Tingkat Pengetahuan Distribusi Kejadian Leptospirosis Berdasarkan Komponen Host Penderita

67 Sebagian besar penderita mememiliki pengetahuan yang rendah terkait Leptospirosis, oleh sebab itu sebaiknya dilakukan upaya agar informasi terkait Leptospirosis sampai kepada penderita atau masyarakat secara umum misalnya dengan cara promosi kesehatan oleh kader pada saat ada kegiatan seperti posyandu, penyuluhan kesehatan atau memasang poster ditempat yang mudah diliat masyarakat atau ditempat yang sering didatangi atau dilewati masyarakat.

6.2.6 Distribusi Kejadian Leptospirosis Berdasarkan Status Pengungsian

UU RI No. 24 Tahun 2007 menyebutkan bahwa pengungsi adalah orang atau kelompok orang yang terpaksa atau dipaksa keluar dari tempat tinggalnya untuk jangka waktu yang belum pasti sebagai akibat dampak buruk bencana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua penderita tidak mengungsi pada saat terjadi banjir yaitu sebanyak 18 penderita 100. Depkes RI 2011 menyebutkan bahwa status pengungsian dapat digunakan untuk pengendalian penyakit yaitu dengan pengamatan penyakit surveilans, promotif, preventif dan pelayanan kesehatan penanganan kasus yang dilakukan di sarana pelayanan kesehatan yang masih ada maupun di pos kesehatan yang didirikan dalam rangka penanggulangan bencana. Orang yang mengungsi di tempat yang telah ditentukan akan lebih mudah di pantau masalah kesehatannya. Dalam kaitannya dengan penyakit Leptospirosis pengungsian dapat digunakan untuk mencegah atau mengurangi pengungsi untuk kontak dengan air banjir yang ditakutkan terinfeksi bakteri Leptospira. 68 Berdasarkan informasi yang diperoleh, semua penderita tidak mengungsi ke tempat pengungsian yang telah disediakan, semua penderita lebih memilih untuk tinggal di lantai dua rumahnya. Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwasanya bila tidak terjadi banjir, lantai dua yang ada di rumah penderita sebagian besar digunakan sebagai gudang sehingga ada tikus dapat bersarang di tempat tersebut. Apabila terjadi banjir tikus akan menetap disitu dan berada dekat dengan responden. Berikut adalah kutipan wawancara tersebut: “ngga sih mba.. kalau dirumah bersih..sampahnya juga dibuang terus.. itu mungkin mba.. diatas itu kan kayak gudang mba.. barang-barang yang ngga kepake ditaruh situ.. ia kalau lagi banjir kita pindah ke atas bikin tenda di atas.. kalau selokan dibelakang mba tertutup ” SP, RB. “Rumahnya cuma sekotak ini neng.. anak saya ada 3 sama saya sama istri jadinya 5 orang dirumah ini.. begini neng rumahnya sempit.. itu neng biasanya tikus lewat belakang tv itu dari atas ke bawah.. ia diatas ada ruangan.. biasanya kakak tidur disitu.. tapi kalau banjir kita kesitu semua.. kecil neng.. ayok kalo mau lihat.. ia itu barang-barang kerja saya.. bisa dibilang gudang neng.. ya numpuk disitu.. dipojok itu biasanya ada tikusnya.. ia jemur bajunya juga disini neng. Ngga ada tepat jemur lagi soalnya.. peling seminggu keringnya” MS, KPK” Informasi lain didapatkan pada saat berbincang-bincang dengan petugas Puskesmas yang pada saat banjir berada di Posko kesehatan banjir menjukkan bahwa penderita yang terkena Leptospirosis biasanya tidak 69 berobat ke Pos kesehatan. Mereka memilih berobat kerumah sakit setelah mereka merasa kondisinya semakin parah. Kalaupun mereka berobat kebanyakan dari mereka tidak menghabiskan antibiotik yang telah diberikan sehingga penyakitnya tidak sembuh dan lebih parah. Berikut adalah pernyataan dari petugas puskesmas tersebut: “Mereka berobatnya ke rumah sakit.. puskesmas uda ngga berfungsi.. banjirnya kan uda tinggi.. mereka kan berobatnya udah parah.. kalau yang berobat di pos kesehatan biasanya yang ngungsi di deket-deket pos itu.. biasanya kalau dia berobat dikasih 1 set obat. Nah obat itu ada antibiotiknya.. tapi kebanyaka mereka ngga ngabisisin antibiotik itu.. jadinyakan tambah parah penyakitnya.. baru tu kalau uda parah mereka ke rumah sakit MMn, PKA. Penderita juga menyebutkan bahwa beliau tidak berobat ke Pos kesehatan banjir dan berobat di rumah sakit. Berikut adalah pernyataan dari informan tersebut: “Saya dulu berobatnya di puskesmas cengkareng.. ia sempat waktu itu ke pos kesehatan banjir trus dikasih obat.. tapi saya ngga habisin obatnya.. trus pas saya merasa badannya tambah parah.. badannya linu- linu semua kayak mau lumpuh.. panas tinggi dulu.. trus sama bapak dibawa ke puskesmas cengkareng.. disana sama dokternya ditanyain mau antibiotik yang mahal apa yang biasa.. emang beda ya neng? MT, RB”. Dari pembahasan ini bisa dilihat bahwa kesadaran masyarakat untuk mengungsi dan berobat di pos kesehatan pengungsi masih kurang, maka 70 perlu diteliti mengapa mereka tidak mengungsi dan tidak berobat di pos kesehatan. Masyarakat perlu diberikan pemahaman tentang manfaat dan kerugian melakukan pengungsian. Jika mereka tidak bersedia untuk mengungsi maka perlu dilakukan cara lain misalnya menghimbau mereka agar tetap melakukan hidup bersih dan sehat serta segera berobat jika merasakan sakit serta menghimbau mereka untuk melaporkan sakitnya kepada petugas di Posko kesehatan setempat.

6.2.7 Distribusi Kejadian Leptospirosis Berdasarkan Personal Hygiene

Pada penelitian ini personal hygiene dilihat dari penggunaan sepatu boot pada saat banjir, menutup makanan, mencuci kaki, tangan, atau bagian tubuh lainnya dengan sabun serta mandi setelah kontak dengan air genangan banjir atau lumpur akibat banjir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar penderita tidak memiliki personal hygiene yang baik yaitu sebanyak 88,9. Depkes RI 2008 menyebutkan bahwa salah satu upaya untuk mencegah kejadian Leptospirosis adalah dengan melakukan personal Hygiene dengan cara mencuci kaki, tangan serta bagian tubuh yang lainnya dengan sabun atau detergen setelah pergi kesawah dan setelah kontak dengan air banjir. Sabun yang mengandung zat anti kuman atau bakteri dapat membantu membunuh atau menghambat masuknya kuman penyakit ke dalam tubuh manusia sehingga proses penularan dapat terhambat sejak permukaan kulit. Adanya pencemaran bahan-bahan kimiawi menyebabkan Leptospira mudah terbasmi Suratman, 2006.