commit to user
2.1.2. Konsep Implikatur Percakapan Conversational Implicature
Implikatur merupakan salah satu bagian penting dalam ilmu pragmatik. Implikatur dikemukakan oleh seorang filsuf bemama Paul Grice dalam suatu
ceramah William James di Universitas Harvard pada tahun 1967. Tulisan Grice yang diberi judul Logic and Conversation diajukan untuk menanggulangi
persoalan-persoalan makna kebahasaan yang tidak dapat dijelaskan oleh teori linguistik biasa. Menurut Grice dalam Brown and Yule, 1983: 31, implikatur
adalah apa yang dimaksud oleh penutur berbeda dengan apa yang dikatakan oleh penutur. Yule 1996: 35 juga mengatakan bahwa implikatur adalah sebuah
informasi tambahan. Sebagai contoh adalah ketika terjadi percakapan antara dua orang yaitu tuturan A terhadap B berikut: A Besok saya akan mengadakan pesta
pernikahan anak saya dan B Saya harus kembali ke Jakarta besok pagi. Secara konvensional percakapan di atas mempunyai maksud bahwa A
memberikan informasi bahwa ia akan mengadakan acara pesta pernikahan anaknya dan B juga menginformasikan bahwa pada saat A mengadakan acara, B
memiliki acara lain secara bersamaan. Namun, ternyata ada makna yang lebih jauh dari percakapan di atas dan ini dapat dijelaskan melalui implikatur
percakapan. Tuturan A kepada B sebenarnya tidak semata-mata sebagai informasi akan acara yang hendak ia lakukan, tetapi ada maksud lain dibalik tuturan
tersebut, yaitu A bermaksud mengundang B untuk datang pada acara tersebut. Sedangkan jawaban B juga memiliki maksud yaitu menyatakan ketidaksanggupan
B untuk menghadiri acara A. Hal ini dapat dikatakan sebagai ungkapan penolakan B terhadap undangan A dengan cara yang lebih halus dan tidak menyinggung
perasaan A karena adanya alasan mengapa B tidak dapat memenuhi undangan A
commit to user
tersebut. Dari deskripsi diatas, dapat disimpulkan bahwa suatu konsep yang penting dalam ilmu pragmatik ialah konsep implikatur percakapan. Konsep ini
dipakai untuk menerangkan perbedaan yang sering terdapat antara apa yang diucapkan dengan apa yang diimplikasi. Contoh implikatur yang lain adalah pada
iklan berikut. DISEWA
RUDY 081931714161
Kata-kata seperti pada iklan diatas banyak terpampang pada spanduk besar dan dapat ditemui di beberapa tempat atau lokasi ruko dan rumah yang dijual.
Iklan sederhana tersebut sebenarnya bermaksud menawarkan sebuah ruko atau rumah yang disewakan, dan bagi mereka yang berminat diharapkan untuk
menghubungi Rudy pada nomor ponsel yang tertera. Ketika, misalnya, ada seseorang yang berucap “Mengapa si Rudy itu sombong sekali? Ia bisa menyewa
ruko sebesar itu dan dia juga memasang tulisan yang besar yang disertai nomor handphone,” ujar seorang teman anggota The A Central Property Solo yang
berboncengan ketika motor mereka berhenti di depan ruko yang ‘disewa’ tersebut. Nampaknya orang tersebut benar jika menginterpretasikan rangkaian kata itu
menjadi ‘ruko ini disewa oleh Rudy’ karena memang itulah artinya, meskipun maksud dari pemasang iklan adalah tidak demikian.
Implikatur percakapan conversational implicature merupakan konsep yang penting dalam pragmatik karena empat hal Levinson, 1983:97. Pertama,
konsep implikatur memungkinkan penjelasan fakta-fakta kebahasaan yang tidak terjangkau oleh teori linguistik. Kedua, konsep implikatur memberikan penjelasan
tentang makna berbeda dengan yang dikatakan secara lahiriah. Ketiga, konsep
commit to user
implikatur dapat menyederhanakan struktur dan isi deskripsi semantik. Keempat, konsep implikatur dapat menjelaskan beberapa fakta bahasa secara tepat. Sebagai
contoh adalah pada suatu dialog yaitu antara A dan B pertanyaan A ‘Jam berapa sekarang?’ dan jawaban B ‘Korannya sudah datang.’
Contoh klasik pada kalimat A dan B tidak berkaitan secara konvensional. Namun pembicara kedua sudah mengetahui bahwa jawaban yang
disampaikannya sudah cukup untuk menjawab pertanyaan pembicara pertama, sebab dia sudah mengetahui jam berapa koran biasa diantarkan. Implikatur
percakapan mengacu kepada jenis kesepakatan bersama antara penutur dan lawan tuturnya. Kesepakatan yang dimaksud adalah dalam hal pemahaman yakni bahwa
yang dibicarakan harus saling berhubungan. Hubungan itu sendiri tidak terdapat pada masing-masing ujaran. Artinya, makna keterkaitan itu tidak diungkapkan
secara harafiah pada ujaran itu. Dalam iklan, produsen sering tidak mengutarakan maksudnya secara
langsung dan hal yang akan disampaikan malah cenderung disembunyikan. Dalam pragmatik, implikatur percakapan memiliki pengertian yang lebih beragam karena
pemahaman terhadap suatu pesan pada iklan sangat bergantung pada konteks terjadinya percakapan. Dalam hal ini, implikatur percakapan muncul pada suatu
tindak tutur speech act karena hanya terjadi pada suatu percakapan dan bersifat sementara.
Implikatur digunakan untuk memperhalus tuturan, menjaga etika kesopanan, menyindir dengan tidak langsung, dan menjaga agar tdak
menyinggung perasaan secara langsung. Dalam tuturan implikatif, penutur dan lawan tutur harus mempunyai konsep yang sama dalam suatu konteks. Jika tidak,
commit to user
maka akan terjadi suatu kesalahpahaman atas tuturan yang terjadi di antara keduanya. Dalam hubungan timbal balik di konteks budaya Indonesia,
penggunaan implikatur terasa lebih sopan, misalnya untuk tindak tutur menolak, meminta, memberi nasihat, menegur, dan sebagainya. Tindak tutur yang
melibatkan emosi mitra tutur pada umumnya lebih diterima jika disampaikan dengan implikatur.
Kemampuan untuk memahami suatu implikatur dalam sebuah tuturan juga tergantung pada kompetensi linguistik yang dikuasai seseorang. Seorang penutur
tidak mungkin menguasai seluruh unsur bahasa karena kompetensi linguistik seseorang itu terbatas. Namun dengan keterbatasan ini, seorang penutur mampu
menghasilkan ujaran yang tidak terbatas. Seorang penutur dan lawan tutur akan mampu memahami dan menghasilkan ujaran baru yang benar-benar baru dalam
bahasanya. Dalam pragmatik yang perlu diperhatikan adalah konteks yang mendasari
tuturan selama tuturan tersebut berlangsung. Analisis yang mempertimbangkan konteks dikenal dengan metode kontekstual. Konteks itu sendiri menurut Brown
dan Yule 1983 didefinisikan sebagai lingkungan dimana bahasa itu digunakan. Lingkungan yang dimaksud meliputi lingkungan fisik, non fisik dan sosial.
Lingkungan fisik tuturan disebut koteks cotext sedangkan lingkungan fisik dan sosial disebut disebut konteks context.
Secara garis besar, konteks dibedakan atas dua kategori, yakni konteks linguistik dan konteks ekstralinguistik. Konteks linguistik adalah konteks yang
berupa unsur-unsur bahasa yang mencakup penyebutan kata depan, sifat kata kerja, kata kerja bantu, dan proposisi. Sedangkan konteks ekstralinguistik adalah
commit to user
konteks selain unsur-unsur bahasa. Konteks ekstralinguistik itu mencakup praanggapan, partisipan, topik atau kerangka topik, latar, saluran, dan kode.
Hymes, Brown dalam Louise Cummings, 2007:190 menyatakan bahwa komponen-komponen tutur yang merupakan ciri-ciri konteks, ada delapan macam,
yaitu: 1 penutur addresser; 2 pendengar addresse; 3 pokok pembicaraan topic; 4 latar setting; 5 penghubung: bahasa lisan atau tulisan channel; 6
dialek code; 7 bentuk pesan message; 8 peristiwa tutur speech event. Tanpa memperhatikan konteks, kesalahpahaman dalam komunikasi akan terjadi.
Dengan demikian, konteks menjadi sangat penting dalam berkomunikasi karena pada dasarnya konteks adalah salah satu kunci untuk memahami makna implisit
dari sebuah tuturan.
2.1.3. Prinsip Kerjasama Cooperative Principle