Sifat Pemotongan PPh Pasal 26

128 perlindungan pajak tax haven country yang mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia Catatan: Apabila terdapat Persetujuan Penghindaran Pajak BergandaP3B tax treaty antara Indonesia dengan negara mitra, maka pengenaan PPh Pasal 26 mengacu pada ketentuan yang terdapat dalam P3B tersebut.

D. Sifat Pemotongan PPh Pasal 26

Pada prinsipnya pemotongan PPh Pasal 26 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WP luar negeri bersifat final, kecuali: 1. Pemotongan atas: a. Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia; b. Penghasilan yang dikenai pemotongan PPh Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara bentuk usaha tetap dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud 25 . 2. Pemotongan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah status menjadi Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap. Atas penghasilan WP orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah status menjadi WP dalam negeri atau bentuk usaha tetap, pemotongan pajaknya tidak bersifat final sehingga potongan pajak tersebut dapat dikreditkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan. Contoh: A sebagai tenaga asing orang pribadi membuat perjanjian kerja dengan PT B sebagai WP dalam negeri untuk bekerja di Indonesia untuk jangka waktu 5 bulan terhitung mulai tanggal 1 Januari 2009. Pada tanggal 20 April 2009 perjanjian kerja tersebut diperpanjang menjadi 8 bulan sehingga akan berakhir pada tanggal 31 Agustus 2009. Jika perjanjian kerja tersebut tidak diperpanjang, status A adalah tetap sebagai WP luar negeri. Dengan diperpanjangnya perjanjian kerja tersebut, status A berubah 129 dari WP luar negeri menjadi WP dalam negeri terhitung sejak tanggal 1 Januari 2009. Selama bulan Januari sampai dengan Maret 2009 atas penghasilan bruto A telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 26 oleh PT B. Berdasarkan ketentuan Pasal 26 ayat 5 Undang-Undang PPh, maka untuk menghitung Pajak Penghasilan yang terutang atas penghasilan A untuk masa Januari sampai dengan Agustus 2009, Pajak Penghasilan Pasal 26 yang telah dipotong dan disetor PT B atas penghasilan A sampai dengan Maret tersebut, dapat dikreditkan terhadap pajak A sebagai WP dalam negeri. E. Pajak Penghasilan atas Penghasilan Kena Pajak Sesudah Dikurangi Pajak dari Suatu Bentuk Usaha Tetap Branch Profit T ax Ketentuan Pasal 26 ayat 4 Undang-Undang PPh mengatur bahwa Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di Indonesia dikenai Pajak Penghasilan branch profit tax sebesar 20, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia. 1. Dalam hal induk perusahaan dari WP BUT adalah WP dalam negeri dari negara yang telah mempunyai Persetujuan Penghindaran Pajak BergandaP3B tax treaty dengan Indonesia, besarnya tarif untuk menghitung branch profit tax adalah sebagaimana ditentukan dalam P3B yang berlaku. 2. Dalam hal penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh WP BUT dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final, dasar pengenaan branch profit tax adalah Penghasilan Kena Pajak yang dihitung berdasarkan pembukuan yang sudah dilakukan koreksi fiskal, dikurangi dengan jumlah Pajak Penghasilan yang bersifat final. Pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 mengatur bahwa d alam menghitung Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat 4 Undang-Undang PPh branch profit tax, terhadap bentuk usaha tetap yang terutang Pajak Penghasilan pada suatu tahun pajak, kerugian fiskal tidak dapat dikompensasikan lagi dengan Penghasilan Kena Pajak setelah dikurangi dengan Pajak Penghasilan. 130 Contoh: Penghasilan Kena Pajak BUT di Indonesia tahun 2009 = Rp17.500.000.000,00 Pajak Penghasilan: 28 x Rp17.500.000.000,00 = Rp 4.900.000.000,00 Penghasilan Kena Pajak setelah pajak = Rp12.600.000.000,00 Branch Profit Tax 20 x Rp12.600.000.000,00 = Rp 2.520.000.000,00 Apabila penghasilan setelah pajak sebesar Rp12.600.000.000,00 tersebut ditanamkan kembali di Indonesia sesuai dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, atas penghasilan tersebut tidak dipotong pajak. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 14PMK.032011 mengatur bahwa pengecualian dari branch profit tax diberikan apabila seluruh Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan dari suatu BUT ditanamkan kembali di Indonesia memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri. 1 Perusahaan baru yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia secara aktif telah melakukan kegiatan usaha sesuai akta pendiriannya, paling lama 1 tahun sejak perusahaan tersebut didirikan; dan 2 BUT yang bersangkutan tidak boleh melakukan pengalihan atas penyertaan modal paling sedikit dalam jangka waktu 2 tahun sejak perusahaan baru dimaksud berproduksi komersial. b. Penyertaan modal pada perusahaan yang sudah didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pemegang saham. 1 Perusahaan yang sudah didirikan dan berkedudukan di Indonesia mempunyai kegiatan usaha aktif di Indonesia; dan 2 BUT yang bersangkutan tidak boleh melakukan pengalihan atas penyertaan modal paling sedikit dalam jangka waktu 3 tahun sejak penyertaan modal. c. Pembelian aktiva tetapinvestasi berupa aktiva tidak berwujud oleh BUT untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan BUT di Indonesia. BUT yang bersangkutan tidak boleh melakukan pengalihan atas pembelian aktiva tetap atau pengalihan atas investasi berupa aktiva tidak berwujud, paling sedikit dalam jangka waktu 3 tahun sejak perolehan aktiva tetap atau investasi aktiva tidak berwujud yang bersangkutan. 131 d. Penanaman kembali di Indonesia harus dilakukan paling lama pada akhir Tahun Pajak berikutnya, setelah Tahun Pajak diperolehnya penghasilan tersebut bagi BUT yang bersangkutan. e. BUT yang bersangkutan menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai bentuk penanaman modal, realisasi penanaman kembali yang telah dilakukan danatau saat mulai berproduksi komersial bagi perusahaan yang baru didirikan, yang dilakukan kepada Kepala KPP tempat WP terdaftar. 1 Pemberitahuan mengenai bentuk penanaman modal yang dilakukan, dengan melampirkan pada SPT Tahunan untuk Tahun Pajak diterima atau diperolehnya penghasilan yang bersangkutan. 2 Pemberitahuan mengenai realisasi penanaman kembali yang telah dilakukan, dengan melampirkan pada SPT Tahunan untuk Tahun Pajak saat dilakukan realisasi penanaman kembali tersebut, paling sedikit meliputi hal-hal sebagai berikut: a Jumlah Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan dari BUT dan Tahun Pajak yang bersangkutan; dan b Bentuk penanaman kembali, jumlah realisasi penanaman kembali, dan Tahun Pajak dilakukan realisasi penanaman kembali. 3 Saat berproduksi komersial adalah saat perusahaan yang baru didirikan tersebut telah mulai memproduksi barang untuk dijual bagi perusahaan manufaktur atau saat perusahaan mulai melakukan penjualan barang danatau jasa bagi perusahaan selain manufaktur.

F. PPh Pasal 26 atas Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh WPLN selain BUT dari Penjualan Saham