Ancaman Bagi Pelaku Khianat
2. Ancaman Bagi Pelaku Khianat
Di samping melarang bersikap khianat, dalam menjauhkan seorang muslim dari sikap khianat dan sekaligus menanamkan sikap amanah, al-Qur'an memberikan ancaman bagi pelaku khianat. Menurut analisa penulis, ancaman itu bisa dilihat dari
265 al-Bukhârî, Shahîh al-Bukhârî, Kitâb al-Îmân, Bab ‘Alâmah al-Munâfiq, jld. 1, juz 1, h. 14; Muslim, Muslim, Shahîh Muslim , Kitâb al-Îmân, Bab Khishâl al-Munâfiq jld. 1, h. 78.
tiga hal : murka Allah, tidak mendapat petunjuk Allah dan masuk neraka. Berikut ini penjelasannya.
a. Murka Allah
Sifat khianat adalah sifat yang tidak disukai atau dimurkai Allah. Ketidak sukaan atau murka Allah ini antara lain disebutkan dalam ayat 107 surat an-Nisa' :
Dan janganlah kamu berdebat (untuk membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi bergelimang dosa, (QS. An-Nisa’/4 : 107)
Sebagaimana dijelaskan di atas ayat ini merupakan rangkaian dari ayat 105- 113 yang turun berkenaan dengan Thu'mah Bin Ubairiq yang mencuri baju besi dan tepung terigu milik pamannya yang dititipkan padanya. Baju besi itu disembunyikan pada seorang Yahudi yang bernama Zaid bin as-Samin. Keluarga pamannya tersebut mencari baju besi itu pada Thu’mah tetapi tidak menemukannya. Thu’mah bersumpah dengan nama Allah bahwa dia tidak mengambilnya dan tidak tahu menahu tentang baju besi itu. Akhirnya mereka menemukannya di rumah seorang Yahudi. Si Yahudi itu tidak mengaku mencuri dan mengatakan bahwa baju besi itu diberikan kepadanya oleh Thu’amh, tetapi Thu’mah mengingkarinya. Kemudian suku
Bani Zhafar, sukunya Thu’mah pergi kepada Rasulullah saw. untuk memohon kepada beliau agar membela sahabatnya dan mengatakan kepada beliau jika tidak melakukannya, maka sahabatnya akan tercemar dan binasa, sedangkan si Yahudi itu terbebas. Nabi hampir melakukannya dan memberikan hukuman kepada si Yahudi.
Ketiga mufassir : Sayyid Quthub, az-Zuhaylî dan M. Quraish Shihab mengungkapkan bahwa awal ayat di atas merupakan larangan kepada Rasulullah saw. khususnya dan kepada kaum muslimin secara umum agar tidak berdebat membela
orang-orang yang selalu mengkhianati dirinya 266 dengan melakukan pelanggaran terhadap hak orang lain. Dalam hal ini Allah melarang Rasulullah saw. agar tidak
membela Thu'mah, padahal Thu'mah ini telah berbuat khianat dengan mencuri hak milik orang lain. Sedangkan akhir ayat merupakan pernyataan bahwa Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi bergelimang dosa seperti yang dilakukan oleh Thu'mah. 267
Jadi jelaslah bahwa orang-orang yang melakukan khianat tidak disukai atau dimurkai Allah. Cukuplah murka Allah ini sebagai balasan bagi pelaku khianat jika tidak ada lagi balasan yang lain. Sebab kalau orang sudah dimurkai Allah, hukuman apapun bisa dilakukan Allah terhadapnya. Oleh karena itu Sayyid Quthub
266 Mengkhianati orang lain dinamakan mengkhianati dirinya, karena menurut az-Zuhaylî bahayanya kembali kepada dirinya. M. Quraish Shihab mengungkapkan hal yang sama dan
menambahkan bahwa hal ini menunjukkan bahwa masyarakat seharusnya bagaikan satu jasad, dimana kecurangan yang dialami oleh orang lain, harus dirasakan pula sebagai sesuatu yang menimpa diri sendiri. Lihat : az-Zuhaylî , at-Tafsîr al-Munîr , jld. 3, juz 5, h. 260; M. Quraish Shihab, Tafsir al- Mishbâh , vol. 2, h. 553.
267 Sayyid Quthub, Fî Zhilâl al-Qur’ân , jld. 2, h. 754; az-Zuhaylî , at-Tafsîr al-Munîr , jld. 3, juz 5, h. 260; M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbâh , vol. 2, h. 552.
memberikan penjelasan tentang ujung ayat ( ﺎًﻤﯿِﺛَأ ﺎًﻧاﱠﻮَﺧ َنﺎَﻛ ْﻦَﻣ ﱡﺐِﺤُﯾ ﺎَﻟ َﮫﱠﻠﻟا ﱠنِإ/ Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi
bergelimang dosa, ) : "Ini adalah hukuman yang paling besar dari pada segala hukuman" 268 . Ini jelas merupakan ancaman bagi pelaku khianat. Orang-orang yang
beriman sudah pasti selalu ingin disukai dan dicintai Allah dengan memiliki sifat- sifat yang dicintai Allah dan menjauhkan diri dari sifat-sifat yang dibenci atau dimurkai Allah seperti khianat.
Murka Allah juga akan didapatkan bukan hanya oleh pelaku khianat terhadap sesama muslim, tetapi juga oleh pelaku khianat terhadap orang kafir sekalipun. Firman Allah :
Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat. (QS. Al-Anfal/8 : 58)
Sekalipun Sayyid Quthub, az- Zuhaylî, dan M. Quraish Shihab berbeda redaksi dalam redaksi ketika menafsirkan ayat di atas, namun substansinya sama bahwa maksud ayat di atas adalah jika kamu ( kaum muslimin ) meramalkan atau menurut dugaan kuat sesuai dengan tanda-tanda yang nampak, bahwa suatu kaum
268 Sayyid Quthb, Fî Zhilâl al-Qur’ân , jld. 2, h. 754.
yang sedang dalam perjanjian akan berkhianat dengan melanggar perjanjian antara kamu dan mereka, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Yakni beritahukanlah mereka bahwa kamu telah membatalkan perjanjian, dan bahwa tidak ada perjanjian lagi antara kamu dengan mereka dengan cara yang jujur. Sehingga dengan demikian kamu dan mereka sama-sama mengetahui dalam pembatalan perjanjian dan dalam situasi perang. Karena jika kamu membatalkan perjanjian tanpa memberitahu mereka dengan jelas, maka kamu dinilai telah berbuat
khianat, padahal sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat, membenci tindakan khianat dan menyiksa pelakunya, walaupun berkenaan dengan hak orang-orang kafir. Maka janganlah kamu menyembunyikan pembatalan perjanjian dan melakukan penipuan 269 .
Ayat di atas jelas menunjukkan bahwa Islam mewajibkan sikap menepati janji terhadap orang-orang kafir dan mengharamkan sikap khianat terhadap mereka.
b. Tidak Mendapat Petunjuk Allah
Di antara ancaman Allah terhadap orang-orang yang melakukan khianat adalah Allah tidak akan memberi petunjuk kepada mereka. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam al-Qur’an surat Yusuf : 52 :
269 Sayyid Quthub, Fî Zhilâl al-Qur’ân , jld. 3, h. 1542; az-Zuhaylî, at-Tafsîr al-Munîr , jld. 5, juz 10, h. 44; M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbâh , vol. 5, h. 482.
(Yusuf berkata): "Yang demikian itu agar dia (Al Aziz) mengetahui bahwa sesungguhnya aku tidak berkhianat kepadanya di belakangnya, dan bahwasanya
Allah tidak meridhai tipu daya orang-orang yang berkhianat . (QS. Yusuf/12 : 52)
Penulis tidak akan masuk ke dalam perbedaan para mufassir apakah ungkapan di atas perkataan Yusuf as. atau perkataan isteri al-‘Aziz, tapi yang menjadi
perhatian penulis adalah ujung ayat tersebut yaitu : ( َﻦﯿِﻨِﺋﺎَﺨْﻟا َﺪْﯿَﻛ يِﺪْﮭَﯾ ﺎَﻟ َﮫﱠﻠﻟا ﱠنَأَو ). Pada umumnya kata yahdî diterjemahkan atau ditafsirkan dengan menunjukkan atau
memberi petunjuk. Lâ yahdî artinya tidak tidak menunjukkan atau tidak. memberi petunjuk. Namun kata lâ yahdî pada ayat di atas diterjemahklan dan ditafsirkan lebih luas lagi. Dalam al-Qur’an terjemahan Departemen Agama Republik Indonesia kata lâ yahdî dalam ayat di atas sebagaimana dikutip di atas diterjemahkan dengan tidak meridhai. M. Quraish Shihab dalam kitab tafsirnya menerjemahkannya dengan tidak menyukseskan. Beliau juga mengutip penafsiran seorang mufassir tentang ujung ayat di atas : ” ... bahwa Allah tidak menyukseskan tipu daya orang-orang yang berkhianat. Tetapi pasti Allah swt. menampakkan kebenaran walau para pengkhianat
berusaha sekuat tenaga untuk menutup-nutupinya” 270 . Az-Zuhaylî menafsirkan ujung ayat di atas dengan ungkapan : “ dan agar semua tahu bahwa Allah swt. tidak
melaksanakan dan tidak memberikan ketepatan tipu daya orang-orang yang
270 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbâh , vol. 6, h. 403-404.
berkhianat, tetapi mengagalkannya dan mencerai beraikan pengaruhnya.” 271 Sedangkan Sayyid Quthub tidak menyentuh penafsirannya; karena barangkali tafsir ujung ayat di atas sudah jelas.
Jadi jelaslah bahwa Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang berkhianat, artinya Allah tidak meridhai dan tidak memberikan ketepatan dan kesuksesan pada usaha orang-orang yang berkhianat sehingga usaha itu selalu mengalami kegagalan dan sia-sia belaka.
Ayat di atas seiring dengan hadits Rasulullah saw. :
Dari Abu Hurairah, ia mengangkatnta kepada Rasulullah, beliau bersabda: "Sesungguhnya Allah berfirman : Aku bersama dua orang yang berserikat selama salah seorang keduanya tidak mengkhianati temannya. Apabila salah seorang mengkhinatai temannya, maka Aku keluar dari keduanya". (HR. Abu Daud) 272
Maksud hadits di atas adalah bahwa Allah bersama dua orang yang berserikat dalam perniagaan dengan memberikan pemeliharaan, keberkahan, menjaga hartanya dan memberikan rezeki selama keduanya tidak saling melakukan khianat.
271 az-Zuhaylî, at-Tafsîr al-Munîr , jld. 6, juz 12, h. 283.
272 Abû Dâud, Sunan Abî Daud, Kitâb al-Buyû’ wa al-Ijârât, Bâb Fî asy-Syarikah, jld. 3, h. 677.
Tapi kalau mereka melakukan khianat maka hilanglah keberkahan dan pemeliharaan terhadap keduanya. 273
c. Masuk Neraka
Kesudahan orang-orang yang melakukan khianat adalah di akhirat nanti akan masuk neraka. Firman Allah :
Allah membuat isteri Nuh dan isteri Luth perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua isteri itu berkhianat kepada kedua suaminya, maka kedua suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya); "Masuklah ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka)". (QS. Al-Tahrim/66 : 10)
Ayat ini menyebutkan bahwa isteri Nabi Nuh dan isteri Nabi Luth telah berbuat khianat kepada suami mereka berdua. Karena khianat inilah, keduanya kelak akan dimasukkan ke dalam neraka. Adapun khianat yang dilakukan keduanya menurut Sayyid Quthub sesuai dengan riwayat adalah pengkhianatan dalam dakwah,
273 Lihat : Abû ath-Thayyib, Âbâdî, Muhammad Syams al-Haqq, 'Aun al-Ma'bud, (Beirut : Dâr al-Kutub al-'Ilmiyyah, cet. 2, 1415 H), jld. 9, h. 170. CD Room, Makatabah al-Alfiyyah li al-
Sunnah an-Nabawiyyah.
bukan dalam perbuatan keji. Isteri Nabi Nuh mengolok-olok beliau bersama kaumnya. Sedangkan isteri Nabi Luth memberitahukan kepada kaumnya tentang tamu-tamu Luth (agar kaumnya itu melakukan perbuatan homoseksual dengan tamu-
tamu itu) 274 . Menurut az-Zuhaylî isteri Nabi Nuh dan Nabi Luth mengkhianati keduanya dalam keimanan dan agama, keduanya tidak beriman kepada suaminya dan
tidak membenarkan risalah yang dibawa oleh keduanya 275 . M. Quraish Shihab pun mengungkapkan hal senada dengan kedua mufassir di atas. Menurut beliau
berdarakan beberapa riwayat isteri Nabi Nuh as. antara lain menyampaikan kepada kaumnya bahwa Nuh adalah seorang gila, sedang isteri Nabi Luth sering kali menyampaikan tentang kedatangan tamu-tamu ke rumah suaminya dengan tujuan agar mereka disodomi 276 . Penafsiran di atas dikemukakan juga oleh mufassir lainnya seperti Ibnu Katsir, al-Qurthubî, dan al-Alûsî 277 .
Beberapa penafsiran di atas pada dasarnya sama dan saling melengkapi. Dari uraian di atas jelaslah bahwa orang-orang yang berkhianat diancam akan masuk neraka sekalipun mereka mempunyai hubungan yang dekat dengan orang-orang yang
274 Sayyid Qthub, Fî Zhilâl al-Qur’ân , jld. 6, h. 3621.
275 az-Zuhaylî, at-Tafsîr al-Munîr , jld. 14, juz 28, h. 325.
276 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbâh , vol. 14, h. 333. Ibnu Katsîr, Tafsîr al-Qur'ân al- 'Azh îm, jld. 4, h. 464.
277 Ibnu Katsîr, Tafsîr al-Qur'ân al-'Azhîm, jld. 4, h. 464; Al-Qurthubî, al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ ân , jld. 18, h. 202; al-Alûsî, al-Ma'ânî fî Tafsîr al-Qur'ân al-'Azhîm wa al-Sab'i al-Matsânî op.
cit, jld. 28, h. 162, cit, jld. 28, h. 162,