Pengaruh Penambahan Kitosan Terhadap Karakteristik Bioplastik Dari Pati Umbi Talas Dengan Menggunakan Plasticizer Gliserol
PENGARUH PENAMBAHAN KITOSAN TERHADAP
KARAKTERISTIK BIOPLASTIK DARI PATI
TALAS DENGAN MENGGUNAKAN
PLASTICIZER GLISEROL
SKRIPSI
Oleh
TONI PAHRI SIRAIT
100405014
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SEPTEMBER 2015
(2)
PENGARUH PENAMBAHAN KITOSAN TERHADAP
KARAKTERISTIK BIOPLASTIK DARI PATI
TALAS DENGAN MENGGUNAKAN
PLASTICIZER GLISEROL
SKRIPSI
Oleh
TONI PAHRI SIRAIT
100405014
SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN
PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SEPTEMBER 2015
(3)
(4)
(5)
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini
merupakan skripsi dengan judul “Pengaruh Penambahan Kitosan Terhadap Karakteristik Bioplastik Dari Pati Umbi Talas Dengan Menggunakan Plasticizer Gliserol”, berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di Laboratorium Penelitian Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universtas Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik. Selama melakukan penelitian hingga penulisan skripsi ini, penulis banyak mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Mhd. Hendra S. Ginting, ST. MT., selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberi pengarahan, diskusi dan bimbingan serta persetujuan sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik. 2. Ibu Dr. Maulida, ST, M.Sc. dan Ibu Dr. Ir. Hamidah Harahap, M.Sc., selaku
Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang membangun dalam penulisan skripsi ini.
3. Bapak Dr.Eng.Ir. Irvan, MT., selaku ketua Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Ir. Renita Manurung, MT., selaku koordinator penelitian.
5. Bapak Drs. Mimpin Ginting, M.S. dan Ibu Dr. Ir Elisa Julianti, M.Si., selaku dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara yang telah bersedia meluangkan waktu untuk diskusi dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Medan, September 2015 Penulis
(6)
DEDIKASI
“Janganlah hidup lagi sama seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah dengan pikirannya yang sia-sia, sebab hal yang paling berbahaya dari manusia adalah pemikirannya”
Penulis mendedikasikan skripsi ini untuk kedua orang tua penulis, Hotman Simon Sirait dan Palarita Siregar yang telah memberikan doa dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini kemudian untuk Mhd. Hendra S. Ginting, ST. MT yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini dan terkhusus untuk Nami Panindia yang selalu mendukung dan memotivasi saya hingga menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih untuk Shinta Megawati S, Torasman Sidabutar, Westryan Tindaon, Paulus Rob Sugandi, Rio Fransen Aruan, Bill Clinton Silitonga dan teman-teman seperjuangan angkatan 2010.
(7)
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama: Toni Pahri Sirait NIM: 100405014
Tempat/tgl lahir: AFD-K Balimbingan, 15 Agustus 1992
Nama orang tua: Hotman Simon Sirait Alamat orang tua:
Desa Tangga Batu, Kecamatan Hatonduhan, Kabupaten Simalungun Sumatera Utara.
Asal sekolah
SD 095200 AFD-K Balimbingan tahun 1998 – 2004
SMP Negeri 1 Hatonduhan tahun 2004 – 2007
SMA Negeri 1 Tanah Jawa tahun 2007-2010 Beasiswa yang pernah diperoleh:
Beasiswa BIDIK MISI USU tahun 2010-2014 Pengalaman organisasi/kerja:
1. HIMATEK USU periode 2013-2014 sebagai anggota Bidang Bakat dan Minat 3. Kerja Praktek di PT Utama Inti Hasil Kimia Industri (UTAKI) Deli Serdang
tahun 2014
Artikel yang telah dipublikasikan dalam Jurnal/Pertemuan Ilmiah:
1.Prosiding Bali International Seminar on Science and Technology (BISSTECH) III 2015 dengan judul “The Effect of Gelatinization Profile for Mechanical Properties Of Bioplastics From Taro Starch (Colocasia Esculenta)- Chitosan With Glycerol Plasticizer”
(8)
ABSTRAK
Bioplastik merupakan salah satu jenis plastik yang terbuat dari bahan yang dapat diperbarui seperti pati, minyak nabati, dan lain-lain. Pati dari umbi talas (Colocasia esculenta) berpotensi sebagai bahan baku pembuatan bioplastik dengan menggunakan gliserol sebagai plastizicer dan kitosan sebagai penguat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan profil gelatinisasi pati umbi talas, mengetahui pengaruh penambahan kitosan dan gliserol terhadap sifat kekuatan tarik, pemanjangan pada saat putus, penyerapan air dan profil gelatinisasi bioplastik dari pati talas. Pada penelitian ini menggunakan metode casting dalam pembuatan bioplastik dengan larutan pati 30 w/v. Selanjutnya dilakukan variasi penambahan gliserol (1 % v, 2 % v, dan 3 % v), variasi penambahan pengisi kitosan (1 w/v, 2 w/v, dan 3 w/v) dan varisai temperatur pemanasan larutan pati (65oC, 70oC, dan 75oC). Hasil penelitian menunjukkan bahwa umbi talas dengan ukuran partikel 100 mesh memiliki kandungan pati 93,55 %, kadar air 6,5%, kadar abu 0,76%, amilosa 17,9 %, amilopektin 75,66 %, kadar protein 1,02%, kadar lemak 1,44%. Analisa sifat pasta dengan metode Rapid Visco Analyzer (RVA) menunjukkan pati talas memiliki temperatur gelatinisasi 74,52oC dengan viskositas puncak 5953,5 cP, sedangkan bioplastik pati talas memiliki temperatur gelatinisasi 76,67oC dengan viskositas puncak 3630 cP. Dari hasil analisa FT-IR diperoleh perubahan gugus fungsi O-H bioplastik pati talas dengan pengisi kitosan dan plasticizer gliserol pada bilangan gelombang 2360,87 cm-1, dari hasil analisa morfologi patahan bioplastik diperoleh bahwa penyebaran pengisi kitosan tidak merata dan masih terdapat beberapa fraksi kosong. Penambahan kitosan dan gliserol berpengaruh terhadap sifat kekuatan tarik dan pemanjangan pada saat putus bioplastik yang dihasilkan. Seiring bertambahnya variasi kitosan maka nilai kekuatan tarik meningkat, seiring bertambahnya variasi gliserol maka nilai pemanjangan pada saat putus meningkat serta semakin mendekati temperatur gleatinisasi pada pemanasan larutan pati maka nilai kekuatan tarik dan pemanjangan pada saat putus akan meningkat. Bioplastik terbaik pada penelitian ini adalah bioplastik pada temperatur 75oC dengan komposisi larutan pati 30 w/v, gliserol 1 %v dan kitosan2 %w yang memiliki nilai kekuatan tarik 8,297 MPa dan nilai pemanjangan pada saat putus 45,846%.
(9)
ABSTRACT
Bioplastic is a plastic which made from renewable biomass sources, such as starch, vegetable oil, and etc. Taro starch (Colocasia esculenta) is a potential raw material for bioplastics by using glycerol as plasticizer and chitosan as a filler. The objective of this research was to investigate the characteristics and gelatinization profile of taro starch, to investigate the effect of adding chitosan and glycerol on mechanical properties such as tensile strength, elongation at break, water absorption and gelatinization profile of bioplastics from taro starch. On this research, casting method utilized to manufacture of bioplastics with starch solution 30 w/ v. Moreover, the variation added volume of glycerol (1% v, 2% v and 3% v), addition of chitosan (1 w / v, 2 w / v, and 3 w / v) and pasting temperature variations (65oC, 70oC, and 75oC). The results of experiments show that taro flour with particle size 100 mesh have starch content 93.55%, water content 6.5%, ash content 0.76%, amylose content 17.9%, amylopectin content 75.66%, protein content 1.02% and fat content 1.44%. Analysis of pasta properties which is measured by Rapid Visco Analyzer (RVA) method, showed that taro starch has gelatinization temperature 74.52oC with high peak viscosity 5953.5 cP and bioplastics from taro starch has
gelatinization temperature 76.67oC with peak viscosity 3630 cP. The addition of chitosan and glycerol affect the tensile strength and elongation at break of bioplastics. With increasing variation of chitosan, the value of tensile strength will be increase. Increasing variation of glycerol, elongation at break will increase and as closed as temperature gelatinization, when starch was heating the value of tensile strength and elongation at break will increase. The Best of bioplastic in this reseach is at a temperature of 75oC with starch composition 30 w / v, adding of 1%
v glycerol and 2 w/v chitosan which produces 8.297 MPa tensile strength and a value of elongation at break is 45,846%.
(10)
DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN KEASLIHAN SKRIPSI i
PENGESAHAN ii
PRAKATA iii
DEDIKASI iv
RIWAYAT HIDUP PENULIS v
ABSTRAK vi
ABSTRACT vii
DAFTAR ISI viii
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR TABEL xvi
DAFTAR LAMPIRAN xviii
DAFTAR SINGKATAN xx
DAFTAR SIMBOL xxi
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 LATAR BELAKANG 1
1.2 PERUMUSAN MASALAH 4
1.3 TUJUAN PENELITIAN 5
1.4 MANFAAT PENELITIAN 5
1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7
2.1 BIOPLASTIK 7
2.2 PATI 8
2.3 GELATINISASI DAN RETROGRADASI 10
2.4 HIDROLISIS PATI 12
2.5 TALAS 13
2.6 KITOSAN 17
2.7 GLISEROL 18
(11)
2.9 ANALISA KARAKTERISTIK HASIL PENELITIAN 21
2.9.1 Analisa Karakteristik Pati 21
2.9.2 Analisa Sifat Pasting 22
2.9.3 Analisa Gugus Fungsi (FT-IR) 23
2.9.4 Analisa Sifat Kekuatan Tarik (Tensile Strength) 24 2.9.5 Analisa Sifat Perpanjangan Saat Putus (Elongation At Break) 24 2.9.6 Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM) 25
2.9.7 Uji Penyerapan Air (Water-Absorption) 25
2.9.8 Uji Biodegradasi 26
2.10 APLIKASI DAN KEGUNAAN BIOPLASTIK 27
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 28
3.1 LOKASI PENELITIAN 28
3.2 ALAT DAN BAHAN 28
3.2.1 Alat 28
3.2.2 Bahan 29
3.3 PROSEDUR PENELITIAN 29
3.3.1 Prosedur Isolasi Pati Talas 29
3.3.2 Prosedur Pembuatan Bioplastik 30
3.4 DIAGRAM ALIR PENELITIAN 30
3.4.1 Diagram Alir Isolasi Pati Talas 30
3.4.2 Diagram Alir Pembuatan Bioplastik Pati Talas Dengan Plasticizer Gliserol Tanpa Pengisi Kitosan 32 3.4.3 Diagram Alir Pembuatan Bioplastik Pati Talas Dengan kitosan
dan Plasticizer Gliserol Tanpa Pengisi Kitosan 33
3.5 PROSEDUR ANALISA KARAKTERISTIK PATI TALAS 34
3.6 PROSEDUR ANALISA SIFAT PASTING 37
3.7 PROSEDUR ANALISA SIFAT KEKUATAN TARIK 38
3.8 PROSEDUR ANALISA SIFAT PEMANJANGAN PADA SAAT
PUTUS (ELONGATION AT BREAK) 38
3.9 UJI KETAHANAN AIR BIOPLASTIK 39
3.1 PROSEDUR ANALISA BIODEGRADASI 39
(12)
4.1 KARAKTERISTIK HASIL ANALISA PATI TALAS 40
4.1.1 Kadar Pati Talas 41
4.1.2 Kadar Air Pati Talas 41
4.1.3 Kadar Abu Pati Talas 42
4.1.4 Kadar Amilosa Pati Talas 42
4.1.5 Kadar Amilopektin Pati Talas 42
4.1.6 Kadar Protein Pati Talas 43
4.1.7 Kadar Lemak Pati Talas 43
4.2 KARAKTERISTIK HASIL ANALISA PROFIL GELATINISASI 44
4.3 KARAKTERISTIK HASIL ANALISA FT-IR 50
4.4 PENGARUH VARIASI PENGISI KITOSAN DAN PLASTICIZER
GLISEROL TERHADAP SIFAT KEKUATAN TARIK
BIOPLASTIK PATI TALAS DENGAN KITOSAN DAN
PLASTICIZER GLISEROL 53
4.5 PENGARUH VARIASI PEMANASAN LARUTAN PATI TERHADAP SIFAT KEKUATAN TARIK BIOPLASTIK PATI TALAS DENGAN KITOSAN DAN PLASTICIZER GLISEROL 54 4.6 PENGARUH VARIASI PENGISI KITOSAN DAN PLASTICIZER
GLISEROL TERHADAP SIFAT PEMANJANGAN PADA SAAT PUTUS BIOPLASTIK PATI TALAS DENGAN KITOSAN DAN
PLASTICIZER GLISEROL 62
4.7 PENGARUH VARIASI PEMANASAN LARUTAN PATI TERHADAP SIFAT PEMANJANGAN PADA SAAT PUTUS BIOPLASTIK PATI TALAS DENGAN KITOSAN DAN
PLASTICIZER GLISEROL 63
4.8 KARAKTERISTIK SEM (SCANNING ELECTRON MICROSCOPY)
BIOPLASTIK 64
4.9 HASIL ANALISA KETAHANAN AIR BIOPLASTIK 65
4.10 HASIL UJI BIODEGRADASI BIOPLASTIK 66
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 70
5.1 KESIMPULAN 70
(13)
DAFTAR PUSTAKA 72
(14)
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1.1 Konsumsi Bioplastik Global Berdasarkan Bahan Dasar 1 Gambar 2.1 Diagram Klasifikasi Plastik Biodegradabel 7
Gambar 2.2 Struktur Amilosa 8
Gambar 2.3 Struktur Amilopektin 9
Gambar 2.4 Granula Pati 11
Gambar 2.5 Struktur Kitosan 17
Gambar 2.6 Struktur Gliserol 19
Gambar 3.1 Diagram Alir Isolasi Pati Talas 31
Gambar 3.2 Diagram Alir Pembuatan Bioplastik Pati Talas Dengan Plasticizer Gliserol Tanpa Pengisi Kitosan 32 Gambar 3.3 Diagram Alir Pembuatan Bioplastik Pati Talas Dengan Kitosan
Dan Plasticizer Gliserol 33
Gambar 3.4 Sketsa Spesimen Uji Tarik 38
Gambar 4.1 Pati Talas (Colocasia esculenta) 40
Gambar 4.2 Profil Gelatinisasi Pati Talas, Kitosan, Bioplastik Pati Talas Tanpa Plasticizer Gliserol dan Kitosan, Bioplastik Pati Talas Dengan Plasticizer Gliserol Tanpa Pengisi Kitosan Serta Bioplastik Pati Talas Dengan Kitosan dan Plasticizer Gliserol
44
Gambar 4.3 Karakteristik Hasil Analiasa FT-IR Pati Talas, Kitosan, Bioplastik Pati Talas Tanpa Plasticizer Gliserol dan Kitosan, Bioplastik Pati Talas Dengan Plasticizer Gliserol Tanpa Pengisi Kitosan Serta Bioplastik Pati Talas Dengan Kitosan dan Plasticizer Gliserol
50
Gambar 4.4 Hasil Analisa Pengaruh Variasi Pengisi Kitosan dan Plasticizer Gliserol Terhadap Sifat Kekuatan Tarik Bioplastik Pati Talas Dengan Kitosan dan Plasticizer Gliserol Terhadap Variasi Pemanasan Larutan Pati Pada Temperatur 75 oC 53
(15)
Gambar 4.5 Hasil Analisa Pengaruh Variasi Pemanasan Larutan Pati Terhadap Sifat Kekuatan Tarik Bioplastik Pati Talas Dengan Kitosan dan Plasticizer Gliserol Terhadap Variasi Pemanasan
Larutan Pati Pada Temperatur 75 oC 54
Gambar 4.6 Reaksi Asam Basa Bronsted-Lowry 55
Gambar 4.7 Interaksi Pelarutan Kitosan Dengan Asam Asetat 2% 56
Gambar 4.8 Interaksi Pelarutan Pati Dengan Air 56
Gambar 4.9 Interaksi Pencampuran Larutan Pati Dengan Larutan Kitosan 57 Gambar 4.10 Reaksi Hidrolisis Pemutusan Rantai Amilopektin Pati 58 Gambar 4.11 Interaksi Pati, Kitosan dan Asam Asetat 59 Gambar 4.12 Interaksi Bioplastik Pati Talas Dengan Kitosan dan Plasticizer
Gliserol 60
Gambar 4.13 Hasil Analisa Pengaruh Variasi Pengisi Kitosan dan Plasticizer Gliserol Terhadap Sifat Pemanjangan Pada Saat Putus Bioplastik Pati Talas Dengan Kitosan dan Plasticizer Gliserol 61 Gambar 4.14 Hasil Analisa Pengaruh Variasi Pemanasan Larutan Pati
Terhadap Sifat Pemanjangan Pada Saat Putus Bioplastik Pati Talas Dengan Kitosan dan Plasticizer Gliserol 62 Gambar 4.15 Hasil Analisa Morfologi patahan Bioplastik Pati Talas Dengan
Kitosan dan Plasticizer Gliserol Pada di Perbesaran 1000x 63 Gambar 4.16 Hasil Uji Ketahanan Air Bioplastik Pati Talas Dengan Kitosan
dan Plasticizer Gliserol 65
Gambar 4.17 Hasil Uji Biodegradasi Bioplastik Pati Talas Dengan Kitosan
dan Plasticizer Gliserol 66
Gambar L1.1 Grafik Pengeringan Kadar AirPati Talas 79 Gambar L1.2 Grafik Penimbangan Kadar Abu Pati Talas 80 Gambar L1.3 Hasil Uji Ketahanan Air Bioplastik Pati Umbi Talas Dengan
Kitosan dan Plasticizer Gliserol 86
Gambar L3.1 Persiapan Isolasi Pati Talas 92
Gambar L3.2 Pelarutan Pengisi Kitosan 93
Gambar L3.3 Proses Pembutan Bioplastik 93
(16)
Gambar L3.5 Alat UTM Gotech Al-7000M Grid Tensile 94
Gambar L4.1 Hasil Analisa FT-IR Pati Talas 95
Gambar L4.2 Hasil Analisa FT-IR Kitosan 95
Gambar L4.3 Hasil Analisa FT-IR Bioplastik Pati Talas Tanpa Plasticizer
Gliserol dan Kitosan 96
Gambar L4.4 Hasil Analisa FT-IR Bioplastik Pati Talas Dengan Plasticizer
Gliserol Tanpa Pengisi Kitosan 96
Gambar L4.5 Hasil Analisa FT-IR Bioplastik Pati Talas Dengan Kitosan dan
Plasticizer Gliserol 97
Gambar L4.6 Hasil Analisa SEM (Scanning Electron Microscopy) Bioplastik Pati Talas Dengan Kitosan dan Plasticizer Gliserol Pada Daerah Patahan Hasil Analisa Sifat Kekuatan Tarik Dengan
Perbesaran 1000x 98
(17)
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.1 Rangkuman Hasil Penelitian Pembuatan Bioplastik 3
Table 2.1 Jenis Talas Yang Tumbuh di Indonesia 14
Table 2.2 Kandungan Zat Gizi Pada Talas 16
Tabel 2.3 Komposisi Karbohidrat pada Talas 17
Tabel 3.1 Pembuatan Standar Amilosa 35
Table 4.1 Standar Mutu Pati dan Hasil Karakteristik Pati Talas 41
Table 4.2 Nilai Parameter Profil gelatinisasi 45
Tabel 4.3 Karakteristik Hasil Analisa FT-IR Pati Talas, Kitosan, Bioplastik Pati Talas Tanpa Plasticizer Gliserol dan Kitosan, Bioplastik Pati Talas Dengan Plasticizer Gliserol Tanpa Pengisi Kitosan, Bioplastik Pati Talas Dengan Kitosan dan Plasticizer Gliserol 52 Tabel 4.4 Hasil Uji Biodegradasi Bioplastik Pati Talas Dengan Kitosan dan
Plasticizer Gliserol
67 Tabel L1.1 Data Hasil Analisa Kadar Air Pati Talas 79 Tabel L1.2 Data Hasil Analisa Kadar Abu Pati Talas 80 Tabel L1.3 Hasil Bioplastik Pati Talas Dengan Kitosan dan Plasticizer
Gliserol
81 Tabel L1.4 Data Hasil Analisa Sifat Kekuatan Tarik Bioplastik Pati Talas
Dengan Kitosan dan Plasticizer Gliserol Terhadap Variasi Pemanasan Larutan Pati Pada Temperatur Variasi Pemanasan 65,
70 dan 75 oC. 84
Tabel L1.5 Data Hasil Analisa Sifat Pemanjangan Pada Saat Putus Bioplastik Pati Umbi Talas Dengan Kitosan dan Plasticizer Gliserol Terhadap Variasi Pemanasan Larutan Pati Pada Temperatur
Variasi Pemanasan 65, 70 dan 75 oC 85
Tabel L1.6 Data Hasil Uji Ketahanan Air Bioplastik Pati Umbi Talas Dengan
Kitosan dan Plasticizer Gliserol 86
Tabel L1.7 Data Hasil Uji Biodegradasi Bioplastik Pati Umbi Talas Dengan
(18)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Data Penelitian 79
L1.1 Data Hasil Analisa Kadar Air Pati Talas 79 L1.2 Data Hasil Analisa Kadar Abu Pati Talas 80 L1.3 Hasil Bioplastik Pati Talas Dengan Kitosan dan
Plasticizer Gliserol 81
L1.4 Data Hasil Analisa Sifat Kekuatan Tarik [Mpa] Bioplastik Pati Talas Dengan Kitosan dan Plasticizer Gliserol 84 L1.5 Data Hasil Analisa Sifat Pemanjangan Pada Saat Putus
[%] Bioplastik Pati Umbi Talas Dengan Kitosan dan
Plasticizer Gliserol 85
L1.6 Data Hasil Uji Ketahanan Air Bioplastik Pati Umbi Talas Dengan Kitosan dan Plasticizer Gliserol 86 L1.7 Data Hasil Uji Biodegradabilitas Bioplastik Pati Umbi
Talas Dengan Kitosan dan Plasticizer Gliserol 87
Lampiran 2 Contoh Perhitungan 88
L2.1 Perhitungan Pembuatan Bioplastik Pati Talas Dengan
Kitosan dan Plasticizer Gliserol 88
L2.2 Perhitungan Uji Kadar Air Pati Talas 89 L2.3 Perhitungan Uji Kadar Abu Pati Talas 89 L2.4 Perhitungan Derajat Deasetilasi Kitosan 89 L2.5 Perhitungan Sifat Kekuatan Tarik Bioplastik Pati Talas
Dengan Kitosan dan Plasticizer Gliserol 90 L2.6 Perhitungan Sifat Pemanjangan Pada Saat Putus
Bioplastik Pati Talas Dengan Kitosan dan Plasticizer
Gliserol 90
L2.7 Perhitungan Uji Ketahanan Air Bioplastik Pati Talas Dengan Kitosan dan Plasticizer Gliserol 90 L2.8 Perhitungan Uji Biodegradasi Bioplastik Pati Talas
(19)
Lampiran 3 Dokumentasi Penelitian 92
L3.1 Pembuatan Pati Talas 92
L3.2 Pelarutan Pengisi Kitosan 93
L3.3 Proses Pembuatan Bioplastik 93
L3.4 Proses Pencetakan Dengan Cetakan Akrilik 94 L3.5 Alat Universal Testing Machine (UTM) Gotech
Al-7000M Grid Tensile 94
Lampiran 4 Hasil Pengujian Lab Analisis Dan Instrumen 95
L4.1 Hasil Analisa FT-IR Pati Talas 95
L4.2 Hasil Analisa FT-IR Kitosan 95
L4.3 Hasil Analisa FT-IR Bioplastik Pati Talas Tanpa
Plasticizer Gliserol dan Kitosan 96
L4.4 Hasil Analisa FT-IR Bioplastik Pati Talas Dengan Plasticizer Gliserol Tanpa Pengisi Kitosan 96 L4.5 Hasil Analisa FT-IR Bioplastik Pati Talas Dengan
Kitosan dan Plasticizer Gliserol 97
L4.6 Hasil Analisa SEM (Scanning Electron Microscopy) Bioplastik Pati Talas Dengan Kitosan Dan Plasticizer Gliserol Pada Daerah Patahan Hasil Analisa Sifat
Kekuatan Tarik 98
L4.7 Hasil Analisa Kadar Pati, Kadar Amilosa Dan Kadar
Amilopektin Pati Talas 99
L4.8 Hasil Analisa Kadar Protein, Kadar Lemak Dan Sifat
Pasting Pati Talas 100
L4.8 Hasil Analisa Sifat Pasting Bioplastik Pati Talas Dengan
(20)
DAFTAR SINGKATAN
ASTM American Standart Testing of Material
FT-IR Fourier Transform-Infra Red
SEM Scanning Electron Microscopy
UTM Ultimate Tensile Machine
DD Derajat deasetilasi
abs Absorban
A1655 Absorban pada bilangan gelombang 1665
A3450 Absorban pada bilangan gelombang 3450
(21)
DAFTAR SIMBOL
Simbol Keterangan Dimensi
σ Kekuatan tarik N/mm2
F Gaya yang Diperlukan N
A Luas Permukaan Bahan Uji mm2
ε Pemanjangan Pada Saat Puts %
∆� Perubahan Panjang mm
L L Panjang Mula-mula mm
E Modulus Young MPa
E Wg Persentase Pertambahan Berat %
We Berat Setelah Perendaman Gram
(22)
ABSTRAK
Bioplastik merupakan salah satu jenis plastik yang terbuat dari bahan yang dapat diperbarui seperti pati, minyak nabati, dan lain-lain. Pati dari umbi talas (Colocasia esculenta) berpotensi sebagai bahan baku pembuatan bioplastik dengan menggunakan gliserol sebagai plastizicer dan kitosan sebagai penguat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan profil gelatinisasi pati umbi talas, mengetahui pengaruh penambahan kitosan dan gliserol terhadap sifat kekuatan tarik, pemanjangan pada saat putus, penyerapan air dan profil gelatinisasi bioplastik dari pati talas. Pada penelitian ini menggunakan metode casting dalam pembuatan bioplastik dengan larutan pati 30 w/v. Selanjutnya dilakukan variasi penambahan gliserol (1 % v, 2 % v, dan 3 % v), variasi penambahan pengisi kitosan (1 w/v, 2 w/v, dan 3 w/v) dan varisai temperatur pemanasan larutan pati (65oC, 70oC, dan 75oC). Hasil penelitian menunjukkan bahwa umbi talas dengan ukuran partikel 100 mesh memiliki kandungan pati 93,55 %, kadar air 6,5%, kadar abu 0,76%, amilosa 17,9 %, amilopektin 75,66 %, kadar protein 1,02%, kadar lemak 1,44%. Analisa sifat pasta dengan metode Rapid Visco Analyzer (RVA) menunjukkan pati talas memiliki temperatur gelatinisasi 74,52oC dengan viskositas puncak 5953,5 cP, sedangkan bioplastik pati talas memiliki temperatur gelatinisasi 76,67oC dengan viskositas puncak 3630 cP. Dari hasil analisa FT-IR diperoleh perubahan gugus fungsi O-H bioplastik pati talas dengan pengisi kitosan dan plasticizer gliserol pada bilangan gelombang 2360,87 cm-1, dari hasil analisa morfologi patahan bioplastik diperoleh bahwa penyebaran pengisi kitosan tidak merata dan masih terdapat beberapa fraksi kosong. Penambahan kitosan dan gliserol berpengaruh terhadap sifat kekuatan tarik dan pemanjangan pada saat putus bioplastik yang dihasilkan. Seiring bertambahnya variasi kitosan maka nilai kekuatan tarik meningkat, seiring bertambahnya variasi gliserol maka nilai pemanjangan pada saat putus meningkat serta semakin mendekati temperatur gleatinisasi pada pemanasan larutan pati maka nilai kekuatan tarik dan pemanjangan pada saat putus akan meningkat. Bioplastik terbaik pada penelitian ini adalah bioplastik pada temperatur 75oC dengan komposisi larutan pati 30 w/v, gliserol 1 %v dan kitosan2 %w yang memiliki nilai kekuatan tarik 8,297 MPa dan nilai pemanjangan pada saat putus 45,846%.
(23)
ABSTRACT
Bioplastic is a plastic which made from renewable biomass sources, such as starch, vegetable oil, and etc. Taro starch (Colocasia esculenta) is a potential raw material for bioplastics by using glycerol as plasticizer and chitosan as a filler. The objective of this research was to investigate the characteristics and gelatinization profile of taro starch, to investigate the effect of adding chitosan and glycerol on mechanical properties such as tensile strength, elongation at break, water absorption and gelatinization profile of bioplastics from taro starch. On this research, casting method utilized to manufacture of bioplastics with starch solution 30 w/ v. Moreover, the variation added volume of glycerol (1% v, 2% v and 3% v), addition of chitosan (1 w / v, 2 w / v, and 3 w / v) and pasting temperature variations (65oC, 70oC, and 75oC). The results of experiments show that taro flour with particle size 100 mesh have starch content 93.55%, water content 6.5%, ash content 0.76%, amylose content 17.9%, amylopectin content 75.66%, protein content 1.02% and fat content 1.44%. Analysis of pasta properties which is measured by Rapid Visco Analyzer (RVA) method, showed that taro starch has gelatinization temperature 74.52oC with high peak viscosity 5953.5 cP and bioplastics from taro starch has
gelatinization temperature 76.67oC with peak viscosity 3630 cP. The addition of chitosan and glycerol affect the tensile strength and elongation at break of bioplastics. With increasing variation of chitosan, the value of tensile strength will be increase. Increasing variation of glycerol, elongation at break will increase and as closed as temperature gelatinization, when starch was heating the value of tensile strength and elongation at break will increase. The Best of bioplastic in this reseach is at a temperature of 75oC with starch composition 30 w / v, adding of 1%
v glycerol and 2 w/v chitosan which produces 8.297 MPa tensile strength and a value of elongation at break is 45,846%.
(24)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Di dunia modern penggunaan plastik tidak dapat dipungkiri merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari. Penggunaan di tingkat rumah tangga, industri automobil, industri telekomunikasi, industri pertanian dan juga di bidang kesehatan. Material plastik umumnya digunakan adalah turunan dari minyak bumi, dengan seiringnya waktu terjadi permasalahan bahan baku yang terbatas [1] dan semakin meningkatnya penggunaan plastik menimbulkan limbah plastik yang sulit didegradasi secara biologis oleh mikroba tanah [2]. Hal tersebut memberikan peluang bagi pengembangan plastik biodegradable atau biasa disebut bioplastik. Penggunaan kemasan bioplastik dapat menjadi solusi bagi permasalahan bahan baku dan pengolahan limbah.
Bioplastik merupakan salah satu jenis plastik yang hampir keseluruhannya terbuat dari bahan yang dapat diperbarui, seperti pati dan minyak nabati sehingga dapat melestarikan sumber daya alam yang terbatas. Ketersediaan bahan dasarnya di alam sangat melimpah dengan keragaman struktur [10].
Beberapa bioplastik yang dikenal paling umum di dunia saat ini adalah poly lactyt acid (PLA), poly hidroksi alkanoat (PHA), bioplastik berbahan dasar pati dan lain-lain (Pilla, 2011). Bioplastik berbahan dasar pati paling menguasai hingga 66% pasar bioplastik, diikuti 27% PLA dan PHA, dan 7% dengan bahan lain-lain [4].
(25)
Talas termasuk dalam salah satu jenis umbi-umbian. Talas mudah tumbuh di Indonesia. Produksi talas dapat dilakukan dalam 6-8 bulan ditandai dengan daunnya yang menguning. Talas memiliki potensi untuk dapat digunakan sebagai bahan baku bioplastik karena memiliki kandungan pati yang tinggi, yaitu sekitar 70-80% [5], dan bukan merupakan komoditas pangan penting [3]. Ditinjau dari harga talas dipasaran sangat ekonomis, hasil survei di pasar Melati, Medan, Sumatera Utara 2015 harga talas yaitu Rp. 5.000/Kg.
Gliserol merupakan salah satu plasticizer yang banyak digunakan karena cukup efektif. Plastik edible yang dibentuk dari polimer murni bersifat rapuh sehingga digunakan plasticizer untuk meningkatkan fleksibilitasnya. Plastik kitosan dengan penambahan bahan plasticizer mempunyai sifat lebih fleksibel dari pada film tanpa plasticizer [7].
Menurut Rinaldy, dkk (2014) dalam hasil penelitian yang berjudul Pengaruh Penambahan Gliserol Terhadap Sifat Kekuatan Tarik Dan Pemanjangan Saat Putus Bioplastik Dari Pati Talas menyatakan bahwa bioplastik terbaik yang dihasilkan yaitu pada temperatur 70oC dengan nilai kekuatan tarik 18,4992 MPa dan nilai pamanjangan pada saat putus 2,1290%. Dari hasil penelitian tersebut perlu dilakukan pengembangan penelitian bioplastik berbahan dasar talas dengan variasi pengisi atau variasi pemalastis untuk menambah informasi dalam penelitian bioplastik [8].
Kitosan memiliki kegunaan yang sangat luas dalam kehidupan sehari-hari. Kitosan merupakan turunan kitin yang banyak terdapat di komoditas perikanan seperti cangkang udang. Selain itu kitosan juga memiliki karakter fisiologis dan teknis yang menarik, dengan sifat non-toksik, anti oksidan, pembentuk film dan biodegradable. Oleh karena sifat pembentukan filmnya, kitosan telah dipakai sebagai pembungkus makanan. Film kitosan juga memiliki nilai permeabilitas uap air menengah dan dapat dipakai untuk meningkatkan umur simpan produk segar dan pangan dengan aktivasi air tinggi [6].
Berikut ini disajikan beberapa hasil penelitian yang terdahulu dalam tabel 4.1 rangkuman hasil penelitian pembuatan bioplastik.
(26)
Tabel 1.1 Rangkuman Hasil Penelitian Pembuatan Bioplastik
Nama Peneliti Judul Hasil Penelitian
Andrea Carolina Valderrama Solano, Cecilia Rojas de Gante [12]
Development of biodegradable
films based on blue corn flour
with potential applications in food packaging. Effects of plasticizers on mechanical, thermal, and microstructural
properties of flour films.
Journal of Cereal Science xxx (2014) 1-7
- Tensile strength: 0.17 to 0.28 MPa
- Elongation at break 22% to 33%
- Moisture content losing an average between 53% to 54%
Alexander Jones, Mark Ashton Zeller and Suraj Sharma [13]
Thermal, mechanical, and moisture absorption properties of egg white protein bioplastics with natural rubber and glycerol Jurnal University of Georgia, Athens, GA 30602, USA(2013)
- Moisture content losing an average between 15% and 17%
- Tensile strength : 40 MPa - Modulus Young : 12 MPa
J. Gonzalez -Gutierrez, P. Partal, M.Garcia-Morales, C. Gallegos [14]
Development of highly
transparent protein/starch-based bioplastics
Jurnal Bioresource Technology 101 (2010) 2007–2013
- Tensile strength: 0.52 to 0.64 MPa
- Elongation at break 235.1 ± 14.1%
Piyada, K., Waranyou, S. and Thawien, W [15]
Mechanical, thermal and structural properties of rice starch films reinforced with rice starch nanocrystals
International Food Research Journal 20(1): 439-449 (2013)
- Tensile strength: 7.12 to 16.43 MPa
- Elongation at break 2.48 to 53.46%
- Moisture content losing an average between 5% to 20% Darkwa S dan
Darkwa AA [57]
TARO “Colocasia esculenta”: It’s Utilization in Food Products in Ghana
J Food Process Technol: 5, Vol: 4 (2013)
- Ash content: 4.01%
- Protein content: 3.34%
- Carbohydrate content: 0.74%
- Dry matter: 85,32% - Fat content: 0.18%
Rinaldi sinaga, Gita Minawarisa, M. Hendra S Ginting,
Rosdanelli Hasibuan [8]
Pengaruh penambahan gliserol terhadap sifat kekuatan Tarik dan pemanjangan saat putus bioplastik dari umbi talas.
Jurnal Teknik Kimia USU, Article in press (2014)
- Tensile strength : 18,4992 MPa - Elongation : 2,1290 %
Senny
Widyaningsih, Dwi Kartika, Yuni Tri Nurhayati [51]
Pengaruh penambahan sorbitol dan kalsium karbonat terhadap karakteristik dan sifat biodegradasi film dari pati kulit pisang
Jurnal Molekul, Volume : 7, No.1
- Densitas : 3,11-6,12 g/cm - Daya regang: 2,73-179,61 MPa - Panjang putus: 1,95-19,81 MPa - Ketahanan sobek: 26,32 MPa - Uji biodegradasi dalam tanah mengalami penurunan berat film antara 5,73-85,08%.
(27)
Wini Setiani, Tety Sudiarti, Lena Rahmidar [54]
Preparasi dan Karakterisasi Edible Film Dari Poliblend Pati Sukun-Kitosan
Jurnal Valensi, Vol: 3, No.2 ISSN 1978-8193 (2013)
- Kadar pati: 76,39% - Kadar amilosa: 26,76% - Kadar amilopektin: 73,24% - Suhu gelatinisasi pati: 73,98oC - Kadar air: 22,38%
- Tensile strength: 16,34 MPa - Elongation: 6%
Wida Rahmawati, Yovita Asih Kusumastuti, Nita Aryanti [55]
Karakterisasi Pati Talas (Colocasia Esculenta (L.) Schott) Sebagai Alternatif Sumber Pati Industri Di Indonesia
Jurnal Teknologi Kimia Dan Industri, Vol. 1, No.1 (2012)
- Kadar air: 5,3-13,18% - Kadar pati: 80% - Kadar amilosa: 4,41% - Kadar amilopektin: 60,88%
Nelis
Imanningsih [56]
Profil Gelatinisasi Beberapa Formulasi Tepung - Tepungan Untuk Pendugaan Sifat Pemasakan
Jurnal Penel Gizi Makan 2012, 35(1): 13-22
- Kadar air: 11,05-13,71% - Kadar pati: 60,33-67,68% - Kadar amilosa: 0,88-11,78% - Kadar amilopektin:
88,22-99,11%
Berdasarkan uraian diatas, perlu dilakukan penelitian Pengaruh Penambahan Kitosan Terhadap Karakteristik Bioplastik Pati Talas Dengan Menggunakan Plasticizer Gliserol.
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Ada pun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana karakteristik pati talas meliputi kadar pati, kadar air, kadar abu, kadar amilosa, kadar amilopektin, kadar protein, kadar lemak dan profil gelatinisasi pati talas?
2. Bagaimana pengaruh penambahan kitosan dan temperatur gelatinisasi terhadap karakteristik bioplastik yang meliputi sifat kekuatan tarik, sifat pemanjangan pada saat putus, sifat gugus fungsi, sifat morfologi dan ketahanan air yang dihasilkan?
(28)
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Ada pun yang menjadi bertujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui karakteristik pati talas meliputi kadar pati, kadar air, kadar abu, kadar amilosa, kadar amilopektin, kadar protein, kadar lemak dan profil gelatinisasi pati talas.
2. Mengetahui pengaruh penambahan kitosan dan temperatur gelatinisasi terhadap karakteristik bioplastik yang meliputi sifat kekuatan tarik, sifat pemanjangan pada saat putus, sifat gugus fungsi, sifat morfologi dan ketahanan air yang dihasilkan.
3. Mengetahui sifat biodegradabilitas bioplastik bioplastik yang optimal.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Ada pun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah
1. Memanfaatkan sumber daya alam yang melimpah dengan pemanfaatan pati talas sabagai bahan baku pembuatan bioplastik.
2. Memberikan informasi untuk penelitian selanjutnya dalam bidang bioplastik.
3. Memberikan informasi pengaruh profil gelatinisasi, penambahan kitosan dan gliserol terhadap kualitas bioplastik yang dihasilkan.
1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fisika Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu talas sebagai bahan baku, kitosan sebagai pengisi, gliserol sebagai plasticizer, asam asetat sebagai pelarut dan katalis parsial, aquadest sebagai pelarut dan air sebagai pencuci. Adapun variabel penilitian yaitu:
a) Variabel Tetap Kondisi Operasi:
1. Pengadukan kontinyu : 30 menit [9] 2. Kecepatan pengadukan : 20 rpm [9] 3. Asam asetat glasial : 2 %v [9]
(29)
b) Variabel Penelitian
1. Variasi pemanasan larutan pati : 60 oC, 70 oC, 80 oC
2. Variasi khitosan : 1 %w/v; 1,5 %w/v dan 2 %w/v [65] 3. Variasi gliserol : 1 %, 2 % dan 3 % [9] Analisa hasil penelitian :
1. Analisa karakteristik pati:
a. Analisa kadar pati berdasarkan metode hidrolisis.
b. Analisa kadar air berdasarkan AOAC (Official Methods of Analysis). c. Analisa kadar abu berdasarkan AOAC (Official Methods of Analysis). d. Analisa kadar amilosa (Spektrofotometer).
e. Analisa kadar amilopektin (Spektrofotometer). f. Analisa kadar protein berdasarkan metode Kjeldahl. g. Analisa kadar lemak berdasarkan metode ekstraksi. 2. Analisa sifat pasting (Rapid Visco Analyzer).
3. Analisa fourier transform infra red (FTIR).
4. Analisa sifat kekuatan tarik (Tensile Strength) berdasarkan ASTM D882. 5. Analisa sifat perpanjangan saat putus (Elongation Break) berdasarkan ASTM
D882.
6. Analisa scanning electron microscopy (SEM). 7. Uji ketahanan air bioplastik.
(30)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 BIOPLASTIK
Plastik adalah polimer rantai-panjang dari atom yang mengikat satu sama lain. Rantai ini membentuk banyak unit molekul berulang, atau "monomer". Istilah plastik mencakup produk polimerisasi sintetik atau semi-sintetik, namun ada beberapa polimer alami yang termasuk plastik yaitu bioplastik [9].
Menurut Chiellini, 2001 definisi dari bioplastik adalah:
a. Bahan yang mempertahankan formulasi yang sama dengan plastik konvensional selama peggunaan.
b. Bahan yang terdegradasi setelah digunakan dalam senyawa dengan berat molekul rendah oleh kombinasi aksi agen fisika-kimia dan mikroorganisme yang ada di alam [11].
Berdasarkan bahan baku yang dipakai, bioplastik dikelompokkan menjadi 2 kelompok utama: (1) kelompok agro-polimer, (2) kelompok biopoliester. Dibawah ini disajikan diagram klasifikasi bioplastik [11].
Gambar 2.1 Diagram Klasifikasi Plastik Biodegradabel Plastik biodegradebel
Produk biomassa dari agro-polimer
Agro-polimer Poliester biodegradebel
Dari mikroorganisme dengan ekstraksi
Dari bioteknologi (sintesis konvensional
dari bio-monomer)
Dari produk petrokimia (sintesis konvensional dari
sintesis monomer) Poli kaprolakton (PCL)
Poli ester amida Alifatik co-poliester Aromatik co-poliester poliaktida
Poli asam laktat (PLA) Poli hidroksi alkanoat (PHA)
Poli hidroksi butirat (PHB) Polihidrosibutirat co-Hidroksivalerat (PHBV) polisakarida Pati Lignin- selulosa Lainnya: Pektin kitosan Binatang: Kasein Kolagen gelatin Tanaman: Gluten Soya zein Protein dan lemak
(31)
2.2 PATI
Pati adalah bentuk penyimpanan energi yang dihasilkan oleh semua tanaman hijau. Pati disimpan di berbagai organ tanaman (buah, biji, rimpang dan umbi-umbian). Pati, juga disebut amilum, yaitu polisakarida glukosa. Pati disimpan dalam tanaman sebagai butiran yang terdiri dari dua bentuk polimer glukosa, amilase dan amilopektin. Molekul pati yang dihasilkan oleh setiap tanaman memiliki struktur dan komposisi tertentu (misalnya panjang rantai glukosa atau rasio amilase / amilopektin), dan kadar protein dari organ penyimpanan dapat bervariasi secara signifikan [16].
Dalam sel tumbuhan hijau dan beberapa mikroorganisme, asimilasi CO2 dan H2O membutuhkan tempat untuk membentuk sumber energi glukosa. Energi disimpan dalam amilosa dan amilopektin. Amilosa pada dasarnya adalah polimer linear di mana ikatan glukosa nya adalah amilosa α-D-(14 ), sedangkan amilopektin mengandung
ikatan α-D-(16), yang membuatnya menjadi polimer bercabang. Amilosa linier atau sedikit bercabang, memiliki derajat polimerisasi hingga DP 6000, dan massa molekul 105-106 g/mol, rantainya dapat berbentuk tunggal atau heliks ganda. Amilopektin memiliki massa molekul 107-109 g/mol dan sangat bercabang yang memiliki rata-rata DP 2.000.000, membuatnya menjadi salah satu molekul terbesar di alam. Panjang rantainya disusun oleh 20-25 unit molekul glukosa [17].
Amilosa dan amilopektin memiliki diameter dari 1-100 m. Butiran Amilosa dan amilopektin tersebut mengandung air dan sejumlah kecil lipid dan protein, dan kandungannya bervariasi untuk sumber pati yang berbeda. Granula pati ini memiliki tingkat organisasi radial yang tinggi dan dinyatakan dalam Maltese cross yang berupa gangguan cahaya terpolarisasi dalam mikroskop [17]. Pada gambar 2.2 dan 2.3 dibawah ini disajikan gambar struktur amilosa dan amilopektin.
O H H H OH H OH CH2OH
H O O H H H OH H OH CH2OH
H O O H H H OH H OH CH2OH
H O O H H H OH H OH CH2OH
H -1,4'-linkage 1 2 3 4 4 3 2 1
(32)
O H H H OH H OH CH2OH
H O O H H H OH H OH CH2OH
H O O H H H OH H OH CH2 H O O H H H OH H OH CH2OH
H -1,6'-linkage 1 2 3 4 O O H H H OH H OH CH2OH
H O O H H H OH H OH CH2OH
H
5 1 6
Gambar 2.3 Struktur Amilopektin
Pati memiliki tingkat kristalinitas 15-45%. Pemanfaatan pati dalam pembuatan plastik memiliki keunggulan dikarenakan, yakni sifatnya yang dapat diperbaharui, penahan yang baik untuk oksigen, ketersediaan yang melimpah, harga murah dan mampu terdegradasi. Pati memiliki stabilitas termal dan minimum interfance dengan sifat pencairan yang cukup untuk membentuk produk dengan kualitas yang baik. Campuran biopolimer hidrokarbon dan pati sering digunakan untuk menghasilkan lembaran dan film berkualitas tinggi untuk kemasan [18].
Bioplastik berbasiskan pati asli memiliki sifat mekanis yang lemah seperti kekuatan tarik, kekuatan lentur, kekakuan, perpanjangan putus, stabilitas kelembaban yang rendah serta melepaskan molekul pemlastis dalam jumlah kecil dari matriks pati [19]. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa hal yaitu:
a. Kebanyakan pati alami menghasilkan suspensi pati dengan viskositas dan kemampuan membentuk gel yang tidak seragam (konsisten).
b. Kebanyakan pati alami tidak tahan pada pemanasan suhu tinggi. Dalam proses gelatinisasi pati, biasanya akan terjadi penurunan kekentalan suspensi pati (viscosity breakdown) dengan meningkatnya suhu pemanasan. Apabila dalam proses pengolahan digunakan suhu tinggi
c. Pati tidak tahan pada kondisi asam. Pati mudah mengalami hidrolisis pada kondisi asam yang mengurangi kemampuan gelatinisasinya.
d. Pati alami tidak tahan proses mekanis, dimana viskositas pati akan menurun adanya proses pengadukan.
(33)
Hasil penelitian Sriwidodo, dkk (2007) berdasarkan metode pengendapan dari 1 kg talas dapat menghasilkan pati talas sebesar 26,68%. Sedangkan hasil penelitian Herudiyanto, dkk (2014) dengan metode yang sama menyatakan bahwa kadar protein pati talas yang diperoleh sebesar 5,21% dan kadar lemak sebesar 14,42% [56].
2.3 GELATINISASI DAN RETROGRADASI
Gelatinisasi adalah peristiwa pengembangan granula pati sehingga granula pati tersebut tidak dapat kembali pada kondisi semula [21]. Peristiwa pengembangan granula pati pada mulanya bersifat dapat balik, tetapi jika pemanasan mencapai suhu tertentu, pengembangan granula pati menjadi bersifat tidak dapat balik dan akan terjadi perubahan struktur granula. Suhu pada saat granula pati mengembang dengan cepat dan mengalami perubahan yang bersifat tidak dapat balik disebut suhu gelatinisasi pati [17]. Faktor-faktor yang mempengaruhi gelatinisasi pati diantaranya:
a. Suhu gelatinisasi b. Viskositas pasta
Suspensi pati bila dipanaskan maka granula-granula pati akan mengembang karena menyerap air khususnya amilosa, selanjutnya mengalami gelatinasi dan mengakibatkan terbentuknya pasta yang ditandai dengan kenaikan viskositas pasta. Proses ini berlanjut terus hingga viskositas puncak pasta tercapai, kemudian viskositas pasta akan menurun akibat gaya ikatan antara granula-granula pati yang telah mengembang dan tergelatinasi menjadi berkurang oleh pemanasan yang tinggi dan pengadukan [22].
c. Kejernihan pasta
Tingkat kejernihan pasta berhubungan langsung dengan pengembangan granula pati. Makin besar kemampuan mengembang granula pati maka pasta yang diperoleh lebih jernih, sebaliknya bila granula pati yang mengembang sedikit maka pasta yang dihasilkan menjadi buram [24].
Gelatinasi akan cepat terjadi bila konsentrasi pati tinggi, suhu rendah dan pH antara 5-7. Gelatinasi merupakan masalah utama yang dijumpai khususnya dalam penggunaan pati karena dapat mengakibatkan pengerutan dan sineresis pada gel yang disimpan lama, oleh karena itu perlu dilakukan regelatinasi agar kestabilan gel tetap terjaga. Pada pH yang tinggi atau rendah regelatinasi lambat terjadi [23]. Laju
(34)
regelatinasi dipengaruhi oleh suhu, ukuran, bentuk dan kepekatan molekul-molekul pati dan oleh keberadaan bahan lain [24].
Retrogradasi adalah proses kristalisasi kembali pati yang telah mengalami gelatinisasi. Beberapa molekul pati, khususnya amilosa yang dapat terdispersi meningkatkan granula-granula yang membengkak dan masuk ke dalam cairan yang ada di sekitarnya. Oleh karena itu, pasta pati yang telah mengalami gelatinisasi terdiri dari granula-granula yang membengkak yang tersuspensi ke dalam air dan molekul-molekul amilosa yang terdispersi ke dalam air. Dalam kondisi panas, pasta masih memiliki kemampuan mengalir yang fleksibel dan tidak kaku. Bila pasta pati tersebut kemudian mendingin, energi kinetic tidak lagi cukup tinggi untuk melawan kecenderungan molekul-molekul amilosa untuk bersatu kembali. Molekul-molekul amilosa berikatan kembali satu sama lain serta berikatan dengan cabang amilopektin pada pinggir-pinggir luar granula, dengan demikian mereka menggabungkan butir-butir pati yang bengkak tersebut menjadi semcam jaring-jaring membentuk mikrokristal dan mengendap [21].
Menurut Swinkels, 1985 retrogradasi pasta pati atau larutan pati memiliki beberapa efek sebagai berikut:
a. Peningkatan viskositas. b. Terbentuknya kekeruhan.
c. Terbentuknya lapisan tidak larut dalam pasta panas. d. Terjadi presipitasi pada partikel pati yang tidak larut. e. Terbentuknya gel.
f. Terjadinya sineresis pada pasta pati [23].
Dibawah ini disajikan gambar granula pati, gelatinisasi pada pati dan retrogradasi pada pati.
(35)
Pati umbi-umbian umumnya menunjukkan kristal tipe B [31]. Menurut Chen, 2003 pola viskositas pasta pati biasa dikelompokkan menjadi empat tipe:
Tipe A merupakan pati yang memiliki kemampuan mengembang yang sangat tinggi, yang ditunjukkan dengan tingginya viskositas maksimum serta terjadi penurunan viskositas selama pemanasan, pati ini tidak tahan terhadap proses pemanasan dan pengadukan sehingga membutuhkan modifikasi.
Tipe B memiliki puncak pasta lebih rendah dan pengenceran yang tidak terlalu besar selama pemanasan.
Tipe C tidak menunjukkan adanya puncak tetapi lebih pada pembentukan viskositas yang sangat tinggi dan tetap konstan atau meningkat selama pemanasan.
Tipe D memiliki viskositas yang sangat rendah sehingga konsentrasinya perlu dinaikkan dua–tiga kali lipat untuk menghasilkan viskositas pasta panas seperti tipe C [30].
Hasil penelitian Setiani, dkk (2013) dengan judul “Preparasi dan Karakterisasi
Edible Film dari Poliblend Pati Sukun-Kitosan” menyatakan pati sukun memiliki kadar pati sebesar 76,39%, kadar amilosa sebesar 26,76%, kadar amilopektin sebesar 73,24%, kadar air sebesar 22,38%. Berdasarkan hasil analisa sifat pasting pati sukun memilki suhu gelatinisasi pati yaitu 73,98oC dengan viskositas puncak sebesar 5234 cP, berdasarkan pengelompokkan tipe viskositas pasta pati maka pati sukun memiliki tipe pasta B dengan puncak pasta yang tidak terlalu tinggi dan pengenceran yang tidak terlalu besar [54].
2.4 HIDROLISIS PATI
Hidrolisis adalah suatu proses antara reaktan dan air agar suatu senyawa pecah atau terurai. Pada reaksi hidrolisis pati dengan air, air akan menyerang pati pata ikatan
amilosa α-D-(14 ) kemudian glukosa akan menghasilkan dextrin, atau glukosa tergantung pada derajat pemecahan rantai polisakarida dalam pati. Tetapi reaksi antara air dengan pati ini berlangsung lambat sehingga diperlukan katalisator untuk memperbesar keatifan air. Katalisator ini bisa berupa enzim atau asam yang bisa digunakan adalah asam klorida, asam sulfat dan asam asetat [32].
(36)
Dalam penelitian ini mengunakan katalisator asam asetat sebagai katalisator reaksi hidrolisis. Alasan pemilihan asam asetat sebagai katalisator yakni:
a. Pelarut protik hidrofilik. b. Mirip seperti air.
c. Mudah melarutkan senyawa polar dan nonpolar.
d. Berfungsi untuk membersihkan/membeningkan bioplastik [33]. Faktor yang berpengaruh pada hidrolisi pati antara lain:
Suhu Reaksi, semakin tinggi suhu reaksi maka semakin cepat jalannya reaksi. Tetapi apabila proses berlangsung pada suhu yang tinggi, konversi akan menurun. Hal ini sisebabkan adanya glukosa yang pecah menjadi arang.
Waktu, semakin lama waktu hidrolisis, konversi yang dicapai akan semakin besar dan pada batas waktu tertentu akan diperoleh konversi yang relatif baik dan apabila waktu tersebut relatif panjang makan konversi akan semakin kecil.
Pencampuran Pereaksi (Pengadukan), karena pati tidak larut dalam air maka pengadukan perlu diadakan agar persentuhan antara air dengan pati dapat berlangsung dengan baik.
Konsentrasi Katalisator, penambahan katalisator bertujuan memperbesar kecepatan reaksi namun pada katalisator asam menggunakan konsentrasi terkecil agar garam yang tertinggal tidak terlalu banyak [32].
2.5 TALAS
Talas berasal dari daerah sekitar India dan Indonesia, yang kemudian menyebar hingga ke China, Jepang dan beberapa pulau di Samudra Pasifik [34]. Talas ditanam pada dataran tinggi (nonflooded) dengan kondisi lahan yang basah. Dalam sistem lahan basah, dengan tanah yang bersifat aerobik (tinggi kadar oksigen) talas mampu mendenitrifikasi kandungan nitrogen diudara. sedangakan dalam kondisi tanah anaerobik talas mampu mengurangi unsur-unsur kimiawi tertentu di udara dan mampu meningkatkan ketersediaan nutrisi tanaman seperti fosfor, mangan, dan besi [35].
Kandungan karbohidrat talas sangat tinggi sehingga sangat berpeluang untuk memanfaatkan produknya seperti pati. Kandungan pati pada bagian ujung umbi talas lebih rendah dari bagian pangkalnya. Pati talas mengandung 17-28% amilosa, dan sisanya adalah amilopektin. Amilosa memiliki 490 unit glukosa per molekul dan
(37)
amilopektin memiliki 22 unit glukosa per molekul [36]. Talas dikenal mudah dipisahkan karena memiliki granula pati yang yang sangat kecil. Hasil penelitian membuktikan bahwa diameter rata-rata yakni 0,0045 mm. Dengan maksimum ukuran granula sebesar 0,0093 mm, dan minumum 0,0025 mm [38]. Kelemahan umbi talas yaitu mengandung senyawa yang menyebabkan gatal, yaitu kalsium oksalat [29].
Pertumbuhan paling baik dari tanaman ini dapat dicapai dengan menanamnya di daerah yang memiliki ketinggian 0 m hingga 2740 m di atas permukaan laut, suhu antara 21 – 27oC, dan curah hujan sebesar 1750 mm per tahun. Bagian yang dapat dipanen dari talas adalah umbinya, dengan umur panen berkisar antara 6 -18 bulan dan ditandai dengan daun yang tampak mulai menguning atau mengering [34].
Talas banyak dibudidayakan di Indonesia karena talas dapat tumbuh di daerah yang beriklim tropis dan tidak terlalu memerlukan pengairan. Tanaman ini juga dapat dijadikan sebagai tanaman sela dan dapat tumbuh sepanjang tahun di daerah dataran rendah sampai dataran tinggi. Di Indonesia dijumpai hampir di seluruh kepulauan dan tersebar dari tepi pantai sampai ke pegunungan dengan ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut. Talas berbentuk silinder atau lonjong sampai agak bulat [36]. Jenis-jenis talas di Indonesia disajikan dalam tabel 2.1 dibawah ini:
Table 2.1 Jenis Talas Yang Tumbuh di Indonesia
Jenis Talas Gambar Sifat Fisik
Talas Bogor (Colocasia esculenta L. Schoott)
Daun berbentuk hati dengan ujung pelepah daunnya tertancap agak ketengah helai daun sebelah bawah. Bunga terdiri atas tangkai seludang dan tongkol. Bunga betinanya terletak di pangkal tongkol, bunga jantan disebelah atasnya, sedang diantaranya terdapat bagian yang menyempit. Tanaman dipanen setelah berumur 6-9 bulan. Hasil per rumpun sangat bervariasi yaitu berkisar 0,25-6 kg [37].
(38)
Jenis Talas Gambar Sifat Fisik
Talas Kimpul (Xanthosoma sagitifolium)
Kimpul tergolong tumbuhan berbunga
”Agiospermae” dan berkeping satu
“Monocotylae“. Daunnya hijau muda karena tangkai daunnya yang hijau muda mempunyai garis ungu. Bentuk umbi kimpul silinder hingga agak bulat, terdapat ruas dengan beberapa bakal tunas. Kulit umbi mempunyai tebal sekitar 0,01–0,1 cm, sedangkan korteksnya setebal 0,1 cm [37].
Talas Banten Batang umbi (panjangnya dapat
mencapai 120 cm dengan berat 42 kg dan ukuran lingkar luar 50 cm), kandungan oksalatnya yang tinggi (61,783 ppm) [37].
Talas Ketan Hitam
Talas jenis ini tangkai daunnya berwarna ungu tua. Umbinya bulat lonjong dan daging umbinya putih. Umur panen sekitar 7 bulan [37].
Talas Semir Talas khas Sumedang. Talas ini
memiliki ciri khas pada pangkal ujung daunnya berwarna kemerah-merahan. Umbinya bulat, umur panen sekitar 7 bulan [37].
(39)
Jenis Talas Gambar Sifat Fisik
Talas Sutra Ciri khasnya terletak pada permukaan atas helaian daunnya yang hijau mengkilat seperti minyak, sehingga mudah dibedakan dari talas-talas lainnya. Umbinya bulat lonjong, beratnya antara 0,5-3 kg. Umur panen sekitar 6-7 bulan. Memiliki kandungan pati 70-80%, sehingga memiliki potensi untuk bahan baku tepung-tepungan [37].
Dalam penelitian ini mengunakan jenis talas banten dengan ciri varietas ini memiliki permukaan daun berwarna hijau, pangkal pelepah daun juga berwarna hijau namun memiliki akar yang timbul pada pangkal, dan umbi memiliki kandungan asam oksalat yang tinggi.
Kandungan gizi pada talas disajikan pada Tabel 2.1 dibawah ini [19]: Tabel 2.2 Kandungan Zat Gizi Pada Talas
Kandungan Gizi Jumlah
Kalori (kkal) 98
Air (gr) 73
Protein (gr) 1.9
Lemak (gr) 0.2
Fosfor (mg) 61
Kalsium (mg) 28
Besi (mg) 1
Vitamin A (mg) 20
Vitamin B1 (mg) 0.13
Vitamin C (mg) 4
Komposisi Karbohidrat pada Talas (dalam 100 gram) disajikan pada tabel 2.2 dibawah ini [19]:
Tabel 2.3 Komposisi Karbohidrat pada Talas
Komponen Komposisi (%)
Pati 77.9
Pentosan 2.6
Serat Kasar 1.4
Dekstrin 0.5
Gula pereduksi 0.5
Sukrosa 0.1
(40)
Dari hasil penelitian Rahmawati, dkk (2012) dengan menggunakan metode pengendapan diperoleh kadar pati talas (Colocasisa Esculanta L. Schott) sebesar 80%, dengan kadar air sebesar 9,4%, kadar amilosa sebesar 5,55%, kadar amilopektin sebesar 75,66% [55].
2.6 KITOSAN
Kitosan mempunyai rumus umum (C6H9NO3)n atau disebut sebagai poli (ß(1,4)-2-amino-2-Deoksi-D-Glukopiranosa). Kitosan bukan merupakan senyawa tunggal, tetapi merupakan kelompok yang terdeasetilasi sebagian dengan derajat polimerisasi yang berbeda. Kitin adalah poli N-asetilglukosamin yang terdeasetilasi sedikit. Derajat deasetilasi biasanya bervariasi diantara 8-15%. Struktur kimia dari kitin mirip dengan struktur kimia dari selulosa. Residu monosakarida pada selulosa adalah ß-D-glukosa sedangkan pada kitin adalah N-asetil-ß-D-glukosa dimana gugus hidroksil (-OH) pada posisi C-2 digantikan oleh gugus asetamido (-NHCOCH3), dimana monosakaridanya dihubungkan melalui ikatan ß(1,4) [38]. Dibawah ini pada gambar 2.4 disajikan struktur kitosan.
O H
H H
NH2
H OH CH2OH
H
O
O
H H
NH2
H OH CH2OH
H H
Chitosan
nx
1 1
2 2
3 3
4 4
'-amino-2deoksi-D-Glukopiranosa
Gambar 2.5 Struktur Kitosan
Sifat fisik kitosan berbeda dengan polisakarida alami. Pada umumnya seperti selulosa, dekstrin, pektin, alginat, agar-agar, karagenan bersifat netral atau sedikit asam, sedangkan kitin dan kitosan bersifat basa. Kitosan merupakan padatan amorf putih yang tidak larut dalam alkali dan asam mineral kecuali pada keadaan tertentu. Kitosan merupakan molekul polimer yang mempunyai berat molekul tinggi. Kitosan dengan berat molekul tinggi didapati mempunyai viskositas yang baik dalam suasana asam [40].
Sifat kimia kitosan antara lain adalah polimer poliamin berbentuk linear, mempunyai gugus amino dan hidroksil yang aktif dan mempunyai kemampuan menjadi spons, larutan, gel, pasta, membran dan serat yang sangat berperan dalam pengaplikasiannya [41].
(41)
Hasil penelitian Setiani, dkk (2013) dengan judul “Preparasi dan Karakterisasi
Edible Film dari Poliblend Pati Sukun-Kitosan” menyatakan dari hasil analisa sifat kekuatan tarik dan pemanjangan pada saat putus diperoleh nilai kekuatan tarik sebesar 16,34 MPa dan nilai pemanjangan pada saat putus sebesar 6% [54]. Sedangkan menurut Utari, dkk (2008) semakin besar konsentrasi kitosan maka semakin banyak ikatan hidrogen yang terdapat dalam bioplastik sehingga ikatan kimianya akan semakin kuat dan sulit untuk diputus [63].
2.7 GLISEROL
Gliserol (C3H8O3) adalah senyawa gliserida yang paling sederhana, dengan hidroksil yang bersifat hidrofilik dan higroskopik. Gliserol merupakan komponen yang menyusun berbagai macam lipid, termasuk trigliserida. Gliserol terasa manis saat dikecap, namun bersifat racun. Gliserol dapat diperoleh dari proses saponifikasi dari lemak hewan, transesterifikasi pembuatan bahan bakar biodiesel dan proses epiklorohidrin serta proses pengolahan minyak goreng. Gliserol memiliki sifat fisik sebagi berikut:
Berat molekul : 92,02 g/mol
Titik didih : 290oC
Titik beku : 19oC
Densitas uap : 3,17
Gliserol memiliki sifat kimia yaitu:
Memiliki rasa yang manis
Larut dengan air
Larut dengan etanol
Berwarna bening
OH HO
OH
(42)
Gliserol merupakan salah satu plasticizer yang banyak digunakan dan cukup efektif mengurangi ikatan hidrogen internal sehingga akan meningkatkan jarak intermolekuler. Secara teoritis plasticizer dapat menurunkan gaya internal diantara rantai polimer, sehingga akan menurunkan tingkat kekakuan dan meningkatkan permeabilitas terhadap uap air [43].
Pada pembuatan bioplastik gliserol memiliki peranan yang cukup penting. Pati merupakan polimer alam dalam bentuk butiran yang tidak dapat diproses menjadi material termoplastik karena kuatnya ikatan hydrogen intermolecular dan intramolecular. Molekul plastizicer akan mengganggu kekompakan pati, menurunkan interaksi intermolekuler dan meningkatkan mobilitas polimer. Selanjutnya mengakibatkan peningkatan elongation dan penurunan tensile strength seiring dengan peningkatan konsentrasi gliserol [42]. Sehingga, dengan adanya air dan plasticizer, ikatan hidrogen tersebut dapat diputuskan dan pati dapat diolah menjadi polimer yang biodegradabel yang biasa disebut thermoplastic starch. Pencampuran sempurna diperlukan untuk memperoleh distribusi yang homogen untuk menghasilkan hubungan yang kuat antara gliserol dengan polimer berbasiskan pati. Pada kadar gliserol rendah, polimer yang terbentuk memiliki struktur yang rapuh menunjukkan sifat yang tidak kuat dan tidak fleksibel [7].
Ikatan hidrogen adalah sejenis gaya tarik antar molekul yang terjadi antara dua muatan listrik persial dengan polaritas yang berlawanan. Ikatan hidrogen terjadi ketika sebuah melekul memiliki atom O, N atau F yang mempunyai pasangan elektron bebas (Lone pair elektron). Hidrogen dari molekul lain akan berinteraksi dengan pasangan elektron bebas ini membentuk suatu ikatan hidrogen dengan besaran ikatan bervariasi mulai dari yang lemah (1 – 2 kJ.mol-1) hingga tinggi (> 155 kJ.mol-1) [7].
Hasil penelitian Sinaga, dkk (2014) dengan judul “Pengaruh Penambahan
Gliserol Terhadap Sifat Kekuatan Tarik dan Pemanjangan saat Putus Bioplastik dari Umbi Talas’ diperoleh nilai kekuatan tarik sebesar 18,4992 MPa dan nilai pemanjangan saat putus sebesar 2,129%. Sedangkan menurut Rodriguez, dkk (2006) menyatakan bahwa Semakin banyak variasi gliserol yang ditambahkan maka semakin rendah nilai kekuatan tarik yang dihasilkan. Hal tersebut dikarenakan Molekul plastizicer akan mengganggu kekompakan pati, menurunkan interaksi ikatan hidrogen dan meningkatkan mobilitas polimer [42].
(43)
2.8 PENGOLAHAN BIOPLASTIK
Pengolahan merupakan langkah penting dalam rekayasa bioplastik atau biokomposit. Metode pengolahan bioplastik diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Pembentukan dalam keadaan cair (Shaping in molten state)
Proses yang termasuk adalah proses pelelehan, injection molding, pencetakan kompresi, melt spinning, blow molding, ekstrusi.
b. Pembentukan dalam keadaan elastis (Shaping in rubbery state)
Hal ini dilakukan dengan menggunakan thermoforming dan calendaring c. Pembentukan dalam keadaan basah (Shaping in wet state)
ini dilakukan untuk solusi polimer menggunakan basah yang berputar, serat yang berputar, disebarkan dan dicelupkan [3].
Meskipun ketiga klasifikasi di atas memberikan spektrum yang luas dari metode pengolahan untuk bioplastik dan biokomposit, tidak semua metode terebut relevan untuk produksi massal. Untuk produksi dengan yang skala besar, dibutuhkan metode yang sesuai. Dengan demikian, metode yang dijelaskan di atas diklasifikasikan lebih lanjut ke dalam tiga berikut kategori:
1. Molding: Metode ini didefinisikan sebagai proses pembentukan dimana tekanan dan temperatur meningkat secara bersamaan dalam ruangan tertutup. Kemudian dicetak. Metode ini termasuk seperti injectionmolding, kompresi molding, blow-molding dan transfer-molding. Berbagai aplikasi yang dihasilkan melalui metode pengolahan ini misalnya bagian otomotif, elektronik, dll.
2. Forming: Metode ini sama seperti metode ekstrusi, calendering, thermoforming, casting, slush-molding dan rotomolding. Sebagian besar produk yang dihasilkan melalui metode ini yaitu produk kemasan.
3. Foaming: Metode Foaming adalah proses dimana pembentukan pori-pori kecil atau sel-sel yang diciptakan dengan bantuan busa atau blowing agent. Metode foaming secara luas diklasifikasikan dalam tiga jenis: konvensional, mikroseluler dan nanocellular [3].
Dalam penelitian ini menggunakan metode casting. plastik yang transparan, kuat dan tahan air dapat diperoleh dengan metode casting atau thermal film forming [35]. Metode casting dilakukan dengan cara penuangan campuran plastik pada cetakan
(44)
akrilik, setelah didinginkan komponen dilepaskan dan dikeluarkan dari cetakan dengan cara menarik plastik dari cetakan akrilik secara manual. Metode ini biasanya sangat cocok digunakan untuk produksi skala kecil.
2.9 ANALISA KARAKTERISTIK HASIL PENELITIAN 2.9.1 Analisa Karakteristik Pati
a. Analisa Kadar Air
Jumlah air dalam bahan akan mempengaruhi daya tahan bahan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh mikroba maupun serangga [51]. Semakin sedikit kadar air yang dikandung oleh bahan maka ketahanan terhadap mikroba maupun serangga akan semakin tinggi. Dalam penelitian ini menggunakan metode AOAC (Official Methods of Analysis) 1995 [44].
b. Analisa Kadar Abu
Abu adalah zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Dalam bahan pangan, selain abu terdapat pula komponen lain yaitu mineral. Kadar abu dalam bahan sangat mempengaruhi sifat dari bahan tersebut. Kadar abu merupakan ukuran dari jumlah total mineral yang terdapat dalam bahan pangan. Hal ini menunjukkan bahwa penentuan kadar air sangat mempengaruhi penentuan kadar mineral. Pengertian dari kadar mineral adalah ukuran jumlah komponen anorganik tertentu yang terdapat dalam bahan pangan seperti Ca, Na, K dan Cl. Kadar mineral dalam bahan mempengaruhi sifat fisik bahan pangan serta keberadaannya dalam jumlah tertentu mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme jenis tertentu. Dalam penelitian ini menggunakan metode AOAC (Official Methods of Analysis) 1995 [44].
c. Analisa Kadar Amilosa
Sebanyak 0,1 g sampel dilarutkan dalam 10 ml NaOH alkoholik (1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N). Larutan dipanaskan dalam air mendidih selama kurang lebih 10 menit hingga semua bahan larut, lalu didinginkan. Selanjutnya campuran tersebut dipindahkan kedalam labu takar 50 ml dan ditambahkan akuades sampai tanda tera. Setelah itu, pati talas dipipet 1 mL lalu ditambahkan 1 mL asam asetat 1N dan
(45)
0,5 mL I2. Masing-masing larutan dianalisa absorbansi maksimum, waktu kestabilan serta kurva standar nya menggunakan Spektrofotometer [45].
2.9.2 Analisa Sifat Pasting
Perubahan sifat pasting pada setiap jenis pati selama penyimpanan ditentukan untuk mengetahui perubahan kemampuan pati dalam sampel mengalami gelatinisasi, yang dapat diketahui dengan menggunakan alat rapid visco analyzer (RVA).
Rapid Visco Analyzer (RVA) memberikan hasil analisa secara sistematis berupa sifat pati yang terkandung dalam bahan. Dalam analisa RVA penentuan sifat viskositas yang terdapat pada bahan, dilakukan berdasarkan parameter paste peak viscosity, trough, breakdown, final viscosity, set back dan peak time yang dibentuk bahan selama proses analisa RVA berlangsung [52].
Paste peak viscosity dalam analisa RVA merupakan parameter untuk mengetahui titik tertinggi atau nilai puncak viskositas yang dapat dicapai oleh produk, yang merupakan titik keseimbangan antara swelling (daya kembang) dan pelepasan polimer yang disebabkan karena peningkatan viskositas, peningkatan viskositas ini menunjukkan adanya proses gelatinisasi pati, selain itu parameter paste peak viscosity menunjukkan kapasitas atau daya ikat air yang dapat dikorelasikan dengan kualitas akhir suatu produk. Setelah mencapai titik puncak viskositas, produk akan mengalami tahap penurunan viskositas yang ditentukan dengan parameter trough yang merupakan nilai viskositas terendah setelah suatu produk mengalami peak viscosity [53].
Parameter breakdown merupakan selisih nilai yang dibentuk pada peak viscosity dan trough yang dicapai produk. Parameter breakdown tersebut menunjukkan nilai kekuatan viskositas suatu produk selama proses pemanasan pada suhu maksimal (± 95oC). Kemudian parameter final viscosity yang dibentuk produk merupakan nilai viskositas akhir suatu produk setelah mengalami penurunan suhu (pendinginan) ± 50oC. Pada tahap ini produk mengalami retrogradasi molekul pati. Parameter final viscosity sering digunakan sebagai parameter produk yang ditunjukkan dengan kemampuan produk dalam membentuk pasta atau gel setelah proses pemanasan dan pendinginan. Parameter set back merupakan selisih nilai dari final viscosity dan paste peak viscosity. Hasil yang diperoleh pada parameter set back tersebut dapat dikorelasikan dengan tekstur produk. Bila nilai set back tinggi akan
(46)
mengindikasikan semakin mudahnya suatu produk mengalami syneresis (keluarnya cairan dari produk) [53].
2.9.3 Analisa Gugus Fungsi (FTIR)
Fourier Transform Infrared (FTIR) spektroskopi adalah teknik yang digunakan untuk menentukan sifat kualitatif dan kuantitatif dari molekul dalam bentuk padat, cair atau gas sampel organik atau anorganik. Ini adalah metode cepat dan relatif murah untuk analisis padatan yang kristal, mikrokristal, amorf, atau film. Sampel dianalisis dari skala mikron hingga skala kilometer, dapat dilakukan kapanpun dibutuhkan, dan relatif mudah. Keuntungan lain dari teknik ini adalah bahwa alat itu juga dapat memberikan informasi tentang unsur-unsur ringan (misalnya, H dan C) dalam zat anorganik [47]. Molekul akan menyerap sinar infra merah pada frekuensi tertentu yang mempengaruhi momen dipolar atau ikatan dari suatu molekul. Supaya terjadi penyerapan radiasi inframerah, maka ada beberapa hal yang perlu dipenuhi, yaitu :
1. Absorpsi terhadap radiasi inframerah dapat menyebabkan eksitasi molekul ke tingkat energi vibrasi yang lebih tinggi dan besarnya absorbsi adalah terkuantitasi.
2. Vibrasi yang normal mempunyai frekuensi sama dengan frekuensi radiasi elektromagnetik yang diserap
3. Proses absorpsi (spektra IR) hanya dapat terjadi apabila terdapat perubahan baik nilai maupun arah dari momen dua kutub ikatan
Teknik spektroskopi infra merah terutama untuk mengetahui gugus fungsional suatu senyawa, juga untuk mengidentifikasi senyawa, menentukan struktur molekul, mengetahui kemurnian, dan mempelajari reaksi yang sedang berjalan [68].
2.9.4 Analisa Sifat Kekuatan Tarik (Tensile Strength)
Pengujian tarik adalah salah satu uji stress strain mekanik yang bertujuan untuk mengetahui kekuatan material terhadap gaya tarik. Dalam pengujiannya, material uji ditarik sampai putus. Uji tarik adalah cara pengujian bahan yang paling mendasar. Pengujian tarik sangat sederhana, tidak mahal dan sudah mengalami standarisasi diseluruh dunia. Dengan menarik suatu material kita akan mengetahui
(47)
bagaimana bahan tersebut bereaksi terhadap tarikan dan sejauh mana material itu bertambah panjang [25].
Penarikan suatu bahan biasanya menyebabkan terjadi perubahan bentuk dimana penipisan pada tebal dan pemanjangan. Kekuatan tarik (tensile strength) suatu bahan ditetapkan dengan membagi gaya maksimum dengan luas penampang mula-mula, dimensinya sama dengan tegangan. Pada peregangan suatu bahan polimer, pemanjangan tidak selalu berbanding lurus dengan beban yang diberikan, dan pada penurunan kembali beban,sebahagian regangannya hilang, karena bahan polimer bukan merupakan bahan sepenuhnya elastis tetapi ada sifat viskositasnya [26].
2.9.5 Analisa Sifat Perpanjangan Saat Putus (Elongation At Break)
Elongasi adalah peningkatan panjang material saat diuji dengan beban tarik, dinyatakan dalam satuan panjang, biasanya inci atau millimeter. Persen elongasi adalah pemanjangan benda uji yang dinyatakan sebagai persen dari panjangnya.
Laju transmisi uap air adalah jumlah uap air yang melalui suatu permukaan persatuan luas atau slope jumlah uap air dibagi luas area. Nilai laju transmisi uap air suatu bahan dipengaruhi oleh struktur bahan pembentuk dan konsentrasi plasticizer. Penambahan plasticizer seperti gliserol akan meningkatkan permeabilitas film terhadap uap air karena gliserol bersifat hidrofilik [43]. Mali et al. menyatakan dalam penelitiannya bahwa bahwa meningkatnya konsentrasi gliserol tidak signifikan meningkatkan laju transmisi uap pati bahan baku [47].
2.9.6 Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM)
Analisa SEM dilakukan untuk mempelajari sifat morfologi sampel. SEM adalah alat yang dapat membentuk bayangan specimen secara mikroskopik. Berkas elektron dengan diameter 5-10 nm diarahkan pada spesimen. Interaksi berkas elektron dengan spesimen menghasilkan beberapa fenomena yaitu hamburan balik berkas elektron, sinar X, elektron sekunder, dan absorpsi elektron [28].
Teknik SEM pada hakekatnya merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang tebalnya sekitar 20 µm dari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan tofografi dengan segala tonjolan, lekukan dan lubang pada permukaan.
(48)
Gambar toforgrafi diperoleh dari penangkapan elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh detektor yang diteruskan ke monitor. Pada monitor akan diperoleh gambar yang khas menggambarkan struktur permukaan spesimen. Selanjutnya gambar di monitor dapat dipotret dengan menggunakan film hitam putih atau dapat pula direkam ke dalam suatu disket. Sampel yang dianalisa dengan teknik ini harus mempunyai konduktifitas yang tinggi, karena polimer mempunyai konduktifitas rendah, maka bahan perlu dilapisi dengan bahan konduktor (bahan pengantar) yang tipis [28].
Pada dasarnya SEM menggunakan sinyal yang dihasilkan elektron yang dipantulkan atau seberkas elektron sekundar. Prinsip utamanya adalah berkas elektron diarahkan pada titik-titik pada permukaan spesimen. Gerakan elektron tersebut dapat di scanning (gerakan membaca) [26].
2.9.7 Uji Penyerapan Air (Water-Absorption)
Water-absorption dalam bioplastik merupakan kemampuan bioplastik dalam menyerap air dalam waktu tertentu. Water-absorption pada bioplastik merupakan salah satu masalah terutama dalam penggunaan bioplastik di luar ruangan. Semua polimer akan menyerap air jika berada di udara lembab atau ketika polimer tersebut dicelupkan di dalam air. Water-absorption pada bioplastik memiliki beberapa pengaruh dalam propertiesnya dan kemampuannya dalam jangka waktu yang lama juga penurunan secara perlahan dari ikatan interface bioplastik serta menurunkan sifat mekanikal bioplastik seperti kekuatan tariknya. Karena itu, pengaruh dari water-absorption sangat vital untuk penggunaan bioplastik dari serat alami dilingkungan terbuka [29].
2.9.8 Uji Biodegradasi
Biodegradasi adalah penurunan sifat-sifat dikarenakan oleh aksi mikroorganisme alam seperti bakteri dan fungi. Biasanya disebabkan adanya serangan kimia oleh enzim yang dihasilkan oleh organisme sehingga dapat menyebabkan pemutusan rantai polimer [48].
Di dalam tanah terdapat berbagai macam komponen organik maupun komponen anorganik dan juga terdapat mikroorgaisme. Mikroorganisme mempunyai
(49)
peranan penting dalam penguraian semua material organik termasuk biopolimer. Mikroorganisme yang mempunyai peranan dalam perombakan bahan-bahan organik kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana antara lain bakteri, fungi, dan aktinomisetes [49].
Pengujian bidegradasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan metode penguburan tanah dan degradasi mikrobial dengan mikroorganisme. Biodegradasi dalam lingkungan dapat dideskripsikan dengan persamaan kimia seperti berikut [50]:
Polimer + Bakteri → CO2 + H2O + Biomassa + Residu (2.7) EM4 adalah kultur campuran mikro yang terdiri dari bakteri lactobacillus, Antinomyces, Streptomyces, ragi jamur dan bakteri fotosentik yang bekerja saling menunjang dalam dekomposisi bahan organik. Proses dekomposisi bahan organik dengan molekul EM4 berlangsung secara fermentasi baik dalam keadaan aerob maupun anaerob. Bakteri-bakteri ini akan mendegradasi bioplastik yang mengandung pati dengan cara memutuskan rantai polimer menjadi monomer-monomernya melalui enzim yang dihasilkan dari bakteri tersebut. Proses ini akan menghasilkan senyawa-senyawa organik berupa asam amino, asam laktat, gula, alkohol, vitamin, protein, dan senyawa organik lainnya yang aman terhadap lingkungan [51].
2.10 APLIKASI DAN KEGUNAAN BIOPLASTIK
Pengemasan atau disebut juga pembungkusan, pewadahan atau pengepakan berperan dalam memperpanjang umur simpan produk dan melindungi produk. Bahan kemasan konvensional yang sering digunakan adalah bahan kemasan plastik yang terbuat dari bahan baku minyak bumi, seiring meningkatnya kebutuhan penggunaan plastik konvensional menimbulkan masalah ketersediaan bahan baku serta limbah plastik yang sulit didegradasi oleh mikroba tanah [2]. Sedangkan Bahan kemasan non-konvensional atau bioplastik yaitu bahan yang digunakan untuk mengatasi keterbatasan bahan baku pembuatan plastik konvensional dan sekaligus mengatasi masalah pengolahan limbah. Bioplastik merupakan salah satu jenis plastik yang hampir keseluruhannya terbuat dari bahan yang dapat diperbarui, seperti pati dan minyak nabati sehingga dapat melestarikan sumber daya alam yang terbatas.
(50)
Ketersediaan bahan dasarnya di alam sangat melimpah dengan keragaman struktur [10]. Beberapa bioplastik yang dikenal paling umum di dunia saat ini adalah poly lactyt acid (PLA), poly hidroksi alkanoat (PHA), bioplastik berbahan dasar pati dan lain-lain (Pilla, 2011). Bioplastik berbahan dasar pati paling menguasai hingga 66% pasar bioplastik, diikuti 27% PLA dan PHA, dan 7% dengan bahan lain-lain [4].
Bioplastik bisa digunaan untuk barang sekali pakai, seperti kemasan makanan, kemasan minuman dan peralatan lainnya. Saat ini sedang dikembangkan bioplastik untuk aplikasi non-disposable termasuk selongsong ponsel, serat karpet, interior mobil, saluran bahan bakar, aplikasi pipa plastik, dan bioplastik elektroaktif sedang dikembangkan yang dapat digunakan untuk mengalirkan arus listrik [67].
Dalam penelitian ini, bioplastik pati talas dengan pengisi kitosan dan plasticizer gliserol dapat digunakan sebagai kemasan. Dengan sifatnya yang mudah terurai dan merupakan bioplastik termoplastik [42], maka bioplastik yang dihasilkan pada penelitian ini cocok untuk digunakan sebagai pengemas bahan produk hasil pertanian seperti sayuran dan buah-buahan, selain itu juga dapat digunakan sebagai pengemas makanan dengan kadar air yang rendah.
(51)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 LOKASI PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Fisika dan Laboratorium Penelitian, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan. Serta dalam analisa dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Laboratorium Analisa Kimia Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan Laboratorium Jasa Uji Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjadjaran.
3.2 ALAT DAN BAHAN 3.2.1 Alat
Pada penelitian ini alat yang digunakan antara lain:
1. Blender 14. Furenace
2. Termometer 100oC 15. Tabung Reaksi 3. Beaker glass 100 ml 16. Cawan Porselin
4. Oven 17. Magnetic Stirrer
5. Gelas ukur 500 ml 18. Ayakan mesh 100 dan 140 mesh 6. Pipet tetes
7. Pisau 8. Saringan 9. Hot plate 10.Neraca analitik 11.Desikator
12.Batang pengaduk 13.Cetakan bioplastik
(52)
3.2.2 Bahan
Pada penelitian ini bahan yang digunakan antara lain :
1. Talas banten yang berfungsi sebagai bahan baku yang diperoleh dari hasil tanaman rakyat dari Tanjung Anom, Kecamatan Medan Selayang, Provinsi Sumatera uatara.
2. Air yang berfungsi sebagai pembersih pati dan pelarut diperoleh dari Laboratorium Penelitian, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara melalui PDAM.
3. Asam asetat (CH3COOH) glasial yang berfungsi sebagai katalis diperoleh dari Laboratorium Penelitian, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
4. Kitosan yang berfungsi sebagai penguat bahan bahan baku diperoleh dari PT. Senjaya Bandung.
5. Gliserol yang berfungsi sebagai pemlastis diperoleh dari UD Rudang Jaya Jl. Dr. Mansyur, Medan Sumatera Utara.
6. Aquadest berfungsi sebagai pelarut pati diperoleh dari dari UD Rudang Jaya Jl. Dr. Mansyur, Medan Sumatera Utara.
3.3 PROSEDUR PENELITIAN 3.3.1 Prosedur Isolasi Pati Talas
1. Terlebih dahulu semua talas yang akan diambil patinya dijemur dipanas matahari selama 6 jam untuk menghilangkan kandungan kalsium oksalat pada umbi talas.
2. 100 gr umbi talas dicuci dengan air biasa kemudian ditiriskan.
3. Umbi talas dikuliti terlebih dahulu dengan pisau kemudian dipotong berbentuk kubus berukuran kira-kira 1 × 1 × 1 cm.
4. Umbi talas tersebut dimasukkan kedalam blender dan ditambahkan dengan air sebanyak 100 ml lalu diblender hingga halus.
5. Hasil blender kemudian disaring dengan menggunakan saringan biasa. 6. Filtrat yang diperoleh didiamkan selama 24 jam hingga terbentuk endapan
(pati).
(53)
8. Endapan pati dicuci dengan menambahkan air pada pati tersebut, kemudian diaduk, lalu dibiarkan selama 1 jam dan kemudian airnya dibuang.
9. Ulangi langkah ke-7 hingga airnya benar-benar besih.
10.Hasil endapan pati yang diperoleh kemudian dimasukkan kedalam beaker glass untuk dikeringkan dengan oven pada temperatur 80oC selama 15 menit.
11.Pati kering yang diperoleh masih berbentuk padatan dihaluskan hingga berbentuk serbuk dan kemudian diayak dengan ayakan 100 mesh.
3.3.2 Prosedur Pembuatan Bioplastik
1. Kedalam Beaker gelas, dimasukkan 1 %w/v kitosan dan 2% CH3COOH 100 ml kemudian diaduk sampai homogen.
2. dimasukkan larutan pati 30 gr kedalam 100 ml air dan 2 ml CH3COOH sambil diaduk.
3. Ditambahkan gliserol sebanyak 1 %v dan diaduk sampai homogen.
4. Larutan kemudian dipanaskan pada hot-plate dengan temperature mencapai 70oC sambil diaduk selama 30 menit dengan kecepatan 50 rpm. 5. Larutan tersebut kemudian dituangkan ke cetakan 25 × 25 cm lalu
dikeringkan pada suhu kamar selama 24 jam. Setelah itu hasilnya dianalisa. 6. Prosedur diulang untuk variasi larutan pati, volume gliserol, dan kitosan
yang digunakan.
3.4 DIAGRAM ALIR PENELITIAN 3.4.1 Diagram Alir Isolasi Pati Talas
Dijemur dipanas matahari selama 6 jam
Dicuci dengan air biasa kemudian ditiriskan Talas
(54)
Gambar 3.1 Diagram Alir Isolasi Pati Talas Disaring dengan menggunakan saringan biasa.
Didiamkan selama 24 jam hingga terbentuk endapan (pati).
Dibuang airnya untuk mendapatkan endapan pati
Dicuci endapan pati dengan air, diaduk lalu dibiarkan selama 1 jam dan kemudian airnya
dibuang.
Apakah air pencuci sudah bersih?
Dimasukkan kedalam beaker glass untuk dikeringkan dengan oven selama 15 menit.
Dihaluskan
Dikuliti terlebih dahulu dengan pisau kemudian dipotong berbentuk kubus berukuran kira-kira
1 × 1 × 1 cm.
Dimasukkan kedalam blender dan ditambahkan dengan air, diblender hingga halus.
A
Diayak dengan ayakan 100 mesh
- Kadar air - Kadar abu - Kadar pati - Kadar amilosa - Kadar amilopektin - Kadar protein - Kadar lemak - FTIR
- RVA Pati talas
(55)
3.4.2 Diagram Alir Pembuatan Bioplastik Pati Talas Dengan Plasticizer Gliserol Tanpa Pengisi Kitosan
Gambar 3.2 Diagram Alir Pembuatan Bioplastik Pati Talas Dengan Plasticizer Gliserol Tanpa Pengisi Kitosan
- FTIR
- RVA Pati talas
Dilarutkan dengan air
Diaduk campuran kitosan dengan pati talas
Ditambahkan asam asetat 2 ml
Ditambahkan gliserol 1%v
Campuran bioplastik pati talas dengan kitosan dan plasticizer gliserol
(56)
3.4.3 Diagram Alir Pembuatan Bioplastik Pati Talas Dengan Kitosan dan
Plasticizer Gliserol
Gambar 3.3 Diagram Alir Pembuatan Bioplastik Pati Talas Dengan Kitosan Dan Plasticizer Gliserol
SEM
Biodegradabilitas Ketahanan air
Elongation Kekuatan tarik
- RVA - FTIR
Kitosan Pati talas
Dilarutkan dengan asam asetat 2%
Dilarutkan dengan air Diaduk campuran kitosan dengan pati talas
Ditambahkan asam asetat 2 ml
Ditambahkan gliserol 1%v
Didiamkan selama 24 jam Dipanaskan pada T = 75oC
sambil tetap diaduk
Dituang campuran pada cetakan akrilik
Bioplastik dikeluarkan dari cetakan Campuran bioplastik pati talas dengan
(1)
L4.3 HASIL ANALISA FT-IR BIOPLASTIK PATI TALAS TANPA
PLASTICIZER GLISEROL DAN KITOSAN
Gambar L4.3 Hasil Analisa FT-IR Bioplastik Pati Talas Tanpa Plasticizer Gliserol dan Kitosan
L4.4 HASIL ANALISA FT-IR BIOPLASTIK PATI TALAS DENGAN
(2)
L4.5 HASIL ANALISA FT-IR BIOPLASTIK PATI TALAS DENGAN KITOSAN DAN PLASTICIZER GLISEROL
Gambar L4.5 Hasil Analisa FT-IR Bioplastik Pati Talas Dengan Kitosan dan Plasticizer Gliserol
(3)
L4.6 HASIL ANALISA SEM (SCANNING ELECTRON MICROSCOPY)
BIOPLASTIK PATI TALAS DENGAN KITOSAN DAN PLASTICIZER
GLISEROL PADA DAERAH PATAHAN HASIL ANALISA SIFAT KEKUATAN TARIK
Gambar L4.6 Hasil Analisa SEM (Scanning Electron Microscopy) Bioplastik Pati Talas Dengan Kitosan dan Plasticizer Gliserol Pada Daerah Patahan Hasil Analisa
(4)
L4.7 HASIL ANALISA KADAR PATI, KADAR AMILOSA DAN KADAR AMILOPEKTIN PATI TALAS
(5)
L4.8 HASIL ANALISA KADAR PROTEIN, KADAR LEMAK DAN SIFAT PASTING PATI TALAS
(6)
L4.8 HASIL ANALISA SIFAT PASTING BIOPLASTIK PATI TALAS DENGAN PENGISI KITOSAN DAN PLASTICIZER GLISEROL