Jenis Pekerjaan Distribusi Kejadian Leptospirosis Berdasarkan Komponen Host Penderita

62 Leptospirosis asalkan mereka terpapar oleh bakteri Leptospira atau urin tikus. Pada saat banjir faktor jenis pekerjaan juga tidak berpengaruh banyak terhadap kejadian Leptospirosis karena semua pekerja memiliki paparan yang sama yaitu tepapar air genangan banjir. pada kondisi banjir tersebut semua orang berpeluang untuk kontak dengan bakteri Leptospira yang terbawa oleh air ganangan banjir tersebut. Penelitian Suratman 2006 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki pekerjaan tidak risiko. Beberapa penderita mengatakan bahwa kondisi tempat kerja mereka pernah terjadi banjir sehingga menimbulkan genangan air di sekitarnya. Penderita lain mengatakan mereka memiliki pekerjaan sampingan ataupun aktifitas di waktu luang yang selalu berhubungan dengan air, tanah yang basah, ataupun terpapar banjir seperti kerja bakti dan bermain sepak bola di tempat yang tergenang. Agar para kerja terhindar dari penyakit Leptospirosis maka pekerja harus melakukan upaya pencegahan seperti menggunakan sepatu boot dan menggunakan sarung tangan pada saat ingin mengojek atau kontak dengan air genangan banjir jika memungkinkan, mencuci tangan, kaki, dan anggota tubuh lainnya dengan sabun setelah kontak dengan airlumpur genangan banjir, mengkonsumsi air bersih dan menghindari kontak dengan binatang yang bisa menularkan penyakit ini seperti tikus. 63

6.2.4 Riwayat Luka

Depkes RI 2013, WHO 2014, dan Depkes RI 2008 menyebutkan bahwa cara bakteri Leptospira masuk ke tubuh manusia adalah melalui kulit yang lecet atau luka, melalui selaput lendir mulut, hidung dan mata, darah, cairan ketuban, vagina, jaringan, tanah, vegetasi dan air yang terkontaminasi dengan urin hewan yang terinfeksi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar penderita memiliki riwayat luka yaitu sebesar 13 penderita 72, sedangkan penderita yang tidak memiliki luka sebesar 5 penderita 27. Infeksi dengan Leptospira umumnya berlangsung melalui luka atau abrasi pada kulit maupun selaput lendir, namun infeksi juga dapat berlangsung melalui kulit utuh yang terpapar dalam waktu cukup lama dengan genangan air yang terkontaminasi Depkes RI, 2005. Masa inkubasi Leptospirosis adalah biasanya 10 hari dengan rentang 4-19 hari Chin, 2012. Setelah masuk ketubuh manusia, bakteri akan masuk ke peredarah dan beredar keseluruh tubuh sehingga dapat menyebabkan kerusakan dimana saja termasuk organ jantung, otak, ginjal Widoyono, 2008. Demikian pula penelitian Cahyati 2009 dan Rejeki 2005 juga menunjukkan bahwa sebagian besar penderita Leptospirosis memiliki riwayat luka sebelum mereka terinfeksi Leptospirosis yaitu masing-masing 80 dan 81,0. Kedua penelitian dilakukan pada saat banjir sehingga mereka banyak yang memiliki luka seperti luka lecet. Berdasarkan wawancara, sebagian besar penderita pada penelitian ini memiliki riwayat 64 luka di kaki yaitu berupa kutu air. Pada saat banjir tersebut penderita mengaku tidak menggunakan alas kaki maupun alat pelindung diri sehingga bisa tertular Leptospirosis. Sedangkan penelitian Ningsih 2009 menunjukkan bahwa sebagian besar penderita tidak memiliki riwayat luka yaitu sebanyak 68,3. Ini bisa terjadi karena jarak antara waktu penelitian dan waktu responden mengalami sakit terlalu lama sehingga responden lupa. Bakteri Leptospirosis dapat masuk kedalam tubuh melalui luka, oleh sebab itu warga harus menutup lukanya bila ingin kontak dengan air genangan banjir atau kontak dengan hewan yang bisa menularkan penyakit Leptospirosis dengan cara menggunakan alat pelindung diri seperti sepatu boot dan sarung tangan.

6.2.5 Tingkat Pengetahuan

Notoatmodjo 2003 menyebutkan bahwa pengetahuan adalah suatu faktor predisposisi seseorang atau masyarakat terhadap kesehatan. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. orang yang mempunyai pengetahuan yang baik terntang suatu penyakit maka kemungkinan besar akan mencegah terjadinya penyakit tersebut. Survei pengetahuan merupakan strategi umum untuk mengumpulkan informasi dan menilai praktek kerja yang aman atau upaya pencegahan di antara populasi beresiko. Survei pengetahuan juga bisa digunakan untuk mengevaluasi program yang ada dan untuk mengidentifikasi strategi yang 65 efektif untuk perubahan perilaku terhadap penyakit Leptospirosis Rahim et.al, 2012. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar penderita memiliki pengetahuan yang rendah yaitu sebanyak 7 penderita 38,9 dan 6 penderita 44,4 dimiliki pengetahuan sedang dan 5 penderita 27,8 memuliki pengetahuan tinggi. Pengetahuan rendah yang dimiliki penderita bisa dikarenakan penderita tidak mendapatkan informasi terkait Leptospirosis. Depkes RI 2008, Widoyono 2008 dan Mandal 2008 menyebutkan bahwa salah satu usaha pencegahan terhadap kejadian Leptospirosis adalah dengan memberikan pengetahuan dengan cara melakukan edukasi kesehatan mengenai Leptospirosis seperti bahaya Leptospirosis, cara penularan, dan higiene pribadi yang berkaitan dengan Leptospirosis. Berdasarkan Observasi, ternyarta di Puskesmas sudah terdapat media berupa poster yang berisi tentang Leptospirosis. selain itu berdasarkan informasi yang didaptkan dari petugas surveiland, pada saat penyelidikan epidemiologi mereka melakukan penyuluhan kepada warga terkait penyakit-penyakit yang akan timbul seperti halnya penyakit Leptospirosis. Berikut adalah kutipan wawancara kepada petugas surveilans: “Penyuluhan penyakit kita berikan pada saat kita turun lapangan, misalnya tu kalau ada kasus cikungunya di Kedaung Kali Angke. Kayak kemarin tu nek yang kamu lihat pas kasusnya bu Hamida. Bu hamida kan 66 anak-anaknya kena Cikungunya kan nek.. kamu lihat kan kemaren nek.. nah berhubung waktu itu kadang-kadang masih ada banjir makanya kita sekalian kasih penyuluhan sama keluarga dan tetangga terdekatnya tentang penyakit lepto.. kayak gitu sih kalau penyelidikan mah nek.. kadang-kadang malah kita dapet info dari warga penyakit apa yang ada disitu .. SS, PKC” Kutipan ini menyatakan bahwa Puskesmas sudah melakukan upaya yang dapat menambah pengetahuan masyarakat terkait Leptospirosis, namun tidak semua penderita mendapatkan informasi tersebut. Penelitian ini dilakukan setelah penderita sembuh dari penyakit Leptospirosis sehingga penderita yang memliliki pengetahuan tinggi sebenarnya juga tidak mengetahui penyakit Leptospirosis. Pengetahuan mereka tinggi bisa dikarenakan mereka mandapat informasi dari dokter atau perawat yang merawat pada saat penderita dirawat di rumah sakit. Penelitian Wiwanitkit 2006 menunjukkan bahwa 80 penderita Leptospirosis memiliki pengetahuan rendah, 11 memiliki pengetahuan sedang, dan 9 pendrita memiliki pengetahuan tinggi terkait penyakit Leptospirosis. Sebagian besar penderita memiliki pengetahuan rendah karena penderita tinggal di daerah pedesaan sehingga informasi tidak sampai pada penderita. Responden juga tidak tau bagaimana cara penularan penyakit Leptispirosis. Demikian pula penelitian Agampodi, dkk 2010 menunjukan bahwa dari 601 responden penelitian, hanya 34 yang mengetahui cara penularan Leptospirosis dan 66 responden tidak mengetahui cara penularan Leptospirosis.