat serta segera berobat jika merasakan sakit serta menghimbau mereka untuk melaporkan sakitnya kepada petugas di Posko kesehatan setempat.

6.2.7 Distribusi Kejadian Leptospirosis Berdasarkan Personal Hygiene

Pada penelitian ini personal hygiene dilihat dari penggunaan sepatu boot pada saat banjir, menutup makanan, mencuci kaki, tangan, atau bagian tubuh lainnya dengan sabun serta mandi setelah kontak dengan air genangan banjir atau lumpur akibat banjir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar penderita tidak memiliki personal hygiene yang baik yaitu sebanyak 88,9. Depkes RI 2008 menyebutkan bahwa salah satu upaya untuk mencegah kejadian Leptospirosis adalah dengan melakukan personal Hygiene dengan cara mencuci kaki, tangan serta bagian tubuh yang lainnya dengan sabun atau detergen setelah pergi kesawah dan setelah kontak dengan air banjir. Sabun yang mengandung zat anti kuman atau bakteri dapat membantu membunuh atau menghambat masuknya kuman penyakit ke dalam tubuh manusia sehingga proses penularan dapat terhambat sejak permukaan kulit. Adanya pencemaran bahan-bahan kimiawi menyebabkan Leptospira mudah terbasmi Suratman, 2006. 71 Personal hygiene lainnya yang bisa dilakukan adalah menutup makanan dan menggunakan Alat Pelindung Diri APD pada saat ingin kontak dengan air genangan banjir. Salah satu APD yang dapat digunakan adalah memakai alas kaki termasuk sepatu boot dan sarung tangan CDC, 2010. Dengan tidak melakukan upaya pencegahan dengan cara menjaga personal hygiene maka akan mengakibatkan masuknya bakteri Leptospira ke dalam tubuh akan semakin besar. Begitu pula penelitan Cahyati 2009 yang menunjukkan bahwa sebagian besar penderita 86,7 memiliki personal hygiene yang buruk. Penelitian Cahyati ini sama dengan hasil penelitian ini karena kategori yang dipakai sama yaitu mencuci tangan atau kaki dan mandi setelah kontak dengan hewan, menutup makanan dan memakai alas kaki. Sedangkan penelitian Wiharyadi 2004 menunjukkan bahwa sebagian besar yaitu 32 37,2 penderita memiliki personal hygiene yang baik dan 11 12,8 memiliki personal hygiene yang buruk. Hasil ini tidak sama karena penelitian Wiharyadi ini tidak menyertakan pemakaian APD seperti pemakaian sepatu boot atau sarung tangan. Selain itu penelitian ini juga tidak diambil atau dilaksanakan pada saat banjir. Karena masih banyak penderita yang belum memiliki personal hygiene yang baik, maka penderita ataupun masyarakat sebaiknya memperbaiki personal Hygiene tersebut. Pihak Puskesmas sebaiknya memberikan pemahaman dan menghimbau masyarakatnya untuk selalu melakukan personal hygiene yang baik. 72

6.3 Distribusi Kejadian Leptospirosis Berdasarkan Komponen Lingkungan

Distribusi kejadian Leptospirosis berdasarkan kondisi lingkungan terdiri dari keberadaan tikus didalam maupun di luar rumah, keberadaan sampah, kondisi selokanSPAL, tatanan rumah, ketinggian air genangan banjir dan ketersdiaan air bersih. Untuk lebih jelasnya urutan varibel adalah sebagai berikut:

6.3.1 Keberadaan Tikus di Dalam Maupun di Luar Rumah

Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Leptospira. Depkes RI 2008 menyebutkan bahwa hewan-hewan yang menjadi sumber penularan Leptospirosis salah satunya adalah rodent tikus. Dinkes Provinsi Jakarta 2003 menyebutkan bahwa pada kenyataannya, hewan kelompok tikus atau Rodentia serta cecurut atau Insectivora berada dekat dengan manusia, disisi lain hewan ini dianggap musuh. Namun manusia tidak mampu dan tidak pernah memberikan perhatian untuk menyingkirkannya secara tuntas. Ternyata hewan-hewan tersebut merupakan sumber penularan Leptospirosis yang paling potensial diantara hewan-hewan lain. Tikus-tikus yang ditangkap paska banjir di lokasi Jakarta-Bogor dianggap membawa atau paling tidak terinfeksi Leptospirae. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa didalam maupun diluar rumah semua penderita terdapat tikus yaitu sebanyak 18 penderita 100. Adanya tikus di dalam maupun luar rumah ini bisa menjadi penyebab kejadian Leptospirosis pada saat banjir di Kecamatan Cengkareng. Bakteri Leptospira akan berada pada urin tikus dan masuk kedalam tubuh manusia melalui melalui luka atau lecet pada kulit, melalui selaput lendir mulut, 73 hidung dan mata, darah, cairan ketuban, vagina, jaringan, tanah, vegetasi dan air yang terkontaminasi dengan urin hewan yang terinfeksi WHO, 2014. Ketua RT 0411 kelurahan Rawa Buaya menyebutkan bahwa pada saat banjir tikus-tikus akan keluar, bangkai-bangkai tikus ikut dengan air genangan banjir. berikut adalah pernyataan beliau: “ oh penyakit kencing tikus itu ya.. itu orang disana pernah kena.. ia klo banjir sih ia mba.. tikus tikus pada keluar semua.. bangkainya banyak diluar-luar dibawa banjir.. bangkai tikus-tikus dari kali itu keluar semua.. ngapung- ngapung gitu mba bangkainya”. Beberapa penderita menyebutkan bahwa mereka sering melihat tikus didalam maupun luar rumahnya. Berikut adalah kutipan dari pernyataan penderita tersebut: “...itu neng biasanya tikus lewat belakang tv itu dari atas ke bawah.. ia diatas ada ruangan.. biasanya kakak tidur disitu.. ia itu barang-barang kerja saya.. bisa dibilang gudang neng.. ya numpuk disitu.. dipojok itu biasanya ada tikusnya..” MS, KPK” Dari kutipan diatas bisa diketahui bahwasanya memang ada tikus di sekitar rumah penderita dan pada saat banjir tikus atau bangkai tikus akan keluar sehingga bila tikus tersebut terinfeksi bakteri Leptospira maka dapat menyebar lebih luas. Berdasarkan laporan Dinkes Provinsi Jakarta 2003, tikus yang ditangkap di RW 02 Kelurahan Kuningan Kecamatan Mampang Prapatan 46,67 positif dengan beberapa serovar. Penularan Leptospirosis