Tinjauan Pustaka TINJAUAN PUSTAKA

11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

Padi merupakan tanaman pertanian kuno yang sampai sekarang menjadi tanaman utama dunia. Bukti sejarah di Provinsi Zeijing, Cina Selatan, menunjukkan bahwa padi di Asia sudah ada 7000 tahun yang lalu. Diduga tanaman padi berasal dari bagian utara Benggala India kemudian meluas ke Tiongkok, Jepang, Birma, Thailand, Laos hingga Persia dan Mesopotamia. Sedangkan di Jawa tanaman padi telah dipertanam orang jauh sebelum bangsa Hindu datang ke Indonesia Soemartono, dkk., 1997 . Padi merupakan bahan makan yang menghasilkan beras. Bahan makanan ini merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Meskipun sebagai bahan makanan pokok padi dapat digantikandisubsitusi oleh bahan makanan lainnya, namun padi memiliki nilai tersendiri bagi orang yang biasa makan nasi dan tidak mudah digantikan oleh bahan makanan yang lain AAK, 1990 . Hingga saat ini dan puluhan tahun ke depan, beras tetap menjadi sumber utama gizi dan energi bagi lebih dari 90 persen penduduk Indonesia. Pada tahun 2004 rata-rata kebutuhan beras per kapita sebesar 141 kgtahun, yang terdiri dari konsumsi langsung rumah tangga 120 kg dan penggunaan industri pengolahan pangan 21 kg. Selama periode 2005-2010, permintaan beras diperkirakan akan mengalami peningkatan dari 52,3 juta ton menjadi 55,8 juta ton setara gabah Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2005. Universitas Sumatera Utara 12 Tabel 2. Perkiraan neraca ketersediaan padi berdasarkan trend 2000-2010, GKG Tahun Luas Produktivitas Produksi Permintaan Neraca panen tonha 000 ton 000 ton 000 ton 000 ha 2004 11.875 4.58 54.430 52.258 +2.172 2005 11.768 4.63 54.480 52.836 +1.643 2006 11.662 4.68 54.529 53.421 +1.108 2007 11.557 4.72 54.579 54.021 +567 2008 11.453 4.77 54.629 54.61 +19 2009 11.350 4.82 54.678 55.214 -536 2010 11.248 4.87 54.728 55.825 -1.097 Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2005 Produksi beras mendapat prioritas dibandingkan produk pangan bukan beras, karena potensi produksinya yang besar dalam perekonomian Indonesia. Apabila kemantapan produksi dapat dicapai dan laju kenaikan konsumsi dapat ditekan, pada masa yang akan datang kemungkinan Indonesia berpotensi tinggi menjadi pengekspor beras. Namun masalahnya ialah pasaran beras dunia yang relatif terbatas Haryadi, 2008. Surplus beras di Indonesia dicapai pada tahun 1985, namun pada tahun berikutnya pertumbuhan produksi hanya mencapai 0,9. Pertumbuhan produksi pada dua tahun sebelumnya sebenarnya juga cukup rendah,yaitu 2 dan 1. Pertumbuhan produksi ini ternyata lebih rendah daripada pertumbuhan jumlah penduduk, yaitu sekitar 2,15 per tahun pada kurun waktu 1980 -1985. Dengan demikian, mudah dimengerti apabila pada tahun-tahun berikutnya kecukupan beras merupakan masalah yang berat Haryadi, 2008. Tingkat konsumsi beras di Indonesia paling besar dibandingkan komoditi pangan lainnya seperti gandum, beras, jagung, sorgum dan millet. Hal ini terbukti dengan Universitas Sumatera Utara 13 ditetapkannya Indonesia sebagai negara dengan urutan kedua setelah Bangladesh dalam konsumsi beras terbesar. Hal ini dapat dilihat dari tabel 3 berikut ini. Tabel 3. Konsumsi padi-padian di beberapa wilayah dunia tahun 1997-1999 dalam kg per kepala per tahun Wilayah Gandum Beras Jagung Sorgum Millet Amerika Tengah dan Utara 70,90 10,80 40,10 1,20 0,00 Amerika Serikat 86,80 8,60 13,80 1,10 0,00 Amerika Tengah 37,10 9,40 112,10 1,80 0,00 Amerika Selatan 55,50 31,80 21,80 0,00 0,00 Brazil 47,40 39,50 18,00 0,00 0,00 Eropa Barat 97,60 4,80 5,80 0,00 0,00 Rusia 131,70 4,90

0,30 0,00

2,90 Afrika 46,30 17,80 41,40 19,50 12,90 Sekitar sahara 15,90 17,50 38,90 24,90 16,90 Asia 69,90 86,40 13,90 2,80 3,00 Cina 82,60 91,60 19,70 1,10 0,80 India 57,30 75,80 8,80 8,00 9,10 Indonesia 16,30 151,00 34,40 0,00 0,00 Bangladesh 19,00 161,00 0,30 0,00 0,40 Pasifik 66,90 15,20 3,40 0,60 0,00 Rata-rata Dunia 70,80 57,80 19,00 4,30 3,50 Sumber: Data FAO, 2001 Childs, 2004 Luasan panen, produksi dan produktivitas padi di Sumatera Utara berfluktuasi dari setiap tahun. Namun tetap dalam kondisi tinggi, hal ini terbukti dari terus meningkatnya produktivitas padi di Sumatera Utara. Tabel 4. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011-2013 Tahun Luas Panen Produksi Produktivitas TM Ha Ton TonHa 2011 757547 3607403 47.62 2012 765099 3715514 48.56 2013 742968 3727249 50.17 Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2014 Universitas Sumatera Utara 14 2.2 Penelitian Terdahulu Menurut penelitian Hakim 2014 tentang daya saing usahatani padi sawah dengan sistem Pengelolaan Tanaman Terpadu PTT di provinsi Lampung. Berdasarkan analisis policy analysis matrix usahatani padi sawah SLPTT di Provinsi Lampung memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif dalam produksi padi sehingga usahatani padi layak untuk terus dikembangkan, hal ini dilihat dari nilai PCR Private Cost Ratio sebesar 0,3734 dan DRCR Domestic Resource Cost Ratio sebesar 0,2747. Analisis sensitivitas terhadap keunggulan kompetitif pada usahatani padi sawah dengan sistem PTT menunjukkan bahwa kenaikan harga benih, harga pupuk urea, pupuk NPK, pupuk TSP, pupuk organik, pupuk KCL dan pupuk kandang sebesar seratus persen bersifat inelastis. Adapun penurunan harga output padi sebesar sepuluh persen bersifat elastis terhadap keunggulan kompetitif. Penelitian Dewi 2011 tentang dampak kebijakan subsidi pupuk terhadap keunggulan kompetitif dan tingkat keuntungan ushatani padi di Kabupaten Tabanan. Hasil analisis menunjukkan besarnya rasio biaya privat PCR untuk sistem usahatani padi sawah pada musim kemarau dan musim hujan masing- masing adalah 0,70 dan 0,69. Dengan demikian usahatani padi sawah di Kabupaten Tabanan mempunyai keunggulan kompetitif, karena untuk menghasilkan satu unit nilai tambah memerlukan biaya domestik yang lebih kecil dari satu unit. Dampak kebijakan subsidi pupuk pada usahatani padi sawah di Kabupaten Tabanan antara lain 1 terjadi kebijakan pajak terhadap input tradabel usahatani padi sawah pada musim kemarau, hal ini ditunjukkan dengan divergensi input tradable sebesar Rp 167.907,63, 2 petani membayar komponen input Universitas Sumatera Utara 15 tradable usahatani padi sawah pada musim kemarau lebih mahal dari harga sosialnya sebesar 15 , sebaliknya pada musim hujan petani terproteksi dengan membayar 6 lebih murah dari harga sosialnya, serta 3 usahatani padi sawah baik musim kemarau maupun musim hujan sama-sama menerima insentif positif dari pemerintah, dimana besarnya insentif positif nilai tambah dari usahatani padi pada musim kemarau adalah 143 dari nilai tambah pasar persaingan sempurna, sedangkan usahatani padi sawah pada musim hujan sebesar 125 . Penelitian Daryanto 2009, tentang posisi daya saing pertanian Indonesia dan upaya peningkatannya. Hasil analisis keunggulan komparatif dan kompetitif untuk komoditi padi dengan menggunakan ilustrasi nilai koefisien DRCR Domestic Resource Cost Ratio dan PRC Private Cost Ratio. Hasil penelitian menunjukkan 1 Nilai koefisien DRCR padi daerah Sentara produksi di Pulau Jawa dengan mengambil kasus di Kabupaten Indramayu dan Majalengka. Jawa Barat diperoleh nilai kisaran antara 0.78 – 0.99. Sedangkan di Klaten, Jawa Tengah berkisar antara 0.74 – 0.96. Sementara itu di Kediri dan Ngawi, Jawa Timur berkisar antara 0.74 – 1.00. 2 koefisien PRC padi daerah Sentra produksi di Pulau Jawa dengan mengambil kasus di Kabupaten Indramayu dan Majalengka. Jawa Barat diperoleh nilai kisaran antara 0.70 - 0.88. Sedangkan di Klaten, Jawa Tengah berkisar antara 0.76 – 0.94. Sementara itu di Kediri dan Ngawi, Jawa Timur berkisar antara 0.69 - 94. 3 Nilai koefisien DRCR beberapa wilayah Sentara produksi di luar Pulau Jawa, untuk Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan berkisar antara 0.56 – 0.88; sedangkan di Kabupaten Agam Sumatera Barat berkisar antara 0.70 – 0.98; dan 4 Nilai koefisien PRC padi beberapa wialyah sentra produksi luar Jawa, untuk Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan berkisar Universitas Sumatera Utara 16 antara 0.55 – 0.87; sedangkan di Kabupaten Agam, Sumatera Barat berkisar antara 0.68 – 0.79. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa keunggulan komparatif dan kompetitif padi atau beras relatif rendah, keunggulan komparatif tersebut masih dapat diwujudkan menjadi keunggulan kompetitif karena masih adanya proteksi pemerintah baik berupa subsidi input maupun kebijakan tarif impor beras.

2.3 Landasan Teori