Larangan Khianat

1. Larangan Khianat

Kata khianat berasal dari bahasa Arab khiyânah. Dalam bahasa Arab khiyan âh berasal dari kata َﺔَﻧﺎَﺨَﻣَو ، ًﺔَﻧﺎَﯿِﺧَو ، ﺎًﻧْﻮَﺧ – ُنْﻮُﺨَﯾ – َنﺎَﺧ yang asal artinya

adalah mengurangi. Kemudian digunakan juga dalam arti tidak menunaikan, mengurangi hak, melanggar, dan menyembunyikan sesuatu. Dalam pengertian ini khianat atau khiyanah lawan dari amanah 255 . Jadi kalau amanah adalah memelihara

dan menunaikan hak kepada pemiliknya, maka khianat atau khiyanah adalah tidak menjaga dan tidak memberikan hak kepada pemiliknya atau memberikannya tapi dengan mengurangi atau dengan tidak sepenuhnya.

Kalau al-Qur'an memerintahkan amanah, maka khianat yang merupakan lawan dari amanah dilarangnya. Larangan al-Qur'an terhadap khianat dalam bentuk langsung dan tidak langsung.

Tentang larangan secara langsung, Allah berfirman dalam surat al-Anfal ayat 27 :

255 Lihat : Ibrahim Mushthafa, et al, al-Mu'jam al-Wasîth, jld. 1, h. 263; az-Zuhaylî, at-

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. (QS. Al-Anfal/8 : 27)

Para mufassir menyebutkan bahwa ayat di atas diturunkan berkenaan

dengan Abu Lubabah bin Abd al-Mundzir ketika Rasulullah saw. mengutusnya kepada Orang-orang Yahudi Bani Quraizhah agar mereka menyetujui ketetapan Rasulullah saw. Kemudian mereka meminta pendapat kepadanya. Lalu Abu Lubabah mengisyaratkan hal itu kepada mereka dan mengisayaratkan tangannya ke lehernya, yakni mereka akan disembelih. Abu Lubabah pun menyadari hal itu, dan dia memandang bahwa dia telah mengkhianati Allah dan Rasul-Nya. Dia bersumpah tidak akan makan sampai mati atau Allah memberikan taubat kepadanya. Dia pergi ke masjid Madinah, lalu mengikat dirinya ke salah satu tiang masjid. Dia tinggal seperti itu selama sembilan hari sampai jatuh pingsan karena kepayahan. Kemudian Allah menurunkan penerimaan taubatnya kepada Rasul-Nya. Orang-orang berdatangan menyampaikan berita gembira bahwa Allah telah mnerima taubatnya, dan mereka ingin melepaskannya dari tiang masjid, namun dia bersumpah bahwa tidak ada melepaskannya dari tiang masjid itu kecuali Rasulullah saw.sendiri. Rasulullah pun kemudian melepaskannya. Abu Lubabah berkata : Wahai Rasulullah, Saya nazar dengan Abu Lubabah bin Abd al-Mundzir ketika Rasulullah saw. mengutusnya kepada Orang-orang Yahudi Bani Quraizhah agar mereka menyetujui ketetapan Rasulullah saw. Kemudian mereka meminta pendapat kepadanya. Lalu Abu Lubabah mengisyaratkan hal itu kepada mereka dan mengisayaratkan tangannya ke lehernya, yakni mereka akan disembelih. Abu Lubabah pun menyadari hal itu, dan dia memandang bahwa dia telah mengkhianati Allah dan Rasul-Nya. Dia bersumpah tidak akan makan sampai mati atau Allah memberikan taubat kepadanya. Dia pergi ke masjid Madinah, lalu mengikat dirinya ke salah satu tiang masjid. Dia tinggal seperti itu selama sembilan hari sampai jatuh pingsan karena kepayahan. Kemudian Allah menurunkan penerimaan taubatnya kepada Rasul-Nya. Orang-orang berdatangan menyampaikan berita gembira bahwa Allah telah mnerima taubatnya, dan mereka ingin melepaskannya dari tiang masjid, namun dia bersumpah bahwa tidak ada melepaskannya dari tiang masjid itu kecuali Rasulullah saw.sendiri. Rasulullah pun kemudian melepaskannya. Abu Lubabah berkata : Wahai Rasulullah, Saya nazar

Ayat di atas secara tegas merupakan seruan bagi orang-orang yang beriman untuk tidak mengkhianati Allah, Rasul-Nya dan amanah sesama manusia. Mengkihanati Allah dan Rasul-Nya menurut Sayyid Quthub adalah tidak melaksanakan kewajiaban agama di permukaan bumi ini, yaitu mengesakan Allah dalam penghambaan atau pengabdian dan dalam kedaulatan-Nya di permukaan bumi,

serta menjadikan Rasulullah saw. sebagai satu-satunya sumber dalam hal ini. Sedangkan mengkhianati amanah sesama manusia menurut beliau adalah tidak menegakkan agama Allah di permukaan bumi; yaitu dengan mengembalikan manusia kepada penghambaan terhadap Allah; mengembalikan masyarakat kepada kedaulatan dan syari’at Allah; mengembalikan para diktator dan perampas ketuhanan dan kekuasaan Allah dari kesewenang-wenangan dan pelanggaran; memberikan jaminan kebenaran dan keadilan bagi seluruh manusia; menegakkan keadilan di antara manusia dengan standar yang kokoh; memakmurkan bumi dan melaksanakan tugas- tugas kekhilafahan dengan sistem Allah. 257

Menurut az-Zuhaylî larangan mengkhianati Allah adalah dengan mengabaikan perintah-perintah-Nya dan melanggar larangan-larangan-Nya. Larangan engkhianati Rasulullah saw. yaitu dengan tidak mengikuti sunnahnya, tidak

256 Lihat umpamanya : Ibnu Katsîr, Tafsîr al-Qur’ân al-’Azhîm, , jld 2, h. 376; al-Qurthubî, jld. 7, h. 394-395; az- Zuhaylî, at-Tafsîr al-Munîr , jld. 5, juz. 9, h. 296; M. Quraish Shihab, Tafsir al-

Mishbâh , vol. 5, h. 422-423.

257 Sayyid Quthub, Fî Zhilâl al-Qur’ân , jld. 3, h. 1497-1498.

melaksanakan perintahnya, tidak menjauhi larangannya serta dengan mengikuti hawa nafsu dan tradisi warisan nenek moyang. Sedangkan larangan mengkhianati seluruh amanah sesama manusia, dengan tidak memeliharanya. Amanah sesama manusia ini mencakup titipan harta, rahasia umum bagi semua umat, dan rahasia khusus bagi pribadi-pribadi. Maka dengan demikian orang-orang Islam memberitahukan rahasia umum kepada musuh dan menyebarkan rahasia khusus kepada sesama manusia 258 .

M. Quraish Shihab manafsirkan bahwa mengkhianati Allah, Rasul-Nya dan

manusia artinya tidak menunaikan amanat-amanat tersebut. Amanat Allah swt. menurut beliau adalah segala sesuatu yang berada dalam genggaman manusia. Agama adalah amanat Allah, bumi dan segala isinya adalah amanat-Nya, keluarga dan anak-anak adalah amanat-Nya bahkan jiwa dan raga masing-masing manusia bersama potensi yang melekat pada dirinya adalah amanat Allah swt. Semua harus dipelihara dan dikembangkan. Beliau tidak secara tegas menyebutkan mengkhianati amanat Rasul. Barangkali beliau memasukkannya ke dalam kategori amanat Allah. Sedangkan amanat manusia terhadap manusia menurut beliau adalah mencakup banyak hal, bukan hanya harta benda yang dititipkan, atau ikatan perjanjian yang disepakati, tetapi termasuk juga rahasia yang dibisikkan. 259

Meskipun ketiga mufassir agak sedikit berbeda dalam menafsirkan pengkhianatan amanah Allah, Rasul-Nya dan amanah sesama manusia, namun pada

258 az-Zuhaylî , at-Tafsîr al-Munîr , jld. 5, juz 9, h. 297.

259 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbâh , vol. 5, jld. 423.

prinsipnya sama. Dan yang lebih penting lagi mereka sepakat bahwa khianat adalah sikap yang dilarang Allah dan merupakan kebalikan dari sikap amanah.

Sedangkan larangan secara tidak langsung, al-Qur'an menyebutkan bahwa khianat adalah merupakan sifat orang-orang kafir dan orang-orang munafik. Tentang orang-orang kafir, antara lain Allah berfirman dalam surat al-Maidah :

dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihat kekhianatan dari mereka kecuali sedikit di antara mereka (yang tidak berkhianat). (QS. Al-Maidah/5 : 13)

Ayat ini menunjukkan bahwa khianat termasuk sifat yang nampak pada orang-orang Yahudi setiap saat kecuali sedikit saja di antara mereka, yaitu orang- orang yang beriman seperti Abdullah bin Salam. Jadi khianat adalah kelakuan, kebiasaan dan cara mereka dalam berinteraksi dengan orang lain. Dalam menafsirkan ayat ini Sayyid Quthub mengemukakan :

Ayat ini ditujukan kepada Rasulullah saw. yang menggambarkan kondisi orang-orang Yahudi di dalam masyarakat muslim di Madinah. Mereka tidak pernah berhenti berusaha mengkhianati Rasulullah saw. –dan kenyataannya telah terjadi sikap-sikap khianat mereka. Bahkan inilah sikap mereka sepanjang mereka tinggal bersama Nabi Muhammad di Madinah, kemudian di seluruh jazirah Arab- dan inilah sesungguhnya kondisi mereka dalam masyarakat muslim sepanjang sejarah. Sekalipun masyarakat Islam adalah satu-satunya masyarakat yang memberikan tempat kepada mereka, menghilangkan intimadasi dari mereka, memperlakukan mereka secara baik, memberikan mereka kehidupan yang mewah, tetapi mereka selamanya –sebagaimana kondisi mereka pada masa Rasul- adalah bagaikan kalajengking, ular, musang, serigala yang menyimpan tipu daya dan pengkhianatan, dan tidak pernah berhenti melakukan tipu daya dan pengkhianatan. Jika mereka tidak mampu melakukan pembantaian secara terang- terangan terhadap kaum muslimin, mereka membuat perangkap dan jebakan serta bersekongkol dengan musuh kaum muslimin sampai mereka mempunyai kesempatan untuk melanggar perjanjian secara kasar dan keras hati tanpa memiliki rasa kasih sayang terhadap kaum muslimin, tidak memperhatikan Ayat ini ditujukan kepada Rasulullah saw. yang menggambarkan kondisi orang-orang Yahudi di dalam masyarakat muslim di Madinah. Mereka tidak pernah berhenti berusaha mengkhianati Rasulullah saw. –dan kenyataannya telah terjadi sikap-sikap khianat mereka. Bahkan inilah sikap mereka sepanjang mereka tinggal bersama Nabi Muhammad di Madinah, kemudian di seluruh jazirah Arab- dan inilah sesungguhnya kondisi mereka dalam masyarakat muslim sepanjang sejarah. Sekalipun masyarakat Islam adalah satu-satunya masyarakat yang memberikan tempat kepada mereka, menghilangkan intimadasi dari mereka, memperlakukan mereka secara baik, memberikan mereka kehidupan yang mewah, tetapi mereka selamanya –sebagaimana kondisi mereka pada masa Rasul- adalah bagaikan kalajengking, ular, musang, serigala yang menyimpan tipu daya dan pengkhianatan, dan tidak pernah berhenti melakukan tipu daya dan pengkhianatan. Jika mereka tidak mampu melakukan pembantaian secara terang- terangan terhadap kaum muslimin, mereka membuat perangkap dan jebakan serta bersekongkol dengan musuh kaum muslimin sampai mereka mempunyai kesempatan untuk melanggar perjanjian secara kasar dan keras hati tanpa memiliki rasa kasih sayang terhadap kaum muslimin, tidak memperhatikan

Allah 260 .

Senada dengan Sayyid Quthub az-Zuhaylî mengungkapkan : Sungguh telah terbukti bahwa Nabi saw. telah berinteraksi dengan tiga

golongan Yahudi (Bani Qainuqa', Bani al-Nadhir dan Bani Quraizhah) secara baik pada permulaan, pertengahan dan akhir urusan. Pada permulaan setelah hijrah ke Madinah, Rasulullah mengadakan ikatan perjanjian dengan mereka yang terkenal dengan 'Piagam Madinah'. Rasulullah mengadakan perjanjian dengan mereka untuk hidup damai berdampingan; mereka tidak memeranginya dan tidak

mendukung musuhnya; merekapun akan hidup aman baik harta maupun jiwa mereka dan menikmati kemerdekaan penuh. Di tengah-tengah kehidupan yang

penuh kedamaian, mereka melanggar perjanjian, mengkhianati Nabi, bergabung dengan pasukan Quraisy dan bersekutu dengan orang-orang Arab dalam memerangi kaum muslimin. Nabi saw. cukup mengusir mereka dari kota Madinah. Di akhir urusan, Nabi tidak menghukum mereka atas pengkhianatan yang mereka lakukan, Nabi hanya memerintahkan untuk mengusir mereka dari jazirah Arabia termasuk Hijaz". 261

Sedangkan M. Quraish Shihab mengungkapkan bahwa tidak disebutnya apa yang disifati oleh kata khianat, menunjukkan bahwa khianat itu beraneka ragam yang kesemuanya akan diketahui, dilihat atau didengar oleh Nabi saw. sebagai bukti bahwa

mereka adalah orang-orang yang tidak dapat dipercaya. 262 Dari uraian ketiga mufassir di atas, sangat jelas bahwa khianat merupakan

sifat karakter orang-orang Yahudi dalam berinteraksi dengan orang lain. Sedangkan tentang orang-orang munafik, Allah berfirman :

260 Sayyid Quthub, Fî Zhilâl al-Qur’ân , jld. 2, h. 859.

261 az- Zuhaylî , at-Tafsîr al-Munîr , jld. 3, juz 6, h. 127-128.

262 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbâh , vol. 3, h. 47.

‘3 ? s w r u 4 ! “ # $ y 7 1 u & r ! $ o 3 ˇ ¤$ ˜ Z9 ¤ $ # ß t t / N3 z s G t 9 ˇ , ¨d s y 9 ł $ $ / ˛ = | » G t 3 ¯ 9 ł $ # y 7 ł 9 s ˛ ) ! $ Z u 9 ł t R & r ! $ fl R ) ˛

A ˇ » g p B Ø w u r ˙ ˚ˇ¨ $ J V m ˇ § # Y q x b t % . x ' ! # $ c ˛ ) ( ' ! $ # ˇł G t # $ r u ˙ ˚˛¨ $ V J ` ¯ z y ß t ˇ Z ‹ ˝ ! $ y = ø 9 ˇj ˙ ˚— ¨ $ J V O ˇ & r $ R ” # q § y z b t % . x ‘ B t = t ˇ w ! ' # $ b ¤ ) ˛ 4 Nh ¡ | R & r t b qR $ F t ł s œ ˇ%'! # $ ‘ ˙ ª t

‘ z ˇ B 4 y t w $ B t t bq G ˝h u ; ª ł˛ ) Ng Ł y B t q u d Ł u r ! « # $ ‘ z B ˇ bq t G¡ t o w r u ¤$ ˜ Z9 ¤ # $ z ‘ B ˇ t bq t G¡ o

˝ o q 4 u s y ł 9 $ # ˛ ß Nk] ª t O F 9 ł y » _ y ˇ I ws » fl d y O F R ’ r » fl d y ˙˚¨ $ ‚ˇ t Ł C bq t = Ł J y Ł t $ J y / ˛ ! “ # $ b t % . x r u 4 Aq ) s 9 ł # $

‘ B t r u ˙˚¨ W x 2 ¯ u r N k ˝ = n ª t ª b q3 t ‘ B ¤ P & r p ˇ y J» u ) ł 9 $ # Qq u t Nk] t ª ' ! $ # A ª ˇ » y f ª ‘ J y s ø $ u R9 # $

‘ t B r u ˙ ˚˚¨ $ J V m ˇ § # Y q x ! ' # $ ˇ f t ! ' $ # ˇł G¡ t o O ¢ O Ł … m ¡ | ł R t N = ˛ t r & r # „ q @ y J Ł t

= ¡ ¯ 3 ı t ‘ B t u r ˙ ˚˚˚¨ $ J V 3 ¯ y m $ ‚ J = ˛ t ª ! “ # $ b t % . x u r 4 m ˇ ¯ ¡ ł t R 4 ? n ª t … m 7 ¡ ¯ 3 ı t $ J y fl R ˛ * s ø $ V J O ł ) ˛ = ¡ ¯ 3 ı t

@ ª s ø wq 9 s r u ˙ ˚˚¸¨ $ Y Y 6 ˛ B $ V J ł O ) ˛ u r $ Y» Y t F k 5 @ y J Gm t # $ ˇ ) s ø s $ \ « t / m ˇ / ˛ ˇ Q t O ¢ O Ł $ \ø S ) ˛ r & r ” p « t ˇ z y

( Nk ƒ | R & r w H ˛ ) c q= ¯ª $ B t r u x 8 q= ¯ª c & r OgY ˇi B p x ˝ ‹ ! $ ' M J £ l o ; m … m G H u q u u r 7 y ł = n ª t ! « # $

‘3 ? s N 9 s $ B t J y ' = ª t u r s p y J ı 3 ˇ t : ł $ # r u = | » t G ¯ 3 ł 9 $ # ł = n ª t ! “ $ # A t t R & r r u 4 & x « ‘ B ˇ Rr t o $ t B r u

˙ ˚˚¨ $ V J ˇ ª t 7 y ł = n t ª « ! # $ ª @ ø s c % . x r u 4 N ª = n Ł s ?

Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat, dan mohonlah ampun kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan janganlah kamu berdebat (untuk membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi bergelimang dosa, mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak redhai. Dan adalah Allah Maha Meliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan. Beginilah kamu, kamu sekalian adalah orang-orang yang berdebat untuk (membela) mereka dalam Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat, dan mohonlah ampun kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan janganlah kamu berdebat (untuk membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi bergelimang dosa, mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak redhai. Dan adalah Allah Maha Meliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan. Beginilah kamu, kamu sekalian adalah orang-orang yang berdebat untuk (membela) mereka dalam

apa yang belum kamu ketahui. Dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu. (QS. an-Nisa'/4 : 105-113)

Ketiga mufassir Sayyid Quthub, az-Zuhaylî, M. Quraish Shihab dan mufassir lainnya menyebutkan sebab turun ayat di atas yang walaupun berbeda-beda namun initinya dapat disimpulkan bahwa ayat-ayat di atas turun berkenaan dengan Thu'mah bin Ubairiq dari golongan Anshar dan suku Bani Zhafar. Thu’mah mencuri baju besi pamannya yang dititipkan padanya. Baju besi itu disembunyikan pada karung tepung terigu. Karung itu sobek sehingga tepungnya berserakan dan disembunyikan pada seorang Yahudi yang bernama Zaid bin as-Samin. Mereka mencari baju besi itu pada Thu’mah tetapi tidak menemukannya. Thu’mah bersumpah dengan nama Allah bahwa dia tidak mengambilnya dan tidak tahu menahu tentang baju besi itu. Lalu mereka berjalan menelusuri tepung terigu yang berserakan itu sehingga sampai ke rumah seorang Yahudi tersebut, kemudian mereka mengambil baju besi itu. Si Yahudi itu berkata bahwa baju besi itu diberikan kepadanya oleh Thu’amh, tetapi Thu’mah mengingkarinya. Kemudian suku Bani Zhafar, sukunya Thu’mah pergi kepada Rasulullah saw. untuk memohon kepada Ketiga mufassir Sayyid Quthub, az-Zuhaylî, M. Quraish Shihab dan mufassir lainnya menyebutkan sebab turun ayat di atas yang walaupun berbeda-beda namun initinya dapat disimpulkan bahwa ayat-ayat di atas turun berkenaan dengan Thu'mah bin Ubairiq dari golongan Anshar dan suku Bani Zhafar. Thu’mah mencuri baju besi pamannya yang dititipkan padanya. Baju besi itu disembunyikan pada karung tepung terigu. Karung itu sobek sehingga tepungnya berserakan dan disembunyikan pada seorang Yahudi yang bernama Zaid bin as-Samin. Mereka mencari baju besi itu pada Thu’mah tetapi tidak menemukannya. Thu’mah bersumpah dengan nama Allah bahwa dia tidak mengambilnya dan tidak tahu menahu tentang baju besi itu. Lalu mereka berjalan menelusuri tepung terigu yang berserakan itu sehingga sampai ke rumah seorang Yahudi tersebut, kemudian mereka mengambil baju besi itu. Si Yahudi itu berkata bahwa baju besi itu diberikan kepadanya oleh Thu’amh, tetapi Thu’mah mengingkarinya. Kemudian suku Bani Zhafar, sukunya Thu’mah pergi kepada Rasulullah saw. untuk memohon kepada

Lalu turunlah ayat ini. 263 Sayyid Quthub ketika menyebutkan kisah di atas, beliau mengungkapkan

bahwa ada riwayat yang mengatakan bahwa yang mencuri baju besi itu adalah Basyir bin Ubairiq. Dalam riwayat ini Basyir adalah seorang Munafik. Az-Zuhaylî juga

dalam rangkaian penafsiran ayat-ayat di atas menukil ungkapan para ulama yang mengatakan bahwa Thu’mah dan sukunya adalah orang-orang munafik. Jika tidak, pasti mereka tidak akan meminta Rasulullah untuk memberikan tuduhan palsu bahwa si Yahudi itu pencurinya. Hal ini sesuai dengan firman Allah :

c q= ¯ª $ t B u r x 8 q= ¯ª c & r OgY B ˇi p x ‹ ˝ $ ! ' M J £ o l m ; … m G H u q u u r y 7 ł = n ª t ! « $ # @ ª ø s wq s 9 u r

4 & « x ‘ B ˇ t Rr o $ t B u r ( Nk ƒ | R r & H w ˛ )

Sekiranya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu, tentulah segolongan dari mereka berkeinginan keras untuk menyesatkanmu. Tetapi mereka tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak dapat

membahayakanmu sedikitpun kepadamu. 264

Sedangkan M. Quraish Shihab tidak menyebutkan kalau Thu’mah itu seorang munafik.

263 Sayyid Quthub, Fî Zhilâl al-Qur’ân , jld. 2, h. 751-752; az-Zuhaylî, at-Tafsîr al-Munîr , jld. 3, juz 5, h. 257; M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbâh , vol. 2, h. 551.

264 Sayyid Quthub, Fî Zhilâl al-Qur’ân, jld. 2, h. 751-752; az-Zuhayli, at-Tafsîr al-Munîr ,

Penulis lebih cenderung kepada yang diungkapkan para ulama sebagaimana dikutip oleh az-Zuhaylî bahwa Thu’mah dan sukunya adalah orang-orang munafik dengan dalil yang telah dikemukakan di atas.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa khianat merupakan sifat orang munafik. Hal ini dapat dikuatkan oleh hadits yang telah dinukil di atas yang berbunyi:

Dari Abu Hurairah, dari Nabi saw, beliau bersabda : " Tanda orang munafik itu tiga : apabila bicara dusta, apabila berjanji mengingkari dan apabila diberi amanat khianat

". (HR. Bukhari dan Muslim) 265

Dari dalil-dalil di atas, jelaslah bahwa khianat merupakan sifat orang-orang kafir dan munafik. Orang yang benar-benar beriman sudah barang tentu tidak akan memiliki sifat ini, karena ia tidak ingin memiliki sifat yang dimliki orang kafir dan orang munafik. Ini secara tidak langsung berarti larangan terhadap sifat khianat.