51
c. Net BC Ratio
Merupakan perbandingan antara NPV total dari benefit bersih terhadap total dari biaya bersih. BC menunjukan manfaat bersih yang diperoleh setiap
penambahan satu rupiah pengeluaran bersih. Perhitungan dengan menggunakan rumus Gray dkk 1997:
n 1
t t
n 1
t
i 1
Bt Ct
i 1
Ct Bt
BC Net
t
Penilaian kelayakan finansial berdasarkan Net BC Ratio, yaitu:
Net BC Ratio 1, maka proyek layak atau dapat dilaksanakan.
Net BC Ratio = 1, maka proyek impas antara biaya dan manfaat sehingga terserah kepada pengambil keputusan untuk dilaksanakan
atau tidak.
Net BC Ratio 1, maka tidak layak atau tidak dapat dilaksanakan.
d. Payback Period PBP
Menurut Sofyan 2002, teknik ini digunakan untuk menentukan berapa lama modal yang ditanamkan dalam usaha itu akan kembali jika alternatif
aliran kas CF yang didapat dari usaha yang diusulkan itu akan kembali, maka alternatrif usulan usaha yang memberikan masa yang terpendek adalah yang
terbaik.
Menurut Kasmir dan Jakfar 2004, Perhitungan didapat dari perhitungan nilai kas bersih proceed yang diperoleh setiap tahun. Nilai kas bersih
merupakan penjumlahan laba setelah pajak ditambah dengan penyusutan dengan catatan jika investasi 100 menggunakan modal sendiri Rumus yang
digunakan dalam perhitungan payback period adalah sebagai berikut :
Payback Period = Investasi
= A Proceeds tahun 1 = B -
Sisa = C
Proceeds tahun 2 = D -
Sisa = E
dst
e. Break Event Point BEP
Merupakan suatu alat analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antar beberapa peubah di dalam kegiatan perusahaan seperti, luas
produksi atau tingkat produksi yang dilaksanakan, biaya yang dikeluarkan, serta pendapatan yang diterima perusahaan dari kegiatannya. Keadaan pulang
pokok merupakan keadaan dimana penerimaan pendapatan total revenue yang disingkat TR adalah biaya yang ditanggungnya total cost yag disingkat
TC.
52
Penentuan break even didasarkan pada persamaan penjualan dengan total biaya. Adapun perhitungan BEP menurut Prajnata 2002 adalah sbb :
Produksi Total
Produksi Biaya
Total Jual
Harga BEP
Produksi Jual
Harga Produksi
Biaya Total
Produksi Volume
Untuk BEP
f. Analisis Sensitivitas
Untuk mengkaji sejauh mana perubahan unsur-unsur dalam aspek finansial kegiatan usaha yang akan dijalankan atau diusahakan. Analisis
sensitivitas akan melihat apa yang akan terjadi dengan hasil kegiatan usaha jika terjadi perubahan-perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya dan
pendapatan.
Dalam penelitian, analisis sensitivitas dilakukan pada arus penerimaan manfaat dan pengeluaran biaya pada analisis kelayakan usaha, yaitu
perubahan biaya operasional, perubahan biaya bahan baku dan perubahan penerimaan.
Perubahan yang diamati adalah bagaimana nilai NPV, IRR, Net BC, jika terjadi perubahan pada peubah alat analisis. Peubah yang digunakan sebagai
alat analisis sensitivitas pada penelitian diantaranya adalah: 1.
Peningkatan biaya operasional sebesar 20 persen. 2.
Penurunan penerimaan sebesar 10 persen. Peningkatan peubah analisis sensitivitas untuk kenaikkan biaya
operasional 20 persen didasarkan pada hasil perhitungan rataan inflasi nasional dan kurang stabilnya keadaan ekonomi di negara kita. Sedangkan penurunan
penerimaan 10 persen didasarkan kemungkinan banyaknya persaingan pada perusahaan.
Tingkat suku bunga yang digunakan dalam analisis sensitivitas adalah 16 persen yang merupakan tingkat suku bunga rataan kredit investasi bank-bank
umum.
Asumsi-asumsi yang digunakan
1. Harga yang digunakan adalah harga yang berlaku pada tahun pertama proyek
berjalan. 2.
Tingkat suku bunga yang digunakan adalah tingkat suku bunga yang
berlangsung sekarang yaitu sebesar 16 persen. Angka ini berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
3. Pelaksanaan usaha ini diasumsikan menggunakan teknologi yang semi modern.
4. Rataan Inflasi Nasional untuk menentukan kenaikan biaya operasional sebesar
10. 5.
Sumber modal terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman dengan simulasi pinjaman sebesar 30
6. Perhitungan analisis kelayakan dianggap tahun pertama produksi dengan
perhitungan selama 5 tahun.
53
4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Di wilayah Nusa Tenggara Barat
Jumlah penduduk miskin di NTB dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan, terutama pada lima tahun terakhir. Pada tahun 2011 jumlah penduduk
miskin sebanyak 900.573 jiwa turun menjadi 852.516 pada tahun 2012. Angka tersebut mengalami penurunan menjadi 843.664 jiwa pada tahun 2013. Sedangkan
pada tahun 2014 dan 2015 angka kemiskinan berturut-turut turun menjadi 820.818 jiwa dan 823.890 Penduduk miskin di NTB tersebar di setiap wilayah baik
perkotaan maupun pedesaan. Namun kantong kemiskinan terdapat di daerah pesisir. Tipologi kemiskinan masyarakat yang ada di daerah pesisir bersifat
kemiskinan absolut. Menurut kajian Kartasasmita 1999 dan Sastraatmadja 2005 menyatakan bahwa seseorang disebut miskin secara absolut apabila tingkat
pendapatannya lebih rendah dari pada garis kemiskinan absolut. atau, jumlah pendapatannya itu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum yang
dicerminkan oleh garis kemiskinan absolut tersebut. Di mana garis kemiskinan tersebut menggunakan kriteria dari BPS untuk mengukur garis kemiskinan.
Kemiskinan absolut ini umumnya disandingkan dengan kemiskinan relatif yang artinya adalah keadaan perbandingan antara kelompok pendapatan dalam
masyarakat. Tepatnya, antara kelompok yang mungkin tidak miskin karena memiliki tingkat pendapatan yang lebih tinggi dari pada garis kemiskinan dan
kelompok masyarakat yang relatif lebih kaya. Dengan menggunakan ukuran pendapatan, keadaan ini dikenal dengan ketimpangan distribusi pendapatan.
Kondisi ini sering kali ditemui di daerah perkotaan.
Dikaji dari pola waktu, kemiskinan yang dialami di suatu daerah dapat digolongkan sebagai persistent poverty, yaitu kemiskinan yang telah kronis atau
turun temurun. Daerah seperti ini pada umumnya merupakan daerah-daerah yang kritis sumber daya alamnya atau daerah yang terisolasi. Pola kedua adalah ciclical
poverty
yaitu kemiskinan yang mengikuti pola siklus ekonomi secara keseluruhan. Pola ketiga adalah seasonal poverty, yaitu kemiskinan musiman seperti yang
dijumpai pada kasus nelayan dan pertanian tanaman pangan. Pola keempat adalah accident poverty
, yaitu kemiskinan karena terjadinya bencana alam atau dampak dari suatu kebijakan tertentu yang menyebabkan menurunnya tingkat
kesejahteraan suatu masyarakat. Penurunan angka kemiskinan yang terjadi di NTB tidak terlepas dari berbagai program yang dilakukan oleh pemerintah untuk
mengatasi masalah kemiskinan tersebut. Program tersebut antara lain PNPM mandiri yang sudah lama diterapkan, kemudian ada pula program dari
kementerian kelautan dan perikanan yang diterapkan di daerah pesisir dengan tujuan untuk membantu masyarakat nelayan, yaitu pogram usaha mina pedesaan
PUMP. Dimana masing-masing kelompok diberikan dana sebesar Rp 50 juta. Selain itu ada pula program Minapolitan rumput laut yang merupakan bagian dari
program PIJAR yang sudah diterapkan sejak tahun 2009. Masyarakat yang mendapatkan program ini merasakan adanya manfaat yang mampu memperbaiki
kondisi perekonomian mereka.
54
Kebijakan Umum Sektor Pertanian di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Dalam RPJM NTB disebutkan bahwa tujuan pembangunan di NTB adalah mewujudkan NTB Bersaing dengan pembangunan diberbagai sektor. Salah
satunya adalah pembanguna di sektor pertanian yang meliputi peningkatan dan perbaikan kawasan pertanian yang meliputi pertama, kawasan pertanian basah
yang ditujukan untuk peningkatan ketahanan pangan. Kedua, kawasan pertanian lahan kering yang ditujukan untuk mengembangkan komoditi yang memiliki
keunggulan komperatif, mengembangkan agroindustri berbasis hasil pertanian lahan kering serta mengembangkan infrastrukur prasarana sumber daya. Ketiga,
kawasan perkebunan dengan mengembangkan kawasan industry masyarakat. Keempat, kawasan peternakan. Usaha mencapai NTB bersaing melalui
pengambangan sektor pertanian ini diharapkan akan membawa NTB menjadi lebih baik dengan adanya produk unggulan daerah yaitu sapi, jagung dan rumput
laut yag terintegrasi dalam satu program yaitu PIJAR.
Beberapa peraturan dikeluarkan untuk mendukung program tersebut. Untuk pengembangan Sapi, sebagian peraturan yang ada mengatur sub sistem hulu ini
terkait dengan adanya program Bumi sejuta Sapi, sehingga untuk mempercepat tercapainya pemerintah mengeluarkan Peraturan Gubernur No 11 Tahun 2010
mengenai perbibitan sapi bali. Ini juga ditunjang dengan dikeluarnya surat keputusan dari Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan No 188.31.802
Tahun 2012 yang mengatur mengenai pengeluaran ternak potong dari NTB. Pengaturan sektor hilir ini tujuannya untuk menjaga konsistensi dari provinsi NTB
ini menjadi bumi sejuta sapi sehingga mengatur distribusi keluarnya sapi potong dari NTB. Hal ini berdampak negative kepada peternak. Yaitu turunnya harga sapi
di tingkat peternak. Dengan dibatasinya pengeluaran sapi dari NTB membuat harga dipermainkan oleh pengusaha dengan alasan tidak bisa mengeluarkan sapi
dari NTB sehingga pembelian akan berkurang. Dan secara langsung akan merugikan peternak. Belum lagi sistim pasar di NTB khususnya pulau Lombok
masih bersifat tradisional, sehingga rentan peternak dipermainkan oleh pengusaha dalam harga jual.
Pasar tradisional khususnya pasar sapi memiliki banyak calo-calo makelar, makelar yang memiliki hak untuk menjual sapi kepada pembeli. Sehingga dalam
menentukan harga makelar memiliki peran kunci, dan biasanya makelar memiliki keuntungan dari penjual dan pembeli. Sedangkan untuk peningkatan jagung
walaupun pemerintah sudah mengeluarkan peraturan untuk memberikan bantuan modal bagi masyarakat yang mau berusaha di bidang jagung, namun peraturan itu
masih belum mampu merangsang masyarakat untuk berusaha. Dari hasil diskusi dengan pelaku usaha dan petani, 100 petani dan pelaku usaha belum tahu
dengan peraturan tersebut. Apalagi dengan adanya pasal yang mengatakan bahwa persyaratan untuk mendapatkan bantuan modal harus sudah berjalan dua tahun.
Ini akan menghilangkan kesempatan bagi pelaku-pelaku usaha yang masih pemula. Begitu juga dengan masih minimnya peraturan yang mengatur sub sistem
on-farm
menyebabkan kemampuan petani dalam bidang budidaya lemah, ini sesuai dengan masih rendahnya produktivitas jagung di NTB. Walaupun potensi
lahan dan penggunaan lahan terus mengalami peningkatan setiap tahunnya, masih belum diimbangi dengan peningkatan produksi lahannya. Hal ini sesuai dengan
hasil penelitian dari Deptan Potensi pengembangan jagung NTB cukup besar.
55
PIJAR Sapi, Jagung, Rumput Laut Program Unggulan Daerah Prov. NTB Berbasis Sumber Daya Lokal
1. Komoditas Jagung
Potensi luas lahan untuk pengembangan jagung memiliki potensi lahan untuk pengembangannya di NTB mencapai 126.577 hektar. Potensi lahan
untuk pengembangan jagung di NTB baru mencapai 129,3 Kw per hektar. Produksi jagung NTB dapat mencapai 97.171,8 ton.
Tabel 5 Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Jagung di NTB
No. KabupatenKota
Jagung Luas
Panen Rataan
Produksi Produksi
Area ha KwHa
Ton
1 Kab. Lombok Barat
3.987,0 52,1
2.322,0 2
Kab. Lombok Tengah 3.015,0
67,8 20.439,6
3 Kab. Lombok Timur
15.658,0 52,7
82.439,5 4
Kab. Sumbawa 43.043,0
66,7 287.258,1
5 Kab. Dompu
29.512,0 63,4
187.125,3 6
Kab. Bima 18.695,0
58,6 109.508,1
7 Kab. Sumbawa Barat
6.235,0 67,5
42.070,8 8
Kab. Lombok Utara 5.708,0
57,3 32.710,3
9 Kota Mataram
0,0 0,0
0,0 10
Kota Bima 724,0
49,1 3.554,0
Nusa Tenggara Barat 126.577,0
53,51 785,863,6
Sumber : NTB dalam angka NTB tahun 2016
2. Komoditas Sapi
Masyarakat Nusa Tenggara Barat adalah masyarakat yang berperadaban beternak, khususnya sapi. Selain itu, kondisi alam NTB cocok untuk bebagai
jenis sapi. Mulai dari ras Bali, Hissar, Simental, Brangus, limousine, Frisian Holstein dan sapi-sapi hasil persilangan. Kondisi tersebut merupakan potensi
luar biasa untuk dikembangkan menjadi komoditas unggulan daerah berbasis sumber daya local serta menjadi upaya meningkatkan ketahanan pangan dan
kualitas sumber daya manusia. Prospek pegembangan sapi di NTB sangat menjanjikan, ditunjang populasi yang besar, ketersediaan lahan dan pakan
ternak, budaya masyarakat, dan potensi pasar yang masih terbuka , baik pasar lokal maupun luar daerah.
Di tingkat nasional, posisi NTB sebagai daerah peternak sapi tidak bisa diremehkan. NTB merupakan daerah sumber ternak bibit dan ternak potong
naional. Setiap tahunnya NTB memberikan kontribusi sebagai penyedia bibit sapi mencapai 12 ribu ekor untuk 14 provinsi di Indonesia. Dukungan NTB
terhadap Program Percepatan Swasembada Daging Sapi P2SDS Nasional juga sangat besar, mencapai 31.728 ekor per tahun.
56
Tabel 6 Produksi Daging Ternak Menurut KabKota di NTB
No. KabupatenKota
Sapi Potong Kerbau
ekor ekor
1 Kab. Lombok Barat
5.190 696
2 Kab. Lombok Tengah
10.395 1.192
3 Kab. Lombok Timur
10.866 638
4 Kab. Sumbawa
6.622 2.924
5 Kab. Dompu
1.950 530
6 Kab. Bima
4.470 416
7 Kab. Sumbawa Barat
5.225 1.145
8 Kab. Lombok Utara
3.404 4
9 Kota Mataram
9.436 12
10 Kota Bima
1.805 1
Nusa Tenggara Barat 60.083
7.558
Sumber : NTB dalam angka NTB tahun 2016
Sebagai daerah peternak sapi, NTB memiliki daya saing komparatif secara nasional: 1 populasi sapinya termasuk delapan besar nasional, 2
ternak sapi sebagai modal sosial yang turun temurun dan melekat di masyarakat, 3 kondisi geografi NTB cocok untuk pengembangan peternakan
sapi, 4 tempat pemurnian sapi Bali Nasional, 5 pusat pengembangan sapi Hissar di Sumbawa, 6 daya dukung SDA cukup tersedia, 7 bebas berbagai
penyakit hewan menular strategis, 8 daerah surplus sapi, 9 sumber ternak bibit dan ternak potong nasional.
3. Komoditas Rumput Laut
Tabel 7 Produksi Perikanan Laut Rumput Laut Menurut di NTB
No. KabupatenKota
Rumput Laut ton
1 Kab. Lombok Barat
57.756,85 2
Kab. Lombok Tengah 90.038,00
3 Kab. Lombok Timur
147.216,54 4
Kab. Sumbawa 592.991,84
5 Kab. Dompu
11.088,00 6
Kab. Bima 17.021,00
7 Kab. Sumbawa Barat
4.345,76 8
Kab. Lombok Utara 9
Kota Mataram 10
Kota Bima 252,37
Nusa Tenggara Barat 920.710,36
Sumber : NTB dalam angka NTB tahun 2016
57
Sumber Daya Finansial, Aset Tak Berwujud, Strategi Bersaing dan Kinerja Keuangan Di wilayah Lombok Nusa Tenggara Barat
Berikut ini disajikan tanggapan atau persepsi responden atas peubah sumber daya finansial, aset tak berwujud, strategi bersaing dan kinerja keuangan Di
Lombok NTB. 1.
Sumber Daya Finansial Di Lombok NTB
Suatu aktivitas bisnis tidak akan dapat berjalan dengan baik bila tidak didukung oleh ketersediaan sumber daya finansial yang baik dan mencukupi.
Sumber modal sendiri dan kemampuan untuk mengakses sumber keuangan lain sebagai aset keuangan yang berdampak pada keberhasilan mengembangkan
bisnis. Kekurangan modal keuangan pada tahap awal dapat menjadi penghambat kegiatan bisnis dan memiliki dampak jangka panjang pada
perusahaan dan mempengaruhi kemampuan pengusaha untuk meningkatkan pembiayaan bank.
Berdasarkan konsep para peneliti bahwa sumber daya finansial adalah sebagai sumber modal yang berasal dari kemampuan untuk mengakses sumber
keuangan yang berdampak pada keberhasilan mengembangkan bisnis. Sumber daya keuangan dapat diakumulasikan baik secara internal melalui pembiayaan
sendiri atau eksternal melalui pembiayaan bank atau pasar modal baik dalam maupun luar negeri. Sumber daya finansial dapat juga merupakan keberhasilan
memperoleh sumber pinjaman formal dan kemampuan mengidentifikasi kebutuhan kredit dalam menghadapi pertumbuhan usaha. Umumnya pendirian
perusahaan baru sumber daya finansial sering terjadi ketika seseorang memiliki akses ke sumber daya finansial.
Dari berbagai dimensi modal finansial berdasarkan penelitian Storey 1994, Fisher Massey 2000, Hurst Lusardi 2004, Camison dan Lopez
2010, Berge, Bjorvatn dan Tungodden 2011 dan El-Hamidi 2011 yang menjadi rujukan penulis desertasi dalam menggunakan dimensi sumber daya
finansial adalah kapasitas untuk memperoleh informasi pasar keuangan, kapasitas untuk meningkatkan modal, fasilitas akses sumber pembiayaan dan
kapasitas untuk memperoleh pembiayaan dengan biaya rendah
. Berikut ini
uraian analisis deskriptif untuk masing-masing dimensi berikut dengan indikatornya yang disajikan pada tabel 8 s.d 45.
2. Dimensi Kapasitas untuk memperoleh informasi pasar keuangan
Kapasitas untuk
memperoleh informasi
keuangan merupakan
kemampuan dan keinginan untuk mendapatkan informasi terkait dengan perkembangan instrumen keuangan sehingga diharapkan dengan baiknya akses
informasi pasar keuangan dapat memberikan kemudahan dalam menyediakan kebutuhan dana.
Tabel 8 menyajikan informasi persentase jawaban responden atas indikator-indikator pada dimensi kapasitas untuk memperoleh informasi pasar
keuangan. Semua indikator pada dimensi kapasitas untuk memperoleh informasi pasar keuangan tersebut, responden yang menjawab sedang
mempunyai persentase yang lebih besar dibandingkan yang menjawab rendah atau pun tinggi. Persentase yang menjawab sedang berkisar antara 41,10 persen
sampai 65,60 persen.
58
Responden yang menjawab rendah juga cukup banyak dengan persentase berkisar antara 18,90 persen dan sampai 34,40 persen. Sehingga jawaban
responden lebih cenderung pada kategori sedang dan rendah dengan persentase lebih dari 80 persen. Sementara responden yang menjawab tinggi dan sangat
tinggi mempunyai persentase yang lebih kecil. Persentase yang menjawab tinggi masing-masing berkisar antara 3,30 persen sampai 35,60 dan sangat
tinggi masing-masing sebesar 1,10 persen sampai 21.10 persen. Sementara yang menjawab sangat rendah tidak ada. Dengan demikian dapat dinyatakan
bahwa kapasitas UMKM untuk memperoleh informasi pasar keuangan adalah sedang.
Jawaban dari seluruh responden terkait dengan dimensi kapasitas untuk memperoleh informasi pasar keuangan menunjukkan bahwa responden yang
menyatakan sedang relatif lebih besar sebanyak 48,44 persen kemudian yang menyatakan rendah sebesar 27,56 persen. Sedangkan yang menyatakan tinggi
dan sangat tinggi relatif lebih sedikit masing-masing sebesar 13,11 persen dan 10,88 persen.
Tabel 8 Dimensi Kapasitas untuk Memperoleh Informasi Pasar Keuangan
Indikator Kategori
Frequency Percent Valid
Percent Cumulative
Percent
Tingkat kemampuan perusahaan dalam
memahami instrumen pasar
keuangan Rendah
31 34,4
34,4 34,4
Sedang 47
52,2 52,2
86,7 Tinggi
3 3,3
3,3 90,0
Sangat Tinggi 9
10,0 10,0
100,0 Total
90 100,0
100,0 Tingkat keinginan
dalam memperoleh informasi terkait
pasar keuangan Rendah
20 22,2
22,2 22,2
Sedang 37
41,1 41,1
63,3 Tinggi
32 35,6
35,6 98,9
Sangat Tinggi 1
1,1 1,1
100,0 Total
90 100,0
100,0 Tingkat ketersediaan
informasi yang didapat terkait pasar
keuangan Rendah
17 18,9
18,9 18,9
Sedang 59
65,6 65,6
84,4 Tinggi
4 4,4
4,4 88,9
Sangat Tinggi 10
11,1 11,1
100,0 Total
90 100,0
100,0 Jumlah media
informasi yang digunakan terkait
informasi pasar keuangan
Rendah 28
31,1 31,1
31,1 Sedang
38 42,2
42,2 73,3
Tinggi 5
5,6 5,6
78,9 Sangat Tinggi
19 21,1
21,1 100,0
Total 90
100,0 100,0
Tingkat frekuensi penggunaan dan
akses media informasi terkait
informasi pasar keuangan.
Rendah 28
31,1 31,1
31,1 Sedang
37 41,1
41,1 72,2
Tinggi 15
16,7 16,7
88,9 Sangat Tinggi
10 11,1
11,1 100,0
Total 90
100,0 100,0
Dimensi Kapasitas untuk memperoleh
informasi pasar keuangan
Rendah 124
27,56 27,56
27,58 Sedang
218 48,44
48,44 76,04
Tinggi 59
13,11 13,11
89,15 Sangat Tinggi
49 10,88
10,88 100,00
Total 450
100,0 100,0
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian diolah, 2016
59
Tabel 9 menyajikan nilai rataan dari jawaban responden untuk indikator- indikator dari dimensi kapasitas untuk memperoleh informasi pasar keuangan.
Dilihat dari komoditas usaha unggulan di Lombok NTB yaitu ternak sapi, budidaya jagung dan budidaya rumput laut berada dalam kapasitas sedang
dengan nilai rataan 3,11 untuk ternak sapi dan pengolahan, 2,96 untuk budidaya jagung dan pengolahan serta 3,15 untuk budidaya rumput laut dan
pengolahan. Secara keseluruhan kapasitas pelaku usaha produk unggulan Pijar baik budidaya dan pengolahannya di Lombok NTB mempunyai kapasitas yang
sedang terkait kemampuan untuk memperoleh informasi pasar keuangan.
Tabel 9 Nilai Rataan Kapasitas untuk Memperoleh Informasi Pasar Keuangan
Item Komoditi
Nilai Rataan
Tingkat kemampuan perusahaan dalam memahami instrumen pasar keuangan
Ternak Sapi 3,00
Jagung 2,73
Rumput Laut 2,93
Pijar 2,89
Tingkat keinginan dalam memperoleh informasi terkait pasar keuangan
Ternak Sapi 3,23
Jagung 3,07
Rumput Laut 3,17
Pijar
3,16 Tingkat ketersediaan informasi yang didapat terkait
pasar keuangan. Ternak Sapi
3,17 Jagung
2,97 Rumput Laut
3,10
Pijar
3,08 Jumlah media informasi yang digunakan terkait
informasi pasar keuangan. Ternak Sapi
3,27 Jagung
3,03 Rumput Laut
3,20
Pijar
3,17 Tingkat frekuensi penggunaan dan akses media
informasi terkait informasi pasar keuangan. Ternak Sapi
2,90 Jagung
3,00 Rumput Laut
3,33
Pijar
3,08
Dimensi Kapasitas untuk memperoleh informasi pasar keuangan
Ternak Sapi
3,11
Jagung
2,96
Rumput Laut 3,15
Pijar 3,07
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian diolah, 2016 Keterangan: 1,00-1,80 = Sangat Rendah; 1,81-2,60 = Rendah; 2,61-3,40 = Sedang;
3,41 – 4,20 = Tinggi; 4,21-5,00 = Sangat Tinggi.
Dilihat berdasarkan masing-masing indikator untuk ternak sapi dan pengolahannya nilai rataan jawaban responden berkisar di antara nilai dengan
kategori sedang. Hal yang sama juga ditemukan untuk budidaya jagung dan pengolahannya begitu pula untuk budidaya rumput laut dan industri
pengolahannya. Ini menggambarkan bahwa program Pemerintah di Lombok NTB cukup efektif dan didukung oleh pelaku usaha terkait produk unggulan
Pijar tersebut sehingga hal yang terkait dengan informasi keuangan juga didukung dengan baik oleh institusi tekait.
60
Sri Lestari 2009 juga menyatakan untuk memenuhi kebutuhan permodalan, UMKM menghadapi masalah salah satunya adalah masih
rendahnya atau terbatasnya akses UMKM terhadap berbagai informasi, layanan, fasilitas keuangan yang disediakan oleh lembaga keuangan formal,
baik bank maupun non bank misalnya dana BUMN dan lain-lain. Namun hal ini permasalahan keuangan tidak menjadi faktor yang utama bagi pelaku usaha
produk unggulan Pijar karena informasi pasar keuangan dan peluang untuk memperolah pendanaan untuk komoditas Pijar tidak terlalu sulit karena
besarnya dukungan Pemerintah Daerah
.
3. Dimensi Kapasitas atau Kemampuan untuk Meningkatkan Modal
Pelaku UMKM tentu berharap usaha yang dijalankan dapat terus berkembang dan maju, dimensi berikutnya dari peubah sumber daya finansial
adalah kapasitas atau kemampuan untuk meningkatkan modal baik yang bersumber dari dalam perusahaan sendiri maupun yang bersumber dari luar
perusahaan.
Tabel 10 Distribusi Frekuensi Kapasitas atau Kemampuan untuk Meningkatkan Modal
Indikator Kategori
Frequency Percent Valid
Percent Cumulative
Percent
Kapasitas kemampuan mningkatkn modal yang
bersumber dari pembiayaan dari dalam
perusahaan Rendah
25 27,8
27,8 27,8
Sedang 39
43,3 43,3
71,1 Tinggi
8 8,9
8,9 80,0
Sangat Tinggi 18
20,0 20,0
100,0 Total
90 100,0
100,0 Kapasitas kemampuan
meningkatkan modal yang bersumber dari
pembiayaan dari luar perusahan
Rendah 32
35,6 35,6
35,6 Sedang
30 33,3
33,3 68,9
Tinggi 22
24,4 24,4
93,3 Sangat Tinggi
6 6,7
6,7 100,0
Total 90
100,0 100,0
Besar peluang untuk meningkatkan modal
Rendah 10
11,1 11,1
11,1 Sedang
49 54,4
54,4 65,6
Tinggi 19
21,1 21,1
86,7 Sangat Tinggi
12 13,3
13,3 100,0
Total 90
100,0 100,0
Luas jaringan terkait upaya peningkatan
sumber modal Rendah
28 31,1
31,1 31,1
Sedang 42
46,7 46,7
77,8 Tinggi
20 22,2
22,2 100,0
Total 90
100,0 100,0
Tingkat intensitas hubungan dengan
sumber modal Sangat Rendah
1 1,1
1,1 1,1
Rendah 21
23,3 23,3
24,4 Sedang
35 38,9
38,9 63,3
Tinggi 26
28,9 28,9
92,2 Sangat Tinggi
7 7,8
7,8 100,0
Total 90
100,0 100,0
Dimensi Kapasitas atau Kemampuan untuk
Meningkatkan Modal Sangat Rendah
1 0,22
0,22 0,22
Rendah 116
25,78 25,78
26,00 Sedang
195 43,33
43,33 69,33
Tinggi 95
21,11 21,11
90,44 Sangat Tinggi
43 9,56
9,56 100,00
Total 450
100,00 100,00
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian diolah, 2016
61
Tabel 10 menyajikan informasi persentase jawaban responden atas indikator-indikator pada dimensi kapasitas atau kemampuan untuk meningkatkan
modal. Semua indikator pada dimensi kapasitas atau kemampuan untuk meningkatkan modal tersebut, responden yang menjawab sedang mempunyai
persentase yang lebih besar dibandingkan yang menjawab rendah atau pun tinggi.
Persentase yang menjawab sedang untuk masing-masing indikator berkisar antara 33,30 persen sampai 54,40 persen. Responden yang menjawab sangat
rendah dengan persentase yang relatif sangat kecil. Responden yang menjawab rendah berkisar antara 11,10 persen sampai 35,60 persen. Responden yang
menjawab tinggi antara 8,90 persen sampai 28,90 persen. Responden yang menjawab sangat tinggi berkisar antara 6,70 persen sampai 20,00 persen. Sehingga
jawaban responden lebih cenderung pada kategori sedang. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kemampuan UMKM dalam meningkatkan modalnya adalah
sedang Hal ini dapat dilihat dari nilai rataan untuk dimensi kemampuan untuk meningkatkan modal dengan persentase yang menjawab sangat rendah dan rendah
masing-masing sebesar 0,22 persen dan 25,78 persen. Sedangkan yang menjawab sedang sebanyak 43,33 persen dan yang menjawab tinggi sebesar 21,11 persen.
Sementara yang menjawab sangat tinggi sebesar 9,56 persen.
Tabel 11
Nilai Rataan Kapasitas atau Kemampuan untuk Meningkatkan Modal
Item Komoditi
Nilai Rataan
Kapasitas atau kemampuan untuk meningkatkan modal pada perusahaan yang bersumber dari pembiayaan dari
dalam perusahaan melalui pengelolaan laba yang ditahan.
Ternak Sapi 3,07
Jagung 3,23
Rumput Laut 3,33
Pijar
3,21 Kapasitas atau kemampuan untuk meningkatkan modal
pada perusahaan yang bersumber dari pembiayaan dari luar perusahan seperti pihak lain yang menanamkan
dananya pada perusahaan dalam bentuk kerjasama, bagi hasil dan bukan termasuk pinjaman bank.
Ternak Sapi 3,00
Jagung 3,00
Rumput Laut 3,07
Pijar
3,02 Besar peluang untuk meningkatkan modal pada
perusahaan. Ternak Sapi
3,33 Jagung
3,37 Rumput Laut
3,40
Pijar
3,37 Luas jaringan terkait upaya peningkatan sumber modal. Ternak Sapi
2,93 Jagung
2,90 Rumput Laut
2,90
Pijar
2,91 Tingkat intensitas hubungan dengan sumber modal.
Ternak Sapi 3,17
Jagung 3,20
Rumput Laut 3,20
Pijar
3,19
Dimensi Kapasitas
atau Kemampuan
untuk Meningkatkan Modal
Ternak Sapi
3,10
Jagung
3,14
Rumput Laut
3,18 Pijar
3,14
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian diolah, 2016 Keterangan: 1,00-1,80 = Sangat Rendah; 1,81-2,60 = Rendah; 2,61-3,40 = Sedang;
3,41 – 4,20 = Tinggi; 4,21-5,00 = Sangat Tinggi.
62
Tabel 11 menyajikan informasi nilai rataan jawaban reponden terkait dengan indikator-indikator pada dimensi kapasitas atau kemampuan untuk
meningkatkan modal. Berdasarkan skala usaha untuk jenis rumput laut mempunyai nilai rataan yang lebih baik untuk semua indikator dengan nilai
rataan berkisar antara 2,90 sampai 3,40. Keseluruhan nilai rataan jawaban responden pada rumput laut tersebut umumnya masuk dalam kategori sedang.
Ini menunjukkan bahwa komoditas rumput laut di Lombok NTB mempunyai kapasitas atau kemampuan yang sedang saja dalam meningkatkan modal.
Komoditas jagung rataan jawaban responden berkisar antara 2,90 sampai 3,37. Nilai terendah sebesar 2,90 untuk jawaban reponden terhadap indikator
luas jaringan terkait upaya peningkatan sumber modal. Ini memberikan informasi bahwa kemampuan pelaku usaha komoditas jagung mempunyai
kapasitas sedang terkait luas jaringan terkait upaya peningkatan sumber modal. Sedangkan nilai rataan jawaban reponden yang tertinggi untuk jagung sebesar
3,37 terhadap indikator besar peluang untuk meningkatkan modal pada perusahaan. Ini menunjukkan bahwa komoditas jagung di Lombok NTB
mempunyai kapasitas yang sedang terkait besar peluang untuk meningkatkan modal pada perusahaan.
Ternak sapi mempunyai nilai rataan berkisar antara 2,93 sampai 3,33. Nilai 2,93 untuk indikator luas jaringan terkait upaya peningkatan sumber
modal. Ini berarti kemampuan ternak sapi di daerah ombok NTB memiliki kapasitas yang sedang terkait luas jaringan terkait upaya peningkatan sumber
modal di Lombok NTB. Indikator lainnya berdasarkan nilai rataan jawaban responden menunjukkan kemampuan yang sedang saja baik dari kemampuan
untuk meningkatkan modal yang bersumber dari dalam perusahaan sendiri maupun yang dari luar, besar peluang, luas jaringan dan tingkat intensitas
hubungan untuk meningkatkan modal. Sehingga secara umum dapat dinyatakan bahwa kapasitas atau kemampuan pelaku usha ternak sapi di
Lombok NTB dalam meningkatkan modalnya adalah sedang. Ini terlihat dari nilai rataan jawaban responden sebesar 3,10.
4.
Dimensi Akses Sumber Pembiayaan
Akses sumber pembiayaan menjadi salah satu faktor pendukung keberhasilan UMKM dalam menjalankan usahanya. Semakin tinggi akses
sumber pembiayaan tentu peluang untuk meningkatkan modal khususnya yang bersumber dari pembiayaan eksternal makin besar yang pada gilirannya dapat
meningkatkan kapasitas produksi perusahaan.
Tabel 12 menyajikan informasi persentase jawaban responden atas indikator-indikator pada dimensi akses sumber pembiayaan. Semua indikator
pada dimensi akses sumber pembiayaan tersebut, responden yang menjawab sedang mempunyai persentase yang lebih besar dibandingkan yang menjawab
rendah atau pun tinggi. Persentase yang menjawab sedang berkisar antara 21,10 persen sampai 60,00 persen. Responden yang menjawab rendah juga
mempunyai persentase yang cukup sedikit dengan persentase berkisar antara 10,00 persen sampai 24,40 persen.
63
Tabel 12 Distribusi Frekuensi Dimensi Akses Sumber Pembiayaan
Indikator Kategori
Frequency Percent Valid
Percent Cumulative
Percent
Akses sumber pembiayaan eksternal baik dari
perbankan, koperasi dan lembaga keuangan selain
bank Rendah
9 10,0
10,0 10,0
Sedang
51 56,7
56,7 66,7
Tinggi
3 3,3
3,3 70,0
Sangat Tinggi
27 30,0
30,0 100,0
Total
90 100,0
100,0
Akses sumber pembiayaan eksternal yang diberikan
pemasok terkait pembelanjaan bahan baku
persediaan Rendah
22 24,4
24,4 24,4
Sedang
32 35,6
35,6 60,0
Tinggi
19 21,1
21,1 81,1
Sangat Tinggi
17 18,9
18,9 100,0
Total
90 100,0
100,0
Intensitas akses sumber pembiayaan eksternal baik
dari perbankan, koperasi dan lembaga keuangan
selain bank Rendah
17 18,9
18,9 18,9
Sedang
54 60,0
60,0 78,9
Tinggi
16 17,8
17,8 96,7
Sangat Tinggi
3 3,3
3,3 100,0
Total
90 100,0
100,0
Intensitas akses sumber pembiayaan eksternal yang
diberikan pemasok terkait pembelanjaan bahan baku
persediaan Rendah
20 22,2
22,2 22,2
Sedang
32 35,6
35,6 57,8
Tinggi
25 27,8
27,8 85,6
Sangat Tinggi
13 14,4
14,4 100,0
Total
90 100,0
100,0
Luas akses atas sumber pembiayaan eksternal baik
dari perbankan, koperasi dan lembaga keuangan
selain bank. Rendah
21 23,3
23,3 23,3
Sedang
27 30,0
30,0 53,3
Tinggi
41 45,6
45,6 98,9
Sangat Tinggi
1 1,1
1,1 100,0
Total
90 100,0
100,0
Luas akses sumber pembiayaan eksternal yang
diberikan pemasok terkait pembelanjaan bahan baku
persediaan. Rendah
16 17,8
17,8 17,8
Sedang
19 21,1
21,1 38,9
Tinggi
38 42,2
42,2 81,1
Sangat Tinggi
17 18,9
18,9 100,0
Total
90 100,0
100,0
Dimensi Akses Sumber Pembiayaan
Rendah
105 19,44
19,44 19,44
Sedang
215 39,81
39,81 59,26
Tinggi
142 26,30
26,30 85,56
Sangat Tinggi
78 14,44
14,44 100,00
Total
540 100,00
100,00
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian diolah, 2016 Responden yang menjawab tinggi mempunyai persentase yang berkisar
antara 3,30 persen sampai 45,60 persen. Sehingga jawaban responden lebih cenderung pada kategori sedang dan tinggi. Dengan demikian dapat dinyatakan
bahwa akses sumber pembiayaan di Lombok NTB dalam adalah sedang. Begitu juga ketika data gabungan terhadap dimensi akses sumber pembiayaan,
dilihat dari nilai rataan untuk dimensi akses sumber pembiayaan tersebut persentase yang menjawab rendah sebesar 19,44 persen. Sedangkan yang
menjawab sedang sebanyak 39,41 persen dan yang menjawab tinggi sebesar 26,30 persen. Sementara yang menjawab sangat tinggi sebesar 14,44 persen.
64
Dilihat dari nilai rataan untuk dimensi akses sumber pembiayaan di Lombok NTB sebagaimana terlihat dalam tabel 13, untuk ternak sapi diperoleh
nilai rataan jawaban responden berkisar antara 3,10 sampai 3,37. Ini menunjukkan bahwa pelaku usaha peternakan sapi di Lombok NTB
mempunyai kemampuan yang relatif sedang terkait akses atas sumber pembiayaan eksternal baik dari perbankan, koperasi dan lembaga keuangan
selain bank. Indikator lainnya seperti intensitas terhadap akses sumber pembiayaan eksternal baik dari perbankan, koperasi dan lembaga keuangan
selain bank, juga mempunyai nilai rataan yang masuk kategori sedang. Secara umum ternak sapi di Di Lombok NTB mempunyai kapasitas yang sedang
terhadap akses sumber pembiayaan ini terlihat dari nilai rataan jawaban responden yang hanya sebesar 3,21.
Tabel 13
Nilai Rataan Akses Sumber Pembiayaan
Item Komoditi
Nilai Rataan
Tingkat akses terhadap sumber pembiayaan eksternal baik dari perbankan, koperasi dan lembaga keuangan
selain bank. Ternak Sapi
3,37 Jagung
3,77 Rumput Laut
3,47
Pijar 3,53
Tingkat akses terhadap sumber pembiayaan eksternal yang diberikan oleh pemasok terkait dengan
pembelanjaan bahan baku atau persediaan. Ternak Sapi
3,13 Jagung
3,37 Rumput Laut
3,53
Pijar
3,34 Intensitas terhadap akses sumber pembiayaan
eksternal baik dari perbankan, koperasi dan lembaga keuangan selain bank.
Ternak Sapi 3,10
Jagung 3,03
Rumput Laut 3,03
Pijar
3,06 Intensitas terhadap akses sumber pembiayaan
eksternal yang diberikan oleh pemasok terkait dengan pembelanjaan bahan baku atau persediaan.
Ternak Sapi 3,10
Jagung 3,43
Rumput Laut 3,50
Pijar
3,34 Luas akses atas sumber pembiayaan eksternal baik
dari perbankan, koperasi dan lembaga keuangan selain bank.
Ternak Sapi 3,20
Jagung 3,30
Rumput Laut 3,23
Pijar
3,24 Luas akses atas sumber pembiayaan eksternal yang
diberikan oleh pemasok terkait dengan pembelanjaan bahan baku atau persediaan
Ternak Sapi 3,37
Jagung 3,63
Rumput Laut 3,87
Pijar
3,62
Dimensi Akses Sumber Pembiayaan
Ternak Sapi 3,21
Jagung 3,42
Rumput Laut 3,44
Pijar 3,36
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian diolah, 2016 Keterangan: 1,00-1,80 = Sangat Rendah; 1,81-2,60 = Rendah; 2,61-3,40 = Sedang;
3,41 – 4,20 = Tinggi; 4,21-5,00 = Sangat Tinggi.
Komoditas Jagung rataan jawaban responden bervariasi di antara 3,03 sampai 3,77. Ini menunjukkan kapasitas yang relatif tinggi terkait dengan luas
akses atas sumber pembiayaan eksternal baik dari perbankan, koperasi dan lembaga keuangan selain bank. Begitu pula terhadap luas akses atas sumber
pembiayaan eksternal yang diberikan oleh pemasok terkait dengan
65
pembelanjaan bahan baku atau persediaan. Dilihat dari nilai rataan jawaban responden menunjukkan kapasitas yang tinggi terkait dengan akses sumber
pembiayaan bagi komoditas jagung di Lombok NTB.
Komoditas rumput laut rataan jawaban responden bervariasi di antara 3,03 sampai 3,87. Ini menunjukkan kapasitas yang relatif tinggi terkait dengan
luas akses atas sumber pembiayaan eksternal baik dari perbankan, koperasi dan lembaga keuangan selain bank. Begitu pula terhadap luas akses atas sumber
pembiayaan eksternal yang diberikan oleh pemasok terkait dengan pembelanjaan bahan baku atau persediaan. Dilihat dari nilai rataan jawaban
responden menunjukkan kapasitas yang tinggi terkait dengan akses sumber pembiayaan bagi komoditas jagung di Lombok NTB.
5. Dimensi Kemampuan untuk Memperoleh Sumber Pembiayaan dengan
Biaya Rendah
Sumber pembiayaan dengan biaya yang rendah menjadi salah satu faktor pendukung harga yang bersaing yang diberlakukan oleh UMKM, karena tentu
dengan biaya modal yang rendah akan berdampak pada rendahnya harga jual yang ditetapkan pelaku usaha.
Tabel 14 menyajikan informasi persentase jawaban responden atas indikator-indikator pada dimensi kemampuan memperoleh sumber pembiayaan
dengan biaya rendah. Umumnya indikator pada dimensi kemampuan memperoleh sumber pembiayaan dengan biaya rendah tersebut, responden
yang menjawab sedang mempunyai persentase yang lebih besar dibandingkan yang menjawab renddah atau pun tinggi. Persentase yang menjawab sedang
berkisar antara 7,80 persen sampai 65,60 persen. Responden yang menjawab rendah dengan persentase berkisar antara 6,70 persen sampai 17,80 persen.
Responden yang menjawab tinggi berkisar antara 16,70 persen sampai 51,10 persen Sehingga distribusi data lebih condong ke kanan. Dengan demikian
dapat dinyatakan bahwa kemampuan pelaku usaha di Lombok NTB dalam meningkatkan modalnya adalah tinggi. Ini terlihat dari nilai rataan gabungan
dari indikator-indikator dari dimensi kemampuan dalam meningkatkan modal dengan persentase yang menjawab sedang dan tinggi masing-masing sebanyak
33,30 persen dan 34,67 persen.
Dilihat dari nilai rataan untuk dimensi kemampuan memperoleh sumber pembiayaan dengan biaya rendah sebagaimana terlihat dalam tabel 15, untuk
ternak sapi di Di Lombok NTB diperoleh nilai rataan sebesar 3,49. Ini berarti bahwa kapasitas atau kemampuan di Lombok NTB adalah tinggi terkait
kemampuan dalam memperoleh sumber pembiayaan dengan biaya yang rendah.
66
Tabel 14 Distribusi Frekuensi Dimensi Kemampuan Memperoleh Sumber Pembiayaan Biaya Rendah
Indikator Kategori
Frequency Percent Valid
Percent Cumulative
Percent
Tingkat keinginan untuk memahami dan
memperoleh berbagai informasi terkait sumber
pembiayaan yang rendah. Rendah
6 6,7
6,7 6,7
Sedang 39
43,3 43,3
50,0 Tinggi
25 27,8
27,8 77,8
Sangat Tinggi 20
22,2 22,2
100,0 Total
90 100,0
100,0 Kapasitas perusahaan
dalam memperoleh berbagai informasi terkait
sumber pembiayaan yang rendah.
Rendah 10
11,1 11,1
11,1 Sedang
31 34,4
34,4 45,6
Tinggi 43
47,8 47,8
93,3 Sangat Tinggi
6 6,7
6,7 100,0
Total 90
100,0 100,0
Peluang untuk mendapatkan sumber
pembiayaan dengan biaya yang rendah.
Rendah 13
14,4 14,4
14,4 Sedang
14 15,6
15,6 30,0
Tinggi 27
30,0 30,0
60,0 Sangat Tinggi
36 40,0
40,0 100,0
Total 90
100,0 100,0
Tingkat kemampuan perusahaan dalam
memperoleh pembiayaan dengan biaya rendah.
Rendah 16
17,8 17,8
17,8 Sedang
7 7,8
7,8 25,6
Tinggi 46
51,1 51,1
76,7 Sangat Tinggi
21 23,3
23,3 100,0
Total 90
100,0 100,0
Iintensitas hubungan dengan berbagai pihak
eksternal terkait sumber pembiayaan yang rendah
Rendah 13
14,4 14,4
14,4 Sedang
59 65,6
65,6 80,0
Tinggi 15
16,7 16,7
96,7 Sangat Tinggi
3 3,3
3,3 100,0
Total 90
100,0 100,0
Dimensi Akses Sumber Pembiayaan
Rendah 58
12,89 12,89
12,89 Sedang
150 33,33
33,33 46,22
Tinggi 156
34,67 34,67
80,89 Sangat Tinggi
86 19,11
19,11 100,00
Total 450
100,00 100,00
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian diolah, 2016
Untuk jagung secara umum jagung di di Lombok NTB mempunyai kapasitas yang tinggi terkait kemampuan dalam memperoleh sumber
pembiayaan dengan biaya rendah dengan nilai rataan 3,43. Untuk rumput laut rataan nilai untuk dimensi kemampuan memperoleh
sumber pembiayaan dengan biaya rendah diperoleh nilai sebesar 3,88. Ini memberikan informasi bahwa rumput laut mempunyai kapasitas yang tinggi
terkait kemampuan memperoleh sumber pembiayaan dengan biaya yang rendah.
Dilihat dari komoditas unggulan Pijar mempunyai nilai rataan sebesar 3,60. Ini memberikan informasi bahwa produk unggulan Pijar mempunyai
kapasitas yang tinggi terkait kemampuan memperoleh sumber pembiayaan dengan biaya yang rendah.
67
Tabel 15 Nilai Rataan Kemampuan Memperoleh Sumber Pembiayaan
Item Komoditas
Nilai Rataan
Tingkat keinginan
untuk memahami
dan memperoleh berbagai informasi terkait sumber
pembiayaan yang rendah. Ternak Sapi
3,83 Jagung
3,53 Rumput Laut
3,60
Pijar
3,66 Kapasitas perusahaan dalam memperoleh berbagai
informasi terkait sumber pembiayaan yang rendah. Ternak Sapi
3,33 Jagung
3,23 Rumput Laut
3,93
Pijar
3,50 Peluang untuk mendapatkan sumber pembiayaan
dengan biaya yang rendah. Ternak Sapi
3,53 Jagung
3,57 Rumput Laut
4,77
Pijar
3,96 Tingkat
kemampuan perusahaan
dalam memperoleh pembiayaan dengan biaya rendah.
Ternak Sapi 3,63
Jagung 3,70
Rumput Laut 4,07
Pijar
3,80 Iintensitas hubungan dengan berbagai pihak
eksternal terkait sumber pembiayaan yang rendah. Ternak Sapi
3,10 Jagung
3,13 Rumput Laut
3,03
Pijar
3,09
Dimensi Kemampuan Memperoleh Sumber Pembiayaan Biaya Rendah
Ternak Sapi
3,49
Jagung 3,43
Rumput Laut
3,88 Pijar
3,60
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian diolah, 2016 Keterangan: 1,00-1,80 = Sangat Rendah; 1,81-2,60 = Rendah; 2,61-3,40 = Sedang;
3,41 – 4,20 = Tinggi; 4,21-5,00 = Sangat Tinggi.
.
Tabel 16 Nilai Rataan Peubah Sumber Daya Finansial
Uraian Komoditas
Nilai Rataan
Nilai Rataan Mean Ternak Sapi
3,23
Jagung 3,24
Rumput Laut
3,41 Pijar
3,29
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian diolah, 2016 Keterangan: 1,00-1,80 = Sangat Rendah; 1,81-2,60 = Rendah; 2,61-3,40 = Sedang;
3,41 – 4,20 = Tinggi; 4,21-5,00 = Sangat Tinggi.
. Berdasarkan tabel 16 diketahui nilai rataan untuk peubah sumber daya
finansial di Lombok NTB masing-masing komoditas yaitu ternak sapi mempunyai nilai rataan sebesar 3,23. Dan untuk komoditas jagung mempunyai
rataan sebesar 3,24. Ini memberikan informasi bahwa kapasitas sumber daya finansial UMKM di wilayah di Lombok NTB untuk komoditas ternak sapi dan
budidaya jagung mempunyai kapasitas sumber daya yang sedang. Sebaliknya untuk komoditas rumput laut mempunyai nilai rataan sebesar 3,41. Ini
menggambarkan bahwa kapasitas sumber daya finansial untuk komoditas rumput laut adalah tinggi.
68
6. Aset Tak Berwujud Di Lombok NTB
Lev 2001 menyatakan aset tak berwujud intangible asset mempunyai peran yang penting dalam perusahaan. Berdasarkan teori berbasis pengetahuan
dan teknologi, aset tak berwujud perusahaan menjadi penentu fundamental daya saing perusahaan saat ini dan masa depan serta penentu nilai perusahaan
dan pertumbuhan.
Dari berbagai dimensi aset tak berwujud, dimensi yang digunakan dalam aset tak berwujud untuk keperluan analisis pada dasarnya menggunakan
dimensi yang dikembangkan oleh Sveiby 1997, Hitt dan Hokisson 2001, Lev 2001, Dess, Lumpkin dan Eisner 2007, Camison dan Lopez 2010,
Marcus 2011 yaitu modal inovasi innovation capital, modal manusia human capital dan modal pelanggan customer capital. Ketiga dimensi ini
merupakan dimensi yang paling sering digunakan dalam beberapa literatur.
a. Dimensi Modal Inovasi
Kemampuan yang dimiliki perusahaan terkait dengan kegiatan inovasi merupakan kemampuan untuk mentrasformasi pengetahuan, teknologi dan
ide dalam bentuk produk, proses dan sistem baru yang secara konsisten akan membangun pengetahuan baru yang bermanfaat untuk kepentingan
perusahaan dan stakeholder dengan menciptakan profit jangka pendek dan jangka panjang.
Kapabilitas inovasi berperan sebagai pendorong proses inovasi yang mampu meningkatkan kinerja inovasi, yang mengakibatkan perusahaan
tumbuh di atas rataan, sehingga kinerja perusahaan menjadi lebih baik Calantone et al. 2002; Lawson dan Samson 2001.
Berdasarkan tabel 17 diperoleh informasi terkait modal inovasi Di Lombok NTB. Secara umum responden yang menyatakan modal inovasinya
tinggi mempunyai persentase yang lebih tinggi dibandingkan kategori yang lain yaitu sebesar 41,48 persen. Kemudian yang menyatakan sedang
sebanyak 26,30 persen dan yang menyatakan sngat tinggi sebanyak 21,67 persen. Selanjutnya yang menyatakan rendah lebih sedikit sebesar 10,56
persen. Ini memberikan gambaran bahwa modal inovasi di Lombok NTB untuk Pelaku usaha komoditas produk unggulan ternak Sapi, budidaya
jagung dan rumput laut mempunyai kapasitas yang tinggi terkait dengan inovasi.
Nilai rataan untuk indikator-indikator dari dimensi modal inovasi umumnya yang menyatakan tinggi lebih banyak yaitu berkisar antara 33,30
persen sampai 51,10 persen.
69
Tabel 17 Distribusi Frekuensi Dimensi Modal Inovasi
Indikator Kategori
Frequency Percent Valid
Percent Cumulative
Percent
Kemampuan inovasi manajerial mentrans-
formasi pengetahuan, teknologi dan ide-ide terkait
dalam pengelolaan usaha Rendah
11 12,2
12,2 12,2
Sedang
20 22,2
22,2 34,4
Tinggi
31 34,4
34,4 68,9
Sangat Tinggi
28 31,1
31,1 100,0
Total
90 100,0
100,0
Tingkat kemampuan inovasi proses dalam menggunakan
teknik-teknik tertentu terkait proses produksi dan operasi.
Rendah
9 10,0
10,0 10,0
Sedang
23 25,6
25,6 35,6
Tinggi
46 51,1
51,1 86,7
Sangat Tinggi
12 13,3
13,3 100,0
Total
90 100,0
100,0
Tingkat kemampuan inovasi produk dalam menghasilkan
produk atau jasa yang inovatif
Rendah
9 10,0
10,0 10,0
Sedang
28 31,1
31,1 41,1
Tinggi
30 33,3
33,3 74,4
Sangat Tinggi
23 25,6
25,6 100,0
Total
90 100,0
100,0
Kapasitas sumber inovasi internal perusahaan
Rendah
11 12,2
12,2 12,2
Sedang
25 27,8
27,8 40,0
Tinggi
35 38,9
38,9 78,9
Sangat Tinggi
19 21,1
21,1 100,0
Total
90 100,0
100,0
Kapasitas sumber inovasi eksternal perusahaan
Rendah
11 12,2
12,2 12,2
Sedang
26 28,9
28,9 41,1
Tinggi
43 47,8
47,8 88,9
Sangat Tinggi
10 11,1
11,1 100,0
Total
90 100,0
100,0
Tingkat kemampuan perusahaan dalam
menjalankan teknik, keterampilan dan teknologi
baru. Rendah
6 6,7
6,7 6,7
Sedang
20 22,2
22,2 28,9
Tinggi
39 43,3
43,3 72,2
Sangat Tinggi
25 27,8
27,8 100,0
Total
90 100,0
100,0
Modal Inovasi
Rendah 57
10,56 10,56
10,56 Sedang
142 26,30
26,30 36,85
Tinggi 224
41,48 41,48
78,33 Sangat Tinggi
117 21,67
21,67 100,00
Total 540
100,00 100,00
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian diolah, 2016
Tabel 18 menyajikan informasi tentang nilai rataan jawaban responden terkait modal inovasi. Untuk ternak sapi di Lombok NTB
diperoleh nilai rataan sebesar 3,48. Ini berarti bahwa kapasitas atau kemampuan inovasi pelaku usaha komoditas ternak sapi dan produk
pengolahnnya di Lombok NTB mempunyai kapasitas yang tinggi terkait modal inovasi.
70
Tabel 18 Nilai Rataan Modal Inovasi
Item Komoditas
Nilai Rataan
Tingkat kemampuan inovasi
manajerial untuk mentrasformasi pengetahuan, teknologi dan ide-ide
terkait dalam pengelolaan usaha. Ternak Sapi
3,70 Jagung
3,83 Rumput Laut
4,00
Pijar
3,84 Tingkat
kemampuan inovasi
proses dalam
menggunakan teknik-teknik tertentu terkait proses produksi dan operasi.
Ternak Sapi 3,37
Jagung 3,80
Rumput Laut 3,87
Pijar
3,68 Tingkat
kemampuan inovasi
produk dalam
menghasilkan produk atau jasa yang inovatif didukung dari kemampuan menerapkan pengetahuan, teknologi
dan ide-ide baru. Ternak Sapi
3,43 Jagung
3,76 Rumput Laut
4,03
Pijar
3,74 Tingkat kapasitas sumber inovasi internal perusahaan
dalam memberikan peluang kepada semua anggota pekerja untuk dapat memberikan masukan terkait
dalam upaya menghasilkan produk yang unggul. Ternak Sapi
3,13 Jagung
3,63 Rumput Laut
4,30
Pijar
3,69 Tingkat kapasitas sumber inovasi eksternal perusahaan
dalam mengikuti perkembangan inovasi usaha baik dari mitra usaha maupun yang bersumber dari pesaing
dan sumber lainnya dari luar perusahaan. Ternak Sapi
3,47 Jagung
3,53 Rumput Laut
3,73
Pijar
3,58 Tingkat kemampuan perusahaan dalam menjalankan
teknik, keterampilan dan teknologi baru. Ternak Sapi
3,80 Jagung
4,23 Rumput Laut
3,73
Pijar
3,92
Dimensi Modal Inovasi
Ternak Sapi 3,48
Jagung 3,80
Rumput Laut 3,94
Pijar 3,74
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian diolah, 2016 Keterangan: 1,00-1,80 = Sangat Rendah; 1,81-2,60 = Rendah; 2,61-3,40 = Sedang;
3,41 – 4,20 = Tinggi; 4,21-5,00 = Sangat Tinggi.
Untuk komoditas jagung dan pengolahannya pelaku usaha secara umum di Lombok NTB mempunyai kapasitas modal inovasi yang tinggi
saja dengan nilai rataan 3,80. Untuk komoditas rumput laut dan pengolahnnya mempunyai nilai rataan dimensi dari modal inovasi yang
lebih tinggi yaitu sebesar 3,94. Ini memberikan informasi bahwa pelaku usaha komoditas rumput laut dan pengolahnnya mempunyai kapasitas yang
tinggi terkait modal inovasi.
Menurut Prokosa 2005 inovasi adalah suatu mekanisme perusahaan untuk beradaptasi dengan lingkungan yang dinamis. Oleh sebab itu dituntut
untuk mampu menciptakan pemikiran-pemikiran baru, gagasan-gagasan baru dengan menawarkan produk yang inovatif serta peningkatan pelayanan
yang dapat memuaskan pelanggan. Inovasi merupakan cara untuk terus membangun dan mengembangkan organisasi yang dapat dicapai melalui
introduksi teknologi baru, aplikasi baru dalam bentuk produk
–produk dan pelayanan-pelayanan, pengembangan pasar baru dan memperkenalkan
bentuk-bentuk baru organisasi, perpaduan berbagai aspek inovasi tersebut pada gilirannya membentuk arena inovasi.
71
Dari banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan UMKM, kewirausahaan merupakan faktor penting yang berperan sangat menentukan
keberhasilan UMKM. Kewirausahaan menyangkut berbagai aspek, salah satunya adalah kreatifitas dan kemampuan inovatif dari pelaku UMKM.
Kemampuan kreatifitas dan inovasi sangat berperan dalam keberhasilan UKM. Mereka yang berjiwa inovatif dan memiliki kreatifitas tinggi
sehingga menjadi pengusaha sukses. Mereka mampu menciptakan peluang bisnis dan pasar yang semula kurang diperhatikan dan tidak bermanfaat
menjadi bermanfaat. Sesuatu yang kurang atau tidak dipikirkan orang lain kemudian ditransformasi menjadi berharga dan berguna.
b. Dimensi Modal Manusia