MENINGITIS VIRAL ICD-9 047; ICD-10 A87

I. MENINGITIS VIRAL ICD-9 047; ICD-10 A87

(Meningitis Aseptik, Meningitis serosa, Meningitis non bakteriai atau Meningitis Abakterial)

(Meningitis Nonpiogenik) ICD-9 322.0; ICD-10 G03.0

1. Identifikasi

Relatif sering ditemukan namun penyakit ini jarang sekali ditemukan dengan sindroma klinis serius atau dengan penyebab virus yang multiple, ditandai dengan munculnya demam tiba-tiba dengan gejala dan tanda-tanda meningeal. Pemeriksaan likuor serebrospinal ditemukan pleositosis (biasanya mononukleosis tapi bisa juga polimorfo

nuklier pada tahap-tahap awal), kadar protein meningkat, gula normal dan tidak ditemukan bakteri. Ruam seperti rubella sebagai ciri infeksi yang disebabkan oleh virus echo dan virus coxsackie; ruam vesikuler dan petekie bisa juga timbul. Penyakit dapat berlangsung sampai 10 hari. Paresis sementara dan manifestasi ensefalitis dapat terjadi; sedangkan kelumpuhan jarang terjadi. Gejala-gejala sisa dapat bertahan sampai 1 tahun atau lebih, berupa kelemahan, spasme otot, insomnia dan perubahan kepribadian. Penyembuhan biasanya sempurna. Gejala pada saluran pencernaan dan saluran pernafasan biasanya karena infeksi enterovirus. Berbagai jenis penyakit lain disebabkan oleh bukan virus gejalanya dapat menyerupai meningitis aseptik; misalnya seperti pada meningitis purulenta yang tidak diobati dengan baik, meningitis karena TBC dan meningitis kriptokokus, meningitis yang disebabkan oleh jamur, sifilis serebrovaskuler dan LGV. Reaksi pasca infeksi dan pasca vaksinasi perlu dibedakan dengan meningitis aseptik antara lain gejala sisa akibat campak, mumps, varicella dan reaksi pasca imunisasi terhadap rabies dan cacar; gejala yang muncul biasanya tipe ensefalitis. Leptospirosis, listeriosis, sifilis, limfositik choriomeningitis, hepatitis, infeksi mononucleosis, influenza dan penyakit-penyakit lain dapat memperlihatkan gejala klinis yang sama dan penyakit- penyakit ini akan dibahas pada bab tersendiri. Pada kondisi optimal identifikasi spesifik penyakit ini dapat dibuat terhadap hampir separuh dari kasus-kasus yang ditemukan dengan menggunakan teknik serologis dan isolasi. Virus dapat diisolasi pada stadium awal penyakit dari bilas tenggorok dan tinja, kadang-kadang virus ditemukan dari likuor serebrospinal dan darah dengan teknik biakan jaringan dan inokulasi pada binatang.

2. Penyebab infeksi

Berbagai macam organisme dapat sebagai penyebab infeksi, banyak diantaranya sebagai penyebab penyakit spesifik lainnya. Banyak sekali jenis virus yang dapat menimbulkan gejala meningeal. Separuh lebih dari kasus tidak ditemukan penyebabnya. Pada waktu terjadi KLB mumps, virus ini diketahui sebagai penyebab lebih dari 25% kasus meningitis aseptik pada populasi yang tidak diimunisasi. Di Amerika Serikat enterovirus (virus picorna) diketahui sebagi penyebab dari kasus-kasus meningitis apetik yang diketahui etiologinya. Virus coxsackie grup B tipe 1-6 sebagai penyebab dari 1/3 kasus; dan echovirus tipe 2,5,6,7,9 (kebanyakan), 10, 11, 14, 18 dan 30, kira-kira sebagai penyebab separuh kasus. Virus coxsackie grup A (tipe 2,3,4,7,9 dan 10), arbovirus, campak, herpes simplex I dan virus varicella, virus Choriomeningitis limfositik, adenovirus dan virus jenis lain bertanggungjawab terhadap terjadinya kasus-kasus sporadis. Insidensi dari tipe-tipe spesifik bervariasi menurut wilayah geografis dan waktu. Leptospira bertanggungjawab terhadap lebih dari 20% kasus-kasus meningitis aseptik di berbagai wilayah di dunia ini (lihat Leptospirosis).

3. Distribusi penyakit

Tersebar di seluruh dunia, timbul sebagai kasus-kasus endemis dan sporadis. Angka insidensi yang sebenarnya tidak diketahui. Meningkatnya jumlah kasus berhubungan dengan musim, pada akhir musim panas dan awal musim semi jumlah penderita meningkat terutama yang disebabkan oleh arbovirus dan enterovirus sementara KLB meningitis aseptik yang terjadi di akhir musim dingin terutama disebabkan oleh mumps.

4., 5., 6., 7. dan 8. Reservoir, cara penularan, masa inkubasi, periode penularan, 4., 5., 6., 7. dan 8. Reservoir, cara penularan, masa inkubasi, periode penularan,

9. Cara-cara Pemberantasan

A. Upaya Pencegahan

Upaya pencegahan tergantung pada penyebab penyakit (lihat pada bab masing-masing penyakit spesifik).

B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya

1) Laporan ke kantor Instansi Kesehatan setempat: di daerah endemis tertentu penyakit ini wajib dilaporkan; di beberapa negara dan negara bagian di Amerika Serikat bukan sebagai penyakit yang harus dilaporkan, Kelas 3 B (lihat tentang pelaporan penyakit menular). Bila penyebab infeksi dapat dipastikan melalui pemeriksaan laboratorium maka didalam laporan sebutkan penyebab infeksinya; sebaliknya apabila penyebabnya tidak diketahui laporkan sebagai kasus yang tidak diketahui etiologinya.

2) Isolasi: Diagnosa pasti ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium biasanya baru didapat setelah penderita sembuh. Oleh karena itu kewaspadaan enterik sudah harus dilakukan 7 hari setelah mulai sakit, kecuali kalau diagnosa pasti sudah menyatakan bahwa penyebabnya adalah nonenterovirus.

3) Disinfeksi serentak: Tidak diperlukan kewaspadaan khusus selain menerapkan sanitasi rutin.

4) Karantina: Tidak ada.

5) Imunisasi kontak: Lihat uraian masing-masing penyakit.

6) Investigasi kontak dan sumber infeksi: Biasanya tidak dilakukan.

7) Pengobatan spesifik: Seperti halnya pada penyakit yang disebabkan oleh virus, tidak ada pengobatan spesifik.

C.

D. Implikasi bencana: Tidak ada.

E. Tindakan Internasional: Manfaatkan Kerja sama WHO.