51
c. Net BC Ratio
Merupakan  perbandingan  antara  NPV  total  dari  benefit  bersih  terhadap total  dari  biaya  bersih.  BC  menunjukan manfaat  bersih  yang  diperoleh  setiap
penambahan satu rupiah pengeluaran bersih. Perhitungan dengan menggunakan rumus Gray dkk 1997:
 
 
 
 
 
 
n 1
t t
n 1
t
i 1
Bt Ct
i 1
Ct Bt
BC Net
t
Penilaian kelayakan finansial berdasarkan Net BC Ratio, yaitu: 
Net BC Ratio  1, maka proyek layak atau dapat dilaksanakan. 
Net  BC  Ratio  =  1,  maka  proyek  impas  antara  biaya  dan  manfaat sehingga  terserah  kepada  pengambil  keputusan  untuk  dilaksanakan
atau tidak. 
Net BC Ratio  1, maka tidak layak atau tidak dapat dilaksanakan.
d. Payback Period PBP
Menurut  Sofyan  2002,  teknik  ini  digunakan  untuk  menentukan  berapa lama  modal  yang  ditanamkan  dalam  usaha  itu  akan  kembali  jika  alternatif
aliran kas CF yang didapat dari usaha yang diusulkan itu akan kembali, maka alternatrif  usulan  usaha  yang  memberikan  masa  yang  terpendek  adalah  yang
terbaik.
Menurut Kasmir dan Jakfar 2004, Perhitungan didapat dari perhitungan nilai  kas  bersih  proceed  yang  diperoleh  setiap  tahun.  Nilai  kas  bersih
merupakan  penjumlahan  laba  setelah  pajak  ditambah  dengan  penyusutan dengan catatan jika investasi 100 menggunakan modal sendiri Rumus yang
digunakan dalam perhitungan payback period adalah sebagai berikut :
Payback Period =  Investasi
=   A Proceeds tahun 1 =   B   -
Sisa =   C
Proceeds tahun 2  =   D   -
Sisa =   E
dst
e. Break Event Point BEP
Merupakan  suatu  alat  analisis  yang  digunakan  untuk  mengetahui hubungan  antar  beberapa  peubah  di  dalam  kegiatan  perusahaan  seperti,  luas
produksi  atau  tingkat  produksi  yang  dilaksanakan,  biaya  yang  dikeluarkan, serta  pendapatan  yang  diterima  perusahaan  dari  kegiatannya.  Keadaan  pulang
pokok  merupakan  keadaan  dimana  penerimaan  pendapatan  total  revenue yang disingkat TR adalah biaya yang ditanggungnya total cost yag disingkat
TC.
52
Penentuan break even didasarkan pada persamaan penjualan dengan total biaya. Adapun perhitungan BEP menurut Prajnata 2002 adalah sbb :
Produksi Total
Produksi Biaya
Total Jual
Harga BEP
Produksi Jual
Harga Produksi
Biaya Total
Produksi Volume
Untuk BEP
f. Analisis Sensitivitas
Untuk  mengkaji  sejauh  mana  perubahan  unsur-unsur  dalam  aspek finansial  kegiatan  usaha  yang  akan  dijalankan  atau  diusahakan.  Analisis
sensitivitas akan melihat apa yang akan terjadi dengan hasil kegiatan usaha jika terjadi  perubahan-perubahan  dalam  dasar-dasar  perhitungan  biaya  dan
pendapatan.
Dalam  penelitian,  analisis  sensitivitas  dilakukan  pada  arus  penerimaan manfaat  dan  pengeluaran  biaya  pada  analisis  kelayakan  usaha,  yaitu
perubahan  biaya  operasional,  perubahan  biaya  bahan  baku  dan  perubahan penerimaan.
Perubahan yang diamati adalah bagaimana nilai NPV, IRR, Net BC, jika terjadi  perubahan  pada  peubah  alat  analisis.  Peubah  yang  digunakan  sebagai
alat analisis sensitivitas pada penelitian diantaranya adalah: 1.
Peningkatan biaya operasional sebesar 20 persen. 2.
Penurunan penerimaan sebesar 10 persen. Peningkatan  peubah  analisis  sensitivitas  untuk  kenaikkan  biaya
operasional 20 persen didasarkan pada hasil perhitungan rataan inflasi nasional dan  kurang  stabilnya  keadaan  ekonomi  di  negara  kita.  Sedangkan  penurunan
penerimaan  10  persen  didasarkan  kemungkinan  banyaknya  persaingan  pada perusahaan.
Tingkat suku bunga yang digunakan dalam analisis sensitivitas adalah 16 persen  yang  merupakan  tingkat  suku  bunga  rataan  kredit  investasi  bank-bank
umum.
Asumsi-asumsi yang digunakan
1. Harga  yang  digunakan  adalah  harga  yang  berlaku  pada  tahun  pertama  proyek
berjalan. 2.
Tingkat suku  bunga  yang  digunakan  adalah  tingkat  suku  bunga  yang
berlangsung  sekarang  yaitu  sebesar  16  persen.  Angka  ini  berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
3. Pelaksanaan usaha ini diasumsikan menggunakan teknologi yang semi modern.
4. Rataan  Inflasi  Nasional  untuk  menentukan  kenaikan  biaya  operasional  sebesar
10. 5.
Sumber  modal  terdiri  dari  modal  sendiri  dan  modal  pinjaman  dengan  simulasi pinjaman sebesar 30
6. Perhitungan  analisis  kelayakan  dianggap  tahun  pertama  produksi  dengan
perhitungan selama 5 tahun.
53
4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Di wilayah Nusa Tenggara Barat
Jumlah  penduduk  miskin  di  NTB  dari  tahun  ke  tahun  terus  mengalami penurunan, terutama pada lima tahun terakhir. Pada tahun 2011 jumlah penduduk
miskin  sebanyak  900.573  jiwa  turun  menjadi  852.516  pada  tahun  2012.  Angka tersebut mengalami penurunan menjadi 843.664 jiwa pada tahun 2013. Sedangkan
pada tahun 2014 dan 2015 angka kemiskinan berturut-turut turun menjadi 820.818 jiwa  dan  823.890  Penduduk  miskin  di  NTB  tersebar  di  setiap  wilayah  baik
perkotaan  maupun  pedesaan.  Namun  kantong  kemiskinan  terdapat  di  daerah pesisir.  Tipologi  kemiskinan  masyarakat  yang  ada  di  daerah  pesisir  bersifat
kemiskinan  absolut.  Menurut  kajian  Kartasasmita  1999  dan  Sastraatmadja 2005 menyatakan bahwa seseorang disebut miskin secara absolut apabila tingkat
pendapatannya  lebih  rendah  dari  pada  garis  kemiskinan  absolut.  atau,  jumlah pendapatannya itu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum yang
dicerminkan  oleh  garis  kemiskinan  absolut  tersebut.  Di  mana  garis  kemiskinan tersebut  menggunakan  kriteria  dari  BPS  untuk  mengukur  garis  kemiskinan.
Kemiskinan  absolut  ini  umumnya  disandingkan  dengan  kemiskinan  relatif  yang artinya  adalah  keadaan  perbandingan  antara  kelompok  pendapatan  dalam
masyarakat.  Tepatnya,  antara  kelompok  yang  mungkin  tidak  miskin  karena memiliki  tingkat  pendapatan  yang  lebih  tinggi  dari  pada  garis  kemiskinan  dan
kelompok  masyarakat  yang  relatif  lebih  kaya.  Dengan  menggunakan  ukuran pendapatan,  keadaan  ini  dikenal  dengan  ketimpangan  distribusi  pendapatan.
Kondisi ini sering kali ditemui di daerah perkotaan.
Dikaji  dari  pola  waktu,  kemiskinan  yang  dialami  di  suatu  daerah  dapat digolongkan  sebagai  persistent  poverty,  yaitu  kemiskinan  yang  telah  kronis  atau
turun temurun. Daerah seperti ini pada umumnya merupakan daerah-daerah yang kritis sumber daya alamnya atau daerah yang terisolasi. Pola kedua adalah ciclical
poverty
yaitu kemiskinan yang mengikuti pola siklus ekonomi secara keseluruhan. Pola  ketiga  adalah  seasonal  poverty,  yaitu  kemiskinan  musiman  seperti  yang
dijumpai pada kasus nelayan dan pertanian tanaman pangan. Pola keempat adalah accident  poverty
,  yaitu  kemiskinan  karena  terjadinya  bencana alam  atau  dampak dari  suatu  kebijakan  tertentu  yang  menyebabkan  menurunnya  tingkat
kesejahteraan  suatu  masyarakat.  Penurunan  angka  kemiskinan  yang  terjadi  di NTB tidak terlepas dari berbagai program yang dilakukan oleh pemerintah untuk
mengatasi  masalah  kemiskinan  tersebut.  Program  tersebut  antara  lain  PNPM mandiri  yang  sudah  lama  diterapkan,  kemudian  ada  pula  program  dari
kementerian  kelautan  dan  perikanan  yang  diterapkan  di  daerah  pesisir  dengan tujuan  untuk  membantu  masyarakat  nelayan,  yaitu  pogram  usaha  mina  pedesaan
PUMP.  Dimana  masing-masing  kelompok  diberikan  dana  sebesar  Rp  50  juta. Selain itu ada pula program Minapolitan rumput laut yang merupakan bagian dari
program  PIJAR  yang  sudah  diterapkan  sejak  tahun  2009.  Masyarakat  yang mendapatkan  program ini merasakan adanya  manfaat  yang  mampu  memperbaiki
kondisi perekonomian mereka.
54
Kebijakan Umum Sektor Pertanian di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Dalam  RPJM  NTB  disebutkan  bahwa  tujuan  pembangunan  di  NTB  adalah mewujudkan  NTB  Bersaing  dengan  pembangunan  diberbagai  sektor.  Salah
satunya  adalah  pembanguna  di  sektor  pertanian  yang  meliputi  peningkatan  dan perbaikan  kawasan  pertanian  yang  meliputi  pertama,  kawasan  pertanian  basah
yang  ditujukan  untuk  peningkatan  ketahanan  pangan.  Kedua,  kawasan  pertanian lahan  kering  yang  ditujukan  untuk  mengembangkan  komoditi  yang  memiliki
keunggulan  komperatif,  mengembangkan  agroindustri  berbasis  hasil  pertanian lahan  kering  serta  mengembangkan  infrastrukur  prasarana  sumber  daya.  Ketiga,
kawasan  perkebunan  dengan  mengembangkan  kawasan  industry  masyarakat. Keempat,  kawasan  peternakan.  Usaha  mencapai  NTB  bersaing  melalui
pengambangan  sektor  pertanian  ini  diharapkan  akan  membawa  NTB  menjadi lebih baik dengan adanya produk unggulan daerah yaitu sapi, jagung dan rumput
laut yag terintegrasi dalam satu program yaitu PIJAR.
Beberapa peraturan dikeluarkan untuk mendukung program tersebut. Untuk pengembangan  Sapi,  sebagian  peraturan  yang  ada  mengatur  sub  sistem  hulu  ini
terkait  dengan  adanya  program  Bumi  sejuta  Sapi,  sehingga  untuk  mempercepat tercapainya  pemerintah  mengeluarkan  Peraturan  Gubernur  No  11  Tahun  2010
mengenai  perbibitan  sapi  bali.  Ini  juga  ditunjang  dengan  dikeluarnya  surat keputusan  dari  Kepala  Dinas  Peternakan  dan  Kesehatan  Hewan  No  188.31.802
Tahun  2012  yang  mengatur  mengenai  pengeluaran  ternak  potong  dari  NTB. Pengaturan sektor hilir ini tujuannya untuk menjaga konsistensi dari provinsi NTB
ini  menjadi  bumi  sejuta  sapi  sehingga  mengatur  distribusi  keluarnya  sapi  potong dari NTB. Hal ini berdampak negative kepada peternak. Yaitu turunnya harga sapi
di  tingkat  peternak.  Dengan  dibatasinya  pengeluaran  sapi  dari  NTB  membuat harga  dipermainkan  oleh  pengusaha  dengan  alasan tidak  bisa  mengeluarkan  sapi
dari  NTB  sehingga  pembelian  akan  berkurang.  Dan  secara  langsung  akan merugikan  peternak.  Belum  lagi  sistim  pasar  di  NTB  khususnya  pulau  Lombok
masih bersifat tradisional, sehingga rentan peternak dipermainkan oleh pengusaha dalam harga jual.
Pasar tradisional khususnya pasar sapi memiliki banyak calo-calo makelar, makelar yang memiliki hak untuk menjual sapi kepada pembeli. Sehingga dalam
menentukan harga makelar memiliki peran kunci, dan biasanya makelar memiliki keuntungan  dari  penjual  dan  pembeli.  Sedangkan  untuk  peningkatan  jagung
walaupun  pemerintah  sudah  mengeluarkan  peraturan  untuk  memberikan  bantuan modal bagi masyarakat yang mau berusaha di bidang jagung, namun peraturan itu
masih  belum  mampu  merangsang  masyarakat  untuk  berusaha.  Dari  hasil  diskusi dengan  pelaku  usaha  dan  petani,  100  petani  dan  pelaku  usaha  belum  tahu
dengan peraturan tersebut. Apalagi dengan adanya pasal yang mengatakan bahwa persyaratan  untuk  mendapatkan  bantuan  modal  harus  sudah  berjalan  dua  tahun.
Ini  akan  menghilangkan  kesempatan  bagi  pelaku-pelaku  usaha  yang  masih pemula. Begitu juga dengan masih minimnya peraturan yang mengatur sub sistem
on-farm
menyebabkan  kemampuan  petani  dalam  bidang  budidaya  lemah,  ini sesuai  dengan  masih  rendahnya  produktivitas  jagung  di  NTB.  Walaupun  potensi
lahan dan penggunaan lahan terus mengalami peningkatan setiap tahunnya, masih belum  diimbangi  dengan  peningkatan  produksi  lahannya.  Hal  ini  sesuai  dengan
hasil penelitian dari Deptan Potensi pengembangan jagung NTB cukup besar.
55
PIJAR Sapi, Jagung, Rumput Laut Program Unggulan Daerah Prov. NTB Berbasis Sumber Daya Lokal
1. Komoditas Jagung
Potensi  luas  lahan  untuk  pengembangan  jagung  memiliki  potensi  lahan untuk  pengembangannya  di  NTB  mencapai  126.577  hektar.  Potensi  lahan
untuk  pengembangan  jagung  di  NTB  baru  mencapai  129,3  Kw  per  hektar. Produksi jagung NTB dapat mencapai 97.171,8 ton.
Tabel 5 Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Jagung di NTB
No. KabupatenKota
Jagung Luas
Panen Rataan
Produksi Produksi
Area ha KwHa
Ton
1 Kab. Lombok Barat
3.987,0 52,1
2.322,0 2
Kab. Lombok Tengah 3.015,0
67,8 20.439,6
3 Kab. Lombok Timur
15.658,0 52,7
82.439,5 4
Kab. Sumbawa 43.043,0
66,7 287.258,1
5 Kab. Dompu
29.512,0 63,4
187.125,3 6
Kab. Bima 18.695,0
58,6 109.508,1
7 Kab. Sumbawa Barat
6.235,0 67,5
42.070,8 8
Kab. Lombok Utara 5.708,0
57,3 32.710,3
9 Kota Mataram
0,0 0,0
0,0 10
Kota Bima 724,0
49,1 3.554,0
Nusa Tenggara Barat 126.577,0
53,51 785,863,6
Sumber : NTB dalam angka NTB tahun 2016
2. Komoditas Sapi
Masyarakat Nusa Tenggara  Barat adalah masyarakat  yang berperadaban beternak,  khususnya  sapi.  Selain  itu,  kondisi  alam  NTB  cocok  untuk  bebagai
jenis  sapi.  Mulai  dari  ras  Bali,  Hissar,  Simental,  Brangus,  limousine,  Frisian Holstein  dan  sapi-sapi  hasil  persilangan.  Kondisi  tersebut  merupakan  potensi
luar  biasa  untuk  dikembangkan  menjadi  komoditas  unggulan  daerah  berbasis sumber  daya  local  serta  menjadi  upaya  meningkatkan  ketahanan  pangan  dan
kualitas  sumber  daya  manusia.  Prospek  pegembangan  sapi  di  NTB  sangat menjanjikan,  ditunjang  populasi  yang  besar,  ketersediaan  lahan  dan  pakan
ternak, budaya masyarakat, dan potensi pasar yang masih terbuka , baik pasar lokal maupun luar daerah.
Di tingkat nasional, posisi NTB sebagai daerah peternak sapi tidak bisa diremehkan.  NTB  merupakan  daerah  sumber  ternak  bibit  dan  ternak  potong
naional.  Setiap  tahunnya  NTB  memberikan  kontribusi  sebagai  penyedia  bibit sapi  mencapai  12  ribu  ekor  untuk  14  provinsi  di  Indonesia.  Dukungan  NTB
terhadap  Program  Percepatan  Swasembada  Daging  Sapi  P2SDS  Nasional juga sangat besar, mencapai 31.728 ekor per tahun.
56
Tabel 6 Produksi Daging Ternak Menurut KabKota di NTB
No. KabupatenKota
Sapi Potong Kerbau
ekor ekor
1 Kab. Lombok Barat
5.190 696
2 Kab. Lombok Tengah
10.395 1.192
3 Kab. Lombok Timur
10.866 638
4 Kab. Sumbawa
6.622 2.924
5 Kab. Dompu
1.950 530
6 Kab. Bima
4.470 416
7 Kab. Sumbawa Barat
5.225 1.145
8 Kab. Lombok Utara
3.404 4
9 Kota Mataram
9.436 12
10 Kota Bima
1.805 1
Nusa Tenggara Barat 60.083
7.558
Sumber : NTB dalam angka NTB tahun 2016
Sebagai  daerah  peternak  sapi,  NTB  memiliki  daya  saing  komparatif secara  nasional:  1  populasi  sapinya  termasuk  delapan  besar  nasional,  2
ternak  sapi  sebagai  modal  sosial  yang  turun  temurun  dan  melekat  di masyarakat, 3 kondisi geografi NTB cocok untuk pengembangan peternakan
sapi,  4  tempat  pemurnian  sapi  Bali  Nasional,  5  pusat  pengembangan  sapi Hissar di Sumbawa, 6 daya dukung SDA cukup tersedia, 7 bebas berbagai
penyakit  hewan  menular  strategis,  8  daerah  surplus  sapi,  9  sumber  ternak bibit dan ternak potong nasional.
3. Komoditas Rumput Laut
Tabel 7 Produksi Perikanan Laut Rumput Laut Menurut di NTB
No. KabupatenKota
Rumput Laut ton
1 Kab. Lombok Barat
57.756,85 2
Kab. Lombok Tengah 90.038,00
3 Kab. Lombok Timur
147.216,54 4
Kab. Sumbawa 592.991,84
5 Kab. Dompu
11.088,00 6
Kab. Bima 17.021,00
7 Kab. Sumbawa Barat
4.345,76 8
Kab. Lombok Utara 9
Kota Mataram 10
Kota Bima 252,37
Nusa Tenggara Barat 920.710,36
Sumber : NTB dalam angka NTB tahun 2016
57
Sumber Daya Finansial, Aset Tak Berwujud, Strategi Bersaing dan Kinerja Keuangan Di wilayah Lombok Nusa Tenggara Barat
Berikut ini disajikan tanggapan atau persepsi responden atas peubah sumber daya  finansial,  aset  tak  berwujud,  strategi  bersaing  dan  kinerja  keuangan  Di
Lombok NTB. 1.
Sumber Daya Finansial Di Lombok NTB
Suatu  aktivitas  bisnis  tidak  akan  dapat  berjalan  dengan  baik  bila  tidak didukung  oleh  ketersediaan  sumber  daya  finansial  yang  baik  dan  mencukupi.
Sumber modal sendiri dan kemampuan untuk mengakses sumber keuangan lain sebagai  aset  keuangan  yang  berdampak  pada  keberhasilan  mengembangkan
bisnis.  Kekurangan  modal  keuangan  pada  tahap  awal  dapat  menjadi penghambat  kegiatan  bisnis  dan  memiliki  dampak  jangka  panjang  pada
perusahaan  dan  mempengaruhi  kemampuan  pengusaha  untuk  meningkatkan pembiayaan bank.
Berdasarkan  konsep  para  peneliti  bahwa  sumber  daya  finansial  adalah sebagai sumber modal yang berasal dari kemampuan untuk mengakses sumber
keuangan yang berdampak pada keberhasilan mengembangkan bisnis. Sumber daya keuangan dapat diakumulasikan baik secara internal melalui pembiayaan
sendiri  atau  eksternal  melalui  pembiayaan  bank  atau  pasar  modal  baik  dalam maupun luar negeri. Sumber daya finansial dapat juga merupakan keberhasilan
memperoleh  sumber  pinjaman  formal  dan  kemampuan  mengidentifikasi kebutuhan kredit dalam menghadapi pertumbuhan usaha.  Umumnya pendirian
perusahaan baru sumber daya finansial sering terjadi ketika seseorang memiliki akses ke sumber daya finansial.
Dari  berbagai  dimensi  modal  finansial  berdasarkan  penelitian  Storey 1994, Fisher  Massey 2000, Hurst  Lusardi 2004, Camison dan Lopez
2010,  Berge,  Bjorvatn  dan  Tungodden  2011  dan  El-Hamidi  2011  yang menjadi  rujukan  penulis  desertasi  dalam  menggunakan  dimensi  sumber  daya
finansial  adalah  kapasitas  untuk  memperoleh  informasi  pasar  keuangan, kapasitas  untuk  meningkatkan  modal,  fasilitas  akses  sumber  pembiayaan  dan
kapasitas  untuk  memperoleh  pembiayaan  dengan  biaya  rendah
. Berikut  ini
uraian  analisis  deskriptif  untuk  masing-masing  dimensi  berikut  dengan indikatornya yang disajikan pada tabel 8 s.d 45.
2. Dimensi Kapasitas untuk memperoleh informasi pasar keuangan
Kapasitas untuk
memperoleh informasi
keuangan merupakan
kemampuan  dan  keinginan  untuk  mendapatkan  informasi  terkait  dengan perkembangan instrumen keuangan sehingga diharapkan dengan baiknya akses
informasi  pasar  keuangan  dapat  memberikan  kemudahan  dalam  menyediakan kebutuhan dana.
Tabel  8  menyajikan  informasi  persentase  jawaban  responden  atas indikator-indikator  pada  dimensi  kapasitas  untuk  memperoleh informasi  pasar
keuangan.  Semua  indikator  pada  dimensi  kapasitas  untuk  memperoleh informasi  pasar  keuangan  tersebut,  responden  yang  menjawab  sedang
mempunyai  persentase  yang  lebih  besar dibandingkan  yang  menjawab  rendah atau pun tinggi. Persentase yang menjawab sedang berkisar antara 41,10 persen
sampai 65,60 persen.
58
Responden yang menjawab rendah juga cukup banyak dengan persentase berkisar  antara  18,90  persen  dan  sampai  34,40  persen.  Sehingga  jawaban
responden lebih cenderung pada kategori sedang dan rendah dengan persentase lebih  dari  80  persen.  Sementara  responden  yang  menjawab  tinggi  dan  sangat
tinggi  mempunyai  persentase  yang  lebih  kecil.  Persentase  yang  menjawab tinggi  masing-masing  berkisar  antara  3,30  persen  sampai  35,60  dan  sangat
tinggi  masing-masing  sebesar  1,10  persen  sampai  21.10  persen.  Sementara yang  menjawab  sangat  rendah  tidak  ada.  Dengan  demikian  dapat  dinyatakan
bahwa  kapasitas  UMKM  untuk  memperoleh  informasi  pasar  keuangan  adalah sedang.
Jawaban  dari  seluruh  responden  terkait  dengan  dimensi  kapasitas  untuk memperoleh  informasi  pasar  keuangan  menunjukkan  bahwa  responden  yang
menyatakan  sedang  relatif  lebih  besar  sebanyak  48,44  persen  kemudian  yang menyatakan  rendah  sebesar  27,56  persen.  Sedangkan  yang  menyatakan  tinggi
dan sangat tinggi relatif lebih sedikit masing-masing sebesar 13,11 persen dan 10,88 persen.
Tabel 8 Dimensi Kapasitas untuk Memperoleh Informasi Pasar Keuangan
Indikator Kategori
Frequency  Percent Valid
Percent Cumulative
Percent
Tingkat kemampuan perusahaan dalam
memahami instrumen pasar
keuangan Rendah
31 34,4
34,4 34,4
Sedang 47
52,2 52,2
86,7 Tinggi
3 3,3
3,3 90,0
Sangat Tinggi 9
10,0 10,0
100,0 Total
90 100,0
100,0 Tingkat keinginan
dalam memperoleh informasi terkait
pasar keuangan Rendah
20 22,2
22,2 22,2
Sedang 37
41,1 41,1
63,3 Tinggi
32 35,6
35,6 98,9
Sangat Tinggi 1
1,1 1,1
100,0 Total
90 100,0
100,0 Tingkat ketersediaan
informasi yang didapat terkait pasar
keuangan Rendah
17 18,9
18,9 18,9
Sedang 59
65,6 65,6
84,4 Tinggi
4 4,4
4,4 88,9
Sangat Tinggi 10
11,1 11,1
100,0 Total
90 100,0
100,0 Jumlah media
informasi yang digunakan terkait
informasi pasar keuangan
Rendah 28
31,1 31,1
31,1 Sedang
38 42,2
42,2 73,3
Tinggi 5
5,6 5,6
78,9 Sangat Tinggi
19 21,1
21,1 100,0
Total 90
100,0 100,0
Tingkat frekuensi penggunaan dan
akses media informasi terkait
informasi pasar keuangan.
Rendah 28
31,1 31,1
31,1 Sedang
37 41,1
41,1 72,2
Tinggi 15
16,7 16,7
88,9 Sangat Tinggi
10 11,1
11,1 100,0
Total 90
100,0 100,0
Dimensi Kapasitas untuk memperoleh
informasi pasar keuangan
Rendah 124
27,56 27,56
27,58 Sedang
218 48,44
48,44 76,04
Tinggi 59
13,11 13,11
89,15 Sangat Tinggi
49 10,88
10,88 100,00
Total 450
100,0 100,0
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian diolah, 2016
59
Tabel 9 menyajikan nilai rataan dari jawaban responden untuk indikator- indikator dari dimensi kapasitas untuk memperoleh informasi pasar keuangan.
Dilihat  dari  komoditas  usaha  unggulan  di  Lombok  NTB  yaitu  ternak  sapi, budidaya  jagung  dan  budidaya  rumput  laut  berada  dalam  kapasitas  sedang
dengan  nilai  rataan  3,11  untuk  ternak  sapi  dan  pengolahan,  2,96  untuk budidaya  jagung  dan  pengolahan  serta  3,15  untuk  budidaya  rumput  laut  dan
pengolahan. Secara keseluruhan kapasitas pelaku usaha produk unggulan Pijar baik budidaya dan pengolahannya di Lombok NTB mempunyai kapasitas yang
sedang terkait kemampuan untuk memperoleh informasi pasar keuangan.
Tabel 9 Nilai Rataan Kapasitas untuk Memperoleh Informasi Pasar Keuangan
Item Komoditi
Nilai Rataan
Tingkat kemampuan perusahaan dalam  memahami instrumen pasar keuangan
Ternak Sapi 3,00
Jagung 2,73
Rumput Laut 2,93
Pijar 2,89
Tingkat  keinginan  dalam  memperoleh  informasi terkait pasar keuangan
Ternak Sapi 3,23
Jagung 3,07
Rumput Laut 3,17
Pijar
3,16 Tingkat ketersediaan informasi yang didapat terkait
pasar keuangan. Ternak Sapi
3,17 Jagung
2,97 Rumput Laut
3,10
Pijar
3,08 Jumlah  media  informasi  yang  digunakan  terkait
informasi pasar keuangan. Ternak Sapi
3,27 Jagung
3,03 Rumput Laut
3,20
Pijar
3,17 Tingkat  frekuensi  penggunaan  dan  akses  media
informasi terkait informasi pasar keuangan. Ternak Sapi
2,90 Jagung
3,00 Rumput Laut
3,33
Pijar
3,08
Dimensi Kapasitas untuk memperoleh informasi pasar keuangan
Ternak Sapi
3,11
Jagung
2,96
Rumput Laut 3,15
Pijar 3,07
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian diolah, 2016 Keterangan: 1,00-1,80 = Sangat Rendah; 1,81-2,60 = Rendah; 2,61-3,40 = Sedang;
3,41 – 4,20 = Tinggi;  4,21-5,00 = Sangat Tinggi.
Dilihat  berdasarkan  masing-masing  indikator  untuk  ternak  sapi  dan pengolahannya  nilai  rataan  jawaban  responden  berkisar  di  antara  nilai  dengan
kategori  sedang.  Hal  yang  sama  juga  ditemukan  untuk  budidaya  jagung  dan pengolahannya  begitu  pula  untuk  budidaya  rumput  laut  dan  industri
pengolahannya.  Ini  menggambarkan  bahwa  program  Pemerintah  di  Lombok NTB  cukup  efektif  dan  didukung  oleh  pelaku  usaha  terkait  produk  unggulan
Pijar  tersebut  sehingga  hal  yang  terkait  dengan  informasi  keuangan  juga didukung dengan baik oleh institusi tekait.
60
Sri  Lestari  2009  juga  menyatakan  untuk  memenuhi  kebutuhan permodalan,  UMKM  menghadapi  masalah  salah  satunya  adalah  masih
rendahnya  atau  terbatasnya  akses  UMKM  terhadap  berbagai  informasi, layanan,  fasilitas  keuangan  yang  disediakan  oleh  lembaga  keuangan  formal,
baik  bank  maupun  non  bank  misalnya  dana  BUMN  dan  lain-lain.  Namun  hal ini permasalahan keuangan tidak menjadi faktor yang utama bagi pelaku usaha
produk  unggulan  Pijar  karena  informasi  pasar  keuangan  dan  peluang  untuk memperolah  pendanaan  untuk  komoditas  Pijar  tidak  terlalu  sulit  karena
besarnya dukungan Pemerintah Daerah
.
3. Dimensi Kapasitas atau Kemampuan untuk Meningkatkan Modal
Pelaku  UMKM  tentu  berharap  usaha  yang  dijalankan  dapat  terus berkembang  dan maju,  dimensi  berikutnya  dari  peubah  sumber  daya  finansial
adalah  kapasitas  atau  kemampuan  untuk  meningkatkan  modal  baik  yang bersumber  dari  dalam  perusahaan  sendiri  maupun  yang  bersumber  dari  luar
perusahaan.
Tabel 10 Distribusi Frekuensi Kapasitas atau Kemampuan untuk Meningkatkan Modal
Indikator Kategori
Frequency  Percent Valid
Percent Cumulative
Percent
Kapasitas  kemampuan mningkatkn modal yang
bersumber dari pembiayaan dari dalam
perusahaan Rendah
25 27,8
27,8 27,8
Sedang 39
43,3 43,3
71,1 Tinggi
8 8,9
8,9 80,0
Sangat Tinggi 18
20,0 20,0
100,0 Total
90 100,0
100,0 Kapasitas kemampuan
meningkatkan modal yang bersumber dari
pembiayaan dari luar perusahan
Rendah 32
35,6 35,6
35,6 Sedang
30 33,3
33,3 68,9
Tinggi 22
24,4 24,4
93,3 Sangat Tinggi
6 6,7
6,7 100,0
Total 90
100,0 100,0
Besar peluang untuk meningkatkan modal
Rendah 10
11,1 11,1
11,1 Sedang
49 54,4
54,4 65,6
Tinggi 19
21,1 21,1
86,7 Sangat Tinggi
12 13,3
13,3 100,0
Total 90
100,0 100,0
Luas jaringan terkait upaya peningkatan
sumber modal Rendah
28 31,1
31,1 31,1
Sedang 42
46,7 46,7
77,8 Tinggi
20 22,2
22,2 100,0
Total 90
100,0 100,0
Tingkat intensitas hubungan dengan
sumber modal Sangat Rendah
1 1,1
1,1 1,1
Rendah 21
23,3 23,3
24,4 Sedang
35 38,9
38,9 63,3
Tinggi 26
28,9 28,9
92,2 Sangat Tinggi
7 7,8
7,8 100,0
Total 90
100,0 100,0
Dimensi Kapasitas atau Kemampuan untuk
Meningkatkan Modal Sangat Rendah
1 0,22
0,22 0,22
Rendah 116
25,78 25,78
26,00 Sedang
195 43,33
43,33 69,33
Tinggi 95
21,11 21,11
90,44 Sangat Tinggi
43 9,56
9,56 100,00
Total 450
100,00 100,00
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian diolah, 2016
61
Tabel  10  menyajikan  informasi  persentase  jawaban  responden  atas indikator-indikator  pada  dimensi  kapasitas atau  kemampuan  untuk  meningkatkan
modal.  Semua  indikator  pada  dimensi  kapasitas  atau  kemampuan  untuk meningkatkan  modal  tersebut,  responden  yang  menjawab  sedang  mempunyai
persentase yang lebih besar dibandingkan yang menjawab rendah atau pun tinggi.
Persentase  yang  menjawab  sedang  untuk  masing-masing  indikator  berkisar antara  33,30  persen  sampai  54,40  persen.  Responden  yang  menjawab  sangat
rendah  dengan  persentase  yang  relatif  sangat  kecil.  Responden  yang  menjawab rendah  berkisar  antara  11,10  persen  sampai  35,60  persen.  Responden  yang
menjawab  tinggi  antara  8,90  persen  sampai  28,90  persen.  Responden  yang menjawab sangat tinggi berkisar antara 6,70 persen sampai 20,00 persen. Sehingga
jawaban responden lebih cenderung pada kategori sedang. Dengan demikian dapat dinyatakan  bahwa  kemampuan  UMKM  dalam  meningkatkan  modalnya  adalah
sedang  Hal  ini  dapat  dilihat  dari  nilai  rataan  untuk  dimensi  kemampuan  untuk meningkatkan modal dengan persentase yang menjawab sangat rendah dan rendah
masing-masing sebesar 0,22 persen dan 25,78 persen. Sedangkan yang menjawab sedang  sebanyak  43,33  persen  dan  yang  menjawab  tinggi  sebesar  21,11  persen.
Sementara yang menjawab sangat tinggi sebesar 9,56 persen.
Tabel 11
Nilai Rataan Kapasitas atau Kemampuan untuk Meningkatkan Modal
Item Komoditi
Nilai Rataan
Kapasitas atau kemampuan untuk meningkatkan modal pada perusahaan yang bersumber dari pembiayaan dari
dalam  perusahaan  melalui  pengelolaan  laba  yang ditahan.
Ternak Sapi 3,07
Jagung 3,23
Rumput Laut 3,33
Pijar
3,21 Kapasitas atau kemampuan untuk meningkatkan modal
pada perusahaan yang bersumber dari pembiayaan dari luar  perusahan  seperti  pihak  lain  yang  menanamkan
dananya  pada  perusahaan  dalam  bentuk  kerjasama, bagi hasil dan bukan termasuk pinjaman bank.
Ternak Sapi 3,00
Jagung 3,00
Rumput Laut 3,07
Pijar
3,02 Besar  peluang  untuk  meningkatkan  modal  pada
perusahaan. Ternak Sapi
3,33 Jagung
3,37 Rumput Laut
3,40
Pijar
3,37 Luas jaringan terkait upaya peningkatan sumber modal.  Ternak Sapi
2,93 Jagung
2,90 Rumput Laut
2,90
Pijar
2,91 Tingkat intensitas hubungan dengan sumber modal.
Ternak Sapi 3,17
Jagung 3,20
Rumput Laut 3,20
Pijar
3,19
Dimensi Kapasitas
atau Kemampuan
untuk Meningkatkan Modal
Ternak Sapi
3,10
Jagung
3,14
Rumput Laut
3,18 Pijar
3,14
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian diolah, 2016 Keterangan: 1,00-1,80 = Sangat Rendah; 1,81-2,60 = Rendah; 2,61-3,40 = Sedang;
3,41 – 4,20 = Tinggi; 4,21-5,00 = Sangat Tinggi.
62
Tabel  11  menyajikan  informasi  nilai  rataan  jawaban  reponden  terkait dengan  indikator-indikator  pada  dimensi  kapasitas  atau  kemampuan  untuk
meningkatkan  modal.  Berdasarkan  skala  usaha  untuk  jenis  rumput  laut mempunyai  nilai  rataan  yang  lebih  baik  untuk  semua  indikator  dengan  nilai
rataan  berkisar  antara  2,90  sampai  3,40.  Keseluruhan  nilai  rataan  jawaban responden pada rumput laut tersebut umumnya masuk dalam kategori sedang.
Ini  menunjukkan  bahwa  komoditas  rumput  laut  di  Lombok  NTB  mempunyai kapasitas atau kemampuan yang sedang saja dalam meningkatkan modal.
Komoditas jagung rataan jawaban responden berkisar antara 2,90 sampai 3,37.  Nilai  terendah  sebesar  2,90  untuk  jawaban  reponden  terhadap  indikator
luas  jaringan  terkait  upaya  peningkatan  sumber  modal.  Ini  memberikan informasi  bahwa  kemampuan  pelaku  usaha  komoditas  jagung  mempunyai
kapasitas sedang terkait luas jaringan terkait upaya peningkatan sumber modal. Sedangkan nilai rataan jawaban reponden  yang tertinggi untuk jagung sebesar
3,37  terhadap  indikator  besar  peluang  untuk  meningkatkan  modal  pada perusahaan.  Ini  menunjukkan  bahwa  komoditas  jagung  di  Lombok  NTB
mempunyai  kapasitas  yang  sedang  terkait  besar  peluang  untuk  meningkatkan modal pada perusahaan.
Ternak  sapi  mempunyai  nilai  rataan  berkisar  antara  2,93  sampai  3,33. Nilai  2,93  untuk  indikator  luas  jaringan  terkait  upaya  peningkatan  sumber
modal.  Ini  berarti  kemampuan  ternak  sapi  di  daerah  ombok  NTB  memiliki kapasitas  yang  sedang  terkait  luas  jaringan  terkait  upaya  peningkatan  sumber
modal  di  Lombok  NTB.  Indikator  lainnya  berdasarkan  nilai  rataan  jawaban responden  menunjukkan  kemampuan  yang  sedang  saja  baik  dari  kemampuan
untuk  meningkatkan  modal  yang  bersumber  dari  dalam  perusahaan  sendiri maupun  yang  dari  luar,  besar  peluang,  luas  jaringan  dan  tingkat  intensitas
hubungan  untuk  meningkatkan  modal.  Sehingga  secara  umum  dapat dinyatakan  bahwa  kapasitas  atau  kemampuan  pelaku  usha  ternak  sapi  di
Lombok  NTB  dalam  meningkatkan  modalnya  adalah  sedang.  Ini  terlihat  dari nilai rataan jawaban responden sebesar 3,10.
4.
Dimensi Akses Sumber Pembiayaan
Akses  sumber  pembiayaan  menjadi  salah  satu  faktor  pendukung keberhasilan  UMKM  dalam  menjalankan  usahanya.  Semakin  tinggi  akses
sumber pembiayaan tentu peluang untuk meningkatkan modal khususnya yang bersumber dari pembiayaan eksternal makin besar  yang pada  gilirannya dapat
meningkatkan kapasitas produksi perusahaan.
Tabel  12  menyajikan  informasi  persentase  jawaban  responden  atas indikator-indikator  pada  dimensi  akses  sumber  pembiayaan.  Semua  indikator
pada  dimensi  akses  sumber  pembiayaan  tersebut,  responden  yang  menjawab sedang mempunyai persentase yang lebih besar dibandingkan  yang menjawab
rendah  atau  pun  tinggi.  Persentase  yang  menjawab  sedang  berkisar  antara 21,10  persen  sampai  60,00  persen.  Responden  yang  menjawab  rendah  juga
mempunyai  persentase  yang  cukup  sedikit  dengan  persentase  berkisar  antara 10,00 persen sampai 24,40 persen.
63
Tabel 12 Distribusi Frekuensi Dimensi Akses Sumber Pembiayaan
Indikator Kategori
Frequency  Percent Valid
Percent Cumulative
Percent
Akses sumber pembiayaan eksternal baik dari
perbankan, koperasi dan lembaga keuangan selain
bank Rendah
9 10,0
10,0 10,0
Sedang
51 56,7
56,7 66,7
Tinggi
3 3,3
3,3 70,0
Sangat Tinggi
27 30,0
30,0 100,0
Total
90 100,0
100,0
Akses sumber pembiayaan eksternal yang diberikan
pemasok terkait pembelanjaan bahan baku
persediaan Rendah
22 24,4
24,4 24,4
Sedang
32 35,6
35,6 60,0
Tinggi
19 21,1
21,1 81,1
Sangat Tinggi
17 18,9
18,9 100,0
Total
90 100,0
100,0
Intensitas akses sumber pembiayaan eksternal baik
dari perbankan, koperasi dan lembaga keuangan
selain bank Rendah
17 18,9
18,9 18,9
Sedang
54 60,0
60,0 78,9
Tinggi
16 17,8
17,8 96,7
Sangat Tinggi
3 3,3
3,3 100,0
Total
90 100,0
100,0
Intensitas akses sumber pembiayaan eksternal yang
diberikan pemasok terkait pembelanjaan bahan baku
persediaan Rendah
20 22,2
22,2 22,2
Sedang
32 35,6
35,6 57,8
Tinggi
25 27,8
27,8 85,6
Sangat Tinggi
13 14,4
14,4 100,0
Total
90 100,0
100,0
Luas akses atas sumber pembiayaan eksternal baik
dari perbankan, koperasi dan lembaga keuangan
selain bank. Rendah
21 23,3
23,3 23,3
Sedang
27 30,0
30,0 53,3
Tinggi
41 45,6
45,6 98,9
Sangat Tinggi
1 1,1
1,1 100,0
Total
90 100,0
100,0
Luas akses sumber pembiayaan eksternal yang
diberikan pemasok terkait pembelanjaan bahan baku
persediaan. Rendah
16 17,8
17,8 17,8
Sedang
19 21,1
21,1 38,9
Tinggi
38 42,2
42,2 81,1
Sangat Tinggi
17 18,9
18,9 100,0
Total
90 100,0
100,0
Dimensi Akses Sumber Pembiayaan
Rendah
105 19,44
19,44 19,44
Sedang
215 39,81
39,81 59,26
Tinggi
142 26,30
26,30 85,56
Sangat Tinggi
78 14,44
14,44 100,00
Total
540 100,00
100,00
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian diolah, 2016 Responden  yang  menjawab  tinggi  mempunyai  persentase  yang  berkisar
antara  3,30  persen  sampai  45,60  persen.  Sehingga  jawaban  responden  lebih cenderung pada kategori sedang dan tinggi. Dengan demikian dapat dinyatakan
bahwa  akses  sumber  pembiayaan  di  Lombok  NTB  dalam  adalah  sedang. Begitu juga ketika data gabungan terhadap dimensi akses sumber pembiayaan,
dilihat  dari  nilai  rataan  untuk  dimensi  akses  sumber  pembiayaan  tersebut persentase  yang  menjawab  rendah  sebesar  19,44  persen.  Sedangkan  yang
menjawab  sedang  sebanyak  39,41  persen  dan  yang  menjawab  tinggi  sebesar 26,30 persen. Sementara yang menjawab sangat tinggi sebesar 14,44 persen.
64
Dilihat  dari  nilai  rataan  untuk  dimensi  akses  sumber  pembiayaan  di Lombok NTB sebagaimana terlihat dalam tabel 13, untuk ternak sapi diperoleh
nilai  rataan  jawaban  responden  berkisar  antara  3,10  sampai  3,37.  Ini menunjukkan  bahwa  pelaku  usaha  peternakan  sapi  di  Lombok  NTB
mempunyai  kemampuan  yang  relatif  sedang  terkait  akses  atas  sumber pembiayaan  eksternal  baik  dari  perbankan,  koperasi  dan  lembaga  keuangan
selain  bank.  Indikator  lainnya  seperti  intensitas  terhadap  akses  sumber pembiayaan  eksternal  baik  dari  perbankan,  koperasi  dan  lembaga  keuangan
selain bank, juga mempunyai nilai rataan yang masuk kategori sedang. Secara umum  ternak  sapi  di  Di  Lombok  NTB  mempunyai  kapasitas  yang  sedang
terhadap  akses  sumber  pembiayaan  ini  terlihat  dari  nilai  rataan  jawaban responden yang hanya sebesar 3,21.
Tabel 13
Nilai Rataan Akses Sumber Pembiayaan
Item Komoditi
Nilai Rataan
Tingkat akses terhadap sumber pembiayaan eksternal baik dari perbankan, koperasi dan lembaga keuangan
selain bank. Ternak Sapi
3,37 Jagung
3,77 Rumput Laut
3,47
Pijar 3,53
Tingkat akses terhadap sumber pembiayaan eksternal yang  diberikan  oleh  pemasok  terkait  dengan
pembelanjaan bahan baku atau persediaan. Ternak Sapi
3,13 Jagung
3,37 Rumput Laut
3,53
Pijar
3,34 Intensitas  terhadap  akses  sumber  pembiayaan
eksternal  baik dari perbankan, koperasi dan  lembaga keuangan selain bank.
Ternak Sapi 3,10
Jagung 3,03
Rumput Laut 3,03
Pijar
3,06 Intensitas  terhadap  akses  sumber  pembiayaan
eksternal yang diberikan oleh pemasok terkait dengan pembelanjaan bahan baku atau persediaan.
Ternak Sapi 3,10
Jagung 3,43
Rumput Laut 3,50
Pijar
3,34 Luas  akses  atas  sumber  pembiayaan  eksternal  baik
dari  perbankan,  koperasi  dan  lembaga  keuangan selain bank.
Ternak Sapi 3,20
Jagung 3,30
Rumput Laut 3,23
Pijar
3,24 Luas  akses  atas  sumber  pembiayaan  eksternal  yang
diberikan oleh pemasok terkait dengan pembelanjaan bahan baku atau persediaan
Ternak Sapi 3,37
Jagung 3,63
Rumput Laut 3,87
Pijar
3,62
Dimensi Akses Sumber Pembiayaan
Ternak Sapi 3,21
Jagung 3,42
Rumput Laut 3,44
Pijar 3,36
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian diolah, 2016 Keterangan: 1,00-1,80 = Sangat Rendah; 1,81-2,60 = Rendah; 2,61-3,40 = Sedang;
3,41 – 4,20 = Tinggi; 4,21-5,00 = Sangat Tinggi.
Komoditas  Jagung  rataan  jawaban  responden  bervariasi  di  antara  3,03 sampai 3,77. Ini menunjukkan kapasitas yang relatif tinggi terkait dengan luas
akses  atas  sumber  pembiayaan  eksternal  baik  dari  perbankan,  koperasi  dan lembaga  keuangan  selain  bank.  Begitu  pula  terhadap  luas  akses  atas  sumber
pembiayaan  eksternal  yang  diberikan  oleh  pemasok  terkait  dengan
65
pembelanjaan  bahan  baku  atau  persediaan.  Dilihat  dari  nilai  rataan  jawaban responden  menunjukkan  kapasitas  yang  tinggi  terkait  dengan  akses  sumber
pembiayaan bagi komoditas jagung di Lombok NTB.
Komoditas  rumput  laut  rataan  jawaban  responden  bervariasi  di  antara 3,03 sampai 3,87. Ini menunjukkan kapasitas yang relatif tinggi terkait dengan
luas akses atas sumber pembiayaan eksternal baik dari perbankan, koperasi dan lembaga  keuangan  selain  bank.  Begitu  pula  terhadap  luas  akses  atas  sumber
pembiayaan  eksternal  yang  diberikan  oleh  pemasok  terkait  dengan pembelanjaan  bahan  baku  atau  persediaan.  Dilihat  dari  nilai  rataan  jawaban
responden  menunjukkan  kapasitas  yang  tinggi  terkait  dengan  akses  sumber pembiayaan bagi komoditas jagung di Lombok NTB.
5. Dimensi  Kemampuan  untuk  Memperoleh  Sumber  Pembiayaan  dengan
Biaya Rendah
Sumber pembiayaan dengan biaya yang rendah menjadi salah satu faktor pendukung harga yang bersaing yang diberlakukan oleh UMKM, karena tentu
dengan  biaya  modal  yang  rendah  akan  berdampak  pada  rendahnya  harga  jual yang ditetapkan pelaku usaha.
Tabel  14  menyajikan  informasi  persentase  jawaban  responden  atas indikator-indikator pada dimensi kemampuan memperoleh sumber pembiayaan
dengan  biaya  rendah.  Umumnya  indikator  pada  dimensi  kemampuan memperoleh  sumber  pembiayaan  dengan  biaya  rendah  tersebut,  responden
yang menjawab sedang mempunyai persentase yang lebih besar dibandingkan yang  menjawab  renddah  atau  pun  tinggi.  Persentase  yang  menjawab  sedang
berkisar  antara  7,80  persen  sampai  65,60  persen.  Responden  yang  menjawab rendah  dengan  persentase  berkisar  antara  6,70  persen  sampai  17,80  persen.
Responden  yang  menjawab  tinggi  berkisar  antara  16,70  persen  sampai  51,10 persen  Sehingga  distribusi  data  lebih  condong  ke  kanan.  Dengan  demikian
dapat  dinyatakan  bahwa  kemampuan  pelaku  usaha  di  Lombok  NTB  dalam meningkatkan  modalnya  adalah  tinggi.  Ini  terlihat  dari  nilai  rataan  gabungan
dari  indikator-indikator  dari  dimensi  kemampuan  dalam  meningkatkan  modal dengan persentase yang menjawab sedang dan tinggi masing-masing sebanyak
33,30 persen dan 34,67 persen.
Dilihat dari nilai  rataan untuk dimensi kemampuan memperoleh sumber pembiayaan  dengan  biaya  rendah  sebagaimana  terlihat  dalam  tabel  15,  untuk
ternak sapi di Di Lombok NTB diperoleh nilai  rataan sebesar 3,49. Ini berarti bahwa  kapasitas  atau  kemampuan  di  Lombok  NTB  adalah  tinggi  terkait
kemampuan  dalam  memperoleh  sumber  pembiayaan  dengan  biaya  yang rendah.
66
Tabel  14  Distribusi  Frekuensi  Dimensi  Kemampuan  Memperoleh  Sumber Pembiayaan Biaya Rendah
Indikator Kategori
Frequency  Percent Valid
Percent Cumulative
Percent
Tingkat keinginan untuk memahami dan
memperoleh berbagai informasi terkait sumber
pembiayaan yang rendah. Rendah
6 6,7
6,7 6,7
Sedang 39
43,3 43,3
50,0 Tinggi
25 27,8
27,8 77,8
Sangat Tinggi 20
22,2 22,2
100,0 Total
90 100,0
100,0 Kapasitas perusahaan
dalam memperoleh berbagai informasi terkait
sumber pembiayaan yang rendah.
Rendah 10
11,1 11,1
11,1 Sedang
31 34,4
34,4 45,6
Tinggi 43
47,8 47,8
93,3 Sangat Tinggi
6 6,7
6,7 100,0
Total 90
100,0 100,0
Peluang untuk mendapatkan sumber
pembiayaan dengan biaya yang rendah.
Rendah 13
14,4 14,4
14,4 Sedang
14 15,6
15,6 30,0
Tinggi 27
30,0 30,0
60,0 Sangat Tinggi
36 40,0
40,0 100,0
Total 90
100,0 100,0
Tingkat kemampuan perusahaan dalam
memperoleh pembiayaan dengan biaya rendah.
Rendah 16
17,8 17,8
17,8 Sedang
7 7,8
7,8 25,6
Tinggi 46
51,1 51,1
76,7 Sangat Tinggi
21 23,3
23,3 100,0
Total 90
100,0 100,0
Iintensitas hubungan dengan berbagai pihak
eksternal terkait sumber pembiayaan yang rendah
Rendah 13
14,4 14,4
14,4 Sedang
59 65,6
65,6 80,0
Tinggi 15
16,7 16,7
96,7 Sangat Tinggi
3 3,3
3,3 100,0
Total 90
100,0 100,0
Dimensi Akses Sumber Pembiayaan
Rendah 58
12,89 12,89
12,89 Sedang
150 33,33
33,33 46,22
Tinggi 156
34,67 34,67
80,89 Sangat Tinggi
86 19,11
19,11 100,00
Total 450
100,00 100,00
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian diolah, 2016
Untuk  jagung  secara  umum  jagung  di  di  Lombok  NTB  mempunyai kapasitas  yang  tinggi  terkait  kemampuan  dalam  memperoleh  sumber
pembiayaan dengan biaya rendah dengan nilai rataan 3,43. Untuk  rumput  laut  rataan  nilai  untuk  dimensi  kemampuan  memperoleh
sumber  pembiayaan  dengan  biaya  rendah  diperoleh  nilai  sebesar  3,88.  Ini memberikan  informasi  bahwa  rumput  laut  mempunyai  kapasitas  yang  tinggi
terkait  kemampuan  memperoleh  sumber  pembiayaan  dengan  biaya  yang rendah.
Dilihat  dari  komoditas  unggulan  Pijar  mempunyai  nilai  rataan  sebesar 3,60.  Ini  memberikan  informasi  bahwa  produk  unggulan  Pijar  mempunyai
kapasitas  yang  tinggi  terkait  kemampuan  memperoleh  sumber  pembiayaan dengan biaya yang rendah.
67
Tabel 15 Nilai Rataan Kemampuan Memperoleh Sumber Pembiayaan
Item Komoditas
Nilai Rataan
Tingkat keinginan
untuk memahami
dan memperoleh  berbagai  informasi  terkait  sumber
pembiayaan yang rendah. Ternak Sapi
3,83 Jagung
3,53 Rumput Laut
3,60
Pijar
3,66 Kapasitas  perusahaan  dalam  memperoleh  berbagai
informasi terkait sumber pembiayaan yang rendah. Ternak Sapi
3,33 Jagung
3,23 Rumput Laut
3,93
Pijar
3,50 Peluang  untuk  mendapatkan  sumber  pembiayaan
dengan biaya yang rendah. Ternak Sapi
3,53 Jagung
3,57 Rumput Laut
4,77
Pijar
3,96 Tingkat
kemampuan perusahaan
dalam memperoleh pembiayaan dengan biaya rendah.
Ternak Sapi 3,63
Jagung 3,70
Rumput Laut 4,07
Pijar
3,80 Iintensitas  hubungan  dengan  berbagai  pihak
eksternal terkait sumber pembiayaan yang rendah. Ternak Sapi
3,10 Jagung
3,13 Rumput Laut
3,03
Pijar
3,09
Dimensi  Kemampuan  Memperoleh  Sumber Pembiayaan Biaya Rendah
Ternak Sapi
3,49
Jagung 3,43
Rumput Laut
3,88 Pijar
3,60
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian diolah, 2016 Keterangan: 1,00-1,80 = Sangat Rendah; 1,81-2,60 = Rendah; 2,61-3,40 = Sedang;
3,41 – 4,20 = Tinggi; 4,21-5,00 = Sangat Tinggi.
.
Tabel 16 Nilai Rataan Peubah Sumber Daya Finansial
Uraian Komoditas
Nilai Rataan
Nilai Rataan Mean Ternak Sapi
3,23
Jagung 3,24
Rumput Laut
3,41 Pijar
3,29
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian diolah, 2016 Keterangan: 1,00-1,80 = Sangat Rendah; 1,81-2,60 = Rendah; 2,61-3,40 = Sedang;
3,41 – 4,20 = Tinggi; 4,21-5,00 = Sangat Tinggi.
. Berdasarkan  tabel  16  diketahui  nilai  rataan  untuk  peubah  sumber  daya
finansial  di  Lombok  NTB  masing-masing  komoditas  yaitu  ternak  sapi mempunyai nilai rataan sebesar 3,23. Dan untuk komoditas jagung mempunyai
rataan  sebesar  3,24.  Ini  memberikan  informasi  bahwa  kapasitas  sumber  daya finansial UMKM di wilayah di Lombok NTB untuk komoditas ternak sapi dan
budidaya  jagung  mempunyai  kapasitas  sumber  daya  yang  sedang.  Sebaliknya untuk  komoditas  rumput  laut  mempunyai  nilai  rataan  sebesar  3,41.  Ini
menggambarkan  bahwa  kapasitas  sumber  daya  finansial  untuk  komoditas rumput laut adalah tinggi.
68
6. Aset Tak Berwujud Di Lombok NTB
Lev 2001 menyatakan aset tak berwujud intangible asset mempunyai peran yang penting dalam perusahaan. Berdasarkan teori berbasis pengetahuan
dan  teknologi,  aset  tak  berwujud  perusahaan  menjadi  penentu  fundamental daya saing perusahaan saat ini dan masa depan serta penentu nilai perusahaan
dan pertumbuhan.
Dari berbagai dimensi aset tak berwujud, dimensi yang digunakan dalam aset  tak  berwujud  untuk  keperluan  analisis  pada  dasarnya  menggunakan
dimensi  yang  dikembangkan  oleh  Sveiby  1997,  Hitt  dan  Hokisson  2001, Lev  2001,  Dess,  Lumpkin  dan  Eisner  2007,  Camison  dan  Lopez  2010,
Marcus  2011  yaitu  modal  inovasi  innovation  capital,  modal  manusia human  capital  dan  modal  pelanggan  customer  capital.  Ketiga  dimensi  ini
merupakan dimensi yang paling sering digunakan dalam beberapa literatur.
a. Dimensi Modal Inovasi
Kemampuan yang dimiliki perusahaan terkait dengan kegiatan inovasi merupakan  kemampuan  untuk  mentrasformasi  pengetahuan,  teknologi  dan
ide dalam bentuk produk, proses dan sistem baru yang secara konsisten akan membangun  pengetahuan  baru  yang  bermanfaat  untuk  kepentingan
perusahaan  dan  stakeholder  dengan  menciptakan  profit  jangka  pendek  dan jangka panjang.
Kapabilitas  inovasi  berperan  sebagai  pendorong  proses  inovasi  yang mampu  meningkatkan  kinerja  inovasi,  yang  mengakibatkan  perusahaan
tumbuh  di  atas  rataan,  sehingga  kinerja  perusahaan  menjadi  lebih  baik Calantone et al. 2002; Lawson dan Samson 2001.
Berdasarkan  tabel  17  diperoleh  informasi  terkait  modal  inovasi  Di Lombok NTB. Secara umum responden yang menyatakan modal inovasinya
tinggi mempunyai persentase yang lebih tinggi dibandingkan kategori yang lain  yaitu  sebesar  41,48  persen.  Kemudian  yang  menyatakan  sedang
sebanyak  26,30  persen  dan  yang  menyatakan  sngat  tinggi  sebanyak  21,67 persen.  Selanjutnya  yang  menyatakan  rendah  lebih  sedikit  sebesar  10,56
persen.  Ini  memberikan  gambaran  bahwa  modal  inovasi  di  Lombok  NTB untuk  Pelaku  usaha  komoditas  produk  unggulan  ternak  Sapi,  budidaya
jagung  dan  rumput  laut  mempunyai  kapasitas  yang  tinggi  terkait  dengan inovasi.
Nilai  rataan  untuk  indikator-indikator  dari  dimensi  modal  inovasi umumnya yang menyatakan tinggi lebih banyak yaitu berkisar antara 33,30
persen sampai 51,10 persen.
69
Tabel 17 Distribusi Frekuensi Dimensi Modal Inovasi
Indikator Kategori
Frequency  Percent Valid
Percent Cumulative
Percent
Kemampuan inovasi manajerial mentrans-
formasi pengetahuan, teknologi dan ide-ide terkait
dalam pengelolaan usaha Rendah
11 12,2
12,2 12,2
Sedang
20 22,2
22,2 34,4
Tinggi
31 34,4
34,4 68,9
Sangat Tinggi
28 31,1
31,1 100,0
Total
90 100,0
100,0
Tingkat kemampuan inovasi proses dalam menggunakan
teknik-teknik tertentu terkait proses produksi dan operasi.
Rendah
9 10,0
10,0 10,0
Sedang
23 25,6
25,6 35,6
Tinggi
46 51,1
51,1 86,7
Sangat Tinggi
12 13,3
13,3 100,0
Total
90 100,0
100,0
Tingkat kemampuan inovasi produk dalam menghasilkan
produk atau jasa yang inovatif
Rendah
9 10,0
10,0 10,0
Sedang
28 31,1
31,1 41,1
Tinggi
30 33,3
33,3 74,4
Sangat Tinggi
23 25,6
25,6 100,0
Total
90 100,0
100,0
Kapasitas sumber inovasi internal perusahaan
Rendah
11 12,2
12,2 12,2
Sedang
25 27,8
27,8 40,0
Tinggi
35 38,9
38,9 78,9
Sangat Tinggi
19 21,1
21,1 100,0
Total
90 100,0
100,0
Kapasitas sumber inovasi eksternal perusahaan
Rendah
11 12,2
12,2 12,2
Sedang
26 28,9
28,9 41,1
Tinggi
43 47,8
47,8 88,9
Sangat Tinggi
10 11,1
11,1 100,0
Total
90 100,0
100,0
Tingkat kemampuan perusahaan dalam
menjalankan teknik, keterampilan dan teknologi
baru. Rendah
6 6,7
6,7 6,7
Sedang
20 22,2
22,2 28,9
Tinggi
39 43,3
43,3 72,2
Sangat Tinggi
25 27,8
27,8 100,0
Total
90 100,0
100,0
Modal Inovasi
Rendah 57
10,56 10,56
10,56 Sedang
142 26,30
26,30 36,85
Tinggi 224
41,48 41,48
78,33 Sangat Tinggi
117 21,67
21,67 100,00
Total 540
100,00 100,00
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian diolah, 2016
Tabel  18  menyajikan  informasi  tentang  nilai  rataan  jawaban responden  terkait  modal  inovasi.  Untuk  ternak  sapi  di  Lombok  NTB
diperoleh  nilai  rataan  sebesar  3,48.  Ini  berarti  bahwa  kapasitas  atau kemampuan  inovasi  pelaku  usaha  komoditas  ternak  sapi  dan  produk
pengolahnnya  di  Lombok  NTB  mempunyai  kapasitas  yang  tinggi  terkait modal inovasi.
70
Tabel 18 Nilai Rataan Modal Inovasi
Item Komoditas
Nilai Rataan
Tingkat  kemampuan inovasi
manajerial  untuk mentrasformasi  pengetahuan,  teknologi  dan  ide-ide
terkait dalam pengelolaan usaha. Ternak Sapi
3,70 Jagung
3,83 Rumput Laut
4,00
Pijar
3,84 Tingkat
kemampuan inovasi
proses dalam
menggunakan  teknik-teknik  tertentu  terkait  proses produksi dan operasi.
Ternak Sapi 3,37
Jagung 3,80
Rumput Laut 3,87
Pijar
3,68 Tingkat
kemampuan inovasi
produk dalam
menghasilkan produk atau jasa yang inovatif didukung dari  kemampuan  menerapkan  pengetahuan,  teknologi
dan ide-ide baru. Ternak Sapi
3,43 Jagung
3,76 Rumput Laut
4,03
Pijar
3,74 Tingkat  kapasitas  sumber  inovasi  internal  perusahaan
dalam  memberikan  peluang  kepada  semua  anggota pekerja  untuk  dapat  memberikan  masukan  terkait
dalam upaya menghasilkan produk yang unggul. Ternak Sapi
3,13 Jagung
3,63 Rumput Laut
4,30
Pijar
3,69 Tingkat kapasitas sumber inovasi eksternal perusahaan
dalam  mengikuti  perkembangan  inovasi  usaha  baik dari mitra usaha maupun yang bersumber dari pesaing
dan sumber lainnya dari luar perusahaan. Ternak Sapi
3,47 Jagung
3,53 Rumput Laut
3,73
Pijar
3,58 Tingkat  kemampuan  perusahaan  dalam  menjalankan
teknik, keterampilan dan teknologi baru. Ternak Sapi
3,80 Jagung
4,23 Rumput Laut
3,73
Pijar
3,92
Dimensi Modal Inovasi
Ternak Sapi 3,48
Jagung 3,80
Rumput Laut 3,94
Pijar 3,74
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian diolah, 2016 Keterangan: 1,00-1,80 = Sangat Rendah; 1,81-2,60 = Rendah; 2,61-3,40 = Sedang;
3,41 – 4,20 = Tinggi; 4,21-5,00 = Sangat Tinggi.
Untuk  komoditas  jagung  dan  pengolahannya  pelaku  usaha  secara umum  di  Lombok  NTB  mempunyai  kapasitas  modal  inovasi  yang  tinggi
saja  dengan  nilai  rataan  3,80.  Untuk  komoditas  rumput  laut  dan pengolahnnya  mempunyai  nilai  rataan  dimensi  dari  modal  inovasi  yang
lebih  tinggi  yaitu  sebesar  3,94.  Ini  memberikan  informasi  bahwa  pelaku usaha komoditas rumput laut dan pengolahnnya mempunyai kapasitas yang
tinggi terkait modal inovasi.
Menurut Prokosa 2005 inovasi adalah suatu mekanisme perusahaan untuk beradaptasi dengan lingkungan yang dinamis. Oleh sebab itu dituntut
untuk  mampu  menciptakan  pemikiran-pemikiran  baru,  gagasan-gagasan baru dengan menawarkan produk yang inovatif serta peningkatan pelayanan
yang  dapat  memuaskan  pelanggan.  Inovasi  merupakan  cara  untuk  terus membangun  dan  mengembangkan  organisasi  yang  dapat  dicapai  melalui
introduksi  teknologi  baru,  aplikasi  baru  dalam  bentuk  produk
–produk  dan pelayanan-pelayanan,  pengembangan  pasar  baru  dan  memperkenalkan
bentuk-bentuk  baru  organisasi,  perpaduan  berbagai  aspek  inovasi  tersebut pada gilirannya membentuk arena inovasi.
71
Dari  banyak  faktor  yang  mempengaruhi  keberhasilan  UMKM, kewirausahaan merupakan faktor penting yang berperan sangat menentukan
keberhasilan  UMKM.  Kewirausahaan  menyangkut  berbagai  aspek,  salah satunya  adalah  kreatifitas  dan  kemampuan  inovatif  dari  pelaku  UMKM.
Kemampuan  kreatifitas  dan  inovasi  sangat  berperan  dalam  keberhasilan UKM.  Mereka  yang  berjiwa  inovatif  dan  memiliki  kreatifitas  tinggi
sehingga  menjadi  pengusaha  sukses.  Mereka  mampu  menciptakan  peluang bisnis  dan  pasar  yang  semula  kurang  diperhatikan  dan  tidak  bermanfaat
menjadi  bermanfaat.  Sesuatu  yang  kurang  atau  tidak  dipikirkan  orang  lain kemudian ditransformasi menjadi berharga dan berguna.
b. Dimensi Modal Manusia