76
jumlah penghasilan
bruto kumulatif
yang diterima
dengan memperhitungkan penghasilan yang telah diterima sebelumnya.
Contoh penghitungan PPh Pasal 21 penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai
Zakarias Safaat adalah pegawai PT Sampurna Sejati menerima gaji Rp2.000.000,00 sebulan. PT Sampurna Sejati mengikuti program pensiun
untuk para pegawainya. PT Sampurna Sejati membayar iuran dana pensiun untuk Zakarias Safaat sebesar Rp100.000,00 sebulan ke Dana
Pensiun Manfaat Sejahtera, yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. Zakarias Safaat membayar iuran serupa ke dana pensiun yang
sama sebesar Rp50.000,00 sebulan. Bulan April 2009 Zakarias Safaat memerlukan biaya untuk perbaikan
rumahnya maka ia mengambil iuran dana pensiun yang telah dibayar sendiri sebesar Rp20.000.000,00. Kemudian pada bulan Juni 2009 ia
menarik lagi dana sebesar Rp15.000.000,00. Kemudian bulan Oktober 2009 untuk keperluan lainnya ia menarik lagi dana sebesar
Rp25.000.000,00. PPh Pasal 21 yang terutang adalah:
Bulan Penarikan Dana
PPh Pasal 21 Terutang April
Rp20.000.000,00 5 x Rp20.000.000,00 = Rp1.000.000,00
Juni Rp15.000.000,00 5 x Rp15.000.000,00 =
Rp 750.000,00 Oktober Rp25.000.000,00 5 x Rp15.000.000,00 =
15 x Rp10.000.000,00 = Rp 750.000,00
Rp1.500.000,00 Rp2.250.000,00
H. Saat Terutang PPh Pasal 21
1. PPh Pasal 21 terutang bagi Penerima Penghasilan pada saat dilakukan pembayaran atau pada saat terutangnya penghasilan yang bersangkutan.
2. PPh Pasal 21 terutang bagi Pemotong PPh Pasal 21 untuk setiap masa pajak. 3. Saat terutang untuk setiap masa pajak adalah akhir bulan dilakukannya
pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan.
I. Sifat Pemotongan PPh Pasal 21
1. Kredit Pajak PPh Pasal 21
77
a. Jumlah PPh Pasal 21 yang dipotong merupakan kredit pajak bagi penerima penghasilan yang dikenakan pemotongan untuk tahun pajak yang bersangkutan,
kecuali PPh Pasal 21 yang bersifat final. b. Jumlah pemotongan PPh Pasal 21 atas selisih penerapan tarif sebesar 20 lebih
tinggi bagi pegawai tetap atau penerima pensiun berkala sebelum memiliki NPWP yang telah diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 terutang untuk bulan-bulan
selanjutnya pada tahun kalender berikutnya tidak termasuk kredit pajak. c. Dalam hal Wajib Pajak yang telah dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif yang lebih
tinggi mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP maka PPh Pasal 21 yang telah dipotong tersebut dapat dikreditkan dalam SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi
untuk tahun pajak yang bersangkutan. 2. PPh Pasal 21 bersifat Final
Pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat final adalah PPh Pasal 21 atas uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua yang
dibayarkan sekaligus dan PPh Pasal 21 atas honorarium atau imbalan lain dengan nama apapun yang menjadi beban APBN atau APBD yang diterima atau diperoleh
Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil PNS, anggota TNIPOLRI dan pensiunannya. a. PPh Pasal 21 atas Uang Pesangon
14
, Uang Manfaat Pensiun
15
, Tunjangan Hari Tua
16
, atau Jaminan Hari Tua
17
yang dibayarkan sekaligus Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2009 dan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 16PMK.032010, mengatur antara lain: 1 Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai berupa Uang
Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua THT, atau Jaminan Hari Tua JHT yang dibayarkan sekaligus dikenai pemotongan PPh Pasal 21
yang bersifat final. 2 Penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, THT, atau JHT
dianggap dibayarkan sekaligus dalam hal sebagian atau seluruh pembayarannya dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 tahun kalender.
3 Tarif PPh Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang Pesangon adalah:
78
4 Tarif PPh Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang Manfaat Pensiun, THT, atau JHT adalah:
5 Dalam hal terdapat bagian penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, THT, atau JHT yang terutang atau dibayarkan pada tahun ketiga dan
tahun-tahun berikutnya, pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a Undang-Undang PPh atas jumlah
bruto seluruh penghasilan yang terutang atau dibayarkan kepada Pegawai pada masing-masing tahun kalender yang bersangkutan, dan PPh Pasal 21
yang dipotong tersebut tidak bersifat final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran pajak pendahuluan atau kredit pajak.
Contoh:
Rizaldi dan Sofyan Maliki merupakan pegawai PT Sabar Abadi. Pada akhir tahun 2010, perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan melakukan
pengurangan pegawai. Pada 15 Januari 2011, Rizaldi dan Sofyan Maliki terkena Pemutusan Hubungan Kerja PHK oleh PT Sabar Abadi.
TARIF PPh Pasal 21 – UANG PESANGON
Lapisan PENGHASILAN s.d. Rp50.000.000,00
diatas Rp50.000.000,00 s.d. Rp100.000.000,00 diatas Rp100.000.000,00 s.d. Rp500.000.000,00
diatas Rp500.000.000,00 TARIF
5 15
25
TARIF PPh Pasal 21 – UANG MANFAAT PENSIUN, THT, JHT
Lapisan PENGHASILAN s.d. Rp50.000.000,00
diatas Rp50.000.000,00 TARIF
5
79
Rizaldi memperoleh uang pesangon Rp40.000.000,00, sedangkan Sofyan Maliki menerima uang pesangon Rp300.000.000,00. Pesangon tersebut
dibayarkan secara sekaligus kepada Rizaldi dan Sofyan Maliki pada 15 Januari 2011.
Bagaimana kewajiban pemotonganpemungutan PPh Pasal 21 atas pembayaran uang pesangon tersebut?
Penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang atas Uang Pesangon yang dibayarkan sekaligus yang diterima Rizaldi:
0 x Rp40.000.000,00 = Rp0,00
Penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang atas Uang Pesangon yang dibayarkan sekaligus yang diterima Sofyan Maliki:
0 x Rp 50.000.000,00 =
Rp 0,00 5 x Rp 50.000.000,00
= Rp 2.500.000,00
15 x Rp200.000.000,00 =
Rp30.500.000,00 Rp32.500.000,00
Kewajiban PT Sabar Abadi atas pembayaran uang pesangon yang dibayarkan sekaligus tersebut:
Melakukan pemotongan PPh Pasal 21 atas pembayaran uang pesangon yang dibayarkan sekaligus tersebut sebesar Rp32.500.000,00 dan
memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 final atas uang pesangon kepada Rizaldi meskipun dikenai tarif pemotongan 0 serta kepada
Sofyan Maliki. Menyetorkan ke kas negara paling lambat tanggal 10 Februari 2011.
Melaporkan pemotongan PPh Pasal 21 tesebut dalam SPT Masa PPh
Pasal 21 Masa Pajak Januari paling lambat tanggal 21 Februari 2010.
Contoh:
Said Rahmanto telah bekerja sejak tahun 1981 sebagai pegawai tetap pada PT Pasifik Jaya. Pada bulan Januari 2010, Said Rahmanto terkena PHK.
Ia berhak menerima pembayaran Uang Pesangon sebesar Rp600.000.000,00 yang dibayarkan secara bertahap oleh PT Pasifik Jaya dengan jadwal
pembayaran sebagai berikut: Bulan Januari 2010
Rp 240.000.000,00 Bulan Januari 2011
Rp 120.000.000,00
80
Bulan Juli 2011 Rp 120.000.000,00
Bulan Januari 2012 Rp 120.000.000,00
Bagaimana kewajiban pemotonganpemungutan PPh Pasal 21 atas pembayaran uang pesangon tersebut?
Penghasilan berupa Uang Pesangon dianggap dibayarkan sekaligus dalam hal sebagian atau seluruh pembayarannya dilakukan dalam jangka
waktu paling lama 2 tahun kalender. Penghitungan PPh Pasal 21 atas uang pesangon yang diterima Said
Rahmanto: Bulan Januari 2010:
0 x Rp 50.000.000,00 =
Rp 0,00 5 x Rp 50.000.000,00
= Rp 2.500.000,00
15 x Rp140.000.000,00 =
Rp21.000.000,00 Rp23.500.000,00
Bulan Januari 2011:
15 x Rp120.000.000,00 =
Rp 18.000.000,00
Bulan Juli 2011:
15 x Rp120.000.000,00 =
Rp 18.000.000,00
Bulan Januari 2012: Oleh karena pembayaran Uang Pesangon sudah melebihi 2 tahun
kalender maka tarif PPh Pasal 21 untuk Uang Pesangon yang dibayarkan pada bulan Januari 2012 adalah Tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a Undang-
Undang PPh dan PPh 21 yang dipotong tidak bersifat final dan dapat diperhitungkan sebagai kredit pajak.
Penghitungan PPh Pasal 21 untuk Bulan Januari 2012:
5 x Rp 50.000.000,00 =
Rp 2.500.000,00 15 x Rp 70.000.000,00
= Rp10.500.000,00
Jumlah Rp13.000.000,00
Kewajiban PT Pasifik Jaya atas pembayaran uang pesangon tersebut: Melakukan pemotongan PPh Pasal 21 atas pembayaran uang
pesangon sebagai berikut: Bulan Januari 2010 sebesar Rp23.500.000,00
Bulan Januari 2011 sebesar Rp18.000.000,00
81
Bulan Juli 2011 sebesar Rp18.000.000,00 Bulan Januari 2012 sebesar Rp13.000.000,00
Memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 atas uang pesangon kepada Said Rahmanto setiap kali melakukan pembayaran uang
pesangon, sebagai berikut; Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 Final atas pembayaran uang
pesangon Bulan Januari 2010 sebesar Rp23.500.000,00. Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 Final atas pembayaran uang
pesangon Bulan Januari 2011 sebesar Rp18.000.000,00. Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 Final atas pembayaran uang
pesangon Bulan Juli 2011 sebesar Rp18.000.000,00. Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 danatau Pasal 26 atas
pembayaran uang pesangon Bulan Januari 2012 sebesar Rp13.000.000,00.
Menyetorkan PPh Pasal 21 yang telah dipotong ke kas negara sebagai berikut:
Bulan Januari 2010, paling lambat tanggal 10 Februari 2010 Bulan Januari 2011 paling lambat tanggal 10 Februari 2011
Bulan Juli 2011 paling lambat tanggal 10 Agustus 2011 Bulan Januari 2012 paling lambat tanggal 10 Februari 2012;
melaporkan pemotongan PPh Pasal 21 tesebut dalam SPT Masa PPh Pasal 21:
Masa Pajak Januari 2010, paling lambat tanggal 22 Februari 2010. Masa Pajak Januari 2011, paling lambat tanggal 21 Februari 2011.
Masa Pajak Juli 2011, paling lambat tanggal 22 Agustus 2011. Masa Pajak Januari 2012, paling lambat tanggal 20 Februari 2012.
b. PPh Pasal 21 atas Penghasilan yang Menjadi Beban APBNAPBD. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2010, mengatur antara lain:
1 PPh Pasal 21 yang terutang atas penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang menjadi beban APBN atau APBD ditanggung oleh pemerintah atas beban
APBN atau APBD. 2 Penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang menjadi beban APBN atau
APBD meliputi penghasilan tetap dan teratur bagi:
82
a Pejabat Negara, untuk: Gaji dan tunjangan lain yang sifatnya tetap dan teratur setiap bulan; ata
imbalan tetap sejenisnya; yang ditetapkan berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan. b PNS, Anggota TNI, dan Anggota POLRI, untuk gaji dan tunjangan lain yang
sifatnya tetap dan teratur setiap bulan yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
c Pensiunan, untuk uang pensiun dan tunjangan lain yang sifatnya tetap dan teratur setiap bulan yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan. 3 Besarnya PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat 1
huruf a Undang-Undang PPh atas jumlah penghasilan bruto setelah dikurangi dengan biaya jabatan atau biaya pensiun, iuran pensiun, dan PTKP.
4 PPh Pasal 21 yang terutang atas penghasilan berupa honorarium atau imbalan lain dengan nama apapun yang menjadi beban APBN atau APBD, dipotong
oleh bendahara pemerintah yang membayarkan honorarium atau imbalan lain tersebut.
5 PPh Pasal 21 atas penghasilan berupa honorarium atau imbalan lain dengan nama apapun yang menjadi beban APBN atau APBD bersifat final dengan tarif:
sebesar 0 dari jumlah bruto honorarium atau imbalan lain bagi PNS Golongan I dan Golongan II, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan
Pangkat Tamtama dan Bintara, dan Pensiunannya; sebesar 5 dari jumlah bruto honorarium atau imbalan lain bagi PNS
Golongan III, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Perwira Pertama, dan pensiunannya;
sebesar 15 dari jumlah bruto honorarium atau imbalan lain bagi pejabat Negara, PNS Golongan IV, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan
Pangkat perwira Menengah dan perwira Tinggi, dan Pensiunannya.
83
6 Dalam hal PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya diangkat sebagai pimpinan danatau anggota pada lernbaga yang tidak termasuk
sebagai pejabat Negara, atas penghasilan yang menjadi beban APBN atau APBD terkait dengan kedudukannya sebagai pimpinan danatau anggota pada
lembaga tersebut dikenai pemotongan PPh Pasal 21 sesuai dengan Undang- Undang PPh dan tidak ditanggung oleh Pemerintah.
7 Dalam hal Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI Anggota POLRI, dan Pensiunannya, menerima atau memperoleh penghasilan lain yang tidak
dikenai Pajak penghasilan bersifat final di luar penghasilan tetap dan teratur yang menjadi beban APBN atau APBD, penghasilan lain tersebut
digunggungkan dengan penghasilan tetap dan teratur setiap bulan dalam SPT Tahunan PPh WP orang pribadi yang bersangkutan.
8 PPh Pasal 21 yang ditanggung oleh Pemerintah dapat dikreditkan dengan PPh yang terutang atas seluruh penghasilan yang telah dilaporkan dalam SPT
Tahunan PPh WP orang pribadi.
TARIF PPh PASAL 21 – PNS, ANGGOTA TNIPOLRI dan PENSIUNANNYA
OBJEK PAJAK Penghasilan
Tetap dan Teratur Setiap
Bulan yang Menjadi Beban
APBNAPBD TARIF
Tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a UU PPh atas jumlah
penghasilan bruto setelah dikurangi dengan biaya
jabatanbiaya pensiun, iuran pensiun, dan PTKP
SUBJEK PAJAK
Pejabat Negara
PNS, Anggota TNIPOLRI
Pensiunan
Honorarium atau Imbalan
Lain dengan Nama Apapun
yang Menjadi Beban
APBNAPBD
PNS Gol. I dan II, Anggota TNIPOLRI Pangkat Tamtama dan Bintara, dan Pensiunannya
PNS Gol. III, Anggota TNIPOLRI Pangkat Perwira Pertama, dan Pensiunannya
Pejabat Negara, PNS Gol. IV, Anggota TNIPOLRI Pangkat Perwira Menengah dan Tinggi, dan Pensiunannya
5 15
F I
N A
L
D A
P A
T D
IK RE
D IT
K A
N
84
J. Studi Kasus PPh Pasal 21 Contoh