Pola Pemberian ASI Pola Pemberian Pisang Awak (Musa Paradisiaca Var. Awak), Status Gizi Dan Gangguan Saluran Pencernaan Pada Bayi Usia 0-12 Bulan Di Desa Paloh Gadeng Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara Tahun 2011

agama, nusa dan bangsa. Setelah adat peucicap selesai berarti bayi sudah boleh diberikan makanan. Adanya adat peucicap ini dapat menghambat keberhasilan pemberian ASI Eksklusif.

5.2. Pola Pemberian ASI

Pada umumnya bayi di Desa Paloh Gadeng diberikan ASI. Berdasarkan hasil penelitian hanya 13,0 bayi yang tidak diberikan ASI. Alasan ibu tidak memberikan ASI karena ASI tidak mau keluar sejak si ibu melahirkan. Selain itu, karena bayi tidak mau dan ibu bekerja. Sebagai pengganti ASI, ibu menggantikannya dengan memberikan susu formula setiap hari. ASI merupakan makanan terbaik dan sempurna untuk bayi, karena mengandung semua zat gizi sesuai kebutuhan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Oleh karena itu, salah satu upaya untuk memperoleh tumbuh kembang yang baik adalah dengan pemberian ASI secara eksklusif sampai bayi berumur 6 bulan, selanjutnya pemberian ASI dilanjutkan sampai bayi berumur 24 bulan Dinkes Prop SU, 2006. Dari hasil penelitian diketahui bahwa pada bayi kelompok usia 0-6 bulan sudah diberikan makanan yaitu berupa pisang awak. Hal ini menunjukkan bahwa pada kelompok tersebut bayi tidak mendapatkan ASI Eksklusif. Rata-rata bayi sudah diperkenalkan dengan makanan sejak usia dini. Hal yang serupa juga diperoleh dari penelitian Limbong 2010 yang dilakukan di Desa Ginolat dimana hanya 7,5 bayi yang diberi ASI Eksklusif dan umumnya anak usia 0-6 bulan sudah diberikan makanan pendamping ASI. Waktu pemberian ASI yang benar adalah tidak terjadwal atau sesuka bayi, artinya ibu tidak membatasi kapan waktunya memberikan ASI kepada bayi. Sebagian besar bayi di Desa Paloh Gadeng tidak dibatasi waktu pemberian ASI oleh ibunya. Ibu yang dapat memberi ASI secara tidak terjadwal pada umumnya adalah ibu yang tidak bekerja di luar rumah. Bila bayi tidak mendapatkan ASI Eksklusif maka sebaiknya bayi disusui dengan frekuensi minimal 8 kali sehari dengan asumsi 2 kali pada pagi hari, 2 kali pada siang hari, 2 kali pada sore hari, dan 2 kali pada malam hari. Frekuensi 8 kali ini didasarkan pada asumsi tercukupinya kebutuhan gizi bayi dengan semakin sering bayi disusui. Aritonang dkk, 2008. Dalam penelitian ini terlihat bayi usia 0-6 bulan di Desa Paloh Gadeng mendapat frekuensi pemberian ASI sebanyak 8 kali dalam sehari. Hal ini dapat dilakukan karena umumnya ibu tidak bekerja. Sedangkan bayi usia 7-12 bulan rata-rata diberikan ASI sebanyak 6 kali karena menurut ibu bayi sudah mulai sering makan dan bayi terkadang diberikan susu formula sebanyak 2 kali dalam sehari. Namun, untuk durasi pemberian ASI sebagian besar ibu 72,3 menyusui bayinya selama lebih dari 15 menit. Hanya sekitar 27,7 bayi yang disusui selama kurang dari 15 menit. Di antara ibu yang menyusui kurang dari 15 menit memiliki alasan bayi sudah mulai tertidur dan tidak dapat melakukan aktivitas lain. Indikator lama menyusui ≥ 15 menit didasarkan pada kajian WHO untuk prediksi jumlah ASI yang dihasilkan ibu yaitu setara 60 ml ASI. Lama menyusui diasumsikan apakah produksi lancar dan cukup.

5.3. Status Gizi dan Pemberian Pisang Awak