11 kadar  suhu  tempat  pengumpulan  dan  intensitas  cahaya  pada  tempat  tersebut
Badan Pengembangan Ekspor Nasional, 2000 dalam Agustika, 2009. Prosedur dalam  perdagangan  ikan  hias  adalah  bebas, artinya  tidak  ada  batasan
dalam jumlah. Namun jika perdagangan ikan hias dalam skala ekspor, maka eksportir harus  memiliki  ijin  perdagangan  dari  Kementerian  Industri  dan  Perdagangan.  Ikan
hias  merupakan  komoditi  yang  mempunyai  ciri  dan  sifat  tertentu,  sehingga  para pelaku pasar ikan  hias harus  memiliki pengetahuan dan keterampilan yang baik agar
dapat menghasilkan ikan yang sesuai dengan keinginan pasar. Pada umumnya  saluran distribusi  perdagangan  ikan  hias dalam  pasar domestik
dimulai  dari  petani  atau  peternak  lalu  ke  pedagang  pengumpul,  kemudian  pedagang pengumpul akan menjualnya kembali kepada pedagang pengumpul  lain yang berada
di kota besar, baru setelah itu disalurkan kepada pengecer dam konsumen.
2.2  Deskripsi Ikan Maanvis Pterophyllum scalarae
Menurut Susanto 2000, deskripsi maanvis Pterophyllum scalarae yaitu ; Asal
: Kolam Amazon, Sungai Rupupuni, dan Sungai Essequibo di Guyana Ukuran
: Maksimum 15 cm, mau kawin pada ukuran 7,5 cm Sifat
: Cocok untuk akuarium umum, tetapi akan memangsa ikan kecil Suhu
: 20-32,2
O
C, dapat hidup pada kisaran suhu tinggi Sifat Air
: Jernih, netral Habitat
: Ditemukan pada Perairan tenang, tergenang, diantara tumbuhan air Maanvis  termasuk  satu  diantara  ikan  hias  yang  memiliki  penampilan  khas,
yakni  anggun,  lemah  lembut,  dan  cantik.  Oleh  karena  itu,  tak  heran  bila  ikan  ini dijuluki sebagai ”Queen of Aquarium”. Selain itu bentuk badannya unik seperti anak
panah, dan pipih kesamping dengan sirip punggung serta sirip perut yang simetris dan melebar.  Sirip  dadanya  berbentuk  kecil  panjang  dan  sempit  seperti  “dasi”  yang
umumnya berwarna keputihan. Pada maanvis jenis slayer, sirip-siripnya amat panjang seperti selendang yang indah. ikan ini memiliki warna asli abu-abu keperakan ke arah
putih  kekuningan  dengan  empat  buah  garis  hitam  yang  terlihat  seperti  memotong badan.  Dari  hasil  persilangan  yang  dilakukan  oleh  hobiis  atau  breeder,  dihasilkan
12 berbagai macam warna maanvis seperti black and white BW, black, tricolor, kuning
dan albino serta masih banyak lainnya.
2.3   Penelitian Terdahulu
Ada  beberapa  penelitian  terdahulu  yang  penulis  jadikan  acuan  untuk  menulis skripsi  ini,  seperti  Made  2005  yang  meneliti  tentang  Analisa  Kelayakan  Bisnis
Usaha Pembudidayaan Ikan Koki pada Lahan Terbatas di Jakarta. Penelitian tersebut mengkaji  kelayakan  usaha  dilihat  dari  aspek  pemasaran,  aspek  teknis  dan  aspek
finansial.  Melihat  semakin  terbatasnya  lahan  di  daerah  perkotaan,  maka  kawasan perkotaan menjadi objek penelitian dalam hal menerapkan teknologi hemat lahan dan
air.  Dari  hasil  analisa  dapat  dikatakan  bahwa  usaha  budidaya  ikan  koki  pada  lahan terbatas  di  Kota  Jakarta  layak  dilakukan,  karena  usaha  ini  dapat  memberikan
keuntungan bagi pengelolanya. Dilihat dari hasil NPV sebesar Rp. 109. 863.062, IRR sebesar 64,91 persen, payback period dicapai dalam 7,32 bulan, BC Ratio 2,18 kali
dan  BEP  tercapai  pada  tingkat  penjualan  Rp  1.748.414.  Tetapi  usaha  ini  sensitif terhadap perubahan  harga  jual  output  dan perubahan  volume  produksi  minimal  45
persen.  Jika  terjadi  penurunan  terhadap  faktor-faktor  tersebut  lebih  dari  45  persen maka kegiatan usaha budidaya tidak layak secara finansial untuk dilakukan.
Rohmawati 2010, meneliti tentang Analisis  Kelayakan Pengembangan Usaha Ikan Hias  Air Tawar pada Arifin Fish Farm di Desa Ciluar Kecamatan Bogor Utara,
Kota  Bogor.  Hasil  penelitian  dilihat  dari  aspek  teknis  menunjukkan  bahwa perusahaan tidak mengalami kesulitan dalam tersediaan bahan baku dalam pengadaan
atau  ketersediaan  induk  ikan  hias  air  tawar.  Dari  aspek  manajemen  menunjukan perusahaan  menggunakan  struktur  organisasi  berbentuk  garis  dan  cukup  sederhana
sehingga  mampu  menjalankan  tugas  masing-masing  sesuai  dengan  kewajibannya. Aspek Hukum menunjukkan bahwa Arifin Fish Farm dapat digolongkan dalam usaha
perorangan.  Aspek  pasar  usaha  ini  menunjukkan  potensi  ikan  hias  air  tawar  sangat baik  untuk  dikembangkan  dapat  dilihat  dari  permintaan  yang  cukup  tinggi.  Hasil
Perhitungan  aspek  finansial  pada  usaha  ikan  hias  air  tawar  dengan  rencana pengembangan  dengan  lahan  800  m
2
menunjukan  perhitungan  nilai  NPV  yang diperoleh  sebesar  Rp  2.039.639.749,00,  nilai  Net  BC  diperoleh  sebesar  4,08,  nilai
13 IRR  sebesar  60  persen,  payback  period  sebesar  2,03,  nilai  manfaat  bersih  yang
diperoleh sebesar Rp 434.591.902,00. Pada hasil perhitungan analisis sensitivitas jika terjadi  penurunan  harga  penjualan,  maka  menunjukkan  usaha  ini  masih  tetap  layak
untuk  dilanjutkan.  Penurunan  harga  jual  ikan  hias  sebesar  20  persen  per  tahun menghasilkan  NPV Rp 1.125.203.260,00, Net  BC sebesar  2,43 dan  IRR sebesar  34
persen.  sedangkan  penurunan  sebesar  30  persen  menghasilkan  NPV  sebesar 667.985.016,00, Net BC sebesar 1,79 dan IRR sebesar 24 persen.
Rahmawan  2004,  meneliti  tentang  Analisis  Kelayakan  Pengembangan Investasi  Pengembangan  Usaha  Pemasok  supplier  Ikan  Hias  di  Adil  Fish  Farm,
Depok. Penelitian tersebut mengkaji tentang  aspek finansial dan aspek non finansial. Dari  segi aspek  non finansial diperoleh  bahwa pada aspek teknis tidak ada kesulitan
dalam pengadaan ikan hias dari petani maupun dalam proses produksinya. Pada aspek manajemen,  dengan  struktur  yang  sederhana  Adil  Fish  Farm  masih  mampu
menjalankan manajemen usahanya dengan baik. Pada aspek pasar, adanya permintaan yang  kontinu  dari  pihak  konsumen  menunjukkan  usaha  ini  masih  memiliki  peluang
pasar  yang  baik.  Pada  aspek  finansial,  usaha  ini  layak  untuk  dijalankan  karena memiliki  NPV  sebesar  Rp  453.361.955,00,  Net  BC  Ratio  sebesar  2,35  dan  IRR
sebesar  61  persen  serta  keuntungan  yang  cukup  besar  yaitu  sebesar  Rp 126.781.000,00.  Pada  hasil  analisis  sensitivitas,  untuk  kenaikan  harga  bahan  bakar
BBM  maksimal  yaitu  sebesar  10  persen  dan  kenaikan  harga  cacing  pakan maksimal sebesar 50 persen maka usaha ini tetap layak untuk dilaksanakan.
Surahmat  2009,  meneliti  tentang  Analisis  Kelayakan  Usaha  Pembenihan Larva  Ikan  Bawal  Air  Tawar  Ben’s  Fish  Farm  Cibungbulang  Kabupaten  Bogor.
Penelitian tersebut mengkaji kelayakan usaha dengan melihat aspek finansial dan non finansial. Dari  hasil  penelitian  tersebut  diperoleh  hasil  usaha  pembenihan  larva  ikan
bawal  air  tawar  dikatakan  layak  untuk  dilanjutkan  dan  dilaksanakan.  Dilihat  dari aspek  non  fianansial  seperti  aspek  teknis  telah  berdasarkan  parameter  kualitas  air
yang  dilakukan  pengukuran  instalasi  riset  lingkungan  perikanan  budidaya  dan toksikologi,  dari  segi  aspek  pasar  masih  memiliki  peluang  pasar  larva  ikan  bawal
yang  belum  terpenuhi,  dari  segi  aspek  manajemen  struktur  organisasi  dan  deskripsi
14 pekerjaan  yang  dijalankan  setiap  karyawan  Ben’s  Fish  Farm  cukup  baik,  dari  segi
aspek  sosial  tidak  memberikan  dampak  buruk  bagi  masyarakat  dan  lingkungan sekitar.  Dari  hasil  analisis  aspek  finansial,  usaha  dibagi  dalam  dua  skenario  yang
terdiri  dari skenario I menggunakan  investasi  modal  sendiri  dengan tingkat diskonto sebesar  7,25  persen  dan  skenaio  II  menggunakan  modal  pinjaman  dengan  tingkat
diskonto sebesar 14 persen. Skenario I layak untuk dilaksanakan, hal ini dapat dilihat dari  nilai  NPV  skenario  I  sebesar  Rp  587.596184,05  dengan  umur  usaha  10  tahun,
Net  BC  Ratio  sebesar  4,15.  Nilai  IRR  sebesar  61  persen  serta  dengan  lama pengembalian  investasi  selama  2  tahun  3  bulan.  Sedangkan  analisis  kelayakan
finansial  pada  skenario  II  diperoleh  Nilai  NPV  sebesar  Rp  9.501.982,34.  Net  BC sebesar 3,1.  Nilai  IRR  sebesar 29  persen  tetapi dengan  lama pengembalian  investasi
lebih  dari  10  tahun  yang  lebih  lama  dari  umur  proyek  sehingga  tidak  layak. Berdasarkan  hasil  analisis  switching  value.  Untuk  skenario  I,  penurunan  harga  jual
larva  yang  masih  dapat  ditolerir  yaitu  sebesar  7,04  persen  dan  penurunan  jumlah produksi tidak  lebih dari  42,1  persen. Sedangkan  untuk  skernario II  tidak  dilakukan
analisis  switching  value  karena  dengan  modal  pinjaman  usaha  tidak  layak  untuk dilaksanakan berdasarkan waktu pengembalian modal invesatasi yang lebih lama dari
umur  proyek.  Berdasarkan  hasil  analisis  kelayakan  finansial  penggunaan  skenario  I lebih layak dilaksanakan dibandingkan sekenario II.
Afni  2008,  meneliti  tentang  Analisis  Kelayakan  Pengusahaan  Lobster  Air Tawar,  Kasus  K’BLAT’S  Farm,  Kecamatan  Gunung  Guruh,  Kabupaten  Sukabumi,
Jawa  Barat.  Penelitian  ini  mengkaji  tentang  kelayakan  usaha  lobster  air  tawar  di K’BLAT’S  Farm  di  Sukabumi  dengan  memperhatikan  aspek  finansial  maupun  non
finansial  seperti  aspek  pasar,  aspek  teknis,  aspek  manajemen,  aspek  hukum,  aspek sosial  ekonomi  dan  aspek  lingkungan.  Dalam  penelitian  ini  dilakukan  tiga  skenario
pola  usaha  yaitu  pola  usaha  I  adalah  usaha  pembenihan,  pola  usaha  II  adalah  usaha pembesaran, dan  pola usaha  III  yaitu  usaha pembenihan dan  pembesaran.  Dari  hasil
analisis  finansial  diperoleh  hasil  untuk  pola  usaha  I  diperoleh  NPV  sebesar  Rp 73.792.135,  Net  BC  sebesar  3,47,  IRR  sebesar  33  persen,  dan  PBP  selama  4,04
tahun.  Untuk  pola  usaha  II  diperoleh  hasil  NPV  sebesar  Rp  112.563.989,  Net  BC
15 sebesar  4,22,  IRR  sebesar  41  persen,  dan  PBP  selama  3,4  tahun.  Sedangkan  untuk
pola  usaha  III  diperoleh  hasil  NPV  sebesar  Rp  138.280.330,  Net  BC  sebesar  5,14, IRR  sebesar  52  persen,  dan  PBP  selama  2,79  tahun.  Dari  hasil  analisis  finansial
tersebut dapat dilihat bahwa jenis usaha lobster air tawar yang paling menguntungkan adalah  pola  usaha  III.  Sementara  dari  hasil  analisis  switching  value  diperoleh  hasil
pada pola  usaha I  masih  layak untuk  dilaksanakan apabila terjadi penurunan  jumlah produksi  sebesar  23,8  persen,  kenaikan  harga  pakan  sebesar  774,95  persen,  dan
penurunan  harga  jual  sebesar  23,8  persen.  Pola  usaha  II  masih  layak  untuk dilaksanakan  apabila  terjadi  penurunan  jumlah  produksi  sebesar  23,11  persen,
kenaikan harga pakan sebesar 571,77 persen, dan penurunan harga jual sebesar 23,11 persen.  Sementara  pola  usaha  III  masih  layak  untuk  dilaksanakan  apabila  terjadi
penurunan  produksi  sebesar  34,87  persen,  kenaikan  harga  pakan  sebesar  828,33 persen,  dan  penurunan  harga  jual  sebesar  34,87  persen.  Berdasarkan  analisis
switching  value  tersebut  dapat  disimpulkan  bahwa  pola  usaha  II  adalah  jenis  usaha yang  peling  sensitif  terhadap  perubahan  jika  dibandingkan  dengan  pola  usaha  I  dan
pola usaha III.
2.4  Persamaan dan Perbedaan Penelitian Terdahulu