10
Perusahaan PT. Riau Andalan Pulp And Paper di Desa Rantau Panjang Kecamatan Koto Gasib Kabupaten Siak”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, peneliti merumuskan masalah sebagai berikut: “apakah pelaksanaan program tanggung jawab
sosial perusahaan PT. Riau Andalan Pulp And Paper di Desa Rantau Panjang Kecamatan Koto Gasib Kabupaten Siak efektif atau tidak?”
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pelaksanaan program tanggung jawab sosial perusahaan PT. Riau Andalan Pulp And Paper di
Desa Rantau Panjang Kecamatan Koto Gasib Kabupaten Siak efektif atau tidak.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dalam rangka:
1. Pengembangan konsep dan teori-teori yang berkenaan dengan program
tanggung jawab sosial perusahaan. 2.
Pengembangan kebijakan dan model pelaksanaan program tanggung jawab sosial perusahaan PT. Riau Andalan Pulp And Paper, guna meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di Desa Rantau Panjang Kecamatan Koto Gasib Kabupaten Siak, yang juga dapat diadopsi oleh perusahaan lain.
Universitas Sumatera Utara
11
1.4 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah: BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan uraian teori dan konsep yang berkaitan dengan masalah dan objek yang diteliti, sebagai berikut: Efektivitas, Tanggung Jawab
Sosial Perusahaan, Konsep-konsep yang berkaitan dengan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, Pemberdayaan Masyarakat dalam Tanggung
Jawab Sosial Perusahaan, Peranan Pekerja Sosial dalam Pelaksanaan Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, Efektivitas Pelaksanaan
Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, Kerangka Pemikiran, Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data dan teknik analisisa data.
BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini berisikan gambaran umum lokasi penelitian.
BAB V : ANALISIS DATA
Bab ini berisikan uraian data yang di peroleh dari hasil penelitian beserta
dengan analisis data. BAB VI : PENUTUP
Bab ini merupakan bab penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian.
Universitas Sumatera Utara
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Efektivitas 2.1.1 Pengertian Efektivitas
Pengertian efektivitas mempunyai arti yang berbeda-beda bagi setiap orang, tergantung pada kerangka acuan yang dipakainya. Mengingat keanekaragaman
pendapat mengenai sifat dan komposisi dari efektivitas, maka tidaklah mengherankan jika terdapat sekian banyak pertentangan pendapat sehubungan
dengan cara meningkatkannya, cara mengaturnya, bahkan cara menentukan indikator efektivitas. Efektivitas merupakan taraf sampai sejauh mana peningkatan
kesejahteraan manusia dengan adanya suatu program tertentu, karena kesejahteraan manusia merupakan tujuan dari proses pembangunan. Untuk mengetahui tingkat
kesejahteraan tersebut dapat dilakukan dengan mengukur beberapa indikator spesial seperti; pendapatan, pendidikan ataupun rasa aman dalam mengadakan pergaulan
Soekanto, 1989:48. Efektivitas berasal dari kata efektif, batasan konsep ini sulit untuk diperinci,
karena masing‐masing disiplin ilmu memberikan pengertian sendiri. Bagi seorang ahli ekonomi atau analis keuangan, efektivitas semakna dengan keuntungan, atau
laba investasi Bagi seorang manajer produksi, efektivitas seringkali berarti kuantitas keluaran output barang atau jasa. Bagi seorang ilmuwan bidang riset, efektivitas
dijabarkan dengan jumlah paten, penamaan atau produk baru suatu organisasi. Bagi sejumlah sarjana ilmu sosial efektivitas sering kali ditinjau dari sudut kualitas
kehidupan bekerja Streers, 1980: 1.
Universitas Sumatera Utara
13
Tindakan yang efektif adalah tindakan pencapaian tujuan tanpa memperhitungkan bagaimana atau seberapa pengorbanan yang diberikan atau
ditimbulkan, asalkan tujuan dapat tercapai. Dengan demikian dapat terjadi penghamburan usaha tenaga, waktu, fikiran, ruang benda dan uang dari yang
melaksanakan pekerjaan. Menurut pengertian tersebut, efektivitas adalah kemampuan untuk memilih sasaran yan tepat.
Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan. Efektivitas disebut juga efektif, apabila tercapainya tujuan atau
sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Hal tersebut sesuai dengan pengertian efektivitas menurut Hidayat 1986 yang menjelaskan bahwa: “Efektivitas adalah
suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target kuantitas, kualitas dan waktu yang telah tercapai. Dimana makin besar presentase target yang dicapai, makin tinggi
efektivitasnya” Hidayat, dalam http:blog.wordPress.Comdefenisidanpengertian efektifitas28Maret2009.
Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang
atas jasa kegiatan yang dijalankannya. Efektivitas menunjukan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkannya. Jika hasil kegiatan semakin
mendekati sasaran, berarti makin tinggi efektivitasnya Siagian, 2001: 24. Pada dasarnya, dikemukakan bahwa cara yang terbaik untuk meneliti
efektivitas ialah memperhatikan secara serempak tiga buah konsep yang saling berhubungan, diantaranya adalah paham mengenai optimal tujuan, prespektif
sistematika, tekanan pada segi tingkah laku manusia dalam susunan organisasi. Efektivitas dijabarkan berdasarkan kapasitas suatu organisasi untuk memperoleh dan
Universitas Sumatera Utara
14
memanfaatkan sumber daya yang langka dan berharga secara sepandai mungkin dalam usahanya mengejar tujuan operasi dan operasionalnya Streers, 1980:4-5.
Efektivitas menunjukkan kemampuan suatu perusahaan dalam mencapai sasaran yang telah ditetapkan secara tepat. Pencapaian sasaran yang telah ditetapkan
dan ukuran maupun standar yang berlaku mencerminkan suatu perusahaan tersebut telah memperhatikan efektivitas operasionalnya. Terdapat beberapa cara pengukuran
terhadap efektivitas, sebagai berikut: 1.
Keberhasilan program 2.
Keberhasilan sasaran 3.
Kepuasan terhadap program 4.
Tingkat input dan output 5.
Pencapaian tujuan menyeluruh Campbell, 1989:121. Sementara menurut Gibson, efektivitas organisasi dapat diukur sebagai berikut:
1. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai
2. Kejelasan strategi pencapaian tujuan
3. Proses analisis dan perumusan kebijaksanaan yang mantap
4. Perencanaan yang matang
5. Penyusunan program yang tepat
6. Tersedianya sarana dan prasarana
7. Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik Gibson,
dalam Tangkilisan, 2005:65 Definisi-definisi tersebut menilai efektivitas dengan menggunakan tujuan akhir atau
tujuan yang diinginkan. Kenyataan dalam upaya mencapai tujuan akhir, perusahaan harus mengenali kondisi-kondisi yang dapat menghalangi tercapainya tujuan,
Universitas Sumatera Utara
15
sehingga dapat diterima pandangan yang menilai efektivitas organisasi sebagai ukuran seberapa jauh sebuah organisasi berhasil mencapai tujuan yang layak dicapai.
2.1.2 Pendekatan terhadap Efektivitas
Pendekatan terhadap efektivitas dilakukan dengan bagian yang berbeda, dimana perusahaan mendapatkan input berupa berbagai macam sumber dari
lingkungannya. Kegiatan dan proses internal yang terjadi dalam perusahaan mengubah input menjadi output atau program yang kemudian dilemparkan kembali
kepada lingkungannya. Pendekatan terhadap efektifitas terdiri dari: 1.
Pendekatan Sasaran Pendekatan ini mencoba mengatur sejauh mana suatu perusahaan berhasil
merealisasikan sasaran yang hendak dicapai. Pendekatan sasaran dalam pengukuran efektivitas dimulai dengan identifikasi sasaran organisasi dan
mengukur tingkat keberhasilan organisasi dalam mencapai sasaran tersebut. Sasaran yang perlu di perhatikan dalam pengukuran efektifitas ini adalah
sasaran yang realistis untuk memberikan hasil maksimal berdasarkan sasaran resmi dengan memperhatikan permasalahan yang ditimbulkan. Dan
memusatkan perhatian terhadap asperk output, yaitu dengan mengukur keberhasilan program dalam mencapai tingkat output. Pendekatan sasaran
dapat direalisasikan apabila organisasi mampu melakukan pendekatan kepada warga binaaan sosial dalam mengarahkan kepada tujuan yang ingin dicapai
yaitu semua warga binaan sosial dapat berfungsi sosial. 2.
Pendekatan Sumber Pendekatan sumber mengukur efektivitas melalui keberhasilan suatu
perusahaan dalam mendapatkan berbagai macam sumber yang dibutuhkan.
Universitas Sumatera Utara
16
Suatu organisasi harus dapat memperoleh berbagai macam sumber dan juga memelihara keadaan dan sistem agar dapat menjadi efektif. Pendekatan ini
didasarkan pada teori mengenai keterbukaan sistem suatu organisasi terhadap lingkungannya, karena perusahaan mempunyai hubungan yang merata dengan
lingkungannya dimana dari lingkungan diperoleh sumber-sumber yang merupakan input lembaga tersebut dan output yang dihasilkan juga
dilemparkannya pada lingkungannya. Sementara itu sumber-sumber yang terdapat pada lingkungan sering kali bersifat langka dan bernilai tinggi.
Pendekatan sumber dalam organisasi dapat di ukur dari seberapa jauh hubungan antara warga binaan sosial dengan lingkungan sekitarnya.
3. Pendekatan Proses
Pendekatan proses menganggap efektivitas sebagai defenisi dan kondisi kesehatan dari suatu organisasi. Pada organisasi yang efektif, proses internal
berjalan dengan lancar dimana kegiatan bagian-bagian yang ada berjalan secara terkoordinasi. Pendekatan ini tidak memperhatikan lingkungan melainkan
memusatkan perhatian terhadap kegiatan yang dilakukan terhadap berbagai sumber yang dimiliki organisasi, yang menggambarkan tingkat efesiensi serta
kesehatan organisasi. Tujuan dari pada pendekatan proses yang dilakukan organisasi adalah bagaimana organisasi mampu menggunakan semua program
secara terkoordinir dengan baik kepada warga binaan Cunningham, 1978: 635.
2.1.3 Masalah dalam Pengukuran Efektivitas
Kesulitan menilai efektivitas disebabkan oleh beberapa masalah yang tak terpisahkan dari model yang sekarang ada mengenai keberhasilan organisasi.
Universitas Sumatera Utara
17
Masalah-masalah pengukuran ini sangat beraneka ragam baik dalam sifat maupun titik asal mereka. Adapun masalah-masalah dalam pengukuran efektivitas yang
dimaksudkan adalah sebagai berikut: 1.
Masalah kesahihan susunan. Maksud susunan disini adalah suatu hipotesis yang abstrak sebagai lawan dari
yang kongkrit mengenai hubungan antara beberapa variabel yang saling berhubungan. Ia mengungkapkan keyakinan bahwa variabel-variabel tersebut
bersama-sama membentuk suatu keseluruhan yang utuh. 2.
Masalah stabilitas kriteria Artinya bahwa banyak kriteria evaluasi yang digunakan ternyata relatif tidak
stabil setelah beberapa waktu. Yaitu kriteria yang dipakai untuk mengukur efektivitas pada suatu waktu mungkin tidak tepat lagi atau menyesatkan pada
waktu berikutnya. Kriteria tersebut berubah-ubah tergantung pada permintaan, kepentingan dan tekanan-tekanan ekstern.
3. Masalah perspektif waktu.
Masalah yang ada hubungannya dengan hal diatas adalah perspektif waktu yang dipakai orang pada waktu menilai efektivitas. Masalah bagi mereka yang
mempelajari manajemen adalah cara yang terbaik menciptakan keseimbangan antara kepentingan jangka pendek dengan kepentingan jangka panjang, dalam
usaha mempertahankan stabilitas dan pertumbuhan dalam perjalanan waktu. 4.
Masalah kriteria ganda. Seperti ditunjukkan sebelumnya, keuntungan utama dari ancangan multivariasi
dalam evaluasi efektivitas adalah sifatnya yang komprehensif, memadukan beberapa faktor kedalam suatu kerangka yang kompak. Hal yang terpenting
adalah bahwa jika menerima kriteria tersebut untuk efektivitas, maka
Universitas Sumatera Utara
18
organisasi menurut defenisinya tidak dapat menjadi efektif, mereka tidak dapat memaksimalkan kedua dimensi tersebut secara serempak.
5. Masalah ketelitian pengukuran.
Pengukuran terdiri dari peraturan atau prosedur untuk menentukan beberapa nilai atribut dalam rangka agar atribut-atribut ini dapat dinyatakan secara
kuantitatif. Jadi, berbicara mengenai pengukuran efektivitas organisasi, dianggap ada kemungkinan menentukan kuantitas dari konsep ini secara
konsisten dan tetap. Tetapi penentuan kuantitas atau pengukuran demikian sering sulit karena konsep yang diteliti rumit dan luas. Dihadapkan dengan
masalah tersebut, orang harus berusaha mengenali kriteria yang dapat diukur dengan kesalahan minimum atau berusaha mengendalikan pengaruh yang
menyesatkan dalam proses analisis. 6.
Masalah kemungkinan generalisasi Apabila berbagai masalah pengukuran diatas dapat dipecahkan, masih akan
timbul persoalan mengenai seberapa jauh orang dapat menyatakan kriteria evaluasi yang dihasilkannya dapat berlaku juga pada organisasi lainnya. Jadi,
pada waktu memilih kriteria orang harus memperhatikan tingkat konsistensi kriteria tersebut dengan tujuan dan maksud organisasi yang sedang dipelajari.
7. Masalah relevansi teroitis.
Tujuan utama dari setiap ilmu adalah merumuskan teori-teori dan model-model yang secara tepat mencerminkan sifat subyek yang dipelajari. Jadi, dari sudut
pandang teoritis harus diajukan pertanyaan yang logis sehubungan dengan relevansi model-model tersebut. Jika model tersebut tidak membantu kita
dalam memahami proses, struktur dan tingkah laku organisasi, maka mereka kurang bernilai pandang dari sudut teoritis.
Universitas Sumatera Utara
19
8. Masalah tingkat analisis
Kebanyakan model efektivitas hanya menggarap tingkat makro saja, membahas gejala keseluruhan organisasi dalam hubungannya dengan efektivitas tetapi
mengabaikan hubungan yang kritis antara tingkah laku individu dengan persoalan yang lebih besar yaitu keberhasilan organisasi. Jadi, hanya ada
sedikit integrasi antar model makro dengan apa yang dapat kita sebut model mikro dari karya dan efektivitas Steers, 1980: 61-64.
Berdasarkan uraian efektivitas tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa efektivitas adalah tingkat pencapaian tujuan atau sasaran organisasional sesuai yang
ditetapkan. Efektivitas adalah seberapa baik pekerjaan yang dilakukan dan sejauh mana perusahaan menghasilkan keluaran sesuai dengan yang diharapkan. Ini dapat
diartikan, apabila sesuatu pekerjaan dapat dilakukan dengan baik sesuai dengan yang direncanakan. Oleh karena itu, dalam menentukan efektivitas tanggung jawab sosial
perusahaan pada penelitian ini, dapat diukur melalui indikator sebagai berikut : 1.
Pemahaman program 2.
Ketepatan sasaran 3.
Ketepatan waktu 4.
Tercapainya target 5.
Tercapainya tujuan 6.
Perubahan nyata
2.2 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan 2.2.1 Pengertian Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Tanggung jawab sosial perusahaan adalah bahwa perusahaan bertanggung jawab atas setiap tindakannya yang berpengaruh terhadap masyarakat dan
Universitas Sumatera Utara
20
lingkungannya, dalam melakukan tanggung jawab sosial keuntungan perusahaan tentunya berkurang. Namun bukan berarti dengan melakukan tanggung jawab sosial
perusahaan tidak untung. Tanggung jawab sosial yang dilakukan perusahaan memerlukan usaha yang menyeimbangkan antara biaya yang dikeluarkan dan
manfaat yang diperoleh. Tanggung jawab sosial modern yang berkembang memiliki fungsi essensial yaitu melakukan tugasnya untuk kemasyarakatan sosial dan
mempunyai dampak yang luas terhadap masyarakat http:sugengfitriyono.blogspot .com201105blog-post.html.
World Business Council for Sustainable Development memberikan definisi Tanggung Jawab Sosial atau Corporate Social Responsibility sebagai: “business
commitment to contribute to sustainable economic development, working with employees, their families, the local community, and society at large to improve their
quality of life”, yaitu komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, bekerjasama dengan para pegawai,
keluarga mereka, komunitas lokal, dan masyarakat luas untuk meningkatkan kualitas hidup bersama.
Lebih lanjut lagi World Business Council menambahkan: “Continuing commitment by business to behave ethically and contribute to economic development
while improving the quality of life of the workforce and their families as well as of the local community and society at large”, yaitu komitmen dunia usaha yang terus-
menerus untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan
dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas World Business Council, dalam http:bismar.wordpress.com2009
1223tanggungjawab-sosial-perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
21
Tidak ada pengertian tunggal mengenai konsep tanggung jawab sosial, akan tetapi dapat diartikan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan merupakan komitmen
dari pelaku usaha untuk memberikan perhatian terhadap kesejahteraan karyawannya dan bertindak adil terhadap berbagai pihak yang terkait dengan aktivitasnya, serta
dengan iklas menyisihkan sebagian dari hasil usahanya untuk membiayai dan secara langsung atau tidak langsung melakukan program-program yang bermanfaat bagi
peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat. Artinya adalah pelaku usaha harus memiliki niat yang baik atau komitmen untuk menyisihkan sebagian dari hasil usaha
atau keuntungan perusahaannya serta bertanggung jawab dalam berlangsungnya berbagai program atau aktivitas yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat
secara signifikan Siagian dan Suriadi, 2010: 99.
2.2.2 Sejarah Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Tanggung jawab sosial perusahaan lahir dari desakan masyarakat atas perilaku perusahaan mengabaikan tanggung jawab sosial seperti perusakan lingkungan,
eksploitasi sumber daya alam, tidak membayar pajak dan menindas buruh. Pendeknya perusahaan berdiri secara diametral dengan kehidupan sosial.
Tanggung jawab sosial korporasi telah menjadi pemikiran para pembuat kebijakan sejak lama. Bahkan dalam Kode Hammurabi 1700-an SM yang berisi
282 hukum telah memuat sanksi bagi para pengusaha yang lalai dalam menjaga kenyamanan warga atau menyebabkan kematian bagi pelanggannya. Dalam Kode
Hammurabi disebutkan bahwa hukuman mati diberikan kepada orang-orang yang menyalah gunakan ijin penjualan minuman, pelayanan yang buruk dan melakukan
pembangunan gedung di bawah standar sehingga menyebabkan kematian orang lain.
Universitas Sumatera Utara
22
Pada Tahun 1940-an pengembangan masyarakat, secara resmi istilah pengembangan masyarakat dipergunakan di Inggris 1948 untuk mengganti istilah
pendidikan massa. Di Amerika Serikat pengembangan masyarakat berakar dari disiplin pendidikan ditingkat pedesaan, sedangkan diperkotaan dikembangkan
organisasi komunitas yang bersumber dari ilmu kesejahteraan sosial dan diawali pada tahun 1873. Pengembangan masyarakat merupakan pembangunan alternatif
yang komprehensif serta berbasis komunitas dan dapat melibatkan pemerintah, swasta, dan lembaga non pemerintah, dari segi tujuan bisa bersifat spesifik tidak
selalu multi-tujuan. Pengembangan masyarakat semakin menjadi kebutuhan tidak saja bagi
masyarakat, tetapi juga perusahaan. Perusahaan bukan lagi merupakan kesatuan yang independen dan terisolasi, sehingga manajer tidak hanya bertanggung jawab kepada
pemilik tetapi juga kepada kepentingan yang lebih luas yang membentuk dan mendukungnya dari lingkungan sekitarnya. Dalam mengejar tujuan ekonomisnya,
perusahaan menimbulkan berbagai konsekuensi sosial lainnya, baik kemanfaatan keamanan, kenyamanan, dan kemakmuran bagi masyarakat maupun biaya sosial
degradasi potensi sumberdaya lingkungan, limbah dan pencemaran. Perkembangan lebih lanjut, konsep community development mempunyai kontribusi yang signifikan
terhadap tanggung jawab sosial perusahaan. Literatur-literatur awal yang membahas tanggung jawab sosial perusahaan pada
tahun 1950-an menyebut tanggung jawab sosial perusahaan sebagai Social Responsibility. Tidak disebutkannya kata corporate dalam istilah tersebut
kemungkinan besar disebabkan pengaruh dan dominasi korporasi modern belum terjadi atau belum disadari. Menurut Howard R. Bowen dalam bukunya: “Social
Responsibility of The Businessman” dapat dianggap sebagai tonggak bagi tanggung
Universitas Sumatera Utara
23
jawab sosial perusahaan modern, dalam buku itu Bowen 1953 memberikan definisi awal dari tanggung jawab sosial perusahaan sebagai: “… obligation of businessman
to pursue those policies, to make those decision or to follow those line of action wich are desirable in term of the objectives and values of our society” Bowen, dalam
http:csrjatim.org2datasejarah-csr.pdf .
Walaupun judul dan isi buku Bowen bias gender hanya menyebutkan businessman tanpa mencantumkan businesswoman, sejak penerbitan buku tersebut
definisi tanggung jawab sosial perusahaan yang diberikan Bowen memberikan pengaruh besar kepada literatur-literatur tanggung jawab sosial perusahaan yang
terbit setelahnya. Sumbangsih besar pada peletakan fondasi tanggung jawab sosial perusahaan tersebut membuat Bowen pantas disebut sebagai “Bapak tanggung jawab
sosial perusahaan”. Pada tahun 1960-an banyak usaha dilakukan untuk memberikan formalisasi
definisi tanggung jawab sosial perusahaan. Salah satu akademisi tanggung jawab sosial perusahaan yang terkenal pada masa itu adalah Keith Davis. Davis dikenal
karena berhasil memberikan pandangan yang mendalam atas hubungan antara tanggung jawab sosial perusahaan dengan kekuatan bisnis. Davis mengutarakan
“Iron Law of Responsibility” yang menyatakan bahwa tanggung jawab sosial pengusaha sama dengan kedudukan social yang mereka miliki social responsibilities
of businessmen need to be commensurate with their social power. Sehingga, dalam jangka panjang, pengusaha yang tidak menggunakan kekuasaan dengan
bertanggungjawab sesuai dengan anggapan masyarakat akan kehilangan kekuasaan yang mereka miliki sekarang. Kata corporate mulai dicantumkan pada masa ini. Hal
ini bisa jadi dikarenakan sumbangsih Davis yang telah menunjukkan adanya
Universitas Sumatera Utara
24
hubungan yang kuat antara tanggung jawab sosial dengan korporasi http:csrjatim. org2data sejarah-csr.pdf
.
Tahun 1962, Rachel Carlson menulis buku yang berjudul “Silent Spring”. Buku tersebut dianggap memberikan pengaruh besar pada aktivitas pelestarian alam. Buku
tersebut berisi efek buruk penggunaan DDT sebagai pestisida terhadap kelestarian alam, khususnya burung. DDT menyebabkan cangkang telur menjadi tipis dan
menyebabkan gangguan reproduksi dan kematian pada burung. Silent Spring juga menjadi pendorong dari pelarangan penggunaan DDT pada tahun 1972. Selain
penghargaan Silent Spring juga menuai banyak kritik dan dinobatkan sebagai salah satu ”buku paling berbahaya abad ke-19 dan ke-20” versi majalah Human Events.
Tahun 1963, Joseph W. McGuire 1963 memperkenalkan istilah Corporate Citizenship. McGuire menyatakan bahwa: “The idea of social responsibilities
supposes that the corporation has not only economic and legal obligations but also certain responsibilities to society which extend beyond these obligations”. McGuire
kemudian menjelaskan lebih lanjut kata “beyond” dengan menyatakan bahwa korporasi harus memperhatikan masalah politik, kesejahteraan masyarakat,
pendidikan, “kebahagiaan”
karyawan dan seluruh permasalahan sosial kemasyarakatan lainnya. Oleh karena itu korporasi harus bertindak “baik,” sebagai
mana warga negara yang baik McGuire, dalam http:csrjatim.org2data sejarah- csr.pdf
.
Tahun 1971, Committee for Economic Development menerbitkan Social Responsibilities of Business Corporations. Penerbitan yang dapat dianggap sebagai
code of conduct bisnis tersebut dipicu adanya anggapan bahwa kegiatan usaha memiliki tujuan dasar untuk memberikan pelayanan yang konstruktif untuk
memenuhi kebutuhan dan kepuasan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
25
Committee for Economic Development merumuskan tanggung jawab sosial perusahaan dengan menggambarkannya dalam lingkaran konsentris. Lingkaran
dalam merupakan tanggungjawab dasar dari korporasi untuk penerapan kebijakan yang efektif atas pertimbangan ekonomi profit dan pertumbuhan; lingkaran tengah
menggambarkan tanggung jawab korporasi untuk lebih sensitive terhadap nilai-nilai dan prioritas sosial yang berlaku dalam menentukan kebijakan mana yang akan
diambil; lingkaran luar menggambarkan tanggung jawab yang mungkin akan muncul seiring dengan meningkatnya peran serta korporasi dalam menjaga lingkungan dan
masyarakat. Tahun 1970-an juga ditandai dengan pengembangan definisi tanggung jawab
sosial perusahaan. Dalam artikel yang berjudul “Dimensions of Corporate Social Performance”, S. Prakash Sethi memberikan penjelasan atas perilaku korporasi yang
dikenal dengan social obligation, social responsibility, dan social responsiveness. Dalam hal ini social obligatioan hanya menekankan pada aspek ekonomi dan hukum
saja. Social responsibility merupakan perilaku korporasi yang tidak hanya menekankan pada aspek ekonomi dan hukum saja tetapi menyelaraskan social
obligation dengan norma, nilai dan harapan kinerja yang dimiliki oleh lingkungan sosial.
Social responsivenes merupakan perilaku korporasi yang secara responsif dapat mengadaptasi kepentingan sosial masyarakat. Social responsiveness merupakan
tindakan antisipasi dan preventif. Sesuai dengan pemaparan Sethi dapat disimpulkan bahwa social obligation bersifat wajib, social responsibility bersifat anjuran dan
social responsivenes bersifat preventif. Dimensi kinerja social yang dipaparkan Sethi juga mirip dengan konsep lingkaran konsentris yang dipaparkan oleh Committee for
Economic Development.
Universitas Sumatera Utara
26
Tahun 1980-an, era ini ditandai dengan usaha-usaha yang lebih terarah untuk lebih mengartikulasikan secara tepat apa sebenarnya corporate responsibility.
Walaupun telah menyinggung masalah coorporate social responsibility pada 1954, Peter F. Drucker baru mulai membahas secara serius bidang tanggung jawab sosial
perusahaan pada tahun 1984, Drucker berpendapat: “But the proper ‘social responsibility’ of business is to tame the dragon, that is to turn a social problem into
economic opportunity and economic benefit, into productive capacity, into human competence, into well-paid jobs, and into wealth”, dalam hal ini, Drucker telah
melangkah lebih lanjut dengan memberikan ide baru agar korporasi dapat mengelola aktivitas coorporate social responsibility yang dilakukannya dengan sedemikian rupa
sehingga tetap akan menjadi peluang bisnis yang menguntungkan Drucker, dalam http:csrjatim.org2datasejarah-csr.pdf
.
Tahun 1987, Persatuan Bangsa-Bangsa melalui World Commission on Environment and Development menerbitkan laporan yang berjudul “Our Common
Future” juga dikenal sebagai Brundtland Report untuk menghormati Gro Harlem Brundtland yang menjadi ketua World Commission on Environment and
Development waktu itu. Laporan tersebut menjadikan isu lingkungan sebagai agenda politik yang pada akhirnya bertujuan mendorong pengambilan kebijakan
pembangunan yang lebih sensitif pada isu lingkungan. Laporan ini menjadi dasar kerjasama multilateral dalam rangka melakukan pembangunan berkelanjutan.
Earth Summit dilaksanakan di Rio de Janeiro pada 1992. Dihadiri oleh 172 negara dengan tema utama Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan.
Menghasilkan Agenda 21, Deklarasi Rio dan beberapa kesepakatan lainnya. Hasil akhir dari pertemuan tersebut secara garis besar menekankan pentingnya eco-
Universitas Sumatera Utara
27
efficiency dijadikan sebagai prinsip utama berbisnis dan menjalankan pemerintahan http:csrjatim.org2datasejarah-csr.pdf.
2.2.3 Dasar Hukum Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia
Tanggung jawab sosial perusahaan di Indonesia telah diatur dalam beberapa perundang-undangan, yaitu:
1. Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 1995, dimana pasal dua butir satu
menyatakan bahwa wajib pajak organisasi ataupun orang pribadi dapat menyumbangkan sampai dengan setinggi-tingginya 2 dari keuntungan atau
penghasilan setelah pajak penghasilan yang diperoleh dalam satu tahun pajak yang digunakan bagi pemberdayaan keluarga prasejahtera dan keluarga
sejahtera satu. 2.
Keputusan presiden Nomor 92 Tahun 1996, diubah menjadi: wajib pajak organisasi ataupun orang pribadi wajib memberikan kontribusi bagi
pemberdayaan keluarga yang belum sejahtera dan keluarga sejahtera satu sebanyak dua persen dari keuntungan setelah pajak penghasilan dalam satu
tahun pajak. 3.
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003, dimana pasal dua butir e menyatakan bahwa BUMN harus terlibat aktif memberikan bimbingan dan kontribusi
kepada perusahaan lemah, koperasi, dan masyarakat. 4.
Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-236MBU.2003, mewajibkan BUMN untuk mengimplementasikan program kerjasama dan program pengembangan
lingkungan.
Universitas Sumatera Utara
28
5. Surat edaran Menteri BUMN Nomor SE-433MBU2003, menyatakan bahwa
BUMN diwajibkan membentuk bagian tersendiri yang secara khusus mengelola program pembinaan lingkungan.
6. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007, dimana pasal 15 butir b menyatakan
bahwa setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan; Pasal 17 menyatakan bahwa penanam modal yang
memanfaatkan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui wajib menyediakan biaya secara bertahap untuk pemulihan lingkungan; Pasal 34
menyatakan bahwa perusahaan yang tidak melaksanakan kewajiban program tanggung jawab sosial akan dikenai hukuman yang bersifat administratif.
7. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 dimana ayat satu menyatakan bahwa
perusahaan yang menjalankan aktivitas ekonominya disektor dan atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib mengimplementasikan tanggung
jawab sosial perusahaan bagi masyarakat setempat dan lingkungan; ayat dua menyatakan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan bagi masyarakat
setempat dan linkungan adalah kewajiban perusahaan yang diperuntukkan dan diperhitungkan sebagai biaya perusahaan yang pelaksanaannya dilakukan
dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran; dan ayat tiga menyatakan bahwa perusahaan yang tidak menjalankan kewajiban dikenakan hukuman
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku Siagian dan Suriadi, 2010:27-29.
Universitas Sumatera Utara
29
2.3 Konsep-konsep yang Berkaitan dengan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
2.3.1 Pengelolaan Perusahaan yang Baik
Dalam melakukan usahanya perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban yang bersifat ekonomis dan legal, namun juga kewajiban yang bersifat etis. Etika
bisnis merupakan tuntutan perilaku bagi dunia usaha untuk bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang boleh, dan mana yang tidak boleh
dilakukan. Untuk mengejar keuntungan semaksimal mungkin tentu mudah terjadi pelanggaran etika, yaitu pelanggaran asas-asas etika umum atau kaidah-kaidah dasar
moral yang di antaranya: 1.
Asas kewajiban berbuat baik 2.
Asas kewajiban tidak berbuat yang menimbulkan madharat 3.
Asas menghormati otonomi manusia 4.
Asas berlaku adil Dalam upaya mencegah pelanggaran terhadap asas-asas etika umum atau
kaidah-kaidah dasar moral tersebut, tentu diperlukan pengelolaan perusahaan yang baik. Asas-asas yang dikembangkan dan dilaksanakan dalam pengelolaan perusahaan
yang baik merupakan rujukan bagi perilaku para pelaku usaha. Agar harapan yang baik ini dapat terjadi maka konsep good corporate governance dengan segala asas-
asasnya harus dimasukkan dalam kebijakan perusahaan dan implementasinya Siagian dan Suriadi, 2010: 32.
Indonesia telah memiliki pedoman good corporate governance yang disusun oleh Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance. Perusahaan yang
menerapan good corporate governance secara konsisten akan mendapatkan manfaat, selain kinerja perusahaan yang terus membaik, harga saham dan citra perusahaan
Universitas Sumatera Utara
30
terus terdongkrak, bahkan kredibilitas perusahaan terus meningkat. Governance berada dalam keadaan yang baik apabila terdapat sinergi diantara pemerintah, sektor
swasta dan komunitas sipil dalam pengelolaan sumber-sumber alam, sosial, lingkungan dan ekonomi Rudito dan Famiola, 2007:168.
Lebih rinci lagi, terdapat lima prinsip pengelolaan perusahaan yang baik yang oleh para pelaku usaha dapat dijadikan sebagai acuan diantaranya adalah:
1. Prinsip Keterbukaan
Prinsip menuntut keterbukaan atas informasi. Perusahaan dituntut memiliki kerelaan dan kemampuan, memberikan informasi yang lengkap, benar atau
akurat, dan tepat waktu kepada semua pemangku kepentingan. 2.
Prinsip Akuntabilitas Prinsip ini menuntut perwujudan atas kejelasan berkenaan dengan fungsi,
struktur, sistem, dan pertanggungjawaban elemen perusahaan. Apabila prinsip ini diterapkan secara efektif, maka akan ada kejelasan akan fungsi, hak,
kewajiban, dan wewenang serta tanggungjawab antara pemegang saham, dewan komisaris dan dewan direksi.
3. Prinsip Pertanggungjawaban
Bentuk pertanggungjawaban perusahaan adalah kepatuhan perusahaan terhadap peraturan yang berlaku, termasuk masalah pajak, hubungan industrial,
kesehatan dan keselamatan kerja, perlindungan lingkungan hidup, dan memelihara lingkungan bisnis yang kondusif bersama masyarakat.
Implementasi penerapan prinsip ini diharapkan akan menyadarkan perusahaan bahwa dalam kegiatan operasionalnya, perusahaan juga mempunyai peran
untuk bertanggungjawab selain kepada pemegang saham juga kepada seluruh pemangku kepentingan.
Universitas Sumatera Utara
31
4. Prinsip Kemandirian
Prinsip ini mensyaratkan agar perusahaan dikelola secara professional tanpa ada benturan kepentingan dan tanpa tekanan atau intervensi dari pihak
manapun yang tidak sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku. 5.
Prinsip Kesetaraan dan Kewajaran Prinsip ini menuntut adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak setiap
pemangku kepentingan. Prinsip ini diharapkan dapat menjadi faktor pendorong yang dapat memonitor dan memberikan jaminan perlakuan yang adil di antara
beragam kepentingan dalam perusahaan Hasmadillah, dalam Siagian dan Suriadi, 2005: 33-34.
Penerapan tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility merupakan salah satu bentuk implementasi dari konsep good corporate
governance. Sebagai etitas bisnis yang bertanggung jawab kepada masyarakat dan lingkungannya, perusahaan harus bertindak sebagai good citized yang merupakan
tuntutan dari good business ethics.
2.3.2 Pembangunan Berkelanjutan
Perkembangan corporate social responsibility tidak bisa terlepas dari konsep pembangunan berkelanjutan, definisi pembangunan berkelanjutan menurut The
World Commission On Environment and Development yang lebih dikenal dengan The Brundtland Comission, bahwa pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan
yang dapat memenuhi kebutuhan manusia saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhan.
The Brundtland Comission dibentuk untuk menanggapai keprihatinan yang semakin meningkat dari para pemimpin dunia terutama menyangkut peningkatan
Universitas Sumatera Utara
32
kerusakan lingkungan hidup dan sumber daya alam yang semakin cepat. Selain itu komisi ini juga dibentuk untuk mencermati dampak kerusakan lingkungan hidup dan
sumber daya alam terhadap ekonomi dan pembangunan sosial. Oleh karena itu, konsep sustainability development dibangun diatas tiga pilar yang berhubungan dan
saling mendukung satu dengan lainnya, ketiga pilar tersebut adalah sosial, ekonomi dan lingkungan. Oleh karena itu, yang harus dilakukan oleh seluruh negara dalam
pelaksanaan pembangunannya adalah dengan memasukkan keberlanjutan sosial kedalam perangkat kebijakan, sehingga tujuan dari masing-masing negara dalam
usaha meningkatkan taraf hidup komunitasnya dapat disejajarkan antara satu dengan lainnya. Pembangunan yang berkelanjutan, yang artinya memenuhi kebutuhan saat
ini dengan menguasahakan keberlanjutan pemenuhan kebutuhan bagi generasi selanjutnya. Artinya untuk memberikan kesempatan kepada generasi selanjutnya
dalam memenuhi kebutuhannya, bukan dalam bentuk saving sumber daya alam, akan tetapi dalam bentuk ahli teknologi.
Pembangunan yang berkelanjutan tidak akan dapat berjalan dengan baik apabila tidak memperhatikan aspek kemanusiaanya, perhatian terhadap aspek
manusia merupakan sasaran untuk menuju kemasa depan yang berkelanjutan. Pembangunan yang berkelanjutan juga dipengaruhi oleh aspek internal yaitu
peningkatan kualitas manusia secara etika seperti pendidikan, kesehatan, rasa empati, saling menghargai dan kenyamanan baik spritual, emosional maupun
intelektual Rudito dan Famiola, 2007: 205.
2.3.3 Millenium Development Goals
Tujuan pembangunan milenium merupakan upaya internasional dan nasional untuk memenuhi kebutuhan kesejahteraan rakyat dan meningkatkan kualitas sumber
Universitas Sumatera Utara
33
daya manusia. Negara-negara keanggotaan Perserikatan Bangsa Bangsa kemudian mengadopsi millenium development goals. Seluruh negara yang tergabung dalam
Perserikatan Bangsa Bangsa merasa perlu melakukan sesuatu untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut. Sebanyak 189 negara anggota Perserikatan
Bangsa Bangsa, termasuk Indonesia yang sebagian besar diwakili oleh kepala pemerintahan sepakat untuk mengadopsi Deklarasi Milenium.
Pembangunan milenium mempunyai delapan tujuan yang ingin dicapai pada tahun 2015 adalah memberantas kemiskinan dan kelaparan, mewujudkan pendidikan
dasar, mendorong kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan, mengurangi tingkat kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIVAIDS, malaria
dan penyakit lain, menjamin kelestarian lingkungan, dan mengembangkan kemitraan global bagi pembangunan Siagian dan Suriadi, 2010:44.
Millenium development goals menempatkan pembangunan manusia sebagai fokus utama pembangunan, memiliki tengat waktu dan kemajuan yang terukur.
Millenium development goals didasarkan pada konsensus dan kemitraan global, sambil menekankan tanggung jawab negara berkembang untuk melaksanakan
pekerjaan rumah mereka. Sedangkan negara maju berkewajiban mendukung upaya tersebut. Manfaat dari Millenium Development Goals tidak semata-mata untuk
mengukur target dan menentukan indikator dari berbagai bidang pembangunan yang menjadi tujuan, tetapi yang terpenting adalah bagaimana tujuan pembangunan
milenium dikonkritkan pelaksanaannya.
2.3.4 Tiga Garis Dasar
Konsep Triple Bottom Line merupakan pengukuran kinerja secara holistic dengan memasukkan ukuran kinerja ekonomis berupa perolehan keuntungan dan
Universitas Sumatera Utara
34
juga ukuran kepedulian sosial dan pelestarian lingkungan. Ketiga faktor tersebut dikenal dengan Triple-P 3P yaitu people, profit and planet.
Konsep 3P mengimplikasikan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan merupakan suatu konsep yang mewajibkan perusahan untuk memenuhi dan
memperhatikan kepentingan para stakeholder dalam kegiatan operasinya mencari keuntungan. Stakeholder yang dimaksud diantaranya adalah para karyawan buruh,
kustomer, komunitas lokal, pemerintah, maupun lembaga swadaya masyarakat. People menekankan pentingnya praktik bisnis suatu perusahaan yang mendukung
kepentingan tenaga kerja, memperhatikan kesehatan dan pendidikan bagi tenaga kerja. Planet berarti mengelola dengan baik penggunaan energi terutama atas sumber
daya alam yang tidak dapat diperbaharui, mengurangi hasil limbah produksi dan mengolah kembali menjadi limbah yang aman bagi lingkungan, mengurangi emisi
CO2 ataupun pemakaian energi merupakan praktik yang banyak dilakukan oleh perusahaan yang menerapkan konsep 3P Elkington, dalam Wibisono, 2007:32.
Triple Bottom Line digunakan sebagai kerangka atau formula untuk mengukur dan melaporkan kinerja perusahaan mencakup parameter ekonomi, sosial dan
lingkungan dengan memperhatikan kebutuhan setiap pemangku kepentingan guna meminimalkan gangguan atau kerusakan pada manusia dan lingkungan dari berbagai
aktivitas perusahaan. Keberadaan pemangku kepentingan bisa hadir sebagai penunjang keberhasilan tanggung jawab sosial perusahaan ataupun sebaliknya, jika
proses sinergi di antara para pelaku tersebut tidak dilakukan.
2.3.5 International Organization for Standardization 26000
Pada bulan September 2004, International Organization for Standardization sebagai induk organisasi standarisasi internasional, berinisiatif mengundang
Universitas Sumatera Utara
35
berbagai pihak untuk membentuk tim yang membidani lahirnya panduan dan standarisasi untuk tanggung jawab sosial yang diberi nama International
Organization for Standardization 26000: Guidance Standard on Social Responsibility. International Organization for Standardization 26000 menyediakan
standar pedoman yang bersifat sukarela mengenai tanggung tanggung jawab sosial suatu institusi yang mencakup semua sektor badan publik ataupun badan privat
baik di negara berkembang maupun negara maju. International Organization for Standardization 26000 memberikan tambahan nilai terhadap aktivitas tanggung
jawab sosial yang berkembang saat ini dengan cara: 1.
Mengembangkan suatu konsensus terhadap pengertian tanggung jawab sosial dan isunya.
2. Menyediakan pedoman tentang penterjemahan prinsip-prinsip menjadi
kegiatan yang efektif. 3.
Memilah praktek-praktek terbaik yang sudah berkembang dan disebarluaskan untuk kebaikan komunitas atau masyarakat internasional.
International Organization for Standardization 26000 menerjemahkan tanggung jawab sosial sebagai tanggung jawab suatu organisasi atas dampak dari
keputusan dan aktivitasnya terhadap masyarakat dan lingkungan, melalui perilaku yang transparan dan etis, yang konsisten dengan pembangunan berkelanjutan dan
kesejahteraan masyarakat, memperhatikan kepentingan dari para stakeholder, sesuai hokum yang berlaku dan konsisten dengan norma-norma internasional, terintegrasi
di seluruh aktivitas organisasi, dalam pengertian ini meliputi baik kegiatan, produk maupun jasa http:rahmatullah.banteninstitute.org201005masalahpengelolaan
programcorporate.html .
Universitas Sumatera Utara
36
2.3.6 Model Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Inti pelaksanaan tanggung jawab sosial oleh suatu perusahaan adalah dengan membangun kerjasama antara perusahaan dengan pihak-pihak yang menjadi
pemegang kepentingannya. Langkah awal yang wajib ditempuh oleh suatu perusahaan adalah mengetahui siapa saja pihak pemegang atau pemangku
kepentingan perusahaannya, dan apa saja yang menjadi indikator kepuasan tiap-tiap pemegang kepentingan. Pada umumnya sikap dan tindakan pemangku kepentingan
berorientasi pada indikator kepuasan tersebut. Latar Belakang munculnya pemikiran mengikutsertakan unsur pemerintah
dalam model pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan, adalah bahwa pemerintah sebagai personifikasi negara memiliki kepentingan dan komitmen yang
kuat dalam mensejahterakan masyarakat. Tanggung jawab sosial sebagai suatu kewajiban perusahaan dianggap sebagai bagian dari performance perusahaan yang
secara menyeluruh telah diatur dalam hukum, dimana pemerintah merupakan pihak yang memiliki kepentingan dan komitmen atas berlakunya hukum.
Saidi dan Abidin mengemukakan sedikitnya ada empat model atau pola yang secara umum dapat dilaksanakan di Indonesia, sebagai berikut:
1. Model keterlibatan langsung
Perusahaan sendiri yang secara langsung mengimplementasikan program tanggung jawab sosial perusahaaan.
2. Model yayasan atau organisasi sosial perusahaan
Perusahaan sendiri mendirikan yayasan atau organisasi sosial.
Universitas Sumatera Utara
37
3. Model bermitra dengan pihak lain
Pihak perusahaan melakukan kerjasama dengan organisasi lain, dimana organisasi mitra kerjasama tersebut secara langsung mengelola pelaksanaan
program tanggung jawab sosial perusahaan. 4.
Model mendukung atau bergabung dalam suatu konsortium Sejumlah perusahaan bekerjasama mendirikan organisasi sosial dan secara
langsung bertanggung jawab dalam melaksanakan program tanggung jawab sosial perusahaan Saidi dan Abidin, dalam Siagian dan Suriadi, 2010:78.
Implementasi tanggung jawab sosial perusahaan yang memiliki efektivitas yang tinggi hanya dapat dicapai jika pelaku usaha tidak lagi berperan hanya sebagai
dermawan. Sikap tersebut hanya akan berdampak negatif, yaitu melestarikan ketergantungan pada uang kontribusi. Pelaksanaan tanggung jawab sosial
perusahaan, semestinya dapat dibangun suatu relasi dalam bentuk mitra kerja antara perusahaan dengan masyarakat setempat dalam upaya mencapai tujuan bersama
Siagian dan Suriadi, 2010:78.
2.3.7 Sistematika Tahapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Tahapan tanggung jawab sosial perusahaan yang sistematis dan kompleks maka langkah yang dapat ditempuh adalah:
1. Dimulai dengan melihat dan menilai kebutuhan need assessment masyarakat
sekitar. Caranya dengan mengidentifikasi masalah yang terjadi di masyarakat dan lingkungan. Setelah itu dicari solusi yang terbaik menurut kebutuhan
masyarakat. 2.
Membuat rencana aksi, lengkap dengan anggaran, jadwal, indikator, untuk mengevaluasi dan sumberdaya manusia yang ditunjukkan untuk
Universitas Sumatera Utara
38
melakukannya. Dalam hal ini, perusahaan dapat membagi program dalam bentuk kegiatan jangka pendek, jangka panjang, hingga masyarakat menjadi
mandiri. 3.
Monitoring yang dapat dilakukan melalui survei ataupun kunjungan langsung. Evaluasi dilakukan secara regular dan dilaporkan agar menjadi panduan untuk
strategi atau pengembangan program selanjutnya. Disamping itu perlu dilakukan audit sosial secara objektif terhadaap pelaksanaan program, untuk
melihat apakah program telah dapat sasaran dan manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat sesuai tujuan pelaksanaannya Ambadar, 2008: 39.
2.4 Pemberdayaan Masyarakat dalam Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Pemberdayaan masyarakat atau community development adalah bagaimana individu, kelompok atau komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri
dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka. Pemberdayaan masyarakat memiliki fokus terhadap upaya membantu anggota
masyarakat yang memiliki kesamaan minat untuk bekerja sama dengan mengidentifikasi kebutuhan bersama dan kemudian melakukan kegiatan bersama
untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Community development sering kali diimplikasikan dalam bentuk:
1. Proyek-proyek pembangunan yang memungkinkan anggota masyarakat
memperoleh dukungan dalam memenuhi kebutuhan. 2.
Kampanye dan aksi sosial yang memungkinkan kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat dipenuhi oleh pihak-pihak lain yang bertanggung jawab.
Community development dapat didefenisikan sebagai metode yang memungkinkan orang dapat meningkatkan kualitas hidupnya serta mampu
Universitas Sumatera Utara
39
memperbesar pengaruhnya terhadap proses-proses yang mempengaruhi
kehidupannya. Community development adalah “the process of assiting ordinary people to improve their own communities by undertaking collective actons”. Secara
khusus community development berkenaan dengan upaya pemenuhan orang-orang yang tidak beruntung atau tertindas, baik yang disebabkan oleh kemiskinan maupun
oleh deskriminasi berdasarkan kelas sosial, suku, jender, jenis kelamin, usia dan kecacatan Twelvetrees, 1991:1.
Pemberdayaan masyarakat atau community development merupakan sebuah aktualisasi dari tanggung jawab sosial perusahaan yang lebih bermakna dari sekedar
aktivitas charity ataupun dimensi tanggung jawab sosial perusahaan lainnya seperti community relation. Hal ini disebabkan karena dalam pelaksanaanya community
development, terdapat kolaborasi kepentingan bersama antara perusahaan dengan komunitas, adanya partisipasi, produktivitas dan berkelanjutan. Dalam aktualisasi
Good Corporate Citizenship, maka kontribusi dunia usaha turut untuk serta dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat harus mengalami metamorfosis dari
aktivitas yang bersifat charity menjadi aktivitas yang lebih menekan kepada penciptaan kemandirian masyarakatnya, yakni program pemberdayaan.
Tabel 2.5.1 berikut, akan menunjukkan hal penting yang membedakan antara aktivitas charity dengan philanthropy antara lain bahwa, aktivitas philanthropy lebih
didorong oleh norma dan etika hukum, bukan sekedar memenuhi kewajiban. Selain itu inspirasi aktivitas adalah untuk memenuhi kepentingan semua pihak, baik
perusahaan maupun komunitas. Oleh karena itu tampak bahwa community development merupakan pelaksanaan aktivitas tanggung jawab sosial perusahaan.
Khususnya di Indonesia, pelaksanaan kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan tampak lebih cocok dengan program pemberdayaan masyarakat. Diharapkan dengan
Universitas Sumatera Utara
40
aktivitas tanggung jawab sosial perusahaan yang bernafaskan community development dapat mencapai tujuan strategis perusahaan. Disamping untuk mencapai
profit optimum juga dapat bermanfaat bagi komunitas. Dengan adanya aktivitas tersebut, komunitas memiliki mitra yang peduli terhadap kemandirian. Metamorfosis
tersebut pernah diungkapkan oleh Saidi 2003:13, dalam tabel berikut:
Tabel 2.5.1 Karakteristik Tahap-tahap Kedermawanan Sosial Paradigma Paradigma
Charity Philanthropy
Good Corporate Citizenship GCC
Motivasi Agama, tradisi,
adaptasi Norma, etika, dan
hukum universal Pencerahan diri dan
rekonsiliasi dengan ketertiban sosial
Misi Mengatasi
masalah setempat
Mencari dan mengatasi akar
masalah Memberikan kontribusi
kepada masyarakat
Pengelolaan Jangka pendek,
mengatasi masalah sesaat
Terencana, teorganisir, dan
terprogram Terinternalisasi dalam
kebijakan perusahaan
Pengorganisa sian
Kepanitiaan Yayasan dana
abadi profesionalitas
Keterlibatan baik dana maupun sumber daya
lain
Penerima Manfaat
Orang miskin Masyarakat luas
Masyarakat luas dan perusahaan
Kontribusi Hibah sosial
Hibah pembangunan
Hibah pembangunan serta keterlibatan sosial
Inspirasi Kewajiban
Kepentingan Bersama
-
2.5 Peranan Pekerja Sosial dalam Pelaksanaan Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan