10 Hasil penelitian Sriwidodo, dkk 2007 berdasarkan metode pengendapan dari
1 kg talas dapat menghasilkan pati talas sebesar 26,68. Sedangkan hasil penelitian Herudiyanto, dkk 2014 dengan metode yang sama menyatakan bahwa kadar protein
pati talas yang diperoleh sebesar 5,21 dan kadar lemak sebesar 14,42 [56].
2.3 GELATINISASI DAN RETROGRADASI
Gelatinisasi adalah peristiwa pengembangan granula pati sehingga granula pati tersebut tidak dapat kembali pada kondisi semula [21]. Peristiwa pengembangan
granula pati pada mulanya bersifat dapat balik, tetapi jika pemanasan mencapai suhu tertentu, pengembangan granula pati menjadi bersifat tidak dapat balik dan akan terjadi
perubahan struktur granula. Suhu pada saat granula pati mengembang dengan cepat dan mengalami perubahan yang bersifat tidak dapat balik disebut suhu gelatinisasi pati
[17]. Faktor-faktor yang mempengaruhi gelatinisasi pati diantaranya: a. Suhu gelatinisasi
b. Viskositas pasta Suspensi pati bila dipanaskan maka granula-granula pati akan mengembang
karena menyerap air khususnya amilosa, selanjutnya mengalami gelatinasi dan mengakibatkan terbentuknya pasta yang ditandai dengan kenaikan viskositas
pasta. Proses ini berlanjut terus hingga viskositas puncak pasta tercapai, kemudian viskositas pasta akan menurun akibat gaya ikatan antara granula-
granula pati yang telah mengembang dan tergelatinasi menjadi berkurang oleh pemanasan yang tinggi dan pengadukan [22].
c. Kejernihan pasta Tingkat kejernihan pasta berhubungan langsung dengan pengembangan
granula pati. Makin besar kemampuan mengembang granula pati maka pasta yang diperoleh lebih jernih, sebaliknya bila granula pati yang mengembang
sedikit maka pasta yang dihasilkan menjadi buram [24]. Gelatinasi akan cepat terjadi bila konsentrasi pati tinggi, suhu rendah dan pH
antara 5-7. Gelatinasi merupakan masalah utama yang dijumpai khususnya dalam penggunaan pati karena dapat mengakibatkan pengerutan dan sineresis pada gel yang
disimpan lama, oleh karena itu perlu dilakukan regelatinasi agar kestabilan gel tetap terjaga. Pada pH yang tinggi atau rendah regelatinasi lambat terjadi [23]. Laju
Universitas Sumatera Utara
11 regelatinasi dipengaruhi oleh suhu, ukuran, bentuk dan kepekatan molekul-molekul
pati dan oleh keberadaan bahan lain [24]. Retrogradasi adalah proses kristalisasi kembali pati yang telah mengalami
gelatinisasi. Beberapa molekul pati, khususnya amilosa yang dapat terdispersi meningkatkan granula-granula yang membengkak dan masuk ke dalam cairan yang
ada di sekitarnya. Oleh karena itu, pasta pati yang telah mengalami gelatinisasi terdiri dari granula-granula yang membengkak yang tersuspensi ke dalam air dan molekul-
molekul amilosa yang terdispersi ke dalam air. Dalam kondisi panas, pasta masih memiliki kemampuan mengalir yang fleksibel dan tidak kaku. Bila pasta pati tersebut
kemudian mendingin, energi kinetic tidak lagi cukup tinggi untuk melawan kecenderungan molekul-molekul amilosa untuk bersatu kembali. Molekul-molekul
amilosa berikatan kembali satu sama lain serta berikatan dengan cabang amilopektin pada pinggir-pinggir luar granula, dengan demikian mereka menggabungkan butir-
butir pati yang bengkak tersebut menjadi semcam jaring-jaring membentuk mikrokristal dan mengendap [21].
Menurut Swinkels, 1985 retrogradasi pasta pati atau larutan pati memiliki beberapa efek sebagai berikut:
a. Peningkatan viskositas. b. Terbentuknya kekeruhan.
c. Terbentuknya lapisan tidak larut dalam pasta panas. d. Terjadi presipitasi pada partikel pati yang tidak larut.
e. Terbentuknya gel. f. Terjadinya sineresis pada pasta pati [23].
Dibawah ini disajikan gambar granula pati, gelatinisasi pada pati dan retrogradasi pada pati.
Gambar 2.4 A. Granula Pati, B. Gelatinisasi Pada Pati, C. Retrogradasi Pada Pati
Universitas Sumatera Utara
12 Pati umbi-umbian umumnya menunjukkan kristal tipe B [31]. Menurut Chen,
2003 pola viskositas pasta pati biasa dikelompokkan menjadi empat tipe: Tipe A merupakan pati yang memiliki kemampuan mengembang yang sangat
tinggi, yang ditunjukkan dengan tingginya viskositas maksimum serta terjadi penurunan viskositas selama pemanasan, pati ini tidak tahan terhadap proses
pemanasan dan pengadukan sehingga membutuhkan modifikasi. Tipe B memiliki puncak pasta lebih rendah dan pengenceran yang tidak terlalu
besar selama pemanasan. Tipe C tidak menunjukkan adanya puncak tetapi lebih pada pembentukan
viskositas yang sangat tinggi dan tetap konstan atau meningkat selama pemanasan.
Tipe D memiliki viskositas yang sangat rendah sehingga konsentrasinya perlu dinaikkan dua
–tiga kali lipat untuk menghasilkan viskositas pasta panas seperti tipe C [30].
Hasil penelitian Setiani, dkk 2013 dengan judul “Preparasi dan Karakterisasi Edible Film dari Poliblend Pati Sukun-
Kitosan” menyatakan pati sukun memiliki kadar pati sebesar 76,39, kadar amilosa sebesar 26,76, kadar amilopektin sebesar
73,24, kadar air sebesar 22,38. Berdasarkan hasil analisa sifat pasting pati sukun memilki suhu gelatinisasi pati yaitu 73,98
o
C dengan viskositas puncak sebesar 5234 cP, berdasarkan pengelompokkan tipe viskositas pasta pati maka pati sukun memiliki
tipe pasta B dengan puncak pasta yang tidak terlalu tinggi dan pengenceran yang tidak terlalu besar [54].
2.4 HIDROLISIS PATI