waralaba. PP No.16 tahun 1997 tentang waralaba ini telah dicabut dan diganti dengan PP No.42 tahun 2007.
Tidak semua bisnis layak disebut bisnis franchise. Mengacu berdasarkan peraturan pemerintah Republik Indonesia No.42 tahun 2007 pasal
3, bisnis yang layak disebut franchise haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut, yaitu :
1.
Memiliki ciri khas usaha
2.
Terbukti sudah memberikan keuntungan
3. Memiliki standar atas pelayanan barang dan jasa yang ditawarkan yang
dibuat secara tertulis
4.
Mudah diajarkan dan diaplikasikan
5.
Adanya dukungan yang berkesinambungan
6.
Hak Kekayaan Intelektual yang telah terdaftar.
Apabila telah memenuhi kriteria-kriteria tersebut, maka suatu bisnis layak disebut franchise. Jika tidak, maka bisnis tersebut hanya akan disebut
sebagai bussiness opportunity. Apabila suatu perusahaan tetap menyebut diri sebagai franchise, maka sebenarnya perusahaan tersebut sudah tergolong
“franchise siluman” atau “franchise jadi-jadian”, yakni suatu business opportunity yang tidak jelas kualitasnya, tetapi disamarkan dengan label nama
franchise.
C. Jenis Franchise
Pada dasarnya franchise terbentuk ketika franchisor menjalin hubungan hukum untuk melakukan kontak kerjasama secara terpadu terhadap
merek, desain tata letak dan lain sebagainya yang berkenaan dengan kekayaan intelektual serta metode bisnis secara berkelanjutan dalam suatu periode
tertentu dengan franchisee. Menurut Santoso 2009 ada 4 jenis franchise, diantaranya yaitu :
1. Master franchise. Dalam kontak ini, franchisee juga berhak menjual hak
franchise yang dimilikinya pada peminat lain yang berada dalam wilayah tertentu.
2. Area development Program. Di sini franchisee memiliki hak
mengembangkan bisnis franchise yang bersangkutan dalam suatu wilayah tertentu, tanpa memiliki hak menjual ulang hak yang dimilikinya. Jadi
bedanya dengan master franchise hanya ada tidaknya hak untuk menjual ulang franchise yang dibelinya.
3. Joint Venture Franchise Program. Kontrak ini terjadi jika franchisor ikut
menginvestasikan dana selain memberikan dukungan manajemen dan teknis. Franchisee tetap bertugas mengembangkan dan mengoperasikan
tempat usaha yang bersangkutan. Biaya-biaya yang timbul dan keuntungan yang diperoleh akan dibagi oleh franchisor dan franchisee
sesuai dengan perjanjian. 4.
Mixed Franchise. Tipe ini terjadi jika franchisor menawarkan paket franchise yang memungkinkan franchisee yang modalnya terbatas untuk
mengelola sebagian fungsi usaha saja. Misalnya produksi dilakukan franchisor dan franchisee hanya mengelola proses penjualannya saja.
Selain paket seperti itu, franchisor tersebut biasanya juga menawarkan paket utuh kepada franchisee yang memiliki modal cukup.
Bagi pemilik usaha, pengembangan melalui franchise mempunyai tujuan utama untuk memperoleh laba dalam waktu yang lebih singkat dan
ekspansi lebih cepat dengan resiko modal yang kecil. Waralaba atau franchise sebagai salah satu alternatif dalam pengembangan usaha, tentu saja
mempunyai keuntungan dan kerugian Mendelsohn, 1997
D. Sistem Franchise
Kotler 1997, membedakan waralaba franchise berdasarkan tiga karakteristik :
1. Pemberi waralaba memiliki merek dagang atau merek jasa dalam
melisensikannya kepada pewaralaba franchisee dan imbalannya adalah pemberi royalti.
2. Pewaralaba diharuskan untuk membayar hak-hak untuk menjadi bagian
dari sistem tersebut. Akan tetapi iuran awal initial fee ini hanyalah