Definisi dan Patogenesis Banjir Banjir adalah peristiwa terjadinya genangan limpahan air di areal tertentu

12

2.2.4 Diagnosis klinis dan Laboratoris

Diagnosa Leptospirosis pada manusia ditegakkan dengan melihat gejala-gejala dan tanda-tanda klinis dan diperkuat dengan pemeriksaan laboratorium. Diagnosa berdasarkan gambaran klinis sulit ditegakkan, karena Leptospirosis anikterik dapat menyerupai penyakit demam lain infeksi dengue, hanta virus, typod. Gambaran klinik yang penting untuk penderita Leptospirosis adalah: sakit mendadak, demam, dan sakit kepala berat, skin rash, conjunctival, suffusion mata merah, nyeri otot yang hebat juga nyeri tekan terutama di otot belakang, paha, betis, sehingga kadang – kadang penderita mengeluh sukar berjalan dan sakit kepala Depkes RI, 2013. Widoyono 2008 menyebutkan bahwa selain pemeriksaan berdasarkan gambaran klinis, Pemeriksaan serologis yang sering digunakan, yitu dengan menggunakan Microscopic Aglutination Test MAT, Elisa Enzime Linked Immuno Sorbent Assay, dan Immuno Fluorescent Antibody Test. Pemeriksaan MAT dipergunakan sebagai Gold Standard dalam pemeriksaan serologis karena mempunyai sensitivitas tinggi.

2.2.5 Pengobatan

Depkes RI 2013 menyebutkan bahwa pengobatan terhadap penderita Leptospirosis dapat dilakukan dengan memberikan antibiotik seperti Penicilin, Streptomycin, Tetracyclin, atau Erithromycin. Dari bermacam-macam antibiotik yang tersebut di atas, pemberian penicilin atau Tetracyclin dosis tinggi dapat memberikan hasil yang sangat baik. 13

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Leptospirosis

Bustan 2008 menyebutkan studi epidemiologi adalah sebuah studi yang mempelajari tentang distribusi penyakit atau masalah kesehatan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya determinan yang dimaksud untuk melakukan upaya pencegahan dan perencanaan kesehatan. Dalam studi Epidemiologi dikenal teori Segitiga Epidemiologi oleh John Gordon. Segitiga Epidemiologi merupakan konsep dasar Epidemiologi yang memberikan gambaran tentang hubungan antara tiga faktor utama yang berperan dalam terjadinya penyakit, khususnya penyakit menular. Faktor utama tersebut adalah Faktor Host, Agent dan Environment. Soejoedono 2008 menyebutkan bahwa penyebaran suatu penyakit di pengaruhi oleh keseimbangan atau interaksi dari tiga faktor dasar Epidemiologi ini. Jika di gambarkan dengan kejadian Leptospirosis maka ketiga faktor tersebut membentuk model sebagai berikut: Gambar. 2.2 Segitiga Epidemiologi Sumber: Bustan 2006 Jika dalam keadaan seimbang antara ketiga faktor tersebut maka akan tercipta kondisi sehat pada seseorangmasyarakat. Perubahan pada satu komponen 14 akan mengubah keseimbangan, sehingga akan mengakibatkan menaikkan atau menurunkan kejadian penyakit

2.3.1 Host Penjamu

Menurut Bustan 2008, Faktor host tuan rumah, penjamu adalah manusia atau mahluk hidup lainnya, termasuk burung, dan antropoda yang menjadi tempat terjadi proses alamiah perkembangan penyakit. komponen host dapat berupa genetik, umur, jenis kelamin, suku, keadaan fisiologi tubuh, keadaan imunologi, tingkah laku, gaya hidup, personal hygiene dan lain sebagainya. Adapun komponen host yang berkaitan dengan kejadian Leptospirosis diantaranya adalah: a. Umur Kejadian suatu penyakit sering dikaitkan dengan umur. Aulia 2012 menyebutkan bahwa kejadian Leptospirosis tidak terjadi pada spesifik umur tertentu. Leptospirosis diketahui terjadi pada semua umur berkisar antara balita sampai lansia yaitu 1 tahun sampai lebih dari 65 tahun. CDC 2012 menyebutkan bahwa manusia dengan segala lapisan usia rentan terhadap infeksi Leptospirosis. Sedangkan Hadisaputro 1991 menyebutkan bahwa umur yang paling banyak terkena Leptospirosis adalah antara 40-60 tahun. Pada usia lebih dari 50 tahun kematian bisa mencapai 56 yang disertai selaput mata berwarna 15 kuning kerusakan jaringan hati, risiko kematian akan lebih tinggi Cahyati, 2009. Poeppl 2013 juga menyebutkan bahwa selain laki-laki usia 18-57 tahun, kasus juga banyak terjadi pada usia dewasa antara usia 20 sampai 50 tahun. Subroto 1981 dalam Armandari 2005 menyebutkan bahwa Leptospirosis kerap dijumpai pada usia dewasa mungkin karena pekerjaan mereka banyak terpapar oleh hewan yang terinfeksi dan lingkungan yang terkontaminasi. Leptospirosis jarang terjadi pada anak- anak dan balita karena pada kenyataannya anak-anak dan balita sedikit sekali terpapar infeksi Leptospirosis Sehgal et.al, 1991. Penelitian Rejeki 2005 menunjukkan bahwa kasus Leptospirosis terbanyak ditemukan pada rentang umur 40 – 49 tahun. Penelitian Ketaren 2009 menunjukkan bahwa kejadian Leptospirosis lebih sering terjadi pada umur 20-30 tahun. Penelitian Armandari 2005 menunjukkan bahwa sebagian besar penderita Leptospirosis berumur 35 tahun yaitu 49 orang 51,6 dan =35 sebesar 46 orang 48,4. Penelitian Haida 2002 menunjukkan bahwa penderita Leptospirosis yang berumur 1-39 tahun sebanyak 35 orang 52,2 sedangkan yang berusia 39 tahun sebanyak 32 orang 4,7,8. b. Jenis Kelamin Seghal et.al 1991 menyebutkan bahwa meskipun laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki risiko yang sama untuk terinfeksi Leptospirosis, akan tetapi laki-laki memiliki resiko yang lebih besar