INFEKSI STAFILOKOKUS DI RUMAH SAKIT, ICD-9 998.5; ICD-10 T81.4 POLIKLINIK DAN RUANG PERAWATAN BEDAH

III. INFEKSI STAFILOKOKUS DI RUMAH SAKIT, ICD-9 998.5; ICD-10 T81.4 POLIKLINIK DAN RUANG PERAWATAN BEDAH

1. Identifikasi

Infeksi stafilokokus di rumah sakit, poliklinik dan ruang perawatan bedah bervariasi mulai dari lesi dalam bentuk furunkel-furunkel sederhana atau infeksi dekubitus, abses, atau luka bedah yang terinfeksi, septic phlebitis, osteomielitis kronis, pneumonia fulminan, meningitis, endokarditis atau sepsis. Infeksi stafilokokus pasca bedah merupakan ancaman potensial bagi penderita pasca bedah. Prosedur pembedahan yang semakin kompleks dengan tindakan manipulasi organ yang lebih besar dan anestesi yang lebih lama akan menunjang masuknya kuman staphylococcus. Peningkatan penggunaan alat- alat prostetik dan kateter menyebabkan peningkatan kejadian infeksi nosokomial stafilokokus. Penggunaan antimikroba yang tidak rasional dapat meningkatkan kejadian resistensi antibiotik terhadap stafilokokus.Verifikasi diagnosa didasarkan pada ditemukannya staphylococcus aureus dari isolat. Strain yang ditemukan harus kompatibel dengan gejala klinis yang ditimbulkan.

2. Penyebab Penyakit

Infeksi disebabkan oleh Staphylococcus aureus; lihat bagian I, 2 diatas. Sembilan puluh lima persen dari strain ini resisten terhadap penicillin, dan proporsi yang resisten terhadap penisilin semisintetik (misalnya methicillin) dan terhadap aminoglycosides (misalnya gentamicin) meningkat.

3. Distribusi Penyakit

Tersebar diseluruh dunia. Infeksi stafilokokus adalah penyebab sepsis terbanyak yang ditemukan dibanyak ruang perawatan rumah sakit. Ada saat-saat dimana “attack rate” cukup tinggi berupa KLB. Penyebaran infeksi di masyarakat dapat terjadi saat penderita dipulangkan dari rumah sakit.

4, 5, 6 dan 7. Reservoir, Cara Penularan, Masa Inkubasi dan Masa Penularan:

Sama dengan infeksi stafilokokus yang terjadi di masyarakat (lihat bagian 1, 4, 5, 6 dan 7 diatas).

8. Kerentanan dan kekebalan

Kerentanan dan kekebalan sama seperti yang telah diuraikan di bagian I. Meningkat dan meluasnya pemberian terapi intravena dengan pemasangan kateter permanen dan pemberian oengobatan parenteral lainnya meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi oleh stafilokokus.

9. Cara-cara pemberantasan

A. Cara-cara Pencegahan

1) Mendidik staf rumah sakit agar membiasakan menggunakan, antimikroba berspektrum sempit untuk mengobati infeksi stafilokokus yang sederhana dan pakailah antibiotika generasi berikutnya (misalnya seperti: cephalosporins hanya 1) Mendidik staf rumah sakit agar membiasakan menggunakan, antimikroba berspektrum sempit untuk mengobati infeksi stafilokokus yang sederhana dan pakailah antibiotika generasi berikutnya (misalnya seperti: cephalosporins hanya

2) Komite infeksi nosokomial di rumah sakit menekankan teknik aseptik agar dilaksanakan secara ketat dan melaksanakan program monitoring infeksi nosokomial.

3) Jarum infus harus diganti, paling sedikit setiap 72 jam; ganti lokasi vena yang ditusuk jarum infus intra vena setiap 48 jam.

B. Penanganan Penderita, Kontak dan Lingkungan Sekitarnya :

1) Laporan ke Dinas Kesehatan setempat: Wajib membuat laporan kepada Dinas Kesehatan setiap ada KLB; tidak ada laporan kasus individu; Kelas 4 (lihat tentang Pelaporan Penyakit Menular).

2) Isolasi: Isolasi dilakukan bila kuman stafilokokus diduga jumlahnya sangat banyak pada pus atau sputum dari penderita pneumonia, dalam hal seperti ini maka penderita harus ditempatkan di ruangan tersendiri; isolasi tidak perlu dilakukan jika luka tidak banyak mengeluarkan cairan, dengan catatan luka dibalut dengan rapat dan hati-hati sewaktu mengganti pembalut agar tidak terjadi kontaminasi dari lingkungan. Petugas kesehatan harus selalu mempraktekkan standar prosedur mencuci tangan, menggunakan sarung tangan karet dan mengenakan gaun pelindung.

3) Disinfeksi serentak: Disinfeksi dilakukan sama seperti pada infeksi stafilokokus di masyarakat (lihat bagian I, 9B3, diatas).

4) Karantina: Tidak ada.

5) Imunisasi pada kontak penderita: Tidak ada.

6) Investigasi terhadap kontak dan sumber penularan: Tidak praktis dilakukan untuk kasus-kasus sporadis (lihat 9C, dibawah).

7) Pengobatan spesifik: Pengobatan spesifik adalah dengan antimikroba yang sesuai dengan hasil uji sensitivitas terhadap antibiotika. Bagi penderita infeksi berat yang mengancam jiwa diobati dengan vancomycin sambil menunggu hasil pemeriksaan sensitivitas.

C. Upaya Penanggulangan Wabah :

1) Ditemukannya dua atau lebih penderita yang secara epidemiologis ada hubungannya satu sama lain sudah cukup untuk dicurigai telah terjadi penyebaran penyakit dan perlu untuk dilakukan investigasi.

2) Upaya lain sama dengan seperti yang dijelaskan pada bagian II, 9C3 diatas.

3) Lakukan evaluasi terhadap pelaksanaan teknik-teknik aseptik dan terapkan dengan ketat teknik-teknik aseptik ini.