Mata Pencaharian Luas Rata-Rata Hutan Rakyat

jika melihat kondisi saat ini dengan semakin banyaknya jumlah anggota keluarga maka beban yang harus ditanggung oleh responden petani sebagai kepala keluarga juga ikut semakin membesar, terutama untuk biaya pendidikan anak-anak mereka.

d. Mata Pencaharian

Sebagian besar responden petani pemilik dan pengelola hutan rakyat yang berhasil diwawancarai menjadikan kegiatan bertani sebagai mata pencaharian utama, namun ada juga yang menjadikan bertani sebagai mata pencaharian sampingan. Menjadikan kegiatan bertani sebagai mata pencaharian sampingan biasanya dilakukan oleh generasi muda yang mempunyai lahan garapan tetapi memiliki pekerjaan lain yang penghasilannya jauh lebih besar, seperti sebagai guru honorer, pegawai pekerja, pedagang atau peternak. Kegiatan bertani dilakukan di sela-sela kesibukan mereka dan dalam mengolah lahan pertaniannya lebih sering dilakukan dengan cara mengupah buruh. Responden petani yang menjadikan kegiatan bertani sebagai mata pencaharian utama juga memiliki mata pencaharian sampingan, seperti menjadi buruh baik buruh tani maupun perkebunan atau sebagai pedagang yang menjual hasil dari kebun mereka sendiri terutama buah-buahan. Hal ini dilakukan semata untuk dapat menambah penghasilan untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka.

e. Luas Rata-Rata Hutan Rakyat

Luas rata-rata hutan rakyat per responden petani dari masing-masing desa penelitian dapat dilihat pada Tabel 12 berikut. Tabel 12. Luas Rata-Rata Total Pemilikan Lahan dan Hutan Rakyat Per Responden Petani Hutan Rakyat pada Masing-Masing Desa Penelitian No. Desa Luas Total Luas Persentase Pemilikan Lahan Hutan Rakyat Luas HaKK HaKK Hutan Rakyat 1 Pasirbaru 2,63 1,23 46,67 2 Gunung Tanjung 2,04 1,75 85,70 3 Cijulang 1,64 1,24 75,37 4 Bojongjengkol 1,04 0,72 69,04 Rata-Rata 1,84 1,23 69,19 Pada Tabel 12 dapat terlihat bahwa persentase rata-rata luas hutan rakyat per responden petani dari setiap desa penelitian adalah sebesar 69,19, yang dapat diartikan bahwa lebih dari separuh lahan yang dimiliki oleh kebanyakan para responden petani dijadikan sebagai hutan rakyat. Persentase yang cukup besar tersebut sebenarnya disebabkan karena kebanyakan responden petani menanami lahannya dengan sistem agroforestri, dengan penanaman tanaman penghasil kayu yang tersebar secara merata pada setiap areal lahan, sehingga sangat sulit untuk membedakan antara lahan yang dijadikan sebagai hutan rakyat dengan lahan yang dijadikan sebagai lahan pertanian.

f. Bentuk Kayu yang Dijual