Transaksi Derivatif Berupa Kontrak Berjangka yang Diperdagangkan di Bursa

160 tetap perusahaan, sampai dengan sebesar selisih lebih penilaian kembali secara fiskal, bukan merupakan Objek Pajak Penghasilan. 20. Dalam hal selisih lebih penilaian kembali secara fiskal lebih besar daripada selisih lebih penilaian kembali secara komersial, pemberian saham bonus atau pencatatan tambahan nilai nominal saham tanpa penyetoran yang bukan merupakan Objek Pajak, hanya sampai dengan sebesar selisih penilaian kembali secara komersial.

N. Transaksi Derivatif Berupa Kontrak Berjangka yang Diperdagangkan di Bursa

Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI Register Perkara Nomor 22PHUM2009 terkait dengan permohonan hak uji materiil terhadap PP Nomor 17 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Transaksi Derivatif Berupa Kontrak Berjangka yang Diperdagangkan di Bursa, dinyatakan bahwa Pasal 2, Pasal 3 ayat 1, ayat 2, dan ayat 3, serta Pasal 5 PPNomor 17 Tahun 2009 bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi in casu Pasal 4 ayat 1 dan ayat 2 huruf c Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, oleh karena itu tidak sah dan tidak berlaku umum. Berdasarkan hal tersebut diterbitkan PP Nomor 31 Tahun 2011 tentang Pencabutan PP Nomor 17 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Transaksi Derivatif Berupa Kontrak Berjangka yang Diperdagangkan di Bursa. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-82PJ2011 menyampaikan hal- hal sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 mengatur antara lain: a. Pasal 4 ayat 1, yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. 161 b. Pasal 4 ayat 2 huruf c, atas penghasilan dari transaksi derivatif yang diperdagangkan dibursa dapat dikenai pajak bersifat final yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. 2. Pasal 19 PP Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan mengatur bahwa dalam hal penghasilan tidak dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan Peraturan Pemerintah tersendiri, atas penghasilan tersebut dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang- Undang PPh. 3. Materi pokok yang diatur dalam PP Nomor 31 Tahun 2011 tentang pencabutan PP Nomor 17 Tahun 2009 adalah: a. PP Nomor 17 Tahun 2009 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. b. Terhadap Pajak Penghasilan yang bersifat final atas penghasilan dari transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa yang telah dipungut berdasarkan PP Nomor 17 Tahun 2009 dikembalikan dengan mekanisme pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. 4. Dengan memperhatikan ketentuan tentang pengembalian Pajak Penghasilan yang bersifat final atas penghasilan dari transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa yang telah dipungut, maka atas penghasilan dari transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa yang diterima danatau diperoleh WP sejak 1 Januari 2009 dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang-Undang PPh. 5. Dalam hal terhadap WP diberikan pengembalian atas Pajak Penghasilan yang bersifat final atas penghasilan dari transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa maka penghasilan dari transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa tersebut wajib dilaporkan dalam SPT Tahunan WP yang dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang-Undang PPh. 6. Mekanisme pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang adalah mengacu pada: a. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190PMK.032007 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak yang Seharusnya Tidak Terutang; dan 162 b. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-5PJ2011 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penelitian Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Penghasilan yang Seharusnya Tidak Terutang bagi Wajib Pajak Dalam Negeri.

O. Penyetoran dan Pelaporan Pemotongan PPh Pasal 4 ayat 2