23
Penerimaan
Penerimaan adalah semua penerimaan produsen dari hasil penjualan barang atau outputnya. Penerimaan dalam rumus dapat ditulis sebagai berikut :
TR = P.Q Dimana :
TR = Total Penerimaan petani padi sawah Revenue Rp P = Harga beras di pasar lokal Price RpKg
Q = Jumlah beras yang dihasilkan Quantity Kg
Pendapatan
Pendapatan adalah selisih antara penerimaan dengan total biaya usahatani. Pendapatan dapat ditulis dalam rumus sebagai berikut :
= TR – TC
Dimana : = pendapatankeuntungan petani padi sawah RP
TR = Total Penerimaan petani padi sawah Revenue Rp TC = Total biaya usahatani padi sawah Rp
2.3.2 Konsep Daya Saing
Daya saing merupakan suatu konsep yang menyatakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditas dengan mutu yang cukup baik dan
biaya produksi yang cukup rendah. Sehingga pada harga-harga yang terjadi di pasar internasional dapat diproduksi dan dipasarkan oleh produsen dengan
memperoleh harga laba yang mencukupi sehingga dapat mempertahankan
kelanjutan biaya produksinya Simanjuntak, 1992.
Universitas Sumatera Utara
24 Keunggulan daya saing suatu negara mencakup tersedianya peranan sumberdaya
dan melihat lebih jauh kepada negara-negara yang mempengaruhi daya saing ditingkat internasional. Atribut yang merupakan faktor penentu keunggulan
bersaing industri nasional yaitu kondisi faktor sumberdaya, kondisi permintaan, industri pendukung dan terkait, serta persaingan, struktur dan strategi perusahaan
Porter, 1998
.
Keunggulan Kompetitif
Konsep keunggulan kompetitif dikembangkan pertama kali oleh Michael E. Porter pada tahun 1980, bertitik tolak dari kenyataan-kenyataan perdagangan
internasional yang ada. Porter menyatakan bahwa keunggulan perdagangan antar negara dengan negara lain didalam perdagangan internasional secara spresifik
untuk produk-produk tertentu sebenarnya tidak ada. Fakta yang ada adalah persaingan antara kelompok-kelompok kecil industri yang ada dalam suatu
negara. Oleh karena itu keunggulan kompetitif dapat dicapai dan dipertahankan dalam suatu subsektor tertentu di suatu negara, dengan meningkatkan
produktivitas penggunaan
sumberdaya-sumberdaya yang
ada
Waar, 1994 dalam Suryana, 1995 .
Menurut Porter 1990 dalam Halwani 2002, suatu negara secara nasional
dapat meraih keunggulan kompetitif apabila memenuhi syarat sebagai berikut : 1.
Keadaan faktor-faktor produksi, seperti tenaga kerja terampil atau prasarana 2.
Keadaan permintaan dan tuntutan mutu di dalam negeri untuk hasil industri tertentu
3. Eksistensi industri terkait dan pendukung yang kompetitif secara internasional
Universitas Sumatera Utara
25 4.
Strategi perusahaan itu sendiri dan struktur serta sistem persaingan antar perusahaan
Selain keempat faktor penentu dalam tingkat persaingan internasional
international competitiveness tersebut, keunggulan kompetitif nasional juga dipengaruhi oleh faktor kebetulan penemuan baru, melonjaknya harga, perubahan
kurs dan konflik keamanan antar negara dan tindakan-tindakan atau kebijakan pemerintah. Dimana semakin tinggi tingkat persaingan perusahaan di suatu negara
maka semakin tinggi tingkat daya saing internasionalnya. Semakin kaya atau banyak sumber daya alam sebuah negara, semakin besar permintaan domestik
serta semakin banyak industri pendukung atau pelengkap di suatu negara, maka
semakin kuat daya saing negara tersebut di tingkat internasional Porter, 1990.
Konsep keunggulan kompetitif yang ditawarkan dapat diciptakan, antara lain
melalui akumulasi pekerja berketerampilan dan industri tertentu yang bernilai tambah tinggi. Karena itu pengembangan sumber daya manusia dan penguasaan
teknologi menjadi faktor utama dalam menerapkan konsep keunggulan kompetitif
Halwani, 2002
.
Keuggulan Komparatif
Konsep daya saing berpijak dari konsep keunggulan komparatif yang diperkenalkan oleh Ricardo sekitar abad ke-18 1823 yang selanjutnya dikenal
dengan model Ricardian Ricardo atau Hukum Keunggulan Komparatif The Law of Comparative Advantage
. Ricardo menyatakan bahwa meskipun sebuah negara kurang efisien dibandingkan memiliki kerugian absolut terhadap negara lain
dalam memproduksi ke-dua komoditas, namun masih tetap terdapat dasar untuk
Universitas Sumatera Utara
26 melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Negara pertama
harus melakukan spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditas yang memiliki kerugian absolut lebih kecil memiliki keunggulan komparatif dan
mengimpor komoditas yang memiliki kerugian absolut lebih besar atau memiliki
kerugian komparatif Salvatore, 1997.
Analisis keunggulan komparatif adalah analisis ekonomi sosial. Komoditi yang
memiliki keunggulan komparatif berarti pula efisien secara ekonomi, dimana perhitungan dengan nilai ekonomi selalu memakai harga bayangan shodow price
yang menggambarkan nilai ekonomi sebenarnya dari unsur biaya atau hasil. Salah satu alat ukur keunggulan komparatif komoditas adalah Domestic Recource Cost
DCR atau Biaya Sumberdaya Domestik BSD. Biaya Sumberdaya Domestik BSD merupakan ukuran biaya alternatif sosial Social Opportunity Cost dari
penerimaan satu unit marginal devisa bersih suatu aktivitas ekonomi dimana pengukurannya dilakukan didalam bentuk input domestik langsung dan tidak
langsung digunakan. Rumusan BSD merupakan penurunan dari Keuntungan Sosial Bersih KSB. KSB yaitu keuntungan bersih dari suatu aktivitas dinilai
berdasarkan harga bayangannya sehingga efek distorsi pasar dan eksternalitas lainnya dapat diminimumkan pengaruhnya. Dalam hal ini seluruh output dan
input dinilai berdasarkan harga bayangannya Rustam 2009.
Keunggulan komparatif suatu negara akan bergeser apabila jumlah, macam dan
kualitas sumber daya ekonominya berubah. Keunggulan komparatif juga dapat berubah sebagai akibat “kebijaksanaan pemerintah” dan juga dapat berubah jika
keunggulan produksi dan daya saing negara patner dagangnya berubah. Biasanya
Universitas Sumatera Utara
27 keunggulan komparatif suatu negara bergeser atau berubah sesuai dengan
tahapan-tahapan pembangunan negara tersebut Halwani, 2002. Daya Saing Usahatani Padi
Keunggulan komparatif akan dapat dicapai suatu produk dari komoditas yang sama mampu dihasilkan dengan nilai input yang lebih rendah, sedangkan
keunggulan kompetitif terjadi manakala dalam suatu luasan lahan yang sama mampu dihasilkan produk yang menghasilkan pendapatan relatif tinggi, yang
perlu dipertimbangkan disini fokusnya tidak hanya pada aspek produktifitas saja melainkan juga aspek kualitas, agar nilai jualnya relatif tinggi. Faktor harga input
dan harga output menjadi kunci dalam keunggulan komparatif dan keunggulan
kompetitif ini Hendayana, 2003.
Pada hakekatnya, keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani padi di
Indonesia sangat dipengaruhi oleh faktor teknis, ekonomis dan sosial- kelembagaan. Beberapa faktor teknis yang mempengaruhi diantaranya : a iklim,
yang sangat mempengaruhi ketersediaan dan akses petani ke sumberdaya air, b infrastruktur irigasi, yang mempengaruhi ketersediaan, akses dan kontrol terhadap
sumberdaya air, c aksesibilitas lokasi terhadap sarana dan prasarana ekonomi, dan d tingkat adopsi teknologi, seperti penggunaan pupuk berimbang, pestisida
dan benih berlabel, yang akan mempengaruhi tingkat produktivitas dan kualitas hasil. Beberapa Faktor ekonomi yang sangat berpengaruh adalah harga input dan
output, nilai tukar rupiah, tingkat upah dan tingkat suku bunga, di mana faktor- faktor tersebut sangat terkait dengan mekanisme pasar input, tenaga kerja dan
pasar modal di pedesaan Rachman dkk., 2001.
Universitas Sumatera Utara
28 Tingkat daya saing usahatani padi sangat sensitif terhadap penurunan
produktivitas, tingkat harga di pasar dunia, dan perubahan nilai tukar rupiah. Ketiga faktor ini merupakan kendala yang sulit ditangani dalam mempertahankan
keunggulan komparatif usahatani padi. Langkah strategis yang perlu dilakukan adalah perbaikan efisiensi usahatani melalui: a penerapan teknologi spesifik
lokasi, b rasionalisasi penggunaan sarana produksi, c perbaikan kelembagaan pasar
input dan
output, dan
d perbaikan
manajemen usahatani
Rachman, 2001 .
Untuk komoditas padi, meskipun hingga saat ini tetap memiliki keunggulan
komparatif dan kompetitif, namun keunggulan yang dimiliki semakin rendah dan rentan terhadap perubahan eksternal. Sebagai ilustrasi nilai koefisien DRCR
Domestic Resource Cost Ratio dan PCR Private Cost Ratio untuk komoditas padi pada berbagai tipe irigasi dibeberapa wilayah memberikan gambaran bahwa
keunggulan komparatif dan kompetitif padi atau beras relatif rendah, keunggulan komparatif tersebut masih dapat diwujudkan menjadi keunggulan kompetitif
karena masih adanya proteksi pemerintah baik berupa subsidi input maupun
melalui kebijakan tarif impor beras Daryanto, 20009; Rachman, dkk., 2004 dalam Susilowati, dkk., 2010
. 2.3.3 Kebijakan Pemerintah
Definisi Kebijakan Pemerintah
Kebijakan pemerintah adalah pemilihan sebuah alternatif terbaik dari sekian banyak alternatif yang bersaing satu sama lain untuk mendominasi yang lainnya,
Universitas Sumatera Utara
29 kegiatan ini berlangsung terus menerus. Hal ini sangat penting untuk mengatasi
keadaan pemerintah, pembangunan dan kemasyrakatan Gunawan, 2011. Menurut Bakti 2011, sesuai dengan sistem administrasi Negara Republik
Indonesia kebijakan dapat terbagi 2 dua yaitu : -
Kebijakan internal manajerial, yaitu kebijakan yang mempunyai kekuatan mengikat aparatur dalam organisasi pemerintah sendiri.
- Kebijakan eksternal publik, suatu kebijakan yang mengikat masyarakat
umum. Sehingga dengan kebijakan demikian kebijakan harus tertulis Pengertian kebijakan pemerintah sama dengan kebijaksanaan berbagai bentuk
seperti misalnya jika dilakukan oleh Pemerintah Pusat berupa Peraturan Pemerintah PP, Keputusan Menteri Kepmen dan lain-lain. Sedangkan jika
kebijakan pemerintah tersebut dibuat oleh PemerintahDaerah akan melahirkan
Surat Keputusan SK, Peraturan Daerah Perda dan lain-lain Bakti, 2011. Konsep Kebijakan Pemerintah
Menurut Pearson, dkk 2005, terdapat empat komponen utama kerangka
kebijakan Policy Framework yaitu pertama tujuan objectives, tujuan yang diharapkan bisa dicapai oleh sebuah kebijakan ekonomi yang dibuat oleh para
pembuat kebijakan. Kedua kendala constrains, suatu kedaan ekonomi yang - membuat apa yang bisa dicapai menjadi terbatas. Ketiga kebijakan policies,
sebuah kebijakan yang efektif akan mengubah perilaku produsen, pedagang dan konsumen dan menciptakan outcome baru dari sebuah perekonomian. Keempat
strategi strategies, seperangkat instrument kebijakan yang yang digunakan oleh pemerintah untuk mencapai objective yang telah ditetapkan. Setiap strategi
Universitas Sumatera Utara
30 dilaksanakan melalui penerapan berbagai kebijakan yang terkoordinasi dengan
baik. Keempat kerangka kebijakan tersebut disajikan pada Gambar 1. di bawah ini.
Tujuan Kebijakan Pemerintah
Tujuan kebijakan pemerintah dapat dibagi ke dalam tiga tujuan utama yaitu, efisiensi efficiency, pemerataan equity, dan ketahanan security. Efisiensi
tercapai apabila alokasi sumberdaya ekonomi yang langka mampu menghasilkan pendapatan maksimum, serta alokasi barang dan jasa yang menghasilkan tingkat
kepuasan konsumen yang paling tinggi. Pemerataan diartikan sebagai distribusi pendapatan diantara kelompok masyarakat atau wilayah yang menjadi target
pembuatan kebijakan. Biasanya, pemerataan yang lebih baik akan dicapai melalui dirtribusi pendapatan yang lebiha baik atau lebih merata. Namun, karena
kebijakan merupakan aktivitas pemerintah, maka para penentu kebijkanlah secara tidak langsung juga pemilih voters dalam sebuah system demokrasi yang
menentukan definisi pemerataan itu. Ketahanan akan meningkat apabila stabilitas politik maupun ekonomi memungkinkan produsen maupun konsumen
meminimumkan biaya penyesuaian adjustment costs Pearson, dkk., 2005.
Strategi Kebijakan
Tujuan Kendala
Terdiri atas
Evaluasi Dilaksanakan
Melalui
Mendukung atau menghambat
Gambar 1. Grafik Alur Kerangka Kerja Framework Kebijakan
Sumber : Pearson et al, 2005
Universitas Sumatera Utara
31
Konsep Kebijakan Pemerintah Dalam Bidang Pertanian
Pemerintah perlu campur tangan untuk mempengaruhi keputusan produsen, konsumen dan para pelaku pemasaran agar terlaksana pembangunan pertanian
sesuai dengan yang direncanakan. Campur tangan pemerintah inilah yang kemudian disebut sebagai “politik pertanian” agriculture policy atau “kebijakan
pertanian” Hanafie, 2010.
Kebijaksanaan pertanian adalah serangkaian tindakan yang telah, sedang dan akan
oleh pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu, seperti memajukan pertanian, mengusahakan agar pertanian menjadi lebih produktif, produksi dan efisiensi
produksi naik, tingkat hidup petani lebih tinggi dan kesejahteraan menjadi lebih
merata Hanafie, 2010.
Tujuan umum politik pertanian di Indonesia meliputi peningkatan produktivitas
dan efisiensi sektor pertanian, peningkatan produksi pertanian dan peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan petani serta pemerataan tingkat pendapatan. Ruang
lingkup politik pertanian meliputi kebijakan produksi production policy, kebijakan subsidi subsidy policy, kebijakan investasi investment policy,
kebijakan harga price policy, kebijakan pemasaran marketing policy dan
kebijakan konsumsi consumption policy Hanafie, 2010. Kebijakan Pertanian di Sektor Pangan
Kebijakan pemerintah dalam bidang pangan sangat diperlukan, khususnya
kebijakan dalam ketersediaan beras. Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2006
, beras merupakan tumpuan utama ketahanan pangan nasional yang sebagian besar 90 dipasok dari lahan sawah di 18
Universitas Sumatera Utara
32 provinsi penghasil utama padi. Setelah tahun 1984, Indonesia kembali
berswasembada beras pada tahun 2004 dan diharapkan dapat terus dipertahankan. Meskipun demikian, produksi padi nasional berfluktuasi akibat berbagai hal,
terutama anomali iklim, gangguan hama penyakit, inovasi teknologi, ketersediaan sarana produksi.
Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2006, salah satu
sarana produksi yang sangat vital peranannya dalam mendukung upaya peningkatan produksi padi nasional adalah pupuk, terutama N, P dan K. Varietas
unggul modern yang kini mendominasi areal pertanaman padi nasional umumnya responsif terhadap ketiga pupuk makro tersebut. Namun efisiensi dan
efektivitasnya tergantung pada lokasi setempat. Hingga saat ini rekomendasi pemupukan untuk tanaman padi sawah masih bersifat umum, sehingga
pemupukan belum rasional dan efisien. Sebagian petani menggunakan pupuk dengan takaran yang berlebihan, dan sebagian lainnya dengan takaran yang lebih
redah sehigga produksi padi tidak optimal. Permasalahan pangan di Indonesia muncul karena adanya ciri-ciri di bidang
produksi dan konsumsi. Ciri produksi pangan Indonesia antara lain adanya ketimpangan antara tempat yang berkaitan dengan kerumitan dalam pemasaran
dan distribusinya. Selain produksi pangan tidak merata menurut tempat, juga tidak merata menurut waktu, yang pada akhirnya akan menimbulkan kendala tambahan
dalam struktur distribusi, serta secara langsung akan berpengaruh terhadap harga yang akan diterima petani dan yang harus dibayarkan oleh konsumen. Produksi
pertanian, khususnya produksi padi-padian setiap tahun selalu berfluktuasi,
Universitas Sumatera Utara
33 dipengaruhi oleh kondisi cuaca, serangan hama dan penyakit, banjir, bencana
alam, dan lain-lain. Produksi berada di tangan jutaan petani kecil yang tersebar tidak merata dan umumnya mereka hanya mengusahakan lahan relative sempit
yaitu kurang dari 0,5 Ha, sehingga menyulitkan dalam pengumpulan untuk
didistribusikan ke daerah lain yang membutuhkan Hanafie, 2010.
Sementara itu, konsumsi pangan di Indonesia mempunyai ciri-ciri yaitu adanya
perbedaan dalam pola konsumsi antar tempat. Secara umum pola konsumsi pangan di Indonesia digolongkan menjadi 2, yaitu daerah yang masyarakatnya
merupakan konsumen beras utama atau mengarah ke beras dan daerah yang masyarakatnya disamping mengkonsumsi beras juga mengkonsumsi bahan bukan
beras sebagai bahan pokoknya. Tingkat konsumsi yang berbeda antar tempat lebih mempersulit keadaan dalam alokasi dan distribusi pangan. Konsumsi pangan
meningkat terus, khususnya beras. Jumlah penduduk yang cukup besar dan meningkat terus membawa konsekuensi untuk terus meningkatkan penyediaan
kebutuhan pangan. Tidak meratanya penyebaran penduduk antar daerah
membawa dampak terhadap masalah distribusi pangan Hanafie, 2010.
Untuk menunjang keberhasilan program peningkatan produksi pangan guna
mencapai swasembada pangan, pemerintah telah mengantisipasinya dengan serangkaian kebijakan-kebijakan yaitu kebijakan bidang pembenihan, sarana
produksi, pupuk dan pestisida, kebijakan bidang perkreditan, kebijakan bidang pengairan, kebijakan diversifikasi usahatani, kebijakan bidang penyuluhan,
kebijakan harga input dan output, dan kebijakan penanganan pasca panen
Hanafie, 2010
.
Universitas Sumatera Utara
34
Kendala-Kendala yang Membatasi Kebijakan Pertanian Menurut Pearson, dkk 2005, cakupan kebijakan pertanian dibatasi oleh tiga
kendala utama yaitu pertama penawaran, produksi nasional, dibatasi oleh ketersediaan sumberdaya lahan, tenaga kerja, dan modal, teknologi, harga input,
dan kemampuan manajemen. Kedua permintaan, konsumsi nasional, dibatasi atau dipengaruhi oleh jumlah penduduk, pendapatan, selera dan harga output. Ketiga
harga dunia, harga dunia untuk komoditas yang diperdagangkan secara internasional baik input maupun output, menentukan dan membatasi peluang
untuk mengimpor dalam rangka meningkatkan suplai domestik, dan mengekspor dalam rangka memperluas pasar bagi produk domestik.
Kebijakan yang Mempengaruhi Pertanian
Menurut Pearson, dkk 2005, kebijkan-kebijakan yang mempengaruhi sektor
pertanian dapat digolongkan kepada tiga katagori yaitu : a
Kebijakan harga komoditas pertanian Setiap instrument kebijakan harga pertanian akan menimbulkan transfer baik dari
produsen kepada konsumen komoditas bersangkutan maupun anggaran pemerintah, atau sebaliknya. Pajak dan subsidi atas komoditas pertanian
menyebabkan terjadinya transfer antara anggaran negara publik dengan produsen dan konsumen. Dalam hal pajak, transfer sumberdaya mengalir kepada
pemerintah, sementara dalam hal subsidi transfer sumberdaya berasal dari pemerintah. Sebagai contoh, subsidi produksi langsung direct production
subsidy merupakan transfer dari anggaran pemerintah kepada produsen.
Hambatan perdagangan internasional adalah pajak atau kuota yang sifatnya membatasai impor atau ekspor. Hambatan impor menaikkan harga dalam negeri
Universitas Sumatera Utara
35 di atas rata-rata harga dunia, sementara hambatan ekspor menurunkan harga
dalam negeri menjadi lebih rendah dibandingkan dengan harga dunia. b
Kebijakan makroekonomi Ada tiga katagori kebijakan makroekonomi yang mempengaruhi sektor pertanian
yaitu kebijakan fiskal dan moneter, kebijakan nilai tukar, kebijakan harga faktor domestik, sumberdaya alam, dan tataguna lahan. Kebijakan fiskal dan moneter
merupakan inti dari kebijakan makroekonomi, karena secara bersama-sama mereka mempengaruhi tingkat kegiatan ekonomi dan tingkat inflasi dalam
perekonomian nasional, yang diukur melalui peningkatan indeks harga konsumen dan indeks harga produsen. Kebijakan moneter kebijakan pemerintah dalam
mengendalikan pasokan suplai uang yang kemudian mempengaruhi permintaan agregrat. Bila suplai uang meningkat lebih tinggi dari pertumbuhan agregrat
barang dan jasa, maka timbul tekanan inflasi. Kebijakan fiskal berhubungan dengan keseimbangan antara kebijakan pajak pemerintah yang meningkatkan
pendapatan pemerintah dan kebijakan belanja publik yang menggunakan pendapatan tersebut.
Kebijakan nilai tukar secara langsung berpengaruh terhadap harga output dan
biaya produksi pertanian. Nilai tukar adalah konversi mata uang domestik terhadap terhadap mata uang asing. Sebagian besar komoditas pertanian
diperdagangkan secara internasional. Hampir semua negara melakukan impor atau ekspor sebagian dari kebutuhan atau hasil produk komoditas pertanian mereka.
Untuk produk-produk yang diperdagangkan secara internasional, harga dunia akan menentukan harga dalam negeri apabila tidak ada hambatan perdagangan.
Universitas Sumatera Utara
36 Dengan sendirinya, nilai tukar secara langsung mempengaruhi harga produk
pertanian karena harga domestik dinilai dalam mata uang dalam negeri produk yang diperdagangkan sama dengan harga dunia dinilai dalam mata uang asing
dikalikan dengan nilai tukarnya rasio antara mata uang dalam negeri dengan mata uang asing.
Kebijakan harga faktor domestik secara langsung mempengaruhi biaya produksi
pertanian. Faktor domestik utama terdiri atas lahan, tenaga kerja dan modal. Biaya lahan dan tenaga kerja biasanya merupakan porsi terbesar dari biaya produksi
pertanian di negara berkembang. Pemerintah seringkali menerapkan kebijakan makroekonomi yang bisa mempengaruhi niali sewa lahan, upah tenaga kerja, atau
tingkat bunga yang berlaku di seluruh wilayah negara tersebut. Kebijakan faktor domestik lainnya seperti upah minimum atau tingkat bunga maksimum, akan
lebih berpengaruh terhadap satu sektor dibandingkan sektor lainnya. Beberapa negara melaksanakan kebijakan khusus dalam upaya mengatur penggunaan lahan
atau mengendalikan eksploitasi sumberdaya alam, seperti air dan bahan mineral. c
Kebijakan investasi publik Invesatasi publik yang didanai dari anggaran pemerintah yaitu infrastruktur,
sumberdaya manusia, serta penelitian dan pengembangan teknologi. Infrastruktur adalah barang modal penting, seperti jalan, pelabuhan, dan jaringan irigasi yang
amat sulit dibangun oleh sektor swasta. Investasi publik dalam bentuk infarstruktur bisa meningkatkan pendapatan produsen pertanian atau menurunkan
biaya produksi.
Universitas Sumatera Utara
37 Investasi publik dalam sumberdaya manusia antara lain berbagai jenis
pengeluaran pemerintah untuk meningkatkan tingkat keahlian atau keterampilan serta kondisi kesehatan produsen dan konsumen. Investasi dalam bentuk sekolah-
sekolah formal, pusat-pusat pelatihan dan penyuluhan, fasilitas kesehatan masyarakat, pendidikan gizi masyarakat, klinik, dan rumah sakit.
Investasi publik dalam bentuk penelitian dan pengembangan teknologi untuk
negara-negara yang mengalami pertumbuhan sektor pertanian yang tinggi, biasanya melakukan investasi seperti penggunaan penggunaan bibit unggul, baik
untuk tanaman pangan maupun tanaman tahunan.
Kebijakan Perberasan Indonesia Masa Lalu
Aplikasi kerangka kebijakan meliputi strategi perberasan “strategy”, instrument kebijakan perberasan “kebijakan”, peubah-peubah ekonomi utama “kendala”,
dan tujuan utama kebijakan pangan “tujuan”. Kerangka kebijakan tersebut dapat disajikan pada Gambar 2.
Universitas Sumatera Utara
38 Sasaran kegiatan perberasan Indonesia, seperti tertera pada gambar di atas, terdiri
atas tiga alternatif. Pertama, berupaya menjadi pengekspor beras melalui tingkat pertumbuhan produksi beras sebesar 4 per tahun. Kedua, tetap melakukan impor
dengan mengupayakan tingkat pertumbuhan produksi sebesar 1 per tahun. Ketiga, pertumbuhan produksi 2,5 per tahun dengan sasaran mempertahankan
swasembada on trend mengimpor beras ketika produksi jelek dan mengekspor
ketika produksi bagus Pearson, dkk., 2005.
Keberhasilan Indonesia dalam melakukan Revolusi Hijau the Green Revolution
pada periode 1970-an dan 1980-an. Selama periode tersebut secara perlahan-lahan Indonesia berubah dari yang semula sebagai negara pengimpor beras terbesar di
dunia menjadi negara yang mampu berswasembada on trend beras selama kurang lebih satu dekade, mulai tahun 1984. Strategi pembangunan perberasan
STARTEGI DAN TARGET 4 pertumbuhan
–reguler exports 1 pertumbuhan
–regular imports 2.5 pertumbuhan-swasembada on trend
INSTRUMENT KEBIJAKAN
Tingkat harga Stabilitas harga
Investasi publik Kebijakan Ekonomi Makro
Regulasi pedesaan
PEUBAH EKONOMI UTAMA -
Output beras -
Pendapatan pedesaan hubungan dengan beras
- Kesempatan kerja pedesaaan
hubungan dengan beras TUJUAN DASAR KEBIJAKAN
PANGAN -
Ketahanan pangan dan stabilitas harga
- Pertumbuhan ekonomi yang
cepat -
Distribusi pendapatan yang lebih merata
Gambar 2. Kerangka Kebijakan Perberasan Masa Lalu Sumber : Pearson et al, 2005
Universitas Sumatera Utara
39 pada masa Revolusi Hijau adalah memperkenalkan teknologi baru dalam bentuk
varietas unggul, perbaikan pengelolaan sistem pengairan, penggunaan pupuk kimia, sistem pemasaran yang lebih baik, serta pembangunan irigasi. Subsidi
pupuk, harga beras yang stabil, air irigasi tanpa bayar, jalan yang lebih baik dan
kondisi makroekonomi yang stabil Pearson, dkk., 2005.
Instrument kebijakan harga mengubah tingkat harga beras dalam negeri dengan
kebijakan yang bersifat netral. Pemeritah saat itu berkeinginan untuk memilki sistem perberasan yang efisien, yang senantiasa menjaga agar harga beras dalam
negeri tidak terlalu jauh dari trend harga beras dunia, sehingga dapat dikatakan kebijakan itu tidak mem-proteksi petani, tetapi juga tidak men-disproteksi petani.
Namun untuk merangsang petani agar mampu mengadopsi penggunaan teknologi penggunaan teknologi baru, termasuk di dalamnya penggunaan varietas unggul,
maka pemerintah memberikan subsidi harga pupuk kimia yang amat besar untuk
menurunkan biaya produksi Pearson, dkk., 2005.
Kebijakan stabilitas harga beras memiliki dampak yang amat positif. Badan
Urusan Logistik Nasional Bulog menstabilkan harga dalam negeri sehingga fluktuasi harga beras di dalam negeri lebih kecil dibandingkan dengan fluktuasi
harga yang terjadi di pasar internasional. Badan tersebut memelihara stok penyangga buffer stock beras melalui pembelian padi dari petani pada tingkat
harga dasar dan melepaskannya ke pasaran ketika harga beras di pasar dalam negeri
mengalami kenaikan
sampai pada
tingkat harga
tertentu
Pearson, dkk., 2005 .
Universitas Sumatera Utara
40 Investasi publik di bidang infrastruktur pedesaan, fasilitas kesehatan dan
pendidikan, penelitian dan pengembangan serta penyuluhan pertanaian merupakan komponen kunci dari keberhasilan Indonesia dalam meningkatkan produksi dan
produktivitas padi sampai tiga kali lipat dan berpengaruh terhadap pencapaian swasembada beras meskipun swasembada tersebut hanya berjalan selam kurang
lebih 10 tahun. Pemerintah melakukan investasi yang paling amat besar dalam bentuk jalan di pedesaan, pelabuhan , jaringan irigasi, dan pada periode tertentu
investasi untuk infrastruktur pedesaan dan penelitian pertanian mencapai 30 dari
seluruh investasi Pearson, dkk., 2005.
Regulasi pemilihan tanaman merupakan satu-satunya kebijakan yang memiliki
dampak negatif terhadap produksi padi ere tahun 1970-an dan 1980-an. Di sebagaian Jawa Timur dan Jawa Tenga
h, para petani “dipaksa” menanam tebu, meskipun sebenaranya mereka lebih suka menanam padi. Kebijakan ini
menyebabkan produksi menjadi menurun, pendapatan lebih rendah, dan kesempatan kerja lebih rendah dibandingkan dengan ketika petani diberikan
kebebasan untuk memilih pola tanam yang mereka sukai Pearson, dkk., 2005.
Semua instrumen kebijakan di atas mempengaruhi tingkat produksi beras melalui
pengaruhnya atas tiga peubah ekonomi, yaitu jumlah beras yang diproduksi dalam negeri, tingkat pendapatan pedesaan yang secara tidak langsung dihasilkan oleh
peningkatan produksi beras ataupun secara tidak langsung melalui investasi ataupun konsumsi dari produk-produk yang ada hubungannya dengan beras, serta
tingkat kesempatan kerja pedesaan yang baik secara langsung maupun tidak langsung diciptakan oleh proses produksi padi. Masing-masing dari ketiga peubah
Universitas Sumatera Utara
41 ekonomi ini pada gilirannya mempengaruhi ketiga tujuan utama kebijakan
pangan. Peningkatan produksi padi dalam negeri berkonstribusi terhadap ketahanan pangan dan stabilitas harga dengan mengurangi dampak fluktuasi harga
yang terjadi di pasar dunia. Penciptaan pendapatan dengan cara yang efisien melalui pengembangan usahatani padi mengarah kepada peningkatan pendapatan
yang cepat, baik lokal maupun nasional. Penciptaan lapangan kerja di pedesaan, scara lngasung dari proses produksi maupun secara tidak langsung dari aktivitas
yang berhubungan dengan produksi padi, meningkatkan distribusi pendapatan
antara daerah pedesaan dan perkotaan Pearson, dkk., 2005. Kebijakan Perberasan Saat Ini
Kebijakan perberasan saat ini berupaya menciptakan harga beras dalam negeri 30 lebih tinggi dibanding harga beras yang membebaskan impor. Strategi ini
dimaksudkan untuk membantu produsen pada saat harga dunia sedang rendah, yaitu seperempat kali lebih rendah dari trend harga jangka panjang. Namun
strategi ini menghalangi konsumen beras dalam negeri dari manfaat yang mungkin diterima dari rendahnya harga dunia, dan dengan sendirinya bisa
berdampak buruk terhadap tingkat gizi dan pengetasan kemiskinan
Pearson, dkk., 2005 .
Instrument kebijakan yang digunakan untuk menjalankan strategi ini adalah tarif
impor spesifik sebesar Rp 430,00kilogram. Bila tarif bea masuk ini dapat diterapkan secara efektif harga beras dalam negeri akan 30 lebih tinggi dari
tingkat harga tanpa kebijakan tersebut, dan ternyata harga beras dalam negeri yang terjadi saat ini sekitar 25-30 lebih tinggi. Tingginya ketidakpastian , baik
Universitas Sumatera Utara
42 ekonomi maupun politik, menyebabkan para importir beras membebankan baiaya
tambahan sebesar 10-20 untuk menanggulangi risiko perubahan nilai tukar dan
tambahan biaya perbankan Pearson, dkk., 2005.
Secara teoritis pemerintah bisa membantu petani padi dengan instrument
kebijakan subsidi produksi langsung, dimana petani akan menerima subsidi yang nilainya sesuai dengan jumlah produksi yang dipasarkan. Kebijakan ini tidak akan
menyebabkan naiknya harga beras dalam negeri dan menghilangkan trade-offs antara produsen dan konsumen. Namun kebijakan ini sulit diterapkan dan akan
memberikan beban
yang amat
besar kepada
anggaran pemerintah
Pearson, dkk., 2005 .
Kebijakan investasi publik untuk sektor perberasan masih tetap dijalankan seperti
sebelumnya, namun dalam jumlah dan efektivitas yang jauh lebih rendah. Banyak jaringan irigasi dan sarana transportasi yang harus direhabilitas dan dipelihara,
namun membutuhkan biaya yang amat besar. Regulasi pola tanam di pedesaan
telah dihapuskan Pearson, dkk., 2005. Kebijakan Subsidi
Menurut Hanafie 2010, subsidi diartikan sebagai pembayaran sebagian harga
oleh pemerintah sehingga harga dalam negeri lebih rendah daripada biaya rata- rata pembuatan suatu komoditi atau harga internasionalnya. Ada 2 macam subsidi,
yaitu : a
Subsidi harga produksi Subsidi ini bertujuan melindungi konsumen dalam negeri, artinya konsumen
dalam negeri dapat membeli barang yang harganya lebih rendah daripada biaya
Universitas Sumatera Utara
43 rata-rata pembuatan suatu komoditas dengan harga internasionalnya. Untuk
meningkatkan produksi hasil-hasil pertanian, khususnya beras, pemerintah memberikan subsidi harga faktor produksi, seperti pupuk, pestisida dan bibit.
Subsisdi untuk usahatani padi yang ditanggung oleh pemerintah sangat besar, misalnya biaya yang ditanggung pemerintah untuk mengimpor atau memproduksi
pupuk dalam negeri. Faktor produksi seperti pupuk ini harus didistribusikan ke seluruh pelosok dengan biaya yang tidak kecil. Biaya transportasi ini ditanggung
oleh pemerintah supaya pupuk dapat tersedia secara lokal dengan harga relatif murah. Dalam hal ini, pemerintah memberikan subsidi angkutan.
b Subsidi harga faktor produksi
Untuk memiliki uang tunai. Untuk itu, petani dapat memperoleh kredit dengan bunga yang relatif rendah. Selisih antara bunga bank sesungguhnya dengan bunga
yang harus ditanggung petani, dibayarkan oleh pemerintah dalm bentuk subsisdi kepada petani.
Subsidi Pupuk
Di Indonesia, pemberian subsidi input kepada petani yang disertai dengan penetapan harga dasar merupakan opsi kebijakan yang telah ditempuh sejak awal
Repelita tahun 19691970 pada era pemerintahan Orde Baru untuk menunjang Revolusi Hijau dan program intensifikasi padi dalam upaya mencapai
swasembada beras. Jenis input yang disubsidi pada saat itu adalah benih unggul, pupuk kimia Urea, ZA, TSP, KCI, pestisida dan suku bunga kredit usahatani.
Subsidi input tersebut dimaksudkan untuk membantu petani yang sebagian besar miskin dengan kepemilikan modal dan akses sumber modal sangat terbatas yang
Universitas Sumatera Utara
44 menyebabkan mereka mengalami kesulitan dalam upaya meningkatkan produksi
dan pendapatan usahataninya Hadi., dkk, 2009.
Dalam kebijakan subsidi pupuk dan pendistribusiannya terdapat kalangan yang
berpendapat bahwa subsidi itu tidak sehat sehingga berapapun besarnya, subsidi harus dihapuskan dari APBN. Sementara pihak lain berpendapat bahwa subsidi
masih diperlukan untuk mengatasi masalah kegagalan pasar. Subsidi pupuk bertujuan untuk menjaga stabilitas harga, membantu masyarakat kurang mampu
dan usaha kecil dan menengah dalam memenuhi sebagian kebutuhannya, serta membantu BUMN yang melaksanakan tugas pelayanan umum. Subsidi pupuk ini
pada umumnya disalurkan melalui perusahaanlembaga yang menghasilkan dan menjual barang atau jasa yang memenuhi hajat hidup orang banyak, sehingga
harga jualnya dapat lebih rendah dari pada harga pasarnya dan dapat terjangkau
oleh masyarakat Handoko dan Patriadi, 2005.
Pemberian subsidi pupuk dalam jangka panjang dapat meningkatkan jumlah
konsumsi pupuk. Peningkatan tersebut di satu sisi memberikan efek positif berupa peningkatan produksi pertanian, tetapi di sisi lain dapat meningkatkan anggaran
subsidi yang harus dikeluarkan oleh pemerintah setiap tahunnya. Penggunaan pupuk yang berlebihan juga berdampak negatif terhadap lingkungan
Wijonarko, 1998 .
Saat ini terdapat lima BUMN produsen pupuk yang menerima subsidi pupuk urea
PT Pupuk Sriwijaya, PT Pupuk Kalimantan Timur, PT Pupuk Petrokimia Gresik, PT Pupuk Kujang, dan PT Pupuk Iskandar Muda dan satu BUMN produsen
pupuk yang mendapat subsidi pupuk non-urea yaitu PT Pupuk Petrokimia Gresik.
Universitas Sumatera Utara
45 Pola pemberian subsidi pada tahun 2006 direncanakan dilakukan melalui
pemberian subsidi atas harga gas sebagai bahan baku produksi pupuk, dan diberikan untuk jenis pupuk urea, ZA, SP-36, dan NPK yang diproduksi BUMN
produsen pupuk bersubsidi. Perubahan pola dari subsidi gas ke subsidi harga diharapkan akan dapat mencegah kenaikan HET pupuk serta mengatasi persoalan
pasokan gas yang sering dialami oleh industri pupuk Mantau, dkk., 2008.
Perkembangan subsidi pupuk menunjukkan pada kurun waktu 2003 – 2006
menunjukkan peningkatan. Dari hanya Rp 1.3 triliun pada tahun 2003 atau rata- rata 0.06 terhadap PDB selama 2003
– 2005 menjadi Rp 2.0 triliun atau 0.07
terhadap PDB pada tahun 2006 Handoko dan Patriadi, 2005. Kondisi Kebijakan Subsidi Pupuk Sebelum Tahun 1999
Kebijakan pemberian subsidi pupuk telah dilakukan oleh pemerintah sejak tahun 1971. Sejak itu pula beragam kebijakan mengenai subsidi pupuk baik yang
tertuang dalam keputusan pemerintah ataupun keputusan menteri keluar. Kebijakan subsidi pupuk didasari dari posisi penting pupuk yang merupakan input
penting dalam produksi pertanian dan mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah. Subsidi tersebut diberikan langsung melalui mekanisme harga jual
pupuk, terutama pada kegiatan usahatani tanaman pangan. Tujuannya adalah agar harga yang beredar di pasar tidak memberatkan petani sehingga petani masih tetap
dapat berproduksi Kariyasa, 2004.
Sebelum digulirkannya paket kebijakan pupuk Desember 1998, secara reguler
setiap bulan Oktober pemerintah melakukan penyesuaian Harga Eceran Tertinggi HET pupuk urea. Pada tahun 1990 HET urea tercatat Rp 185kg,
Universitas Sumatera Utara
46 kemudian terus mengalami penyesuaian harga menjadi Rp 330kg. Selanjutnya,
pada tahun 1997 pemerintah kembali menaikan HET pupuk urea menjadi
Rp 400kg yang berlaku hingga awal Desember 1998 Rachman, 2003. Kondisi Kebijakan Penghapusan Subsidi Pupuk Tahun 1999
– 2001
Kondisi yang terjadi saat penghapusan subsidi memberikan dampak positif bagi petani antara lain : 1. Pupuk tersedia dalam jumlah yang cukup di tingkat petani,
dan jarang terjadi kelangkaan pupuk, 2. Harga pupuk relative stabil, dan 3. Berkembangnya kios-kios pengecer pupuk dengan harga kompetitif. Sementara
itu, dampak negatif dari kebijakan penghapusan subsidi adalah: 1. Dengan mahalnya harga pupuk, membawa konsekuensi munculnya pupuk alternatif yang
relatif murah, namun diragukan kualitasnya, 2. Menurunnya penggunaan pupuk SP-36, KCL, dan ZA oleh petani karena harganya relatif mahal, 3 Sudaryanto
dan Adnyana 1999 menyatakan bahwa adanya pasar pupuk yang mengarah ke oligopolistik, dan 4. Terjadi distorsi harga akibat tidak bekerjanya pasar secara
efesien Mantau, dkk., 2008.
Paket kebijakan Desember 1998 berupa penghapusan subsidi berdampak besar
terhadap peningkatan harga pupuk di tingkat petani. Adnyana dan Kariyasa 2000 menyatakan bahwa penghapusan subsidi pupuk tersebut mengakibatkan
harga eceran tertinggi KUT untuk pupuk urea naik dari Rp 450kg menjadi Rp 1.115kg kenaikan 147, SP-36 dari Rp 675 menjadi Rp 1.600kg 137, KCL
Rp 1.650kg sebelum kebijaksanaan Desember 1998, tidak ditetapkan harganya, dan pupuk ZA naik dari Rp 506kg menjadi Rp 1.000kg 98
Mantau, dkk., 2008
.
Universitas Sumatera Utara
47
Kondisi Kebijakan Subsidi Pupuk Setelah Tahun 2001
Peningkatan harga pupuk dunia akibat peningkatan harga gas sejak tahun 2000 telah mendorong pemerintah kembali memberikan subsidi pupuk pada tahun
2001. Selama juga tahun 2001-2002, subsidi pupuk diberikan dalam bentuk insentif gas domestik IGD sebagai bahan baku utama untuk produksi pupuk
Urea. IGD memang tidak disebut sebagai subsidi pupuk dan jumlahnya juga tidak
begitu besar PSEKP 2008 dikutip Hadi., dkk 2009.
Di sisi lain, peningkatan harga pupuk dunia memaksa pemerintah untuk
mengendalikan harga pupuk domestik dalam rangka membantu petani dan mencegah dampak negatifnya terhadap kinerja sektor pertanian. Oleh karena itu,
sejak tahun 2003 pemerintah meningkatkan dan memperluas subsidi, tidak hanya subsidi gas untuk Urea tetapi juga subsidi harga untuk pupuk lainnya SP36, ZA
dan NPK Ramija, 2010.
Kebijakan subsidi pemerintah yang mulai berlaku pada Agustus 2003 adalah subsidi input produksi pupuk, yaitu gas. Karena gas adalah bahan baku utama
dalam memproduksi pupuk. Perubahan pola subsidi ini berarti menjadi subsidi tidak langsung karena subsidi harga gas akan diberikan kepada industri
Mantau, dkk., 2008
. Subsidi yang diberikan pemerintah saat ini bukanlah subsidi pupuk langsung bagi
petani, namun subsidi gas dari pemerintah bagi pabrik-pabrik penghasil pupuk. Padahal harga pupuk di tingkat petani tidak berkaitan langsung dengan harga
pokok pabrik pupuk domestik. Pada tatanan pasar terbuka, seperti saat ini, harga pupuk di tingkat petani ditentukan oleh harga paritas impornya. Pengalaman
Universitas Sumatera Utara
48 membuktikan bahwa jika harga pupuk di pasar internasional meningkat, maka
untuk mengejar laba yang lebih tinggi, pabrik pupuk domestik cenderung mengekspor produknya. Akibatnya adalah pasokan pupuk di tingkat petani
menjadi langka dan harganya pun meningkat seiring dengan peningkatan harga pupuk internasional. Sebagai perusahaan komersial, produsen pupuk tentunya
tidak dapat disalahkan mengekspor pupuk untuk mengejar laba sebesar-besarnya
Simatupang, 2002 .
Ketika subsidi diberikan secara langsung, harga pupuk yang diberlakukan
ditingkat petani, masing-masing untuk urea Rp.1.150,00Kg, pupuk ZA Rp 1.000,00Kg, TSP Rp 1.500,00Kg, dan pupuk majemuk Rp 1.750,00Kg. Dengan
subsidi gas maka harga urea turun menjadi Rp 1.050,00kg, ZA Rp 950,00kg, TSP Rp 1.400,00kg, dan pupuk majemuk Rp 1.500,00kg. Menteri Pertanian RI,
Bungaran Saragih mengkalkulasikan bahwa selain menurunkan harga pupuk di tingkat petani, subsidi yang dikeluarkan pemerintah menjadi sangat berkurang.
Dengan menghemat anggaran sebesar Rp 350 miliar hingga Rp 500 miliar pada APBN 2003. Namun pada kenyataannya, pengeluaran pemerintah baik dalam
besaranya subsidi yang dikeluarkan maupun persentase dalam APBN mulai tahun 2003 justru meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu hingga tahun
2002 pada saat menerapkan pola subsidi harga pupuk bukan subsidi gas. Hal ini jelas menunjukan bahwa perhitungan pemerintah belum tepat. Pada tahun 1997
dan 1998 subsidi pupuk memang meningkat tajam, hal ini dipicu oleh adanya
krisis ekonomi yang melanda Indonesia Mantau, dkk., 2008.
Universitas Sumatera Utara
49
2.3.3 Matriks Analisis Kebijakan Policy Analysis Matrix, PAM