dapat disebabkan diantaranya adalah karena faktor kecocokan lahan, kemudahan dalam mendapatkan bibit dan budidaya, kecepatan tumbuh pohon serta aspek
ekonomi.
5.1.2 Pola dan Pergiliran Tanam a.
Pola Tanam
Penanaman tanaman penghasil kayu di hutan rakyat oleh para responden petani sebagian besar dilakukan secara agroforestri dengan jenis yang ditanam
bervariasi polikultur dan ada juga sebagian kecil yang menanaminya dengan satu jenis saja monokultur.
Pola tanam pada penanaman hutan rakyat dengan sistem agroforestri dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu secara teratur dan acak. Penanaman secara
teratur dilakukan dengan menanami tanaman penghasil kayu di sela-sela tanaman pertanian pola 1 dan dapat juga dilakukan dengan menanami tanaman penghasil
kayu di pinggiran lahan yang dapat juga difungsikan sebagai tanaman pagar atau penahan angin pola 2, sedangkan penanaman secara acak dilakukan secara tidak
teratur dan juga tidak memperhatikan jarak tanam pola 3. Tanaman pertanian pada umumnya dijadikan sebagai tanaman pokok
sedangkan tanaman penghasil kayu atau buah atau perkebunan dijadikan sebagai tanaman sampingan yang dapat dipanen sewaktu-waktu. Namun, pada beberapa
responden petani ada juga yang mengganti tanaman pokoknya dengan tanaman perkebunan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi seperti cengkeh atau karet atau
tanaman penghasil buah seperti pisang khususnya Kecamatan Cisolok. Hal ini dilakukan karena sebagian besar lahan di Kecamatan Cisolok meskipun subur
untuk lahan pertanian akan tetapi mempunyai kelerengan yang sangat tinggi sehingga agak sulit dalam pengolahan tanahnya. Hasil seperti cengkeh, getah
karet atau buah-buahan dijadikan sebagai komoditas utama yang dapat dijual untuk mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari.
Penanaman tanaman penghasil kayu secara keseluruhan di areal yang dimiliki tanpa sistem agroforestri, baik yang dilakukan secara polikultur ataupun
monokultur dilakukan pada lahan-lahan yang memang agak sulit untuk dikelola dengan sistem agroforestri baik dalam hal persiapan lahan, penanaman,
pemeliharaan maupun pemanenan. Hal ini dikarenakan lahan tidak subur, jauh
dari tempat tinggal responden petani pemilik lahan, mempunyai aksesibilitas yang buruk atau dapat juga dikarenakan responden petani sudah tidak mempunyai
waktu atau tenaga untuk mengurus lahannya.
b. Pergiliran Tanam