Payback Period PBP Break Event Point BEP Dimensi Modal Inovasi

51

c. Net BC Ratio

Merupakan perbandingan antara NPV total dari benefit bersih terhadap total dari biaya bersih. BC menunjukan manfaat bersih yang diperoleh setiap penambahan satu rupiah pengeluaran bersih. Perhitungan dengan menggunakan rumus Gray dkk 1997:              n 1 t t n 1 t i 1 Bt Ct i 1 Ct Bt BC Net t Penilaian kelayakan finansial berdasarkan Net BC Ratio, yaitu:  Net BC Ratio 1, maka proyek layak atau dapat dilaksanakan.  Net BC Ratio = 1, maka proyek impas antara biaya dan manfaat sehingga terserah kepada pengambil keputusan untuk dilaksanakan atau tidak.  Net BC Ratio 1, maka tidak layak atau tidak dapat dilaksanakan.

d. Payback Period PBP

Menurut Sofyan 2002, teknik ini digunakan untuk menentukan berapa lama modal yang ditanamkan dalam usaha itu akan kembali jika alternatif aliran kas CF yang didapat dari usaha yang diusulkan itu akan kembali, maka alternatrif usulan usaha yang memberikan masa yang terpendek adalah yang terbaik. Menurut Kasmir dan Jakfar 2004, Perhitungan didapat dari perhitungan nilai kas bersih proceed yang diperoleh setiap tahun. Nilai kas bersih merupakan penjumlahan laba setelah pajak ditambah dengan penyusutan dengan catatan jika investasi 100 menggunakan modal sendiri Rumus yang digunakan dalam perhitungan payback period adalah sebagai berikut : Payback Period = Investasi = A Proceeds tahun 1 = B - Sisa = C Proceeds tahun 2 = D - Sisa = E dst

e. Break Event Point BEP

Merupakan suatu alat analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antar beberapa peubah di dalam kegiatan perusahaan seperti, luas produksi atau tingkat produksi yang dilaksanakan, biaya yang dikeluarkan, serta pendapatan yang diterima perusahaan dari kegiatannya. Keadaan pulang pokok merupakan keadaan dimana penerimaan pendapatan total revenue yang disingkat TR adalah biaya yang ditanggungnya total cost yag disingkat TC. 52 Penentuan break even didasarkan pada persamaan penjualan dengan total biaya. Adapun perhitungan BEP menurut Prajnata 2002 adalah sbb : Produksi Total Produksi Biaya Total Jual Harga BEP  Produksi Jual Harga Produksi Biaya Total Produksi Volume Untuk BEP 

f. Analisis Sensitivitas

Untuk mengkaji sejauh mana perubahan unsur-unsur dalam aspek finansial kegiatan usaha yang akan dijalankan atau diusahakan. Analisis sensitivitas akan melihat apa yang akan terjadi dengan hasil kegiatan usaha jika terjadi perubahan-perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya dan pendapatan. Dalam penelitian, analisis sensitivitas dilakukan pada arus penerimaan manfaat dan pengeluaran biaya pada analisis kelayakan usaha, yaitu perubahan biaya operasional, perubahan biaya bahan baku dan perubahan penerimaan. Perubahan yang diamati adalah bagaimana nilai NPV, IRR, Net BC, jika terjadi perubahan pada peubah alat analisis. Peubah yang digunakan sebagai alat analisis sensitivitas pada penelitian diantaranya adalah: 1. Peningkatan biaya operasional sebesar 20 persen. 2. Penurunan penerimaan sebesar 10 persen. Peningkatan peubah analisis sensitivitas untuk kenaikkan biaya operasional 20 persen didasarkan pada hasil perhitungan rataan inflasi nasional dan kurang stabilnya keadaan ekonomi di negara kita. Sedangkan penurunan penerimaan 10 persen didasarkan kemungkinan banyaknya persaingan pada perusahaan. Tingkat suku bunga yang digunakan dalam analisis sensitivitas adalah 16 persen yang merupakan tingkat suku bunga rataan kredit investasi bank-bank umum. Asumsi-asumsi yang digunakan 1. Harga yang digunakan adalah harga yang berlaku pada tahun pertama proyek berjalan. 2. Tingkat suku bunga yang digunakan adalah tingkat suku bunga yang berlangsung sekarang yaitu sebesar 16 persen. Angka ini berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 3. Pelaksanaan usaha ini diasumsikan menggunakan teknologi yang semi modern. 4. Rataan Inflasi Nasional untuk menentukan kenaikan biaya operasional sebesar 10. 5. Sumber modal terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman dengan simulasi pinjaman sebesar 30 6. Perhitungan analisis kelayakan dianggap tahun pertama produksi dengan perhitungan selama 5 tahun. 53 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Di wilayah Nusa Tenggara Barat Jumlah penduduk miskin di NTB dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan, terutama pada lima tahun terakhir. Pada tahun 2011 jumlah penduduk miskin sebanyak 900.573 jiwa turun menjadi 852.516 pada tahun 2012. Angka tersebut mengalami penurunan menjadi 843.664 jiwa pada tahun 2013. Sedangkan pada tahun 2014 dan 2015 angka kemiskinan berturut-turut turun menjadi 820.818 jiwa dan 823.890 Penduduk miskin di NTB tersebar di setiap wilayah baik perkotaan maupun pedesaan. Namun kantong kemiskinan terdapat di daerah pesisir. Tipologi kemiskinan masyarakat yang ada di daerah pesisir bersifat kemiskinan absolut. Menurut kajian Kartasasmita 1999 dan Sastraatmadja 2005 menyatakan bahwa seseorang disebut miskin secara absolut apabila tingkat pendapatannya lebih rendah dari pada garis kemiskinan absolut. atau, jumlah pendapatannya itu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum yang dicerminkan oleh garis kemiskinan absolut tersebut. Di mana garis kemiskinan tersebut menggunakan kriteria dari BPS untuk mengukur garis kemiskinan. Kemiskinan absolut ini umumnya disandingkan dengan kemiskinan relatif yang artinya adalah keadaan perbandingan antara kelompok pendapatan dalam masyarakat. Tepatnya, antara kelompok yang mungkin tidak miskin karena memiliki tingkat pendapatan yang lebih tinggi dari pada garis kemiskinan dan kelompok masyarakat yang relatif lebih kaya. Dengan menggunakan ukuran pendapatan, keadaan ini dikenal dengan ketimpangan distribusi pendapatan. Kondisi ini sering kali ditemui di daerah perkotaan. Dikaji dari pola waktu, kemiskinan yang dialami di suatu daerah dapat digolongkan sebagai persistent poverty, yaitu kemiskinan yang telah kronis atau turun temurun. Daerah seperti ini pada umumnya merupakan daerah-daerah yang kritis sumber daya alamnya atau daerah yang terisolasi. Pola kedua adalah ciclical poverty yaitu kemiskinan yang mengikuti pola siklus ekonomi secara keseluruhan. Pola ketiga adalah seasonal poverty, yaitu kemiskinan musiman seperti yang dijumpai pada kasus nelayan dan pertanian tanaman pangan. Pola keempat adalah accident poverty , yaitu kemiskinan karena terjadinya bencana alam atau dampak dari suatu kebijakan tertentu yang menyebabkan menurunnya tingkat kesejahteraan suatu masyarakat. Penurunan angka kemiskinan yang terjadi di NTB tidak terlepas dari berbagai program yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah kemiskinan tersebut. Program tersebut antara lain PNPM mandiri yang sudah lama diterapkan, kemudian ada pula program dari kementerian kelautan dan perikanan yang diterapkan di daerah pesisir dengan tujuan untuk membantu masyarakat nelayan, yaitu pogram usaha mina pedesaan PUMP. Dimana masing-masing kelompok diberikan dana sebesar Rp 50 juta. Selain itu ada pula program Minapolitan rumput laut yang merupakan bagian dari program PIJAR yang sudah diterapkan sejak tahun 2009. Masyarakat yang mendapatkan program ini merasakan adanya manfaat yang mampu memperbaiki kondisi perekonomian mereka. 54 Kebijakan Umum Sektor Pertanian di Provinsi Nusa Tenggara Barat Dalam RPJM NTB disebutkan bahwa tujuan pembangunan di NTB adalah mewujudkan NTB Bersaing dengan pembangunan diberbagai sektor. Salah satunya adalah pembanguna di sektor pertanian yang meliputi peningkatan dan perbaikan kawasan pertanian yang meliputi pertama, kawasan pertanian basah yang ditujukan untuk peningkatan ketahanan pangan. Kedua, kawasan pertanian lahan kering yang ditujukan untuk mengembangkan komoditi yang memiliki keunggulan komperatif, mengembangkan agroindustri berbasis hasil pertanian lahan kering serta mengembangkan infrastrukur prasarana sumber daya. Ketiga, kawasan perkebunan dengan mengembangkan kawasan industry masyarakat. Keempat, kawasan peternakan. Usaha mencapai NTB bersaing melalui pengambangan sektor pertanian ini diharapkan akan membawa NTB menjadi lebih baik dengan adanya produk unggulan daerah yaitu sapi, jagung dan rumput laut yag terintegrasi dalam satu program yaitu PIJAR. Beberapa peraturan dikeluarkan untuk mendukung program tersebut. Untuk pengembangan Sapi, sebagian peraturan yang ada mengatur sub sistem hulu ini terkait dengan adanya program Bumi sejuta Sapi, sehingga untuk mempercepat tercapainya pemerintah mengeluarkan Peraturan Gubernur No 11 Tahun 2010 mengenai perbibitan sapi bali. Ini juga ditunjang dengan dikeluarnya surat keputusan dari Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan No 188.31.802 Tahun 2012 yang mengatur mengenai pengeluaran ternak potong dari NTB. Pengaturan sektor hilir ini tujuannya untuk menjaga konsistensi dari provinsi NTB ini menjadi bumi sejuta sapi sehingga mengatur distribusi keluarnya sapi potong dari NTB. Hal ini berdampak negative kepada peternak. Yaitu turunnya harga sapi di tingkat peternak. Dengan dibatasinya pengeluaran sapi dari NTB membuat harga dipermainkan oleh pengusaha dengan alasan tidak bisa mengeluarkan sapi dari NTB sehingga pembelian akan berkurang. Dan secara langsung akan merugikan peternak. Belum lagi sistim pasar di NTB khususnya pulau Lombok masih bersifat tradisional, sehingga rentan peternak dipermainkan oleh pengusaha dalam harga jual. Pasar tradisional khususnya pasar sapi memiliki banyak calo-calo makelar, makelar yang memiliki hak untuk menjual sapi kepada pembeli. Sehingga dalam menentukan harga makelar memiliki peran kunci, dan biasanya makelar memiliki keuntungan dari penjual dan pembeli. Sedangkan untuk peningkatan jagung walaupun pemerintah sudah mengeluarkan peraturan untuk memberikan bantuan modal bagi masyarakat yang mau berusaha di bidang jagung, namun peraturan itu masih belum mampu merangsang masyarakat untuk berusaha. Dari hasil diskusi dengan pelaku usaha dan petani, 100 petani dan pelaku usaha belum tahu dengan peraturan tersebut. Apalagi dengan adanya pasal yang mengatakan bahwa persyaratan untuk mendapatkan bantuan modal harus sudah berjalan dua tahun. Ini akan menghilangkan kesempatan bagi pelaku-pelaku usaha yang masih pemula. Begitu juga dengan masih minimnya peraturan yang mengatur sub sistem on-farm menyebabkan kemampuan petani dalam bidang budidaya lemah, ini sesuai dengan masih rendahnya produktivitas jagung di NTB. Walaupun potensi lahan dan penggunaan lahan terus mengalami peningkatan setiap tahunnya, masih belum diimbangi dengan peningkatan produksi lahannya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari Deptan Potensi pengembangan jagung NTB cukup besar. 55 PIJAR Sapi, Jagung, Rumput Laut Program Unggulan Daerah Prov. NTB Berbasis Sumber Daya Lokal 1. Komoditas Jagung Potensi luas lahan untuk pengembangan jagung memiliki potensi lahan untuk pengembangannya di NTB mencapai 126.577 hektar. Potensi lahan untuk pengembangan jagung di NTB baru mencapai 129,3 Kw per hektar. Produksi jagung NTB dapat mencapai 97.171,8 ton. Tabel 5 Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Jagung di NTB No. KabupatenKota Jagung Luas Panen Rataan Produksi Produksi Area ha KwHa Ton 1 Kab. Lombok Barat 3.987,0 52,1 2.322,0 2 Kab. Lombok Tengah 3.015,0 67,8 20.439,6 3 Kab. Lombok Timur 15.658,0 52,7 82.439,5 4 Kab. Sumbawa 43.043,0 66,7 287.258,1 5 Kab. Dompu 29.512,0 63,4 187.125,3 6 Kab. Bima 18.695,0 58,6 109.508,1 7 Kab. Sumbawa Barat 6.235,0 67,5 42.070,8 8 Kab. Lombok Utara 5.708,0 57,3 32.710,3 9 Kota Mataram 0,0 0,0 0,0 10 Kota Bima 724,0 49,1 3.554,0 Nusa Tenggara Barat 126.577,0 53,51 785,863,6 Sumber : NTB dalam angka NTB tahun 2016 2. Komoditas Sapi Masyarakat Nusa Tenggara Barat adalah masyarakat yang berperadaban beternak, khususnya sapi. Selain itu, kondisi alam NTB cocok untuk bebagai jenis sapi. Mulai dari ras Bali, Hissar, Simental, Brangus, limousine, Frisian Holstein dan sapi-sapi hasil persilangan. Kondisi tersebut merupakan potensi luar biasa untuk dikembangkan menjadi komoditas unggulan daerah berbasis sumber daya local serta menjadi upaya meningkatkan ketahanan pangan dan kualitas sumber daya manusia. Prospek pegembangan sapi di NTB sangat menjanjikan, ditunjang populasi yang besar, ketersediaan lahan dan pakan ternak, budaya masyarakat, dan potensi pasar yang masih terbuka , baik pasar lokal maupun luar daerah. Di tingkat nasional, posisi NTB sebagai daerah peternak sapi tidak bisa diremehkan. NTB merupakan daerah sumber ternak bibit dan ternak potong naional. Setiap tahunnya NTB memberikan kontribusi sebagai penyedia bibit sapi mencapai 12 ribu ekor untuk 14 provinsi di Indonesia. Dukungan NTB terhadap Program Percepatan Swasembada Daging Sapi P2SDS Nasional juga sangat besar, mencapai 31.728 ekor per tahun. 56 Tabel 6 Produksi Daging Ternak Menurut KabKota di NTB No. KabupatenKota Sapi Potong Kerbau ekor ekor 1 Kab. Lombok Barat 5.190 696 2 Kab. Lombok Tengah 10.395 1.192 3 Kab. Lombok Timur 10.866 638 4 Kab. Sumbawa 6.622 2.924 5 Kab. Dompu 1.950 530 6 Kab. Bima 4.470 416 7 Kab. Sumbawa Barat 5.225 1.145 8 Kab. Lombok Utara 3.404 4 9 Kota Mataram 9.436 12 10 Kota Bima 1.805 1 Nusa Tenggara Barat 60.083 7.558 Sumber : NTB dalam angka NTB tahun 2016 Sebagai daerah peternak sapi, NTB memiliki daya saing komparatif secara nasional: 1 populasi sapinya termasuk delapan besar nasional, 2 ternak sapi sebagai modal sosial yang turun temurun dan melekat di masyarakat, 3 kondisi geografi NTB cocok untuk pengembangan peternakan sapi, 4 tempat pemurnian sapi Bali Nasional, 5 pusat pengembangan sapi Hissar di Sumbawa, 6 daya dukung SDA cukup tersedia, 7 bebas berbagai penyakit hewan menular strategis, 8 daerah surplus sapi, 9 sumber ternak bibit dan ternak potong nasional. 3. Komoditas Rumput Laut Tabel 7 Produksi Perikanan Laut Rumput Laut Menurut di NTB No. KabupatenKota Rumput Laut ton 1 Kab. Lombok Barat 57.756,85 2 Kab. Lombok Tengah 90.038,00 3 Kab. Lombok Timur 147.216,54 4 Kab. Sumbawa 592.991,84 5 Kab. Dompu 11.088,00 6 Kab. Bima 17.021,00 7 Kab. Sumbawa Barat 4.345,76 8 Kab. Lombok Utara 9 Kota Mataram 10 Kota Bima 252,37 Nusa Tenggara Barat 920.710,36 Sumber : NTB dalam angka NTB tahun 2016 57 Sumber Daya Finansial, Aset Tak Berwujud, Strategi Bersaing dan Kinerja Keuangan Di wilayah Lombok Nusa Tenggara Barat Berikut ini disajikan tanggapan atau persepsi responden atas peubah sumber daya finansial, aset tak berwujud, strategi bersaing dan kinerja keuangan Di Lombok NTB. 1. Sumber Daya Finansial Di Lombok NTB Suatu aktivitas bisnis tidak akan dapat berjalan dengan baik bila tidak didukung oleh ketersediaan sumber daya finansial yang baik dan mencukupi. Sumber modal sendiri dan kemampuan untuk mengakses sumber keuangan lain sebagai aset keuangan yang berdampak pada keberhasilan mengembangkan bisnis. Kekurangan modal keuangan pada tahap awal dapat menjadi penghambat kegiatan bisnis dan memiliki dampak jangka panjang pada perusahaan dan mempengaruhi kemampuan pengusaha untuk meningkatkan pembiayaan bank. Berdasarkan konsep para peneliti bahwa sumber daya finansial adalah sebagai sumber modal yang berasal dari kemampuan untuk mengakses sumber keuangan yang berdampak pada keberhasilan mengembangkan bisnis. Sumber daya keuangan dapat diakumulasikan baik secara internal melalui pembiayaan sendiri atau eksternal melalui pembiayaan bank atau pasar modal baik dalam maupun luar negeri. Sumber daya finansial dapat juga merupakan keberhasilan memperoleh sumber pinjaman formal dan kemampuan mengidentifikasi kebutuhan kredit dalam menghadapi pertumbuhan usaha. Umumnya pendirian perusahaan baru sumber daya finansial sering terjadi ketika seseorang memiliki akses ke sumber daya finansial. Dari berbagai dimensi modal finansial berdasarkan penelitian Storey 1994, Fisher Massey 2000, Hurst Lusardi 2004, Camison dan Lopez 2010, Berge, Bjorvatn dan Tungodden 2011 dan El-Hamidi 2011 yang menjadi rujukan penulis desertasi dalam menggunakan dimensi sumber daya finansial adalah kapasitas untuk memperoleh informasi pasar keuangan, kapasitas untuk meningkatkan modal, fasilitas akses sumber pembiayaan dan kapasitas untuk memperoleh pembiayaan dengan biaya rendah . Berikut ini uraian analisis deskriptif untuk masing-masing dimensi berikut dengan indikatornya yang disajikan pada tabel 8 s.d 45.

2. Dimensi Kapasitas untuk memperoleh informasi pasar keuangan

Kapasitas untuk memperoleh informasi keuangan merupakan kemampuan dan keinginan untuk mendapatkan informasi terkait dengan perkembangan instrumen keuangan sehingga diharapkan dengan baiknya akses informasi pasar keuangan dapat memberikan kemudahan dalam menyediakan kebutuhan dana. Tabel 8 menyajikan informasi persentase jawaban responden atas indikator-indikator pada dimensi kapasitas untuk memperoleh informasi pasar keuangan. Semua indikator pada dimensi kapasitas untuk memperoleh informasi pasar keuangan tersebut, responden yang menjawab sedang mempunyai persentase yang lebih besar dibandingkan yang menjawab rendah atau pun tinggi. Persentase yang menjawab sedang berkisar antara 41,10 persen sampai 65,60 persen. 58 Responden yang menjawab rendah juga cukup banyak dengan persentase berkisar antara 18,90 persen dan sampai 34,40 persen. Sehingga jawaban responden lebih cenderung pada kategori sedang dan rendah dengan persentase lebih dari 80 persen. Sementara responden yang menjawab tinggi dan sangat tinggi mempunyai persentase yang lebih kecil. Persentase yang menjawab tinggi masing-masing berkisar antara 3,30 persen sampai 35,60 dan sangat tinggi masing-masing sebesar 1,10 persen sampai 21.10 persen. Sementara yang menjawab sangat rendah tidak ada. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kapasitas UMKM untuk memperoleh informasi pasar keuangan adalah sedang. Jawaban dari seluruh responden terkait dengan dimensi kapasitas untuk memperoleh informasi pasar keuangan menunjukkan bahwa responden yang menyatakan sedang relatif lebih besar sebanyak 48,44 persen kemudian yang menyatakan rendah sebesar 27,56 persen. Sedangkan yang menyatakan tinggi dan sangat tinggi relatif lebih sedikit masing-masing sebesar 13,11 persen dan 10,88 persen. Tabel 8 Dimensi Kapasitas untuk Memperoleh Informasi Pasar Keuangan Indikator Kategori Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Tingkat kemampuan perusahaan dalam memahami instrumen pasar keuangan Rendah 31 34,4 34,4 34,4 Sedang 47 52,2 52,2 86,7 Tinggi 3 3,3 3,3 90,0 Sangat Tinggi 9 10,0 10,0 100,0 Total 90 100,0 100,0 Tingkat keinginan dalam memperoleh informasi terkait pasar keuangan Rendah 20 22,2 22,2 22,2 Sedang 37 41,1 41,1 63,3 Tinggi 32 35,6 35,6 98,9 Sangat Tinggi 1 1,1 1,1 100,0 Total 90 100,0 100,0 Tingkat ketersediaan informasi yang didapat terkait pasar keuangan Rendah 17 18,9 18,9 18,9 Sedang 59 65,6 65,6 84,4 Tinggi 4 4,4 4,4 88,9 Sangat Tinggi 10 11,1 11,1 100,0 Total 90 100,0 100,0 Jumlah media informasi yang digunakan terkait informasi pasar keuangan Rendah 28 31,1 31,1 31,1 Sedang 38 42,2 42,2 73,3 Tinggi 5 5,6 5,6 78,9 Sangat Tinggi 19 21,1 21,1 100,0 Total 90 100,0 100,0 Tingkat frekuensi penggunaan dan akses media informasi terkait informasi pasar keuangan. Rendah 28 31,1 31,1 31,1 Sedang 37 41,1 41,1 72,2 Tinggi 15 16,7 16,7 88,9 Sangat Tinggi 10 11,1 11,1 100,0 Total 90 100,0 100,0 Dimensi Kapasitas untuk memperoleh informasi pasar keuangan Rendah 124 27,56 27,56 27,58 Sedang 218 48,44 48,44 76,04 Tinggi 59 13,11 13,11 89,15 Sangat Tinggi 49 10,88 10,88 100,00 Total 450 100,0 100,0 Sumber : Data Primer Hasil Penelitian diolah, 2016 59 Tabel 9 menyajikan nilai rataan dari jawaban responden untuk indikator- indikator dari dimensi kapasitas untuk memperoleh informasi pasar keuangan. Dilihat dari komoditas usaha unggulan di Lombok NTB yaitu ternak sapi, budidaya jagung dan budidaya rumput laut berada dalam kapasitas sedang dengan nilai rataan 3,11 untuk ternak sapi dan pengolahan, 2,96 untuk budidaya jagung dan pengolahan serta 3,15 untuk budidaya rumput laut dan pengolahan. Secara keseluruhan kapasitas pelaku usaha produk unggulan Pijar baik budidaya dan pengolahannya di Lombok NTB mempunyai kapasitas yang sedang terkait kemampuan untuk memperoleh informasi pasar keuangan. Tabel 9 Nilai Rataan Kapasitas untuk Memperoleh Informasi Pasar Keuangan Item Komoditi Nilai Rataan Tingkat kemampuan perusahaan dalam memahami instrumen pasar keuangan Ternak Sapi 3,00 Jagung 2,73 Rumput Laut 2,93 Pijar 2,89 Tingkat keinginan dalam memperoleh informasi terkait pasar keuangan Ternak Sapi 3,23 Jagung 3,07 Rumput Laut 3,17 Pijar 3,16 Tingkat ketersediaan informasi yang didapat terkait pasar keuangan. Ternak Sapi 3,17 Jagung 2,97 Rumput Laut 3,10 Pijar 3,08 Jumlah media informasi yang digunakan terkait informasi pasar keuangan. Ternak Sapi 3,27 Jagung 3,03 Rumput Laut 3,20 Pijar 3,17 Tingkat frekuensi penggunaan dan akses media informasi terkait informasi pasar keuangan. Ternak Sapi 2,90 Jagung 3,00 Rumput Laut 3,33 Pijar 3,08 Dimensi Kapasitas untuk memperoleh informasi pasar keuangan Ternak Sapi 3,11 Jagung 2,96 Rumput Laut 3,15 Pijar 3,07 Sumber : Data Primer Hasil Penelitian diolah, 2016 Keterangan: 1,00-1,80 = Sangat Rendah; 1,81-2,60 = Rendah; 2,61-3,40 = Sedang; 3,41 – 4,20 = Tinggi; 4,21-5,00 = Sangat Tinggi. Dilihat berdasarkan masing-masing indikator untuk ternak sapi dan pengolahannya nilai rataan jawaban responden berkisar di antara nilai dengan kategori sedang. Hal yang sama juga ditemukan untuk budidaya jagung dan pengolahannya begitu pula untuk budidaya rumput laut dan industri pengolahannya. Ini menggambarkan bahwa program Pemerintah di Lombok NTB cukup efektif dan didukung oleh pelaku usaha terkait produk unggulan Pijar tersebut sehingga hal yang terkait dengan informasi keuangan juga didukung dengan baik oleh institusi tekait. 60 Sri Lestari 2009 juga menyatakan untuk memenuhi kebutuhan permodalan, UMKM menghadapi masalah salah satunya adalah masih rendahnya atau terbatasnya akses UMKM terhadap berbagai informasi, layanan, fasilitas keuangan yang disediakan oleh lembaga keuangan formal, baik bank maupun non bank misalnya dana BUMN dan lain-lain. Namun hal ini permasalahan keuangan tidak menjadi faktor yang utama bagi pelaku usaha produk unggulan Pijar karena informasi pasar keuangan dan peluang untuk memperolah pendanaan untuk komoditas Pijar tidak terlalu sulit karena besarnya dukungan Pemerintah Daerah .

3. Dimensi Kapasitas atau Kemampuan untuk Meningkatkan Modal

Pelaku UMKM tentu berharap usaha yang dijalankan dapat terus berkembang dan maju, dimensi berikutnya dari peubah sumber daya finansial adalah kapasitas atau kemampuan untuk meningkatkan modal baik yang bersumber dari dalam perusahaan sendiri maupun yang bersumber dari luar perusahaan. Tabel 10 Distribusi Frekuensi Kapasitas atau Kemampuan untuk Meningkatkan Modal Indikator Kategori Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Kapasitas kemampuan mningkatkn modal yang bersumber dari pembiayaan dari dalam perusahaan Rendah 25 27,8 27,8 27,8 Sedang 39 43,3 43,3 71,1 Tinggi 8 8,9 8,9 80,0 Sangat Tinggi 18 20,0 20,0 100,0 Total 90 100,0 100,0 Kapasitas kemampuan meningkatkan modal yang bersumber dari pembiayaan dari luar perusahan Rendah 32 35,6 35,6 35,6 Sedang 30 33,3 33,3 68,9 Tinggi 22 24,4 24,4 93,3 Sangat Tinggi 6 6,7 6,7 100,0 Total 90 100,0 100,0 Besar peluang untuk meningkatkan modal Rendah 10 11,1 11,1 11,1 Sedang 49 54,4 54,4 65,6 Tinggi 19 21,1 21,1 86,7 Sangat Tinggi 12 13,3 13,3 100,0 Total 90 100,0 100,0 Luas jaringan terkait upaya peningkatan sumber modal Rendah 28 31,1 31,1 31,1 Sedang 42 46,7 46,7 77,8 Tinggi 20 22,2 22,2 100,0 Total 90 100,0 100,0 Tingkat intensitas hubungan dengan sumber modal Sangat Rendah 1 1,1 1,1 1,1 Rendah 21 23,3 23,3 24,4 Sedang 35 38,9 38,9 63,3 Tinggi 26 28,9 28,9 92,2 Sangat Tinggi 7 7,8 7,8 100,0 Total 90 100,0 100,0 Dimensi Kapasitas atau Kemampuan untuk Meningkatkan Modal Sangat Rendah 1 0,22 0,22 0,22 Rendah 116 25,78 25,78 26,00 Sedang 195 43,33 43,33 69,33 Tinggi 95 21,11 21,11 90,44 Sangat Tinggi 43 9,56 9,56 100,00 Total 450 100,00 100,00 Sumber : Data Primer Hasil Penelitian diolah, 2016 61 Tabel 10 menyajikan informasi persentase jawaban responden atas indikator-indikator pada dimensi kapasitas atau kemampuan untuk meningkatkan modal. Semua indikator pada dimensi kapasitas atau kemampuan untuk meningkatkan modal tersebut, responden yang menjawab sedang mempunyai persentase yang lebih besar dibandingkan yang menjawab rendah atau pun tinggi. Persentase yang menjawab sedang untuk masing-masing indikator berkisar antara 33,30 persen sampai 54,40 persen. Responden yang menjawab sangat rendah dengan persentase yang relatif sangat kecil. Responden yang menjawab rendah berkisar antara 11,10 persen sampai 35,60 persen. Responden yang menjawab tinggi antara 8,90 persen sampai 28,90 persen. Responden yang menjawab sangat tinggi berkisar antara 6,70 persen sampai 20,00 persen. Sehingga jawaban responden lebih cenderung pada kategori sedang. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kemampuan UMKM dalam meningkatkan modalnya adalah sedang Hal ini dapat dilihat dari nilai rataan untuk dimensi kemampuan untuk meningkatkan modal dengan persentase yang menjawab sangat rendah dan rendah masing-masing sebesar 0,22 persen dan 25,78 persen. Sedangkan yang menjawab sedang sebanyak 43,33 persen dan yang menjawab tinggi sebesar 21,11 persen. Sementara yang menjawab sangat tinggi sebesar 9,56 persen. Tabel 11 Nilai Rataan Kapasitas atau Kemampuan untuk Meningkatkan Modal Item Komoditi Nilai Rataan Kapasitas atau kemampuan untuk meningkatkan modal pada perusahaan yang bersumber dari pembiayaan dari dalam perusahaan melalui pengelolaan laba yang ditahan. Ternak Sapi 3,07 Jagung 3,23 Rumput Laut 3,33 Pijar 3,21 Kapasitas atau kemampuan untuk meningkatkan modal pada perusahaan yang bersumber dari pembiayaan dari luar perusahan seperti pihak lain yang menanamkan dananya pada perusahaan dalam bentuk kerjasama, bagi hasil dan bukan termasuk pinjaman bank. Ternak Sapi 3,00 Jagung 3,00 Rumput Laut 3,07 Pijar 3,02 Besar peluang untuk meningkatkan modal pada perusahaan. Ternak Sapi 3,33 Jagung 3,37 Rumput Laut 3,40 Pijar 3,37 Luas jaringan terkait upaya peningkatan sumber modal. Ternak Sapi 2,93 Jagung 2,90 Rumput Laut 2,90 Pijar 2,91 Tingkat intensitas hubungan dengan sumber modal. Ternak Sapi 3,17 Jagung 3,20 Rumput Laut 3,20 Pijar 3,19 Dimensi Kapasitas atau Kemampuan untuk Meningkatkan Modal Ternak Sapi 3,10 Jagung 3,14 Rumput Laut 3,18 Pijar 3,14 Sumber : Data Primer Hasil Penelitian diolah, 2016 Keterangan: 1,00-1,80 = Sangat Rendah; 1,81-2,60 = Rendah; 2,61-3,40 = Sedang; 3,41 – 4,20 = Tinggi; 4,21-5,00 = Sangat Tinggi. 62 Tabel 11 menyajikan informasi nilai rataan jawaban reponden terkait dengan indikator-indikator pada dimensi kapasitas atau kemampuan untuk meningkatkan modal. Berdasarkan skala usaha untuk jenis rumput laut mempunyai nilai rataan yang lebih baik untuk semua indikator dengan nilai rataan berkisar antara 2,90 sampai 3,40. Keseluruhan nilai rataan jawaban responden pada rumput laut tersebut umumnya masuk dalam kategori sedang. Ini menunjukkan bahwa komoditas rumput laut di Lombok NTB mempunyai kapasitas atau kemampuan yang sedang saja dalam meningkatkan modal. Komoditas jagung rataan jawaban responden berkisar antara 2,90 sampai 3,37. Nilai terendah sebesar 2,90 untuk jawaban reponden terhadap indikator luas jaringan terkait upaya peningkatan sumber modal. Ini memberikan informasi bahwa kemampuan pelaku usaha komoditas jagung mempunyai kapasitas sedang terkait luas jaringan terkait upaya peningkatan sumber modal. Sedangkan nilai rataan jawaban reponden yang tertinggi untuk jagung sebesar 3,37 terhadap indikator besar peluang untuk meningkatkan modal pada perusahaan. Ini menunjukkan bahwa komoditas jagung di Lombok NTB mempunyai kapasitas yang sedang terkait besar peluang untuk meningkatkan modal pada perusahaan. Ternak sapi mempunyai nilai rataan berkisar antara 2,93 sampai 3,33. Nilai 2,93 untuk indikator luas jaringan terkait upaya peningkatan sumber modal. Ini berarti kemampuan ternak sapi di daerah ombok NTB memiliki kapasitas yang sedang terkait luas jaringan terkait upaya peningkatan sumber modal di Lombok NTB. Indikator lainnya berdasarkan nilai rataan jawaban responden menunjukkan kemampuan yang sedang saja baik dari kemampuan untuk meningkatkan modal yang bersumber dari dalam perusahaan sendiri maupun yang dari luar, besar peluang, luas jaringan dan tingkat intensitas hubungan untuk meningkatkan modal. Sehingga secara umum dapat dinyatakan bahwa kapasitas atau kemampuan pelaku usha ternak sapi di Lombok NTB dalam meningkatkan modalnya adalah sedang. Ini terlihat dari nilai rataan jawaban responden sebesar 3,10. 4. Dimensi Akses Sumber Pembiayaan Akses sumber pembiayaan menjadi salah satu faktor pendukung keberhasilan UMKM dalam menjalankan usahanya. Semakin tinggi akses sumber pembiayaan tentu peluang untuk meningkatkan modal khususnya yang bersumber dari pembiayaan eksternal makin besar yang pada gilirannya dapat meningkatkan kapasitas produksi perusahaan. Tabel 12 menyajikan informasi persentase jawaban responden atas indikator-indikator pada dimensi akses sumber pembiayaan. Semua indikator pada dimensi akses sumber pembiayaan tersebut, responden yang menjawab sedang mempunyai persentase yang lebih besar dibandingkan yang menjawab rendah atau pun tinggi. Persentase yang menjawab sedang berkisar antara 21,10 persen sampai 60,00 persen. Responden yang menjawab rendah juga mempunyai persentase yang cukup sedikit dengan persentase berkisar antara 10,00 persen sampai 24,40 persen. 63 Tabel 12 Distribusi Frekuensi Dimensi Akses Sumber Pembiayaan Indikator Kategori Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Akses sumber pembiayaan eksternal baik dari perbankan, koperasi dan lembaga keuangan selain bank Rendah 9 10,0 10,0 10,0 Sedang 51 56,7 56,7 66,7 Tinggi 3 3,3 3,3 70,0 Sangat Tinggi 27 30,0 30,0 100,0 Total 90 100,0 100,0 Akses sumber pembiayaan eksternal yang diberikan pemasok terkait pembelanjaan bahan baku persediaan Rendah 22 24,4 24,4 24,4 Sedang 32 35,6 35,6 60,0 Tinggi 19 21,1 21,1 81,1 Sangat Tinggi 17 18,9 18,9 100,0 Total 90 100,0 100,0 Intensitas akses sumber pembiayaan eksternal baik dari perbankan, koperasi dan lembaga keuangan selain bank Rendah 17 18,9 18,9 18,9 Sedang 54 60,0 60,0 78,9 Tinggi 16 17,8 17,8 96,7 Sangat Tinggi 3 3,3 3,3 100,0 Total 90 100,0 100,0 Intensitas akses sumber pembiayaan eksternal yang diberikan pemasok terkait pembelanjaan bahan baku persediaan Rendah 20 22,2 22,2 22,2 Sedang 32 35,6 35,6 57,8 Tinggi 25 27,8 27,8 85,6 Sangat Tinggi 13 14,4 14,4 100,0 Total 90 100,0 100,0 Luas akses atas sumber pembiayaan eksternal baik dari perbankan, koperasi dan lembaga keuangan selain bank. Rendah 21 23,3 23,3 23,3 Sedang 27 30,0 30,0 53,3 Tinggi 41 45,6 45,6 98,9 Sangat Tinggi 1 1,1 1,1 100,0 Total 90 100,0 100,0 Luas akses sumber pembiayaan eksternal yang diberikan pemasok terkait pembelanjaan bahan baku persediaan. Rendah 16 17,8 17,8 17,8 Sedang 19 21,1 21,1 38,9 Tinggi 38 42,2 42,2 81,1 Sangat Tinggi 17 18,9 18,9 100,0 Total 90 100,0 100,0 Dimensi Akses Sumber Pembiayaan Rendah 105 19,44 19,44 19,44 Sedang 215 39,81 39,81 59,26 Tinggi 142 26,30 26,30 85,56 Sangat Tinggi 78 14,44 14,44 100,00 Total 540 100,00 100,00 Sumber : Data Primer Hasil Penelitian diolah, 2016 Responden yang menjawab tinggi mempunyai persentase yang berkisar antara 3,30 persen sampai 45,60 persen. Sehingga jawaban responden lebih cenderung pada kategori sedang dan tinggi. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa akses sumber pembiayaan di Lombok NTB dalam adalah sedang. Begitu juga ketika data gabungan terhadap dimensi akses sumber pembiayaan, dilihat dari nilai rataan untuk dimensi akses sumber pembiayaan tersebut persentase yang menjawab rendah sebesar 19,44 persen. Sedangkan yang menjawab sedang sebanyak 39,41 persen dan yang menjawab tinggi sebesar 26,30 persen. Sementara yang menjawab sangat tinggi sebesar 14,44 persen. 64 Dilihat dari nilai rataan untuk dimensi akses sumber pembiayaan di Lombok NTB sebagaimana terlihat dalam tabel 13, untuk ternak sapi diperoleh nilai rataan jawaban responden berkisar antara 3,10 sampai 3,37. Ini menunjukkan bahwa pelaku usaha peternakan sapi di Lombok NTB mempunyai kemampuan yang relatif sedang terkait akses atas sumber pembiayaan eksternal baik dari perbankan, koperasi dan lembaga keuangan selain bank. Indikator lainnya seperti intensitas terhadap akses sumber pembiayaan eksternal baik dari perbankan, koperasi dan lembaga keuangan selain bank, juga mempunyai nilai rataan yang masuk kategori sedang. Secara umum ternak sapi di Di Lombok NTB mempunyai kapasitas yang sedang terhadap akses sumber pembiayaan ini terlihat dari nilai rataan jawaban responden yang hanya sebesar 3,21. Tabel 13 Nilai Rataan Akses Sumber Pembiayaan Item Komoditi Nilai Rataan Tingkat akses terhadap sumber pembiayaan eksternal baik dari perbankan, koperasi dan lembaga keuangan selain bank. Ternak Sapi 3,37 Jagung 3,77 Rumput Laut 3,47 Pijar 3,53 Tingkat akses terhadap sumber pembiayaan eksternal yang diberikan oleh pemasok terkait dengan pembelanjaan bahan baku atau persediaan. Ternak Sapi 3,13 Jagung 3,37 Rumput Laut 3,53 Pijar 3,34 Intensitas terhadap akses sumber pembiayaan eksternal baik dari perbankan, koperasi dan lembaga keuangan selain bank. Ternak Sapi 3,10 Jagung 3,03 Rumput Laut 3,03 Pijar 3,06 Intensitas terhadap akses sumber pembiayaan eksternal yang diberikan oleh pemasok terkait dengan pembelanjaan bahan baku atau persediaan. Ternak Sapi 3,10 Jagung 3,43 Rumput Laut 3,50 Pijar 3,34 Luas akses atas sumber pembiayaan eksternal baik dari perbankan, koperasi dan lembaga keuangan selain bank. Ternak Sapi 3,20 Jagung 3,30 Rumput Laut 3,23 Pijar 3,24 Luas akses atas sumber pembiayaan eksternal yang diberikan oleh pemasok terkait dengan pembelanjaan bahan baku atau persediaan Ternak Sapi 3,37 Jagung 3,63 Rumput Laut 3,87 Pijar 3,62 Dimensi Akses Sumber Pembiayaan Ternak Sapi 3,21 Jagung 3,42 Rumput Laut 3,44 Pijar 3,36 Sumber : Data Primer Hasil Penelitian diolah, 2016 Keterangan: 1,00-1,80 = Sangat Rendah; 1,81-2,60 = Rendah; 2,61-3,40 = Sedang; 3,41 – 4,20 = Tinggi; 4,21-5,00 = Sangat Tinggi. Komoditas Jagung rataan jawaban responden bervariasi di antara 3,03 sampai 3,77. Ini menunjukkan kapasitas yang relatif tinggi terkait dengan luas akses atas sumber pembiayaan eksternal baik dari perbankan, koperasi dan lembaga keuangan selain bank. Begitu pula terhadap luas akses atas sumber pembiayaan eksternal yang diberikan oleh pemasok terkait dengan 65 pembelanjaan bahan baku atau persediaan. Dilihat dari nilai rataan jawaban responden menunjukkan kapasitas yang tinggi terkait dengan akses sumber pembiayaan bagi komoditas jagung di Lombok NTB. Komoditas rumput laut rataan jawaban responden bervariasi di antara 3,03 sampai 3,87. Ini menunjukkan kapasitas yang relatif tinggi terkait dengan luas akses atas sumber pembiayaan eksternal baik dari perbankan, koperasi dan lembaga keuangan selain bank. Begitu pula terhadap luas akses atas sumber pembiayaan eksternal yang diberikan oleh pemasok terkait dengan pembelanjaan bahan baku atau persediaan. Dilihat dari nilai rataan jawaban responden menunjukkan kapasitas yang tinggi terkait dengan akses sumber pembiayaan bagi komoditas jagung di Lombok NTB.

5. Dimensi Kemampuan untuk Memperoleh Sumber Pembiayaan dengan

Biaya Rendah Sumber pembiayaan dengan biaya yang rendah menjadi salah satu faktor pendukung harga yang bersaing yang diberlakukan oleh UMKM, karena tentu dengan biaya modal yang rendah akan berdampak pada rendahnya harga jual yang ditetapkan pelaku usaha. Tabel 14 menyajikan informasi persentase jawaban responden atas indikator-indikator pada dimensi kemampuan memperoleh sumber pembiayaan dengan biaya rendah. Umumnya indikator pada dimensi kemampuan memperoleh sumber pembiayaan dengan biaya rendah tersebut, responden yang menjawab sedang mempunyai persentase yang lebih besar dibandingkan yang menjawab renddah atau pun tinggi. Persentase yang menjawab sedang berkisar antara 7,80 persen sampai 65,60 persen. Responden yang menjawab rendah dengan persentase berkisar antara 6,70 persen sampai 17,80 persen. Responden yang menjawab tinggi berkisar antara 16,70 persen sampai 51,10 persen Sehingga distribusi data lebih condong ke kanan. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kemampuan pelaku usaha di Lombok NTB dalam meningkatkan modalnya adalah tinggi. Ini terlihat dari nilai rataan gabungan dari indikator-indikator dari dimensi kemampuan dalam meningkatkan modal dengan persentase yang menjawab sedang dan tinggi masing-masing sebanyak 33,30 persen dan 34,67 persen. Dilihat dari nilai rataan untuk dimensi kemampuan memperoleh sumber pembiayaan dengan biaya rendah sebagaimana terlihat dalam tabel 15, untuk ternak sapi di Di Lombok NTB diperoleh nilai rataan sebesar 3,49. Ini berarti bahwa kapasitas atau kemampuan di Lombok NTB adalah tinggi terkait kemampuan dalam memperoleh sumber pembiayaan dengan biaya yang rendah. 66 Tabel 14 Distribusi Frekuensi Dimensi Kemampuan Memperoleh Sumber Pembiayaan Biaya Rendah Indikator Kategori Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Tingkat keinginan untuk memahami dan memperoleh berbagai informasi terkait sumber pembiayaan yang rendah. Rendah 6 6,7 6,7 6,7 Sedang 39 43,3 43,3 50,0 Tinggi 25 27,8 27,8 77,8 Sangat Tinggi 20 22,2 22,2 100,0 Total 90 100,0 100,0 Kapasitas perusahaan dalam memperoleh berbagai informasi terkait sumber pembiayaan yang rendah. Rendah 10 11,1 11,1 11,1 Sedang 31 34,4 34,4 45,6 Tinggi 43 47,8 47,8 93,3 Sangat Tinggi 6 6,7 6,7 100,0 Total 90 100,0 100,0 Peluang untuk mendapatkan sumber pembiayaan dengan biaya yang rendah. Rendah 13 14,4 14,4 14,4 Sedang 14 15,6 15,6 30,0 Tinggi 27 30,0 30,0 60,0 Sangat Tinggi 36 40,0 40,0 100,0 Total 90 100,0 100,0 Tingkat kemampuan perusahaan dalam memperoleh pembiayaan dengan biaya rendah. Rendah 16 17,8 17,8 17,8 Sedang 7 7,8 7,8 25,6 Tinggi 46 51,1 51,1 76,7 Sangat Tinggi 21 23,3 23,3 100,0 Total 90 100,0 100,0 Iintensitas hubungan dengan berbagai pihak eksternal terkait sumber pembiayaan yang rendah Rendah 13 14,4 14,4 14,4 Sedang 59 65,6 65,6 80,0 Tinggi 15 16,7 16,7 96,7 Sangat Tinggi 3 3,3 3,3 100,0 Total 90 100,0 100,0 Dimensi Akses Sumber Pembiayaan Rendah 58 12,89 12,89 12,89 Sedang 150 33,33 33,33 46,22 Tinggi 156 34,67 34,67 80,89 Sangat Tinggi 86 19,11 19,11 100,00 Total 450 100,00 100,00 Sumber : Data Primer Hasil Penelitian diolah, 2016 Untuk jagung secara umum jagung di di Lombok NTB mempunyai kapasitas yang tinggi terkait kemampuan dalam memperoleh sumber pembiayaan dengan biaya rendah dengan nilai rataan 3,43. Untuk rumput laut rataan nilai untuk dimensi kemampuan memperoleh sumber pembiayaan dengan biaya rendah diperoleh nilai sebesar 3,88. Ini memberikan informasi bahwa rumput laut mempunyai kapasitas yang tinggi terkait kemampuan memperoleh sumber pembiayaan dengan biaya yang rendah. Dilihat dari komoditas unggulan Pijar mempunyai nilai rataan sebesar 3,60. Ini memberikan informasi bahwa produk unggulan Pijar mempunyai kapasitas yang tinggi terkait kemampuan memperoleh sumber pembiayaan dengan biaya yang rendah. 67 Tabel 15 Nilai Rataan Kemampuan Memperoleh Sumber Pembiayaan Item Komoditas Nilai Rataan Tingkat keinginan untuk memahami dan memperoleh berbagai informasi terkait sumber pembiayaan yang rendah. Ternak Sapi 3,83 Jagung 3,53 Rumput Laut 3,60 Pijar 3,66 Kapasitas perusahaan dalam memperoleh berbagai informasi terkait sumber pembiayaan yang rendah. Ternak Sapi 3,33 Jagung 3,23 Rumput Laut 3,93 Pijar 3,50 Peluang untuk mendapatkan sumber pembiayaan dengan biaya yang rendah. Ternak Sapi 3,53 Jagung 3,57 Rumput Laut 4,77 Pijar 3,96 Tingkat kemampuan perusahaan dalam memperoleh pembiayaan dengan biaya rendah. Ternak Sapi 3,63 Jagung 3,70 Rumput Laut 4,07 Pijar 3,80 Iintensitas hubungan dengan berbagai pihak eksternal terkait sumber pembiayaan yang rendah. Ternak Sapi 3,10 Jagung 3,13 Rumput Laut 3,03 Pijar 3,09 Dimensi Kemampuan Memperoleh Sumber Pembiayaan Biaya Rendah Ternak Sapi 3,49 Jagung 3,43 Rumput Laut 3,88 Pijar 3,60 Sumber : Data Primer Hasil Penelitian diolah, 2016 Keterangan: 1,00-1,80 = Sangat Rendah; 1,81-2,60 = Rendah; 2,61-3,40 = Sedang; 3,41 – 4,20 = Tinggi; 4,21-5,00 = Sangat Tinggi. . Tabel 16 Nilai Rataan Peubah Sumber Daya Finansial Uraian Komoditas Nilai Rataan Nilai Rataan Mean Ternak Sapi 3,23 Jagung 3,24 Rumput Laut 3,41 Pijar 3,29 Sumber : Data Primer Hasil Penelitian diolah, 2016 Keterangan: 1,00-1,80 = Sangat Rendah; 1,81-2,60 = Rendah; 2,61-3,40 = Sedang; 3,41 – 4,20 = Tinggi; 4,21-5,00 = Sangat Tinggi. . Berdasarkan tabel 16 diketahui nilai rataan untuk peubah sumber daya finansial di Lombok NTB masing-masing komoditas yaitu ternak sapi mempunyai nilai rataan sebesar 3,23. Dan untuk komoditas jagung mempunyai rataan sebesar 3,24. Ini memberikan informasi bahwa kapasitas sumber daya finansial UMKM di wilayah di Lombok NTB untuk komoditas ternak sapi dan budidaya jagung mempunyai kapasitas sumber daya yang sedang. Sebaliknya untuk komoditas rumput laut mempunyai nilai rataan sebesar 3,41. Ini menggambarkan bahwa kapasitas sumber daya finansial untuk komoditas rumput laut adalah tinggi. 68

6. Aset Tak Berwujud Di Lombok NTB

Lev 2001 menyatakan aset tak berwujud intangible asset mempunyai peran yang penting dalam perusahaan. Berdasarkan teori berbasis pengetahuan dan teknologi, aset tak berwujud perusahaan menjadi penentu fundamental daya saing perusahaan saat ini dan masa depan serta penentu nilai perusahaan dan pertumbuhan. Dari berbagai dimensi aset tak berwujud, dimensi yang digunakan dalam aset tak berwujud untuk keperluan analisis pada dasarnya menggunakan dimensi yang dikembangkan oleh Sveiby 1997, Hitt dan Hokisson 2001, Lev 2001, Dess, Lumpkin dan Eisner 2007, Camison dan Lopez 2010, Marcus 2011 yaitu modal inovasi innovation capital, modal manusia human capital dan modal pelanggan customer capital. Ketiga dimensi ini merupakan dimensi yang paling sering digunakan dalam beberapa literatur.

a. Dimensi Modal Inovasi

Kemampuan yang dimiliki perusahaan terkait dengan kegiatan inovasi merupakan kemampuan untuk mentrasformasi pengetahuan, teknologi dan ide dalam bentuk produk, proses dan sistem baru yang secara konsisten akan membangun pengetahuan baru yang bermanfaat untuk kepentingan perusahaan dan stakeholder dengan menciptakan profit jangka pendek dan jangka panjang. Kapabilitas inovasi berperan sebagai pendorong proses inovasi yang mampu meningkatkan kinerja inovasi, yang mengakibatkan perusahaan tumbuh di atas rataan, sehingga kinerja perusahaan menjadi lebih baik Calantone et al. 2002; Lawson dan Samson 2001. Berdasarkan tabel 17 diperoleh informasi terkait modal inovasi Di Lombok NTB. Secara umum responden yang menyatakan modal inovasinya tinggi mempunyai persentase yang lebih tinggi dibandingkan kategori yang lain yaitu sebesar 41,48 persen. Kemudian yang menyatakan sedang sebanyak 26,30 persen dan yang menyatakan sngat tinggi sebanyak 21,67 persen. Selanjutnya yang menyatakan rendah lebih sedikit sebesar 10,56 persen. Ini memberikan gambaran bahwa modal inovasi di Lombok NTB untuk Pelaku usaha komoditas produk unggulan ternak Sapi, budidaya jagung dan rumput laut mempunyai kapasitas yang tinggi terkait dengan inovasi. Nilai rataan untuk indikator-indikator dari dimensi modal inovasi umumnya yang menyatakan tinggi lebih banyak yaitu berkisar antara 33,30 persen sampai 51,10 persen. 69 Tabel 17 Distribusi Frekuensi Dimensi Modal Inovasi Indikator Kategori Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Kemampuan inovasi manajerial mentrans- formasi pengetahuan, teknologi dan ide-ide terkait dalam pengelolaan usaha Rendah 11 12,2 12,2 12,2 Sedang 20 22,2 22,2 34,4 Tinggi 31 34,4 34,4 68,9 Sangat Tinggi 28 31,1 31,1 100,0 Total 90 100,0 100,0 Tingkat kemampuan inovasi proses dalam menggunakan teknik-teknik tertentu terkait proses produksi dan operasi. Rendah 9 10,0 10,0 10,0 Sedang 23 25,6 25,6 35,6 Tinggi 46 51,1 51,1 86,7 Sangat Tinggi 12 13,3 13,3 100,0 Total 90 100,0 100,0 Tingkat kemampuan inovasi produk dalam menghasilkan produk atau jasa yang inovatif Rendah 9 10,0 10,0 10,0 Sedang 28 31,1 31,1 41,1 Tinggi 30 33,3 33,3 74,4 Sangat Tinggi 23 25,6 25,6 100,0 Total 90 100,0 100,0 Kapasitas sumber inovasi internal perusahaan Rendah 11 12,2 12,2 12,2 Sedang 25 27,8 27,8 40,0 Tinggi 35 38,9 38,9 78,9 Sangat Tinggi 19 21,1 21,1 100,0 Total 90 100,0 100,0 Kapasitas sumber inovasi eksternal perusahaan Rendah 11 12,2 12,2 12,2 Sedang 26 28,9 28,9 41,1 Tinggi 43 47,8 47,8 88,9 Sangat Tinggi 10 11,1 11,1 100,0 Total 90 100,0 100,0 Tingkat kemampuan perusahaan dalam menjalankan teknik, keterampilan dan teknologi baru. Rendah 6 6,7 6,7 6,7 Sedang 20 22,2 22,2 28,9 Tinggi 39 43,3 43,3 72,2 Sangat Tinggi 25 27,8 27,8 100,0 Total 90 100,0 100,0 Modal Inovasi Rendah 57 10,56 10,56 10,56 Sedang 142 26,30 26,30 36,85 Tinggi 224 41,48 41,48 78,33 Sangat Tinggi 117 21,67 21,67 100,00 Total 540 100,00 100,00 Sumber : Data Primer Hasil Penelitian diolah, 2016 Tabel 18 menyajikan informasi tentang nilai rataan jawaban responden terkait modal inovasi. Untuk ternak sapi di Lombok NTB diperoleh nilai rataan sebesar 3,48. Ini berarti bahwa kapasitas atau kemampuan inovasi pelaku usaha komoditas ternak sapi dan produk pengolahnnya di Lombok NTB mempunyai kapasitas yang tinggi terkait modal inovasi. 70 Tabel 18 Nilai Rataan Modal Inovasi Item Komoditas Nilai Rataan Tingkat kemampuan inovasi manajerial untuk mentrasformasi pengetahuan, teknologi dan ide-ide terkait dalam pengelolaan usaha. Ternak Sapi 3,70 Jagung 3,83 Rumput Laut 4,00 Pijar 3,84 Tingkat kemampuan inovasi proses dalam menggunakan teknik-teknik tertentu terkait proses produksi dan operasi. Ternak Sapi 3,37 Jagung 3,80 Rumput Laut 3,87 Pijar 3,68 Tingkat kemampuan inovasi produk dalam menghasilkan produk atau jasa yang inovatif didukung dari kemampuan menerapkan pengetahuan, teknologi dan ide-ide baru. Ternak Sapi 3,43 Jagung 3,76 Rumput Laut 4,03 Pijar 3,74 Tingkat kapasitas sumber inovasi internal perusahaan dalam memberikan peluang kepada semua anggota pekerja untuk dapat memberikan masukan terkait dalam upaya menghasilkan produk yang unggul. Ternak Sapi 3,13 Jagung 3,63 Rumput Laut 4,30 Pijar 3,69 Tingkat kapasitas sumber inovasi eksternal perusahaan dalam mengikuti perkembangan inovasi usaha baik dari mitra usaha maupun yang bersumber dari pesaing dan sumber lainnya dari luar perusahaan. Ternak Sapi 3,47 Jagung 3,53 Rumput Laut 3,73 Pijar 3,58 Tingkat kemampuan perusahaan dalam menjalankan teknik, keterampilan dan teknologi baru. Ternak Sapi 3,80 Jagung 4,23 Rumput Laut 3,73 Pijar 3,92 Dimensi Modal Inovasi Ternak Sapi 3,48 Jagung 3,80 Rumput Laut 3,94 Pijar 3,74 Sumber : Data Primer Hasil Penelitian diolah, 2016 Keterangan: 1,00-1,80 = Sangat Rendah; 1,81-2,60 = Rendah; 2,61-3,40 = Sedang; 3,41 – 4,20 = Tinggi; 4,21-5,00 = Sangat Tinggi. Untuk komoditas jagung dan pengolahannya pelaku usaha secara umum di Lombok NTB mempunyai kapasitas modal inovasi yang tinggi saja dengan nilai rataan 3,80. Untuk komoditas rumput laut dan pengolahnnya mempunyai nilai rataan dimensi dari modal inovasi yang lebih tinggi yaitu sebesar 3,94. Ini memberikan informasi bahwa pelaku usaha komoditas rumput laut dan pengolahnnya mempunyai kapasitas yang tinggi terkait modal inovasi. Menurut Prokosa 2005 inovasi adalah suatu mekanisme perusahaan untuk beradaptasi dengan lingkungan yang dinamis. Oleh sebab itu dituntut untuk mampu menciptakan pemikiran-pemikiran baru, gagasan-gagasan baru dengan menawarkan produk yang inovatif serta peningkatan pelayanan yang dapat memuaskan pelanggan. Inovasi merupakan cara untuk terus membangun dan mengembangkan organisasi yang dapat dicapai melalui introduksi teknologi baru, aplikasi baru dalam bentuk produk –produk dan pelayanan-pelayanan, pengembangan pasar baru dan memperkenalkan bentuk-bentuk baru organisasi, perpaduan berbagai aspek inovasi tersebut pada gilirannya membentuk arena inovasi. 71 Dari banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan UMKM, kewirausahaan merupakan faktor penting yang berperan sangat menentukan keberhasilan UMKM. Kewirausahaan menyangkut berbagai aspek, salah satunya adalah kreatifitas dan kemampuan inovatif dari pelaku UMKM. Kemampuan kreatifitas dan inovasi sangat berperan dalam keberhasilan UKM. Mereka yang berjiwa inovatif dan memiliki kreatifitas tinggi sehingga menjadi pengusaha sukses. Mereka mampu menciptakan peluang bisnis dan pasar yang semula kurang diperhatikan dan tidak bermanfaat menjadi bermanfaat. Sesuatu yang kurang atau tidak dipikirkan orang lain kemudian ditransformasi menjadi berharga dan berguna.

b. Dimensi Modal Manusia