3. Resiko Gemuk : 1 SD sd
≤ 2 SD 4. Normal
: ≥ -2 SD sd ≤ 1 SD
5. Kurus :
≥ -3 SD sd -2 SD 6. Sangat Kurus
: -3 SD 4. Gangguan saluran pencernaan dilihat dari:
a. Ada gangguan saluran pencernaan, jika bayi pernah mengalami salah satu dari gangguan saluran pencernaan seperti diare, muntah, dan sembelit
dalam 1 bulan terakhir. b. Tidak ada gangguan saluran pencernaan, jika bayi tidak pernah mengalami
salah satu dari gangguan saluran pencernaan seperti diare, muntah, dan sembelit dalam 1 bulan terakhir.
3.8. Mekanisme Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 18-30 April 2011 di Desa Paloh Gadeng Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara dengan mekanisme sebagai
berikut: 1.
Setiap hari peneliti akan mendatangi 5 orang sampel, dimulai dari pukul 09.00 WIB hingga siang hari. Peneliti akan dibantu oleh seorang kader posyandu untuk
mendatangi setiap rumah yang memiliki bayi berusia 0-12 bulan yang diberikan makan pisang awak. Kemudian, peneliti akan meminta kesediaan dari responden
untuk memberikan keterangan mengenai pola pemberian pisang awak dan kejadian gangguan saluran pencernaan yang pernah dialami oleh bayinya dalam 1
bulan terakhir. Setelah itu, peneliti akan melakukan wawancara kepada responden sesuai dengan pertanyaan yang tertera di dalam kuesioner.
2. Setelah pengisian kuesioner, peneliti akan mengukur berat badan bayi dengan timbangan dan mengukur panjang badan bayi dengan alat ukur panjang badan.
3.9. Pengolahan dan Analisis Data
3.9.1. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan secara manual dan menggunakan komputer dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Editing, yaitu memeriksa kembali kelengkapan data yang telah dikumpulkan.
2. Tabulating, mempermudah analisis data dan pengambilan kesimpulan dimana
data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
3.9.2. Analisis Data
Data dianalisis secara deskriptif, disajikan dalam bentuk tabel-tabel distribusi dengan melihat persentase dari data tersebut dengan bantuan program komputer SPSS
for window 16.
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1. Geografis
Desa Paloh Gadeng merupakan salah satu desa yang ada di wilayah Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara yang memiliki luas wilayah 750 Ha
dengan batas wilayah yaitu sebelah utara berbatasan dengan Desa Tambon Tunong, sebelah selatan berbatasan dengan Dusun Cot Dua Blang Karieng, sebelah timur
berbatasan dengan Sungai Muara Satu Ujong Pacu, dan sebelah barat berbatasan dengan Dusun Glee Madat Palda. Desa Paloh Gadeng terdiri dari empat dusun yaitu
Dusun I Paloh Gadeng, Dusun II Alue Puntong, Dusun III Glee Baroe, dan Dusun IV Munawwarah.
4.1.2. Demografi
Desa Paloh Gadeng mempunyai jumlah penduduk sebanyak 4375 jiwa, terdiri dari 2550 jiwa laki-laki dan 1825 jiwa perempuan serta jumlah kepala keluarga
sebanyak 975 KK.
Tabel 4.1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di Desa Paloh Gadeng Tahun 2010
Kelompok Umur Jumlah
Persentase
0 – 5 227
5,2 6 – 11
1120 25,6
12 – 17 1135
26,0 18 – 45
1291 29,5
46 – 60 483
11,0 ≥ 61
119 2,7
Total 4375
100,0
Sumber: Profil Gampong Paloh Gadeng Tahun 2010
Berdasarkan Tabel 4.1, dapat diketahui bahwa sebaran umur penduduk paling banyak terdapat pada kelompok umur 18-45 tahun yaitu sebesar 29,5 dan paling
sedikit pada kelompok umur 61 tahun ke atas yaitu sebesar 2,7.
4.2. Gambaran Umum Responden
Berdasarkan hasil wawancara dengan 54 responden, maka diperoleh karakteristik responden berdasarkan umur, pendidikan dan pekerjaan.
4.2.1. Umur
Gambaran distribusi responden berdasarkan umur ibu dari usia 20 tahun sampai 45 tahun di Desa Paloh Gadeng dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Umur Ibu di Desa Paloh Gadeng Tahun 2011
Umur Ibu Tahun Jumlah
Persentase
20-24 13
24,1 25-29
23 42,6
30-34 7
13,0 35-39
10 18,5
40-45 1
1,9
Total 54
100,0
Berdasarkan hasil wawancara dengan 54 responden, diperoleh sebagian besar ibu 42,6 berumur 25-29 tahun dan hanya 1,9 berumur 40-45 tahun.
4.2.2. Pendidikan
Gambaran distribusi responden berdasarkan pendidikan ibu di Desa Paloh Gadeng dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini:
Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Ibu di Desa Paloh Gadeng Tahun 2011
Pendidikan Ibu Jumlah
Persentase
SD 14
25,9 SMP
22 40,7
SMA 10
18,5 Perguruan Tinggi
8 14,8
Total 54
100,0
Berdasarkan jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh, sebagian besar ibu 40,7 menamatkan pendidikannya pada jenjang SMP dan hanya 14,8
pendidikan ibu di jenjang perguruan tinggi.
4.2.3. Pekerjaan
Gambaran distribusi responden berdasarkan jenis pekerjaan ibu di Desa Paloh Gadeng dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Ibu di Desa Paloh Gadeng Tahun 2011
Pekerjaan Ibu Jumlah
Persentase
Ibu Rumah Tangga 44
81,5 Pegawai Negeri
7 13,0
Pegawai Swasta 1
1,9 Buruh
2 3,7
Total 54
100,0
Dari hasil wawancara diketahui bahwa sebagian besar ibu 81,5 pekerjaannya adalah sebagai ibu rumah tangga. Artinya sebagian besar ibu tidak
bekerja dan hanya 1,9 ibu yang pekerjaannya adalah pegawai swasta.
4.3. Gambaran Umum Bayi 4.3.1. Usia dan Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat dilakukan pengelompokan usia bayi menurut jenis kelamin seperti yang ditampilkan pada tabel berikut:
Tabel 4.5. Distribusi Kelompok Usia Berdasarkan Jenis Kelamin Bayi Usia 0-12 Bulan di Desa Paloh Gadeng Tahun 2011
Usia Bayi Jenis Kelamin
Jumlah Laki-laki
Perempuan n
n n
0-6 bulan 12
38,7 19
61,3 31
100,0 7-12 bulan
13 56,5
10 43,5
23 100,0
Total 25
46,3 29
53,7 54
100,0
Berdasarkan Tabel 4.5, dapat dilihat bahwa jumlah bayi paling banyak pada
kelompok usia 0-6 bulan yaitu sebanyak 31 bayi. Distribusi bayi berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki sebanyak 25 bayi 46,3 dan perempuan sebanyak 29 bayi
53,7.
4.4. Pola Pemberian Pisang Awak pada Bayi Usia 0-12 Bulan
Gambaran distribusi bayi usia 0-12 bulan di Desa Paloh Gadeng yang diberikan makan pisang awak dapat dilihat pada berikut:
Tabel 4.6. Distribusi Bayi Usia 0-12 Bulan yang Diberikan Pisang Awak di Desa Paloh Gadeng Tahun 2011
Usia Bayi Diberikan Pisang Awak
Jumlah Ya
Tidak n
n n
0-6 bulan 30
96,8 1
3,2 31
100,0 7-12 bulan
15 65,2
8 34,8
23 100,0
Total 45
83,3 9
16,7 54
100,0
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bayi di Desa Paloh Gadeng yang
diberikan makan pisang awak yaitu sebanyak 45 bayi 83,3 dan bayi yang tidak diberikan makan pisang awak sebanyak 9 bayi 16,7. Kelompok umur bayi yang
paling banyak diberikan pisang awak adalah kelompok umur 0-6 bulan yaitu sebanyak 30 bayi 96,8. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa bayi
sudah diberikan makanan pendamping ASI sejak usia dini. Bayi yang sudah tidak
diberikan makan pisang awak dahulunya memilki riwayat pernah diberikan makan pisang awak. Namun, pemberian itu sudah berhenti karena bayi mulai bosan dan ibu
menggantikan makanannya dengan menu yang lain seperti nasi tim dan bubur instan. Bayi yang diberikan makan pisang awak memiliki pola pemberian yang
meliputi waktu pemberian, frekuensi pemberian, cara pemberian, kuantitas pemberian, umur pertama kali diberikan, dan alasan ibu memberikan pisang awak.
4.4.1. Waktu Pemberian Pisang Awak
Gambaran waktu pemberian pisang awak pada bayi usia 0-12 bulan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.7. Distribusi Waktu Pemberian Pisang Awak Berdasarkan Usia Bayi di Desa Paloh Gadeng Tahun 2011
Usia Bayi Waktu Pemberian Pisang Awak
Jumlah Pagi dan
Siang Pagi dan
Sore Pagi
dan Malam
Siang dan
Malam Pagi,
Siang dan Sore
Pagi, Siang
dan Malam
n n
n n
n n
n
0-6 bulan 20 66,7 2
6,7 6
20,0 2
6,7 30
100,0 7-12 bulan
2 13,3
4 26,7 0 0
1 6,7
8 53,3
15 100,0
Total 2
4,4 24 53,3 2 4,4 1
2,2 14 31,1
2 4,4
45 100,0
Berdasarkan Tabel 4.7. dapat dilihat bahwa sebagian besar bayi 66,7 pada kelompok usia 0-6 bulan diberikan makan pisang awak pada pagi dan sore hari.
Sedangkan pada kelompok usia 7-12 bulan ditemukan sebanyak 53,3 bayi diberikan makan pisang awak pada pagi, siang dan sore hari.
4.4.2. Frekuensi Pemberian Pisang Awak
Gambaran frekuensi pemberian pisang awak pada bayi usia 0-12 bulan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Pemberian Pisang Awak Berdasarkan Usia Bayi di Desa Paloh Gadeng Tahun 2011
Usia Bayi Frekuensi Pemberian Pisang Awak
Jumlah ≥ 3 kali
3 kali n
n n
0-6 bulan 8
26,7 22
73,3 30
100,0 7-12 bulan
8 53,3
7 46,7
15 100,0
Total 16
35,6 29
64,4 45
100,0
Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar bayi 73,3 pada
kelompok usia 0-6 bulan frekuensi diberikan makan pisang awaknya sebanyak kurang dari 3 kali. Menurut hasil wawancara terhadap responden, rata-rata ibu
memberikan makan pisang awak pada bayinya sebanyak 2 kali dalam sehari. Sebanyak 8 bayi 53,3 pada kelompok usia 7-12 bulan memiliki frekuensi makan
pisang awak 3 kali dalam sehari.
4.4.3. Cara Pemberian Pisang Awak
Gambaran cara pemberian pisang awak pada bayi usia 0-12 bulan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.9. Distribusi Cara Pemberian Pisang Awak Berdasarkan Usia Bayi di Desa Paloh Gadeng Tahun 2011
Usia Bayi Cara Pemberian Pisang Awak
Jumlah Pisang awak
dikerok dan langsung
diberikan pada bayi
Pisang awak dilumatkan
Pisang awak dilumatkan
dan dicampur
nasi Pisang
awak dicampur
susu n
n n
n n
0-6 bulan 4
13,3 10
33,3 15
50,0 1
3,3 30
100,0 7-12 bulan
2 13,3
1 6,7
12 80,0
15 100,0
Total 6
13,3 11
24,4 27
60,0 1
2,2 45
100,0
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar bayi 50,0 dan 80,0 pada kelompok usia 0-6 bulan dan 7-12 bulan diberikan pisang awak dalam bentuk
pisang dilumatkan dan dicampur nasi. Berdasarkan wawancara dengan responden, biasanya ibu menambahkan 1 sampai 2 sendok makan nasi lembek yang kemudian
dilumatkan bersama pisang awak.
4.4.4. Kuantitas Pemberian Pisang Awak
Gambaran kuantitas pemberian pisang awak pada bayi usia 0-12 bulan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.10. Distribusi Kuantitas Pemberian Pisang Awak Berdasarkan Usia Bayi di Desa Paloh Gadeng Tahun 2011
Usia Bayi Kuantitas Pemberian Pisang Awak
Jumlah Setengah buah
1 buah n
n n
0-6 bulan 8
26,7 22
73,3 30
100,0 7-12 bulan
15 100,0
15 100,0
Total 8
17,8 37
82,2 45
100,0
Berdasarkan Tabel 4.10. dapat dilihat bahwa sebagian besar bayi 73,3 pada kelompok usia 0-6 bulan diberikan pisang awak sebanyak 1 buah setiap 1 kali
pemberian dan hanya 26,7 bayi yang diberikan setengah buah. Sedangkan pada kelompok usia 7-12 bulan, semua bayi diberikan pisang awak sebanyak 1 buah setiap
1 kali pemberian.
4.4.5. Umur Pertama Kali Bayi Diberikan Pisang Awak
Gambaran umur pertama kali bayi diberikan pisang awak dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.11. Distribusi Umur Pertama Kali Bayi Diberikan Pisang Awak di Desa Paloh Gadeng Tahun 2011
Umur Pemberian Pisang Awak Pertama Kali
Jumlah Persentase
0 bulan 23
51,1 1 bulan
14 31,1
2 bulan 4
8,9 3 bulan
2 4,4
4 bulan 2
4,4
Total 45
100,0 Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar bayi 51,1 sudah
diberikan makan pisang awak sejak umur 0 bulan, sementara yang paling sedikit 4,4 pada umur 3 bulan dan 4 bulan.
4.4.6. Alasan Ibu Memberikan Pisang Awak
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa mayoritas bayi sudah diberikan pisang awak sejak umur di bawah 4 bulan. Adapun alasan ibu memberikan pisang
awak pada bayinya dapat diketahui pada tabel berikut:
Tabel 4.12. Distribusi Alasan Ibu Memberikan Pisang Awak di Desa Paloh Gadeng Tahun 2011
Alasan Ibu Memberikan Pisang Awak Jumlah
Persentase
Bayi nangis rewel dianggap lapar 16
35,6 Tradisi turun temurun
7 15,6
Agar bayi cepat gemuk 12
26,7 ASI tidak cukup
1 2,2
Pisang awak mudah diperoleh 9
20,0
Total 45
100,0
Pada Tabel 4.12, dapat dilihat bahwa alasan yang paling banyak ibu memberikan pisang awak karena bayi nangis atau rewel yang dianggap lapar yaitu
sebesar 35,6. Mulai sejak itu ibu jadi mulai sering memberikan bayinya pisang awak secara rutin. Hanya 1 responden yang memberikan alasan pemberian pisang
awak karena ASI yang dihasilkan ibu tidak cukup.
4.5. Pola Pemberian ASI
Pada Tabel 4.13, dapat dilihat gambaran distribusi pemberian ASI pada bayi usia 0-12 bulan di Desa Paloh Gadeng yang dikelompokkan berdasarkan umur bayi
yaitu sebagai berikut:
Tabel 4.13. Distribusi Pemberian ASI Berdasarkan Usia Bayi di Desa Paloh Gadeng Tahun 2011
Usia Bayi Diberikan ASI
Jumlah Ya
Tidak n
n n
0-6 bulan 28
90,3 3
9,7 31
100,0 7-12 bulan
19 82,6
4 17,4
23 100,0
Total 47
87,0 7
13,0 54
100,0
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 28 bayi 90,3 pada usia 0-6
bulan dan sebanyak 19 bayi 82,6 pada usia 7-12 bulan yang diberikan ASI oleh ibunya. Secara keseluruhan bayi di Desa Paloh Gadeng diberikan ASI 87,0. Dari
hasil wawancara yang peneliti lakukan terhadap responden, ada beberapa alasan ibu tidak memberikan ASI pada bayinya seperti ASI tidak keluar, bayi tidak mau, dan ibu
bekerja. Bayi yang tidak minum ASI, setiap harinya diberikan susu formula secara rutin.
Pola pemberian ASI yang disajikan berikut ini meliputi: waktu pemberian, frekuensi pemberian, dan durasi pemberian.
4.5.1. Waktu Pemberian ASI
Gambaran waktu pemberian ASI berdasarkan usia bayi dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.14. Distribusi Waktu Pemberian ASI Berdasarkan Usia Bayi Di Desa Paloh Gadeng Tahun 2011
Usia Bayi Waktu Pemberian ASI
Jumlah Terjadwal
Tidak TerjadwalSesuka
Bayi n
n n
0-6 bulan 4
14,3 24
85,7 28
100,0 7-12 bulan
1 5,3
18 84,7
19 100,0
Total 5
10,6 42
89,4 47
100,0
Berdasarkan Tabel 4.14. dapat diketahui bahwa 85,7 bayi pada kelompok usia 0-6 bulan diberikan ASI dengan waktu pemberian tidak terjadwal, artinya ibu-
ibu di Desa Paloh Gadeng tidak membatasi waktu untuk menyusui atau kapan saja saat si bayi minta. Begitu juga pada kelompok usia 7-12 bulan, sebanyak 84,7 ibu
tidak membatasi waktu pemberian ASI. Secara keseluruhan hanya 5 bayi 10,6 yang waktu pemberian ASI dibatasi oleh ibunya, hal ini dikarenakan si ibu bekerja.
4.5.2. Frekuensi Pemberian ASI
Gambaran frekuensi pemberian ASI berdasarkan usia bayi dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.15. Distribusi Frekuensi Pemberian ASI Berdasarkan Usia Bayi di Desa Paloh Gadeng Tahun 2011
Usia Bayi Frekuensi Pemberian ASI
Jumlah ≥ 8 kali
8 kali n
n n
0-6 bulan 21
75,0 7
25,0 28
100,0 7-12 bulan
19 100,0
19 100,0
Total 21
44,7 26
55,3 47
100,0
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar bayi 75,0 pada kelompok usia 0-6 bulan frekuensi menyusu sebanyak 8 kali dalam sehari dan hanya
25,0 bayi yang frekuensi menyusu kurang dari 8 kali. Pada kelompok usia 7-12 bulan ditemukan semua bayi pada kelompok ini disusui dengan frekuensi kurang dari
8 kali. Berdasarkan hasil wawancara, rata-rata ibu memberikan ASI sebanyak 6 kali dalam sehari dikarenakan bayi sudah mulai sering makan.
4.5.3. Durasi Pemberian ASI
Durasi pemberian ASI adalah lamanya waktu ibu dalam menyusui bayinya. Pada Tabel 4.16. dapat dilihat gambaran distribusi durasi pemberian ASI sebagai
berikut:
Tabel 4.16. Distribusi Durasi Pemberian ASI Berdasarkan Usia Bayi di Desa Paloh Gadeng Tahun 2011
Usia Bayi Durasi Pemberian ASI
Jumlah ≥ 15 menit
15 menit n
n n
0-6 bulan 22
78,6 6
21,4 28
100,0 7-12 bulan
12 63,2
7 36,8
19 100,0
Total 34
72,3 13
27,7 47
100,0
Dari hasil penelitian yang peneliti lakukan diketahui bahwa sebagian besar durasi pemberian ASI pada setiap kelompok usia yaitu lebih dari 15 menit. Hanya
27,7 bayi yang disusui oleh ibunya kurang dari 15 menit dan umumnya ibu-ibu tersebut menyusui sekitar 10 menit.
4.6. Status Gizi Bayi Usia 0-12 Bulan
Status gizi bayi usia 0-12 bulan diukur dengan membandingkan berat badan dan umur bayi pada saat penelitian, membandingkan panjang badan dan umur serta
membandingkan berat badan dan panjang badan bayi. Bayi yang bergizi bayi akan tumbuh sesuai dengan potensi genetisnya, namun sebaliknya bayi yang kekurangan
gizi akan mengalami hambatan dalam pertumbuhannya.
4.6.1. Status Gizi Bayi Usia 0-12 Bulan Berdasarkan Indeks Berat Badan Menurut Umur
Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan
kebutuhan gizi terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan usia. Hasil pengukuran status gizi bayi berdasarkan indeks BBU dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 4.17. Distribusi Status Gizi Bayi Usia 0-12 Bulan Berdasarkan Indeks Berat Badan Menurut Umur di Desa Paloh Gadeng Tahun 2011
Usia Bayi Status Gizi BBU
Jumlah Kurang
Normal Z-Score +1
SD n
n n
n
0-6 bulan 3
9,7 24
77,4 4
12,8 31
100,0 7-12 bulan
3 13,0
19 82,6
1 4,3
23 100,0
Total 6
11,1 43
79,6 5
9,3 54
100,0
Berdasarkan Tabel 4.17. dapat dilihat bahwa dari 54 bayi yang diteliti diperoleh 6 bayi yang berstatus gizi kurang. Status gizi kurang ditemukan pada
kelompok usia 0-6 bulan sebesar 9,7 dan pada kelompok usia 7-12 bulan sebesar 13,0. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa rata-rata bayi usia 0-12
bulan berstatus gizi baik berdasarkan indeks berat badan menurut umur. Namun, pada
tabel di atas terlihat bahwa ada 5 bayi yang nilai Z-Scorenya lebih dari +1. Dalam standar WHO-2005 untuk pengkategorian status gizi berdasarkan indeks BBU yang
nilai Z-Scorenya lebih dari +1 maka kategori status gizinya langsung dilihat pada indeks BBPB.
4.6.2. Status Gizi Bayi Usia 0-12 Bulan Berdasarkan Indeks Panjang Badan Menurut Umur
Panjang badan merupakan hasil pertumbuhan secara kumulatif semenjak lahir. Pada keadaan normal, panjang badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur.
Berdasarkan hasil pengukuran panjang badan menurut umur, maka status gizi bayi dapat dikategorikan seperti pada tabel berikut:
Tabel 4.18. Distribusi Status Gizi Bayi Usia 0-12 Bulan Berdasarkan Indeks Panjang Badan Menurut Umur di Desa Paloh Gadeng Tahun 2011
Usia Bayi Status Gizi PBU
Jumlah Pendek
Normal n
n n
0-6 bulan 3
9,7 28
90,3 31
100,0 7-12 bulan
2 8,7
21 91,3
23 100,0
Total 5
9,3 49
90,7 54
100,0
Hasil penelitian diketahui bahwa dari seluruh bayi yang diteliti diperoleh status gizi pendek berdasarkan panjang badan menurut umur sebanyak 5 bayi. Status
gizi pendek paling banyak ditemukan pada kelompok usia 0-6 bulan yaitu sebanyak 9,7 dari 31 bayi. Sebagian besar bayi 90,7 tergolong memiliki panjang badan
yang normal.
4.6.3. Status Gizi Bayi Usia 0-12 Bulan Berdasarkan Indeks Berat Badan Menurut Panjang Badan
Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan panjang badan. Penentuan status gizi berdasarkan indeks berat badan menurut panjang badan merupakan
indikator yang baik untuk menilai status gizi saat kini sekarang. Hasil pengukuran status gizi berdasarkan indeks berat badan menurut panjang badan dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 4.19. Distribusi Status Gizi Bayi Usia 0-12 Bulan Berdasarkan Indeks Berat Badan Menurut Panjang Badan di Desa Paloh Gadeng Tahun
2011
Usia Bayi Status Gizi BBPB
Jumlah Kurus
Normal Risiko
Gemuk Gemuk
n n
N n
n
0-6 bulan 2
6,5 23
74,2 4
12,9 2
6,5 31
100,0 7-12 bulan
4 17,4
17 73,9
1 4,3
1 4,3
23 100,0
Total 6
11,1 40
74,1 5
9,3 3
5,6 54
100,0
Berdasarkan Tabel 4.19. dapat diketahui bahwa dari 54 bayi yang diteliti
diperoleh 6 bayi yang memiliki status gizi kurus berdasarkan berat badan menurut panjang badan. Persentase status gizi kurus tertinggi ditemukan pada kelompok usia
7-12 bulan yaitu 17,4 dari 23 bayi. Bayi yang memiliki status gizi risiko gemuk sebanyak 12,9 pada usia 0-6 bulan dan 4,3 pada usia 7-12 bulan. Sedangkan
untuk status gizi gemuk ditemukan pada setiap kelompok usia bayi yaitu sebesar 6,5 dan 4,3. Secara keseluruhan, bayi di Desa Paloh Gadeng berstatus gizi normal
berdasarkan indeks BBPB.
4.6.4. Status Gizi Bayi BBU Berdasarkan Pemberian Pisang Awak
Gambaran hasil tabulasi silang antara pemberian pisang awak dengan status gizi bayi BBU dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.20. Tabulasi Silang antara Pemberian Pisang Awak dengan Status Gizi Bayi BBU di Desa Paloh Gadeng Tahun 2011
Pemberian Pisang Awak
Status Gizi BBU Total
Kurang Normal
Z-Score +1 SD
n n
n 0-6 bulan
Diberikan pisang awak
Tidak diberikan pisang awak
3 10,0
24 80,0
3 1
9,9 100,0
30 1
100,0 100,0
Total 3
9,7 24
77,4 4
12,8 31
100,0 7-12 bulan
Diberikan pisang awak
Tidak diberikan pisang awak
1 2
6,7 25,0
13 6
86,7 75,0
1 6,7
15 8
100,0 100,0
Total 3
13,0 19
82,6 1
4,3 23
100,0
Hasil penelitian menunjukkan bahwa status gizi kurang hanya ditemukan pada bayi kelompok usia 0-6 bulan yang diberikan makan pisang awak yaitu sebesar
10,0. Sedangkan pada kelompok usia 7-12 bulan status gizi kurang ditemukan pada bayi yang diberikan pisang awak dan bayi yang tidak diberikan pisang awak yaitu
sebesar 6,7 dan 25,0.
4.6.5. Status Gizi Bayi PBU Berdasarkan Pemberian Pisang Awak
Gambaran hasil tabulasi silang antara pemberian pisang awak dengan status gizi bayi PBU dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.21. Tabulasi Silang antara Pemberian Pisang Awak dengan Status Gizi Bayi PBU di Desa Paloh Gadeng Tahun 2011
Pemberian Pisang Awak
Status Gizi PBU Total
p Pendek
Normal n
n 0-6 bulan
Diberikan pisang awak
Tidak diberikan pisang awak
3 10,0
27 1
90,0 100,0
30 1
100,0 100,0
1,000
Total 3
9,7 28
90,3 31
100,0
7-12 bulan Diberikan pisang
awak Tidak diberikan
pisang awak
1 1
6,7 12,5
14 7
93,3 87,5
15 8
100,0 100,0
1,000
Total 2
8,7 21
91,3 23
100,0
Berdasarkan Tabel 4.21. dapat dilihat bahwa status gizi pendek hanya ditemukan pada bayi kelompok usia 0-6 bulan yang diberikan makan pisang awak
yaitu sebanyak 10,0 dari 30 bayi. Pada kelompok usia 7-12 bulan status gizi pendek ditemukan pada bayi yang diberikan makan pisang awak dan tidak diberikan makan
pisang awak. Umumnya bayi yang diberikan makan pisang awak memiliki status gizi normal berdasarkan indeks panjang badan menurut umur. Berdasarkan hasil analisis
uji statistik Chi-Square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pemberian pisang awak terhadap status gizi berdasarkan indeks PBU pada kelompok bayi usia
0-6 bulan, dimana nilai p = 1,000 p 0,05. Sama halnya dengan kelompok usia 0-6 bulan, hasil uji statistik Chi-Square pada kelompok usia 7-12 bulan juga
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pemberian pisang awak terhadap status gizi, dengan taraf signifikan p = 1,000 p 0,05.
4.6.6. Status Gizi Bayi BBPB Berdasarkan Pemberian Pisang Awak
Gambaran hasil tabulasi silang antara pemberian pisang awak dengan status gizi bayi BBPB dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.22. Tabulasi Silang antara Pemberian Pisang Awak dengan Status Gizi Bayi BBPB di Desa Paloh Gadeng Tahun 2011
Pemberian Pisang Awak
Status Gizi BBPB Total
Kurus Normal
Risiko Gemuk
Gemuk n
n n
n 0-6 bulan
Diberikan pisang awak
Tidak diberikan
pisang awak
2 6,7
22 1
73,3 100,0
4 13,3
2 6,7
30 1
100,0 100,0
Total 2
6,5 23
74,2 4 12,9 2
6,5 31
100,0 7-12 bulan
Diberikan pisang awak
Tidak diberikan
pisang awak
3 1
20,0 12,5
10 7
66,7 87,5
1 6,7
1 6,7
15 8
100,0 100,0
Total 4 17,4 17
73,9 1
4,3 1
4,3 23
100,0
Berdasarkan Tabel 4.22. dapat dilihat bahwa status gizi bayi dengan kategori gemuk ditemukan pada bayi 0-6 bulan dan 7-12 bulan yang diberikan makan pisang
awak yaitu masing-masing sebesar 6,7. Pada kelompok usia 0-6 bulan ditemukan 13,3 bayi yang memiliki status gizi risiko gemuk dan 6,7 yang berstatus gizi
gemuk dengan pola makan yang diberikan pisang awak.
4.7. Gangguan Saluran Pencernaan Pada Bayi Usia 0-12 Bulan
Pemberian makanan tambahan pada bayi sebaiknya diberikan setelah usia bayi lebih dari enam bulan atau setelah pemberian ASI Eksklusif karena pada usia
tersebut kebutuhan nutrisi masih terpenuhi melalui ASI. Bayi yang terlalu cepat diberi makanan padat akan menanggung sejumlah resiko masalah kesehatan pada usia
dini maupun usia dewasa kelak. Hal tersebut dapat memicu terjadinya gangguan saluran pencernaan pada bayi. Gangguan saluran pencernaan yang umumnya terjadi
pada bayi meliputi diare, muntah, dan sembelit susah buang air besar. Berdasarkan hasil penelitian, ada beberapa bayi yang mengalami gangguan saluran pencernaan
dalam satu bulan terakhir. Gangguan saluran pencernaan pada bayi dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.23. Distribusi Gangguan Saluran Pencernaan pada Bayi Usia 0-12 Bulan di Desa Paloh Gadeng Tahun 2011
Usia Bayi Gangguan Saluran Pencernaan
Jumlah Ya
Tidak n
n n
0-6 bulan 13
41,9 18
58,1 31
100,0 7-12 bulan
2 8,7
21 91,3
23 100,0
Total 15
27,8 39
72,2 54
100,0
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 15 bayi 27,8 yang mengalami gangguan saluran pencernaan dalam satu bulan terakhir dan sebanyak 39
bayi 72,2 tidak mengalami gangguan saluran pencernaan. Gangguan saluran pencernaan paling banyak terjadi pada bayi kelompok usia 0-6 bulan yaitu sebanyak
41,9. Pada kelompok usia 7-12 bulan hanya 8,7 bayi yang mengalami gangguan saluran pencernaan.
4.7.1. Jenis Gangguan Saluran Pencernaan
Bayi yang terlalu dini diberikan makanan pendamping ASI akan berisiko mengalami gangguan saluran pencernaan. Gangguan saluran pencernaan yang
umumnya dialami oleh bayi seperti diare, muntah dan sembelit. Gambaran distribusi jenis gangguan saluran pencernaan pada bayi usia 0-12 bulan di Desa Paloh Gadeng
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.24. Distribusi Jenis Gangguan Saluran Pencernaan pada Bayi Usia 0-12 Bulan di Desa Paloh Gadeng Tahun 2011
Usia Bayi Jenis Gangguan Saluran
Pencernaan Jumlah
Diare Muntah
Sembelit n
n n
n
0-6 bulan 3
23,1 1
7,7 9
69,2 13
100,0 7-12 bulan
2 100,0
0 0 2
100,0
Total 5
33,3 1
6,7 9
60,0 15
100,0
Berdasarkan Tabel 4.24, dapat diketahui bahwa jenis gangguan saluran
pencernaan yang paling banyak terjadi dalam 1 bulan terakhir yaitu sembelit. Sembelit paling banyak dialami oleh bayi pada kelompok usia 0-6 bulan yaitu
sebanyak 9 bayi 69,2 dan diare paling banyak dialami oleh bayi pada kelompok usia 0-6 bulan sebanyak 3 bayi. Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa gangguan
saluran pencernaan paling banyak dialami oleh bayi yang berusia 0-6 bulan.
4.7.2. Frekuensi Gangguan Saluran Pencernaan
Gambaran distribusi frekuensi gangguan saluran pencernaan pada bayi usia 0- 12 bulan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.25. Distribusi Frekuensi Gangguan Saluran Pencernaan pada Bayi Usia 0-12 Bulan di Desa Paloh Gadeng Tahun 2011
Usia Bayi Frekuensi Gangguan Saluran
Pencernaan Jumlah
1 kali dalam 1 bulan
2 kali dalam 1 bulan
n n
n
0-6 bulan 12
92,3 1
7,7 13
100,0 7-12 bulan
2 100,0
2 100,0
Total 14
93,3 1
6,7 15
100,0
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat 14 bayi 93,3 mengalami gangguan saluran pencernaan dalam satu bulan terakhir sebanyak 1 kali
dan 1 bayi 6,7 mengalami gangguan saluran pencernaan sebanyak 2 kali.
4.7.3. Gangguan Saluran Pencernaan Berdasarkan Pemberian Pisang Awak
Gambaran hasil tabulasi silang antara pemberian pisang awak dengan gangguan saluran pencernaan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.26. Tabulasi Silang antara Pemberian Pisang Awak dengan Gangguan Saluran Pencernaan pada Bayi Usia 0-12 Bulan di Desa Paloh
Gadeng Tahun 2011
Pemberian Pisang Awak
Gangguan Saluran Pencernaan
Total p
Ya Tidak
n n
0-6 bulan Diberikan pisang
awak Tidak diberikan
pisang awak
13 43,3
17 1
56,7 100,0
30 1
100,0 100,0
1,000
Total 13
41,9 18
58,1 31
100,0 7-12 bulan
Diberikan pisang awak
Tidak diberikan pisang awak
1 1
6,7 12,5
14 7
93,3 87,5
15 8
100,0 100,0
1,000
Total 2
8,7 21
91,3 23
100,0
Berdasarkan Tabel 4.26. dapat dilihat bahwa sebesar 43,3 bayi usia 0-6 bulan yang diberikan makan pisang awak pernah mengalami gangguan saluran
pencernaan dalam 1 bulan terakhir. Gangguan saluran pencernaan juga ada ditemukan pada bayi kelompok usia 7-12 bulan yang diberikan makan pisang awak dan yang
tidak diberikan makan pisang awak masing-masing sebesar 6,7 dan 12,5. Hasil uji statistik Chi-Square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan pemberian pisang
awak dengan terjadinya gangguan saluran pencernaan pada bayi, dengan taraf signifikan p = 1,000 p 0,05.
4.8. Kaitan Pola Pemberian Pisang Awak dan Gangguan Saluran Pencernaan 4.8.1. Waktu Pemberian Pisang Awak Berdasarkan Gangguan Saluran
Pencernaan
Gambaran hasil tabulasi silang antara waktu pemberian pisang awak dengan gangguan saluran pencernaan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.27. Tabulasi Silang antara Waktu Pemberian Pisang Awak dengan Gangguan Saluran Pencernaan di Desa Paloh Gadeng Tahun
2011
Gangguan Saluran
Pencernaan Waktu Pemberian Pisang Awak
Jumlah Pagi dan
Siang Pagi dan
Sore Pagi
dan Malam
Siang dan
Malam Pagi,
Siang dan Sore
Pagi, Siang
dan Malam
n n
n n
n n
n
Ya 11 78,6 1
7,1 2
14,3 14
100,0 Tidak
2 6,5
13 41,9 1 3,2
1 3,2
12 38,7 2
6,5 31
100,0
Total 2
4,4 24 53,3 2
4,4 1
2,2 14 31,1
2 4,4
45 100,0
Berdasarkan Tabel 4.27. dapat dilihat bahwa gangguan saluran pencernaan terjadi pada bayi dengan waktu pemberian pisang awak kategori pagi dan sore, pagi
dan malam, dan pagi, siang dan sore. Waktu pemberian pisang awak yang paling banyak terjadi gangguan saluran pencernaan yaitu pagi dan sore hari sebanyak 78,6.
4.8.2. Frekuensi Pemberian Pisang Awak Berdasarkan Gangguan Saluran Pencernaan
Gambaran hasil tabulasi silang antara frekuensi pemberian pisang awak dengan gangguan saluran pencernaan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.28. Tabulasi Silang antara Frekuensi Pemberian Pisang Awak dengan Gangguan Saluran Pencernaan di Desa Paloh Gadeng Tahun
2011
Gangguan Saluran
Pencernaan Frekuensi Pemberian Pisang
Awak Jumlah
p ≥ 3 kali
3 kali n
n n
Ya 2
14,3 12
85,7 14
100,0 0,090
Tidak 14
45,2 7
54,8 31
100,0
Total 16
35,6 29
64,4 45
100,0
Dari hasil penelitian di atas dapat dilihat bahwa gangguan saluran pencernaan paling banyak terjadi pada frekuensi pemberian pisang awak kurang dari 3 kali dalam
sehari yaitu sebesar 85,7. Sedangkan pada frekuensi pemberian pisang awak lebih dari 3 kali hanya ditemukan 14,3 yang mengalami gangguan saluran pencernaan.
Hasil analisis uji statistik Chi-Square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara frekuensi pemberian pisang awak dengan gangguan saluran pencernaan, dengan taraf
signifikan p = 0,090 p 0,05.
4.8.3. Cara Pemberian Pisang Awak Berdasarkan Gangguan Saluran Pencernaan
Gambaran hasil tabulasi silang antara cara pemberian pisang awak dengan gangguan saluran pencernaan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.29. Tabulasi Silang antara Cara Pemberian Pisang Awak dengan Gangguan Saluran Pencernaan di Desa Paloh Gadeng Tahun
2011
Gangguan Saluran
Pencernaan Cara Pemberian Pisang Awak
Jumlah Pisang awak
dikerok dan langsung
diberikan pada bayi
Pisang awak dilumatkan
Pisang awak dilumatkan
dan dicampur
nasi Pisang
awak dicampur
susu n
n n
n n
Ya 3
21,4 3
21,4 8
57,1 14
100,0 Tidak
3 9,7
8 25,8
19 61,3
1 3,2
31 100,0
Total 6
13,3 11
24,4 27
60,0 1
2,2 45
100,0
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa gangguan saluran pencernaan
terjadi pada cara pemberian pisang awak yang dikerok, dilumatkan, dan dilumatkan bersama nasi. Cara pemberian pisang awak yang paling banyak terjadi gangguan
saluran pencernaan adalah pisang awak dilumatkan dan dicampur dengan nasi yaitu sebanyak 57,1. Pemberian dengan cara seperti ini bisa disebabkan karena pisang
awak dan nasi belum telalu lumat teksturnya ketika diolah oleh ibu.
4.8.4. Kuantitas Pemberian Pisang Awak Berdasarkan Gangguan Saluran Pencernaan
Gambaran hasil tabulasi silang antara kuantitas pemberian pisang awak dengan gangguan saluran pencernaan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.30. Tabulasi Silang antara Kuantitas Pemberian Pisang Awak dengan Gangguan Saluran Pencernaan di Desa Paloh Gadeng Tahun
2011
Gangguan Saluran
Pencernaan Kuantitas Pemberian Pisang
Awak Jumlah
p Setengah buah
1 buah n
n n
Ya 2
14,3 12
85,7 14
100,0 1,000
Tidak 6
19,4 25
80,6 31
100,0
Total 8
17,8 37
82,2 45
100,0
Berdasarkan Tabel 4.30. di atas dapat dilihat bahwa gangguan saluran pencernaan paling banyak terjadi pada kuantitas pemberian pisang awak 1 buah yaitu
sebesar 85,7. Hasil analisis uji statistik Chi-Square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan kuantitas pemberian pisang awak dengan gangguan saluran pencernaan,
dimana nilai p = 1,000 p 0,05.
4.8.5. Usia Pemberian Pisang Awak Berdasarkan Gangguan Saluran Pencernaan
Gambaran hasil tabulasi silang antara usia pemberian pisang awak dengan gangguan saluran pencernaan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.31. Tabulasi Silang antara Usia Pemberian Pisang Awak dengan Gangguan Saluran Pencernaan di Desa Paloh Gadeng Tahun
2011
Gangguan Saluran
Pencernaan Usia Pemberian Pisang Awak
Jumlah p
0-6 bulan 7-12 bulan
n n
n
Ya 13
92,9 1
7,1 14
100,0 0,016
Tidak 17
54,8 14
45,2 31
100,0
Total 30
66,7 15
33,3 45
100,0
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bayi yang paling banyak mengalami gangguan saluran pencernaan ketika diberikan pisang awak yaitu pada kelompok usia
0-6 bulan sebanyak 92,9. Berdasarkan hasil analisis uji statistik Chi-Square menunjukkan bahwa ada hubungan antara usia pemberian pisang awak dengan
gangguan saluran pencernaan, dengan taraf signifikan p = 0,016 p 0,05. Gangguan saluran pencernaan wajar saja banyak terjadi pada bayi di bawah 6 bulan karena
sistem pencernaan bayi yang belum sempurna. Bayi yang berusia di bawah 6 bulan seharusnya cukup mengkonsumsi ASI saja.
4.9. Kaitan Gangguan Saluran Pencernaan dan Status Gizi
Pemberian makanan pendamping ASI yang tidak tepat kepada bayi dapat berisiko terjadinya gangguan saluran pencernaan. Jika gangguan saluran pencernaan
berlangsung dalam waktu lama maka dapat mempengaruhi status gizi.
4.9.1. Gangguan Saluran Pencernaan Berdasarkan Status Gizi Bayi BBU
Gambaran hasil tabulasi silang antara gangguan saluran pencernaan dengan status gizi bayi berdasarkan indeks BBU dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.32. Tabulasi Silang antara Gangguan Saluran Pencernaan dengan Status Gizi Bayi BBU di Desa Paloh Gadeng Tahun 2011
Status Gizi Bayi BBU
Gangguan Saluran Pencernaan Total
Ya Tidak
n n
Normal 11
25,6 32
74,4 43
100,0 Kurang
4 66,7
2 33,3
6 100,0
Z-Score +1 SD 5
100,0 5
100,0
Total 15
27,8 39
72,2 54
100,0
Dari hasil Tabel 4.32. di atas dapat diketahui bahwa sebesar 25,6 bayi yang mengalami gangguan saluran pencenaan memiliki status gizi normal dan sebesar
66,7 bayi yang mengalami gangguan saluran pencernaan berstatus gizi kurang.
4.9.2. Gangguan Saluran Pencernaan Berdasarkan Status Gizi Bayi PBU
Gambaran hasil tabulasi silang antara gangguan saluran pencernaan dengan status gizi bayi berdasarkan indeks PBU dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.33. Tabulasi Silang antara Gangguan Saluran Pencernaan dengan Status Gizi Bayi PBU di Desa Paloh Gadeng Tahun 2011
Status Gizi Bayi PBU
Gangguan Saluran Pencernaan
Total p
Ya Tidak
n n
Normal 14
28,6 35
71,4 49
100,0 1,000
Pendek 1
20,0 4
80,0 5
100,0
Total 15
27,8 39
72,2 54
100,0
Berdasarkan Tabel 4.33. dapat diketahui bahwa sebesar 28,6 bayi yang mengalami gangguan saluran pencenaan memiliki panjang badan yang normal dan
20,0 bayi yang mengalami gangguan saluran pencernaan memiliki panjang badan kategori pendek. Bayi yang tidak mengalami gangguan saluran pencernaan memiliki
panjang badan kategori pendek sebesar 80,0. Hasil uji statistik Chi-Square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan gangguan saluran pencernaan yang dialami
bayi terhadap status gizi berdasarkan indeks PBU, dengan taraf signifikan p = 1,000 p 0,05.
4.9.3. Gangguan Saluran Pencernaan Berdasarkan Status Gizi Bayi BBPB
Gambaran hasil tabulasi silang antara gangguan saluran pencernaan dengan status gizi bayi berdasarkan indeks BBPB dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.34. Tabulasi Silang antara Gangguan Saluran Pencernaan dengan Status Gizi Bayi BBPB di Desa Paloh Gadeng Tahun 2011
Status Gizi Bayi BBPB
Gangguan Saluran Pencernaan Total
Ya Tidak
n n
Gemuk 3
100,0 3
100,0 Risiko Gemuk
2 40,0
3 60,0
5 100,0
Normal 10
25,0 30
75,0 40
100,0 Kurus
3 50,0
3 50,0
6 100,0
Total 15
27,8 39
72,2 54
100,0
Berdasarkan Tabel 4.34. dapat diketahui bahwa sebesar 40,0 bayi yang mengalami gangguan saluran pencenaan memiliki status gizi risiko gemuk dan 50,0
bayi yang mengalami gangguan saluran pencernaan berstatus gizi kategori kurus. Bayi yang berstatus gizi gemuk ditemukan pada keadaan tidak mengalami gangguan
saluran pencernaan.
BAB V PEMBAHASAN
5.1. Pola Pemberian Pisang Awak pada Bayi Usia 0-12 Bulan
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar bayi 83,3 diberikan makan pisang awak. Bayi yang sudah tidak diberikan makan pisang awak,
dahulunya pernah diberikan makan pisang awak, namun pemberian itu sudah diberhentikan karena bayi mulai bosan dengan menu makanan pisang awak lumat
ataupun pisang awak yang dilumatkan dengan nasi lembek sehingga ibu menggantikan makanannya dengan menu lain seperti nasi tim dan bubur instan.
Pisang menjadi pilihan bagi ibu untuk diberikan pada bayi karena struktur daging buahnya yang lembut. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Widodo 2003,
mengungkapkan bahwa di Indonesia jenis MP-ASI yang umum diberikan kepada bayi sebelum usia 4 bulan adalah pisang mencapai 57,3.
Pada umumnya bayi usia 0-6 bulan di Desa Paloh Gadeng telah diberikan makanan lain selain ASI berupa pisang awak yang dilumatkan bersama nasi lembek.
Hanya 3,2 bayi yang masih mendapat ASI saja. Hal ini tidak sesuai dengan anjuran pemberian ASI Eksklusif, dimana ibu dianjurkan memberikan hanya ASI saja dalam
6 bulan pertama kehidupan bayi Dinkes Prop SU, 2006. Sedangkan pada bayi usia 7-12 bulan ditemukan 65,2 bayi masih diberikan pisang awak. Pola pemberian
pisang awak pada bayi usia 7-12 bulan sudah sesuai dengan kebutuhan bayi karena bayi usia diatas 6 bulan sudah dianjurkan untuk diberikan makanan pendamping ASI.
Hal yang sama juga diperoleh dari penelitian Sufnidar 2010 yang dilakukan di Kecamatan Padang Tiji, Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh, dimana susunan makanan
yang diberikan kepada bayi selain ASI atau susu formula, yaitu pisang awak yang dilumatkan.
Waktu pemberian pisang awak pada bayi di Desa Paloh Gadeng umumnya pada pagi dan sore hari yaitu sebanyak 53,3. Biasanya ibu memberikan makan
pisang awak pada pukul 08.00 WIB dan 17.00 WIB. Terkadang jika bayi rewel tengah malam dan tidak mau disusui, si ibu akan memberikan pisang tersebut.
Namun, pada bayi kelompok usia 7-12 bulan ditemukan paling banyak diberikan makan pisang awak pada pagi, siang dan sore hari.
Frekuensi pemberian pisang awak pada bayi usia 0-6 bulan yang paling banyak adalah kurang dari 3 kali dalam sehari. Berdasarkan hasil wawancara dengan
ibu bayi diketahui bahwa ibu biasanya memberikan pisang awak sebanyak 2 kali saja dalam sehari, baik itu pada pagi dan siang, pagi dan sore, pagi dan malam, maupun
siang dan malam. Bayi yang diberikan makan pisang awak sebanyak 2 kali saja, di waktu lain si ibu juga memberikan nasi tim, biskuit susu, bubur beras merah dan sari
buah. Hal ini dilakukan ibu agar bayi tidak bosan. Sedangkan pada usia 7-12 bulan, bayi sudah diberikan makan sebanyak 3 kali dalam sehari.
Cara pemberian pisang awak yang dilakukan ibu berbeda-beda. Pada bayi usia 0-6 bulan, paling banyak ibu memberikan pisang awak dengan cara pisang matang
dikerok dan hanya diambil daging buahnya saja kemudian dilumatkan bersama nasi lembek. Ada beberapa ibu yang menyaring nasinya terlebih dahulu baru dicampur
pisang yang sudah dilumatkan. Namun, ada juga ibu yang memberikan pisang awak saja dilumatkan tanpa dicampur makanan yang lain. Pada bayi usia 7-12 bulan juga
ditemukan paling banyak ibu memberikan pisang awak dengan cara pisang awak
dilumatkan dan dicampur nasi. Ibu-ibu sering menyebutnya nasi pisang. Tujuan ibu mencampur pisang awak dengan nasi agar si bayi lebih cepat kenyang. Rata-rata ibu
membuat 1 porsi nasi pisang yang terdiri dari 1 buah pisang awak dan ditambahkan dengan 2 sendok makan nasi lembek.
Dalam setiap kali pemberian, sebagian besar ibu memberikan pisang awak sebanyak 1 buah. Namun, ada juga ibu yang memberikan pisang awak hanya
setengah buah saja. Pemberian pisang awak sebanyak setengah buah hanya ditemukan pada beberapa bayi usia 0-6 bulan. Bagian dari pisang awak yang diambil
hanya daging buahnya saja dan hati pisangnya dibuang. Satu buah pisang awak memiliki berat mencapai 67,5 gram sampai 100 gram, hal ini tergantung dari ukuran
buahnya. Pisang awak yang diberikan kepada bayi adalah pisang yang sudah cukup matang dengan tekstur daging buah lembek.
Sebagian besar bayi 51,1 sudah diberikan makan pisang awak sejak umur 0 bulan. Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu bayi dikatakan bahwa rata-rata ibu
mulai memberikan pisang sejak bayi berumur 1 minggu. Bahkan ada ditemukan seorang bayi yang sudah diberikan makan pisang awak sejak umur 3 hari. Praktek
pemberian makanan tersebut sangatlah tidak baik bagi bayi. Seharusnya bayi yang berusia dibawah 6 bulan hanya diberikan ASI saja dan pemberian makanan
pendamping ASI baru boleh dilakukan setelah bayi berusia 6 bulan. Menurut Depkes RI 2005, pemberian makanan lain selain ASI pada usia 0-6 bulan dapat
membahayakan bayi karena bayi belum mampu memproduksi enzim untuk mencerna makanan bukan ASI maka akan timbul gangguan kesehatan. Hasil yang sama juga
diperoleh dari penelitian Pardosi 2009 di Perumnas Simalingkar Medan yang
menunjukkan bahwa pemberian makanan tambahan sudah dimulai sejak bayi berusia 0-1 bulan. Penelitian Saragih 2008 di Kabupaten Nias juga ditemukan praktek
pemberian makan pada bayi sudah dilakukan sejak usia dibawah 2 bulan. Memberikan pisang awak ini sudah menjadi tradisi turun temurun. Alasan ibu
terlalu cepat memberikan makan pisang awak kepada bayi dikarenakan bayi sering menangis atau rewel yang dianggap oleh si ibu bahwa bayi lapar. Mulai sejak itu ibu
menjadi mulai sering memberikan bayinya pisang awak secara rutin. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sari 2010 yang menyatakan bahwa
umumnya ibu memberikan pisang awak dikarenakan anak selalu menangis dan dianggap lapar.
Alasan lain ibu memberikan pisang awak seperti ada beberapa ibu yang menginginkan bayinya cepat gemuk sehingga bayi sudah diberikan makan sejak dini.
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan pernyataan Boedihardjo 1994 yang menyatakan bahwa kelompok masyarakat yang menganut pandangan bahwa bayi
sehat adalah bayi gemuk akan terus menerus memberikan makanan tambahan secara berlebihan. Ada juga yang memberikan alasan karena pisang awak ini mudah
diperoleh dan harganya relatif murah. Setiap 1 sisir pisang dijual dengan harga berkisar Rp. 2.000,00 sampai Rp. 3.000,00.
Di Desa Paloh Gadeng masih memiliki adat peucicap, dimana bayi berumur tujuh hari diperkenalkan makanan dengan mencampur berbagai macam rasa makanan
seperti diberikan sari buah pisang, apel, jeruk, anggur, nangka, gula, garam, madu yang dioleskan pada bibir bayi disertai dengan doa dan pengharapan dengan kata-kata
agar si bayi kelak tumbuh menjadi anak yang saleh, berbakti kepada kedua orang tua,
agama, nusa dan bangsa. Setelah adat peucicap selesai berarti bayi sudah boleh diberikan makanan. Adanya adat peucicap ini dapat menghambat keberhasilan
pemberian ASI Eksklusif.
5.2. Pola Pemberian ASI