Identifikasi Sistem Pengukuran Kinerja pada PT Agricon Putra Citra Optima Saat Ini

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1. Identifikasi Sistem Pengukuran Kinerja pada PT Agricon Putra Citra Optima Saat Ini

Pengukuran kinerja perusahaan menjadi critical point yang krusial dalam peningkatan keefektifan dan kemajuan dalam langkah-langkah strategi perusahaan. Efektifitas sebuah perusahaan merupakan pengukuran terhadap fakta- fakta yang akan menghasilkan data, kemudian apabila data tersebut dianalisis secara tepat akan memberikan informasi yang akurat serta informasi tersebut akan berguna bagi pemegang kebijakan dalam pengambilan keputusan serta sebagai bahan perbaikan dari kinerja pada masa yang akan datang. Penilaian atas kinerja perusahaan secara menyeluruh terhadap kinerja dapat menjadi acuan perusahaan dalam operasinya, sehingga perusahaan memiliki kerangka kerja yang jelas dalam usaha pencapaian visi, misi dan tujuan yang telah ditetapkan. Penilaian kinerja yang dilakukan PT APCO selama ini adalah menggunakan pengukuran secara konvensional, yaitu berfokus pada pengukuran aspek keuangan yang mengacu pada penjualan dan profitabilitas lihat Gambar 7. Indikator-indikator pengukuran kinerja yang digunakan sebagai acauan pada kedua aspek dinilai dari laporan keuangan laba-rugi dan laporan neraca tahunan. Melalui kedua laporan tersebut indikator-indikator kinerja perusahaan yang diukur antara lain harta perusahaan, arus kas, rasio lancar yang dilihat pada laporan neraca. Sedangkan dari laporan laba-rugi antar lain jumlah penjualan, nilai penjualan untuk aspek penjualan, sedangkan beban usaha, persentase beban terhadap penjualan dan labarugi bersih merupakan ukuran dari aspek profitalitas perusahaan. Gambar 7. Skema Pengukuran kinerja PT Agricon Putra Citra Optima Pokok-pokok pengukuran kinerja dan indikatornya yang digunakan oleh PT APCO antara lain: Pengukuran dari Laporan Keuangan Neraca: 1. Harta perusahaan adalah investasi yang ditanamkan di bidang operasi dalam perluasan jaringan usaha untuk pertumbuhan pembangunan perusahaan. Harta perusahaan meningkat menjadi 13,954 milliar rupiah pada tahun 2008 dari 10,076 milliar rupiah pada tahun 2007. Aktiva Lancar o Kas o Piutang o Persediaan o Biaya dibayar dimuka Aktiba Tetap o Bangunan o Aktiva pajak tangguhan Neraca Kewajiban: 1. Kewajiban jangka pendek o Hutang bank o Hutang usaha o Hutang pajak o Biaya yang harus dibayar 2. Kewajiban jangka panjang o Kewajiban pesangan o Hutang bank o Hutang pembiayaan o Hutang cadanga pembiayaan 3. Ekuitas o Modal dasar o Selisih Penilaian kembali o Saldo laba Laporan labarugi: o Penjualan o Beban pokok penjualan Laba kotor o Beban usaha Laba usaha o Pendapatanbeban lain-lain Laba sebelum pajak o Beban pajak Laba bersih Pengukuran Kinerja: 1. Hasil penjualan 2. Laba bersih sebelum pajak 3. Harga pokok penjualan 4. Laba kotor 5. Pengeluaran dan biaya overhead kantor Pengukuran kinerja: 1. Harta perusahaan 2. Rasio lancar 3. Cash flow arus kas Laporan Keuangan 2. Rasio lancar. Rasio lancar pada tahun 2007 sebesar 1,15 dan pada tahun 2008 meningkat menjadi 2,70. Rasio perusahaan 2,70 memiliki arti bahwa perusahaan memiliki 2,70 rupiah aktiva lancar untuk setiap satu rupiah hutang lancar. 3. Arus kas cash flow. Arus kas digunakan untuk mengetahui tingkat kelancaran arus kas dan arus keluar perusahaan. Penghasilan arus kas perusahaan pada tahun 2008 meningkat sebesar 270 persen menjadi 1, 260 milliar rupiah dibandingkan pada tahun 2007 yang hanya sebesar 340 juta rupiah Lampiran. Pengukuran dari Laporan laba rugi: 1. Hasil Penjualan, yaitu harga jual dikalikan dengan jumlah penjualan yang terjadi dalam setahun. Pada tahun 2007 nilai penjualan PT APCO sebesar 17,5 milliar rupiah dan pada tahun 2008 menjadi 24,7 milliar rupiah atau terjadi peningkatan sebesar 41 persen dari nilai penjualan pada tahun 2007. 2. Laba bersih sebelum pajak. Pada tahun 2007 laba bersih sebelum pajak adalah sebesar 723 juta rupiah dan pada tahun 2008 laba bersih sebelum pajak meningkat 183 persen menjadi sebesar 2, 052 milliar rupiah 3. Harga Pokok Penjualan HPP sebagai persentase dari penjualan adalah besarnya HPP terhadap nilai penjualan. Pada tahun 2007 besarnya HPP terhadap penjualan adalah 50,7 persen dan untuk tahun 2008 membaik menjadi 47,7 persen. Hal ini mencerminkan usaha perusahaan dalam melakukan pengawasan terhadap pengeluaran dan lebih menfisienkan supply chain manajemen yang ada. Hasilnya adalah laba kotor yang diperoleh menjadi lebih tinggi 4. Laba kotor. Pada tahun 2007 laba kotor sebesar 8,611 milliar rupiah dan pada tahun 2008 meningkat menjadi 12,943 milliar rupiah. 5. Pengeluaran dan biaya overhead kantor. Beban usaha nominal meningkat sebesar 38 persen dari 7,855 milliar rupiah pada tahun 2007 menjadi 10,861 milliar pada tahun 2008 dan sebagai persentase terhadap total penjualan terhadap tahun 2007 sebesar 45 persen dan pada 2008 sebesar 43 persen. Pengukuran kinerja perusahaan di atas masih menggunakan sistem tradisional, dengan menggunakan anggaran tahunan sebagai alat ukur. Sistem akuntansi yang mencatat biaya historis sangat mempengaruhi pengukuran kinerja seluruh entitas perusahaan. Hasil pengukuran keuangan akan menjadi tolok ukur penilaian akan kinerja karyawan dan manajemen serta menjadi pertimbangan apakah mereka layak untuk diberi bonus, dipromosikan atau justru dimutasikan. Hal ini sedikit bebeda dengan konsep pengukuran Balanced Scorecard yang menganggap karyawan dan manajer sebagai pemacu kinerja keuangan yang patut diukur secara terpisah, sehingga kesimpulan dari penilaian terhadap kinerja perusahaan secara seperti pelanggan dan proses bisnis internal juga belum secara rutin dilakukan. Padahal untuk perusahaan yang berorientasi pada kepuasan pelanggan, pengukuran terhadap pelanggan sangat diperlukan.

6.2. Peta Strategi Balanced Scorecard