Biodiversitas dan Potensi Ganggang Merah (Rhodophyta) di Perairan Pantai Jawa Barat

(1)

(RHODOPHYTA) DI PERAIRAN PANTAI JAWA BARAT

SUKIMAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011


(2)

(RHODOPHYTA) DI PERAIRAN PANTAI JAWA BARAT

SUKIMAN

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Biologi Tumbuhan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011


(3)

(4)

SUKIMAN. Biodiversitas elan Potensi Ganggang Merah (Rhoelophyta) eli Perairan Pantai Jawa Barat. Dibimbing oleh TATIK CHIKMAWATI elan NUNIK SRI ARIYANTI.

Ganggang merah mempunyai persebaran geografi yang luas elan lebih melimpah eli perairan tropik. Sebagai salah satu negara tropik Indonesia kaya elengan berbagai jenis ganggang. Beberapa kajian ilmiah gangang laut telah elilakukan di beberapa tempat. Sementara itu kajian bioeliversitas ganggang merah khususnya eli J awa Barat dirasakan masih kurang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkap keanekaragaman taksa, menggambarkan karakter morfologi, anatomi elan struktur reproeluksi, habitat elan persebaran, menyusun kunei pengenalan taksa, dan menganalisis potensi kanelungan agar dan karagenan ganggang merah eli Jawa Bamt.

Pene\itian elilakukan melalui slll-vei clan koleksi ganggang merah di lima lokasi pantai di J awa Barat yaitu Anyer, Carita, Pelabuhan Ratu, Ujung Genteng clan Pangandaran. Parameter ekologi yang cliamati meliputi tipe habitat, substrat, suhu, kuat arus, keeerahan, pH, salinitas, kaclar nitrat, clan fosfat. Sampel yang clikoleksi clibuat spesimen herbarium clengan caru clipres clengan sasak clan dikeringkan pacla suhu 65° selama 3-5 hali. Untuk awetan basah sampe\ clisimpan clalam fonnalin 5 %.

Pemeriksaan spesimen meliputi pengal11atan l11orfologi, anatol11i, clan struktur reproeluksi. Karakter morfologi yang cliamati meliputi bentuk clan ukuran talus, pola pereabangan, tekstur, dan alat pelckat. Pemeriksaan anatomi clilakukan pacla ganggang merah herdaging dan berkapur. Karakter yang diamati ialah bentuk clan SUSllnan scI korteks clan meelula. S.rllktur reproelllksi yang cliamati antam lain sistokarp, slichidia, konseptakel, clan tctrasporangia. Pemeriksaan struktur anatomi dan reproclllksi dilakukan menllrut metocle Gabrielson yang dimoelilikasi olch Atmaclja (1989). Kemuclian clilakukan penyusunan perte\aan jenis, iclentifikasi spesimen, clan penyusunan kunci pengenalan taksa. Penentuan kanelungan kamgenan dilakukan menggunakan metocle yang clikel11bangkan oleh Bawa el al. (2007), seclangkan ekstraksi agar clilakukan menurut Rnsyicl (2004). Untuk mengetahlli kesamaan lcomunitas ganggang merah cli lokasi yang disurvei clilakukan ー・イィゥエuャセァ。ョ@ incleks similalitas Jaccarcl.

セ@ Berclasarkan hasil penelitian clitemukan 49 jenis dari 24 marga dan 12 famili ganggang merah eli perairan pantai J awa Bara!. Marga clengan keanekaragaman jenis tertinggi aclalah Gracilaria clan Laurencia masing-masing 7 jenis. Rhoelomelaceae merupakan famili c1engan jumlah jenis terbanyak yailu 11 jenis dmi 4 marga. Pnntai Ujung Genteng memiliki kekayaan jenis ganggang merah tertinggi c1ari keseluruhan pantai yang clisurvei, seclangkan pantai Panganclaran l11emiliki leekayaan jenis terenclah.

Ganggang merah yang c1itemukan memperlihatkan variasi tipe talus, ukuran, tei<stur, alat peleleat, clan pola percabangan. Variasi tipe talus antara lain tipe filamen, foliosa berclaging, berkapur tegale, elan berkerak. Ukuran talus bervariasi elengan panjang talus berkisar 2.6-3.6 mm pacla Ceramium cingulalul1l sampai berukuran besar dengan panjang sampai 33 cm pacla Halymenia durvillei. Pola percabangan pacla ganggang l11erah yang c1itemukan antara lain menggarpu,


(5)

(6)

Nama : Sukiman

NIM : G353080011

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Tatik Chikmawati, MSi Dr. Nunik Sri Ariyanti, MSi Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Biologi Tumbuhan

Dr. Ir. Miftahudin, M.Si Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.


(7)

(8)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2009 ini ialah ganggang merah (Rhodophyta) dengan judul Biodiversitas dan Potensi Ganggang Merah (Rhodophyta) di Perairan Pantai Jawa Barat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada ibu Dr. Ir. Tatik Chikmawati, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan ibu Dr. Nunik Sri Ariyanti, M.Si selaku anggota yang telah banyak memberikan saran, masukan, dan perbaikan dalam

penyusunan karya ilmiah ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Sulistijorini, M.Si dan Bapak Dr. Miftahudin, M.Si atas saran yang diberikan.

Terima kasih kepada Direktorat Pendidikan Tinggi Kemendiknas atas bantuan beasiswa (BPPS) selama penulis menempuh studi di Sekolah Pascasarjana IPB. Terima kasih penulis sampaikan kepada pak Parman, bu Dorly, dan bu Tini atas bantuan dan kerjasama selama penulis bekerja di laboratorium.

Terima kasih penulis ucapkan kepada kedua orang tua, anakku tersayang

“Abdul Hafidz“ dan istriku tercinta atas do’a, perhatian, motivasi dan pengorbanannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2011

Sukiman


(9)

Penulis dilahirkan di Lombok Tengah pada Tanggal 30 Desember 1973 dari ayah H. Ramli dan ibu Hj. Haeriah. Penulis merupakan putra pertama dari 7 bersaudara.

Tahun 1993 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Mataram dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Pada tahun 2008 penulis melanjutkan pendidikan pada strata dua (S2) dan diterima di sekolah Pascasarjana Mayor Biologi Tumbuhan, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Saat ini penulis bekerja sebagai staf pengajar di Program Studi Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Mataram sejak tahun 2005. Penulis menikah dengan Sri Sofiana pada tahun 2002 dan telah dikaruniai seorang putra bernama Abdul Hafidz.


(10)

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Ganggang Merah ... 4

Reproduksi Ganggang Merah ... 5

Habitat dan Persebaran Ganggang Merah ... 9

Pemanfaatan Ganggang Merah ... 10

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ... 12

Metode Penelitian ... 14

Pengambilan Sampel ... 14

Pengamatan Parameter Lingkungan ... 15

Pembuatan Spesimen Herbarium ... 15

Pengamatan Morfologi ... 16

Pengamatan Anatomi dan Struktur Reproduksi ... 16

Potensi Ganggang Merah Sebagai Sumber Agar dan Karagenan ... 16

Analisis Kandungan Karagenan ... 17

Analisis Kandungan Agar ... 17

Analisis Data ... 18

HASIL DAN PEMBAHASAN Keanekaragaman Taksa ... 19

Variasi Morfologi ... 19

Variasi Anatomi Talus ... 24

Struktur Reproduksi ... 25

Sistokarp ... 25

Stichidia dan Konseptakel ... 29

Tetrasporangia ... 31

Habitat dan Sebaran Jenis Ganggang Merah ... 34


(11)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 92

Saran ... 92

DAFTAR PUSTAKA ... 95


(12)

Halaman

1 Keanekaragaman taksa ganggang merah di perairan pantai Jawa Barat... 19

2 Variasi sistokarp pada ganggang merah yang dikoleksi dari Jawa Barat ... 27

3 Variasi tetrasporangia pada ganggang merah yang dikoleksi dari Jawa Barat. 32 4 Sebaran jenis ganggang merah di perairan pantai Jawa Barat... 35

5 Keragaman habitat dan substrat ganggang merah di pantai Jawa Barat ... 37

6 Parameter lingkungan pada habitat ganggang merah di Jawa Barat ... 40

7 Indeks kesamaan komunitas ganggang merah di pantai Jawa Barat ... 41

8 Ganggang merah yang berpotensi sebagai sumber agar dan karagenan dari pantai Jawa Barat ………... 42

9 Kandungan agar beberapa jenis ganggang merah di Jawa Barat ... 43


(13)

Halaman

1 Tipe pembelahan tetrasporangia (a) cruciate, (b) zonate, (c) tetrahedral (Bold & Wynne 1985). ... 7

2 Struktur reproduksi pada Gracilaria: (a-b) spermatangia, (c) tetrasporangia (d) sistokarp (Reine & Trono 2002) ... 7

3 Lokasi pengambilan sampel ganggang merah di perairan pantai Jawa Barat 12

4 Variasi tipe talus ganggang merah yang ditemukan (A) filamen dengan kortikasi sebagian pada Ceramium sp. (B) filamen dengan kortikasi pada seluruh filament pada C. clavulatum (C) berdaging pipih pada H. durvillei (D) berdaging silindris pada Champia parvula (E) mengerak pada P. obscura (F) berkapur tegak pada Amphiroa fragilisisma. ... 20

5 Variasi bentuk branchlet pada ganggang merah (A) filamen uniseriata (Spyridia filamentosa), (B) bentuk duri (Hypnea spinnela), (C) filiformis (Chondria armata), (D) silindris (Laurencia papilosa), (E) pipih spatulata (Gelidium spinosum), (F) menggada (Laurencia dotyii) ... 23

6 Sayatan melintang talus beberapa ganggang merah : medula dengan sel bulat parenkimatous pada (A) Gracilaria salicornia, (B) Gracilaria corticata, (C) Gracilaraia coronopifolia, (D) Hypnea cornuta (E) Gracilaria foliifera, (F) Laurencia poitei, medula dengan sel-sel bentuk filamen pada (G) T. fragilis dan (H) Halymenia durvillei), medula berongga pada (I) Acrocystis sp.) m = medula, k = korteks. ... 25

7 Variasi bentuk sistokarp pada ganggang merah yang dikoleksi di pantai Jawa Barat: Bentuk kubah (A) G. foliifera, (B) G. textorii, (C) G. corticata. Hemisferikal: (D) G. verrucosa, (E) G. debilis. Bulat G. verrucosa, (E) G. debilis, (F) T. fragilis, (G) G. filicina, (H) Ceramium sp. Bentuk cawan (I) Polysiphonia sp. ... 26

8 Variasi letak sistokarp (tanda panah) pada ganggang merah yang dikoleksi: cabang filamen pada (A) Polysiphonia sp., branchlet pada (B) L. papillosa dan (C) A. spicifera), tersebar pada permukaan talus pada (D) G. foliifera dan (E) G. coronopifolia) tenggelam dan terletak pada medulla pada (F) H. durvillei . 27


(14)

pada: (C) G. corticata, (D) G. coronopifolia, (E) G. debilis, (F) G. foliifera (G) G. textorii, (H) G. filicina. ... 28

10 Struktur reproduksi (anak panah) berupa konseptakel dan stichidia pada ganggang merah yang ditemukan. Konseptakel pada (A) Cheilosporum acutilobum, (B) Jania rubens, (C) Amphiroa fragillisima. Stichidia pada: (D) A. spicifera, (E) Laurencia splendens, (F) Gelidiopsis variabilis, (G) Laurencia dotyii, (H) Laurencia obtusa, (I) Gelidium spinosum, (J) Hypnea valentiaea, (K) Gelidiella acerosa, (L) Hypnea spinnela, (M) Hypnea pannosa, (N) Hypnea musciformis. ... 30

11 Variasi tipe tetrasporangia ganggang merah yang ditemukan : Tipe cruciate (A) G. textorii, (B) G. acerosa, (C) C. cingulatum, (D). G. spinosum, (E) G. debilis.) Tipe tetrahedral (F) C. clavulatum,(G) A. spicifera, (H) L. dotyii Tipezonate (I). A. fragillisima, (J). C. acutilobum, (K) H. pannosa, (L) H. valentiae, (M) H. cervicornis, (N) H. musciformis, (O). H. cornuta. ... 33


(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ganggang merah mempunyai persebaran geografi yang luas dan lebih melimpah di perairan tropik dan subtropik, dengan kekayaan jenis ganggang merah sekitar 600-800 jenis (Luning 1990). Kajian ilmiah mengenai ganggang laut di Indonesia telah diawali oleh Rumphius tahun 1750 di perairan Ambon. Kajian selanjutnya dilakukan dalam ekspedisi Siboga tahun 1899-1900 dan ditemukan 782 jenis ganggang yang terdiri dari 179 jenis ganggang hijau, 134 jenis ganggang coklat, dan 452 jenis ganggang merah (Nontji 2007), kemudian pada ekspedisi Buginesia III di Sulawesi Selatan ditemukan 79 jenis ganggang hijau, 35 jenis ganggang coklat, dan 107 jenis ganggang merah (Verheij & Reine 1993).

Kajian ekologi dan inventarisasi jenis ganggang di beberapa tempat telah dilakukan oleh Atmadja dan Subagdja (1995), Ariyanti et al. (1998), dan Soedjiarti dan Albuntana (2010). Kajian tersebut menyangkut ekologi dan morfologi ganggang secara umum dan dilakukan di lokasi pantai tertentu. Oleh karena itu diperlukan kajian lebih lanjut mengenai biodiversitas ganggang merah mencakup struktur reproduksi, anatomi, dan persebarannya untuk memberikan gambaran lebih lengkap tentang keragaman flora ganggang merah khususnya di Jawa Barat.

Ganggang merah (Rhodophyta) merupakan kelompok ganggang yang mempunyai nilai ekonomi penting di Indonesia saat ini. Dari anggota kelompok ganggang ini dihasilkan agar dan karagenan. Senyawa ini digunakan sebagai bahan baku industri makanan, farmasi, dan kosmetik (Rasyid 2003, 2004). Ganggang merah juga dimanfaatkan sebagai bahan makanan, obat, dan pupuk (Angka & Suhartono 2000). Beberapa jenis yang bernilai ekonomi kebanyakan dari marga Eucheuma, Hypnea, Gracilaria, Gelidium, dan Gelidiella (Atmadja 1996). Ganggang merah juga mengandung karbohidrat, protein, dan sedikit lemak serta garam mineral, sehingga dapat dijadikan bahan makanan.

Selain manfaat ekonomi, komunitas ganggang merah mempunyai peran ekologi penting dalam ekosistem perairan. Komunitas ganggang merah berperan


(16)

sebagai produsen primer, penghasil bahan organik dan oksigen, habitat dan makanan alami berbagai biota laut, dan menjaga kemantapan substrat dasar perairan (Atmadja & Subagdja 1995).

Ganggang merah dibedakan dari kelompok ganggang lain berdasarkan beberapa ciri antara lain: tidak adanya fase sel berflagela dalam siklus hidupnya, mempunyai pigmen fotosintetis tambahan yang disebut fikobilin, lamela fotosintesis atau tilakoid dalam kloroplas tidak berkelompok, dan cadangan makanan berupa tepung floridean. Pada dinding sel kelompok ganggang ini terdapat matriks berlendir (mucilaginous) berupa karagenan, agar, porfiran, dan furselaran (Bold & Wynne 1985). Struktur talus berbentuk silindris atau pipih, dengan percabangan menggarpu atau berseling (Atmadja 1996). Selain itu terdapat tipe talus berkerak (crustosa) (Bold & Wynne 1985; Adey et al. 1982). Ganggang merah memiliki tekstur talus kenyal seperti tulang rawan (cartilaginous), kaku dan keras seperti karang (coralinous), atau dengan tekstur lunak (Trono & Ganzon-Fortes 1988; Bold & Wynne 1985).

Wilayah geografis Jawa Barat dalam penelitian ini mencakup dua daerah administratif yaitu Provinsi Banten dan Jawa Barat. Provinsi Banten memiliki garis pantai sepanjang 866,13 km (DKP Banten 2007), sedangkan Provinsi Jawa Barat memiliki garis pantai sepanjang 753,83 km (Bappeda Jawa Barat 2007). Pantai Jawa Barat bagian selatan berhubungan langsung dengan samudera Indonesia dan merupakan salah satu pantai berpasir dan berkarang dengan kondisi perairan yang memungkinkan tumbuhnya berbagai jenis ganggang. Akan tetapi publikasi ilmiah mengenai biodiversitas ganggang merah di pantai tersebut masih kurang. Oleh karena itu untuk memberikan informasi yang aktual mengenai keanekaragaman, potensi, dan persebaran jenis ganggang merah di lokasi tersebut perlu dilakukan penelitian biodiversitas ganggang merah guna melengkapi informasi potensi sumberdaya perairan di wilayah Jawa Barat.

Perairan pantai Jawa Barat terdiri dari berbagai tipe ekosistem yang menjadi habitat bagi berbagai jenis ganggang merah. Keragaman tipe ekosistem memungkinkan terdapatnya keragaman jenis ganggang merah di lokasi tersebut. Sementara itu tekanan terhadap ekosistem pantai akibat aktivitas penduduk sekitar dapat menyebabkan kerusakan habitat dan kepunahan jenis. Oleh karena itu kajian


(17)

ilmiah mengenai biodiversitas dan kondisi ekologi ganggang merah perlu dilakukan untuk menjaga kelestarian dan pemanfaatan secara berkelanjutan.

Ganggang merah merupakan salah satu sumberdaya laut yang mempunyai nilai ekonomi penting. Informasi mengenai potensi kandungan agar dan karagenan ganggang merah dari populasi alami pada berbagai tipe habitat di pantai Jawa Barat belum diketahui. Oleh karena itu kajian mengenai potensi kandungan metabolit tersebut penting untuk dilakukan guna memberikan gambaran mengenai potensi ganggang merah sebagai sumber agar dan karagenan.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas maka tujuan penelitian ini adalah

1. Untuk mengungkap keanekaragaman taksa ganggang merah di perairan pantai Jawa Barat, menggambarkan variasi karakter morfologi, anatomi, dan struktur reproduksi, serta menyusun kunci identifikasi taksa.

2. Untuk mengetahui persebaran dan kondisi ekologi ganggang merah di perairan pantai Jawa Barat.

3. Untuk mengetahui potensi ganggang merah sebagai sumber agar dan karagenan.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai keanekaragaman, persebaran, kondisi ekologi, dan potensi pemanfaatan ganggang merah di perairan pantai Jawa Barat. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai dasar dalam pengelolaan, pengembangan, dan pemanfaatan ganggang merah di masa yang akan datang.


(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Ganggang Merah (Rhodophyta)

Ganggang merah memiliki struktur tubuh berupa talus. Struktur talus bervariasi pada ukuran dan kompleksitas. Anggota Bangiophycidae memiliki talus uniseluler, koloni, filamen terbuka, atau agregasi filamen. Sedangkan Florideophycidae memiliki talus berbentuk filamen tunggal atau penyatuan filamen membentuk struktur menyerupai jaringan parenkim dengan berbagai variasi ketebalan, lebar, susunan, dan percabangan (Sze 1993; Coomans & Hommersand 1995; Castro & Hubner 2005). Talus berbentuk silindris atau pita dengan percabangan menyirip, menggarpu, berhadapan, atau berselang-seling (Tjitrosoepomo 1994; Trono & Ganzon-Fortes 1988). Tekstur talus berdaging, halus, kenyal seperti tulang rawan (kartilaginous), dan keras berkapur (coralinous) (Trono & Ganzon-Fortes 1988). Ukuran talus bergantung pada distribusi geografi, talus di daerah beriklim sedang berukuran lebih besar daripada di daerah tropis (Dawson 1966). Beberapa jenis ganggang merah mempunyai struktur talus seperti lembaran (blade) yang ukurannya 1-2 meter (Castro & Hubner 2005; Rohmimuhtarto & Juwana 2001).

Banyak jenis ganggang merah membentuk talus lebih kompak dan berukuran lebih besar yang dihasilkan dari perlekatan (agregasi) beberapa filamen menghasilkan struktur pseudoparenkim. Beberapa filamen dilekatkan oleh lendir dengan tingkat penyatuan filamen yang bervariasi (Bold & Wynne 1985). Akan tetapi struktur ini memiliki kelemahan pada kontak sitoplasmik antar sel (Darley 1982; Loban & Harrison 1997).

Ganggang merah melekat pada substrat dengan berbagai tipe alat pelekat yang disebut holdfast. Alat pelekat dapat berupa rizoid bersel tunggal atau multiseluler, stolon, tendril, atau alat pelekat seperti mencakram (Bold & Wynne 1985). Perbedaan bentuk alat pelekat merupakan adaptasi terhadap substrat dan perbedaan tingkat pengaruh faktor lingkungan (Trono & Ganzon-Fortes 1988).

Ganggang merah memiliki pigmen asesoris yang disebut fikobilin yang terdiri dari fikoeritrin dan fikosianin. Fikoeritrin merupakan pigmen asesoris


(19)

dominan yang berperan dalam memberikan warna merah pada ganggang ini. Pigmen lain yang terdapat pada sel ganggang merah adalah klorofil a dan d, karoten, lutein, dan zeaxanthin (Trono & Ganzon-Fortes 1988). Ganggang merah tidak memperlihatkan warna merah semua tetapi memperlihatkan warna ungu, kecoklatan, hitam, kuning, dan kehijauan. Variasi warna tersebut terjadi karena fotoreduksi. Jenis yang sama pada suatu populasi dapat memperlihatkan variasi pigmentasi (Bold & Wynne 1985). Pada zona subtidal ganggang merah memperlihatkan warna merah muda-merah karena pigmen fikoeritrin dominan (Dawson 1966).

Reproduksi Ganggang Merah

Reproduksi ganggang merah terjadi secara seksual (oogami) dan aseksual (dengan spora). Reproduksi seksual melibatkan sel kelamin jantan yang disebut spermatia dan sel khusus betina yang disebut karpogonia. Spermatia berbentuk bola atau oblong, tidak berflagela dan dihasilkan pada struktur reproduksi jantan yang disebut spermatangia. Spermatangia dihasilkan dalam jumlah besar pada sel korteks atau pada branchlet khusus. Pada Gelidiales, spermatangia terbentuk dalam sori pada bagian apikal talus jantan. Spermatangia pada Polysiphonia terbentuk pada trikoblast, sedangkan pada Coralinaceae terbentuk pada konseptakel (Hommersand & Fredericq 1995).

Karpogonium dicirikan oleh suatu sel memanjang, relatif membesar pada bagian basal dan memanjang secara distal yang disebut trikogin (Bold & Wynne 1985). Pada sebagian besar ganggang merah karpogonium pendek, sering bercabang-cabang, bersel lateral 3-4, dan secara keseluruhan disebut cabang karpogonial (Lee 1989). Pada Florideophycidae karpogonium berada pada suatu filamen lateral atau terminal yang biasanya berisi sejumlah sel yang spesifik yang disebut filamen karpogonial atau cabang karpogonial (Hommersand & Fredericq 1995)

Dari proses fertilisasi karpogonium, baik secara langsung maupun tidak langsung terbentuk suatu tahapan generasi yang disebut karposporofit. Generasi ini berukuran kecil dan mendapatkan nutrisi dari gametofit betina. Suatu ciri khas pada ganggang merah adalah bahwa zigot tetap dipertahankan pada gametofit


(20)

betina dan serangkaian proses setelah terjadi fertilisasi menghasilkan karposporofit (Darley 1982; Bold & Wynne 1985).

Pada gametofit betina perkembangan zigot lebih lanjut menghasilkan pembentukan struktur yang disebut sistokarp. Sistokarp terdiri dari karposporofit yang dibungkus oleh jaringan dari gametofit betina yang termodifikasi sebagai pelindung atau pendukung karposporofit (Bold & Wynne 1985; Trono & Ganzon-Fortes 1988; Hommersand & Fredericq 1995). Pada karposporofit terdapat filamen gonimoblast yang mendukung karposporangia, filamen ini berkembang dari karpogonia setelah fertilisasi atau dari sel auxiliary (Hommersand & Fredericq 1995 ). Sistokarp berukuran makroskopis misalnya pada Gracilaria, Eucheuma, Hypnea, dan Gigartina, atau mikroskopis misalnya pada Gelidium (Kadi & Atmadja 1988). Pada talus yang besar sistokarp terlihat berupa bintik-bintik gelap dengan diameter 1-2 mm, tertanam dalam talus atau berupa bintil kecil (papila) pada permukaan talus.

Pada banyak ganggang merah dan ganggang coklat yang sudah maju, sel reproduktif dapat membentuk struktur reproduktif yang berbeda. Struktur reproduktif dapat tersebar atau mengelompok membentuk bagian fertil pada permukaan talus yang disebut sori atau berupa struktur yang berbentuk seperti bantalan kecil pada permukaan talus yang disebut nematecium. Struktur reproduktif dapat juga terdapat pada suatu lubang atau lekukan talus pada suatu cabang khusus disebut konseptakel. Pada beberapa jenis ganggang merah suatu bagian percabangan dapat berubah menjadi struktur fertil yang disebut stichidium (Trono & Ganzon-Fortes 1988).

Tetrasporangia ditemukan pada semua famili dari Florideophycidae. Tetraspora umumnya berwarna lebih gelap atau lebih merah kebiruan dibandingkan sel lain di sekitarnya, menjadi indikasi untuk mengetahui organ reproduksi tersebut. Sporangia mengalami 2 atau 3 pembelahan dengan pola pembelahan zonate, tetrahedral, dan cruciate (Bold & Wynne 1985; Guiry 1995) (Gambar 1). Tetrasporangia dengan tipe cruciate ditemukan pada Galaxauraceae, Gelidiaceae, Gracilariaceae, Gigartinaceae, dan Halymeniaceae. Tetrasporangia tipe zonate ditemukan pada Corallinaceae, Hypneaceae, Furcellariaceae, dan Sarcodiaceae. Sedangkan pembelahan tetrahedral ditemukan pada


(21)

Rhodymeniales dan Ceramiales (Guiry 1995). Pada Eucheuma spinosum dan Gracilaria edulis tetrasporangia tersebar pada korteks dan dapat dilihat melalui sayatan talus, sedangkan pada Pterocladia capilacea tetrasporangia mengelompok di dekat ujung percabangan talus (Atmadja 1989).

Gambar 1 Pola pembelahan pada tetrasporangia (a) cruciate, (b) zonate, (c) tetrahedral (Bold & Wynne 1985)

Spermatangia, sistokarp, dan tetrasporangia pada ganggang merah berbeda pada letak dan kenampakannya bergantung pada jenisnya. Pada Gracilaria spermatangia tersusun dalam sori pada konseptakel dangkal. Sistokarp hemisferikal atau bulat, tetrasporangia terletak di bagian bawah lapisan permukaan talus (Gambar 2). Pada Laurencia, spermatangia terdapat pada stichidia yang terletak pada branchlet, sistokarp terlihat mencolok, duduk, dan bergerombol pada branchlet, sedangkan tetrasporangia berbentuk tetrahedral atau oval dan terletak pada branchlet (Reine & Trono 2002).

(a) (b) (d)

Gambar 2 Struktur reproduksi pada Gracilaria: (a-b) spermatangia, (c) tetrasporangia (d) sistokarp (Reine & Trono 2002)


(22)

Pada Hypnea, spermatangia terletak di sekitar bagian basal dari branchlet dan membengkak secara tidak mencolok, sistokarp berbentuk hemisferikal, tunggal, atau berkelompok pada cabang talus atau pada branchlet, tetrasporangia zonate, membentuk nematecia pada bagian yang membengkak pada branchlet lateral. Pada Gelidium, spermatangia membentuk bagian kecil pada percabangan talus dari gametofit jantan, sistokarp berupa pembengkakan pada bagian apikal atau dekat apikal branchlet, tetrasporangia cruciate dalam sori pada lapisan korteks dari tetrasporofit (Reine & Trono 2002).

Spermatangia pada Eucheuma spinosum dan Gracilaria edulis terletak pada korteks dan membentuk tonjolan pada permukaan talus, sedangkan pada Pterocladia capilacea terletak pada percabangan. Sistokarp tersebar pada permukaan talus Gracilaria edulis dan membentuk pembengkakan pada talus. Pada Pterocladia capilacea sistokarp berupa benjolan dengan lubang kecil (ostiole) pada permukaan talus. Pada Eucheuma spinosum sistokarp membentuk wadah khusus yang terbentuk dari jaringan talus (Atmadja 1989).

Ganggang merah memiliki siklus hidup diplobiontik dan memperlihatkan tiga fase pergantian generasi dalam siklus hidupnya yaitu karposporofit, gametofit, dan tetrasporofit (Kadi & Atmadj 1988; Bold & Wynne 1985). Generasi gametofit dan tetrasporofit dapat memiliki struktur yang mirip (isomorfik) atau berbeda (heteromorfik). Siklus hidup heteromorfik misalnya terdapat pada anggota Bangiales dan sebagian Nemaliales. Sedangkan siklus hidup isomorfik terdapat pada Kalymeniaceae, Cryptonemiaceae, dan Coralinaceae (Bold & Wynne 1985). Karposporofit bersifat diploid dan berkembang dari zigot pada gametofit betina. Karposporofit menghasilkan karpospora yang akan berkembang menjadi tetrasporofit. Tetrasporofit menghasilkan tetraspora yang berkembang menjadi gametofit (Sze 1993).

Reproduksi vegetatif pada ganggang merah dapat terjadi melalui fragmentasi talus (Trono & Ganzon-Fortes 1988). Morfogenesis dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan antara lain cahaya, nutrien, dan herbivora. Kualitas cahaya dapat memberi pengaruh pada pola percabangan dan pemanjangan talus (Loban &Harrison 1997).


(23)

Habitat dan Persebaran Ganggang Merah

Ganggang merah mempunyai persebaran geografi yang luas. Kelompok ganggang ini cenderung lebih melimpah di perairan tropik dan subtropik daripada di daerah beriklim sedang, dengan rasio jumlah ganggang merah terhadap ganggang coklat mencapai 4.3 di daerah tropis. Perairan pantai tropik mempunyai kekayaan jenis ganggang merah yang tinggi, sekitar 600-800 jenis ganggang merah dari 200-300 marga ganggang. Beberapa marga mempunyai jumlah jenis yang banyak antara lain Gelidium, Pterocladia, Galaxaura, Liagora, Halymenia, Jania, Amphiroa, dan Laurencia (Luning 1990) .

Ganggang merah menempati berbagai tipe habitat mulai dari zona litoral sampai pada kedalaman dengan batas cahaya terendah. Di perairan tropik umumnya terdapat pada zona sublitoral dimana cahaya sangat kurang (Romimohtarto & Juwana 2001; Tjitrosoepomo 1994). Ganggang merah sering lebih melimpah dibandingkan dengan ganggang hijau atau ganggang coklat pada perairan yang lebih dalam (Darley 1982). Jenis-jenis yang menempati zona litoral antara lain dari marga Bostrichia, Jania, Gelidiella, Gelidium, Galaxaura, Laurencia, Hypnea, dan Gracilaria. Sedangkan zona sublitoral ditempati oleh jenis-jenis dari marga Eucheuma, Martensia, Lithothamnion, Mesophyllum dan Porolithon (Luning 1990).

Ganggang merah menempel pada berbagai tipe substrat antara lain pada batuan pantai, karang mati, rataan terumbu, substrat berpasir, menempel pada ganggang lain, atau menempel pada tubuh hewan (Romimohtarto & Juwana 2001; Kain & Norton 1995). Sebagian besar ganggang merah tumbuh pada pantai berkarang. Pantai berlumpur umumnya tidak dapat ditempati oleh ganggang merah kecuali beberapa jenis Gracilaria, Bostrichia, dan Catenella yang dapat tumbuh sebagai epifit (Kain & Norton 1995).

Pertumbuhan dan persebaran ganggang merah dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan antara lain cahaya, pasang surut, substrat, ombak, suhu, salinitas, unsur hara, musim, kompetisi, dan herbivori (Sze 1993; Kain & Norton 1995; Kadi & Atmadja 1988). Suhu merupakan faktor penting yang menentukan distribusi geografi ganggang. Ganggang tropik mempunyai toleransi terhadap suhu lebih tinggi daripada ganggang di daerah beriklim sedang (Kain & Norton


(24)

1995; Bird & Benson 1987). Salinitas, unsur hara, cahaya, pasang surut, dan ombak mempengaruhi distribusi lokal ganggang (Sze 1993).

Sebagian ganggang merah dapat mendeposit kalsium karbonat (CaCO3)

dengan bentuk talus beragam (Castro & Hubner 2005). Ganggang merah yang mengakumulasi kapur tumbuh pada substrat padat pada zona intertidal dan subtidal dan mencapai kepadatan maksimum pada area yang lebih dangkal dan secara fisik terganggu (Loban & Harrison 1997). Ganggang merah yang mengakumulasi kapur (coralin) memiliki talus mengeras, ganggang ini banyak terdapat pada terumbu karang (Romimohtarto & Juwana 2001). Kelompok ganggang merah yang mendeposit kapur termasuk dalam ordo Coralinales dan beberapa anggota Nemaliales.

Pemanfaatan Ganggang Merah

Ganggang merah merupakan kelompok ganggang yang mempunyai nilai ekonomi penting. Ganggang ini banyak dimanfaatkan sebagai bahan makanan, obat, dan material penting dalam industri makanan, kosmetik, dan obat-obatan. Di Indonesia pemanfaatan ganggang merah untuk industri dimulai dari industri agar-agar yang dihasilkan dari Gelidium, Gelidiella, dan Gracilaria, sedangkan untuk industri karagenan dihasilkan dari Eucheuma (Sulistijo 1996). Untuk memenuhi permintaan produk dari ganggang merah yang semakin meningkat pemakaiannya oleh dunia industri maka pemanfaatan potensi sumberdaya ganggang merah memerlukan perkembangan yang berkelanjutan dan lestari. Ganggang merah yang dikembangkan di Indonesia antara lain Gelidium, Gelidiela, Gracilaria, Eucheuma, dan Hypnea (Atmadja 1996). Pemanfaatan ganggang merah secara tradisional terutama digunakan sebagai bahan pangan seperti sayur, manisan, campuran es, kue, dan obat. Beberapa jenis ganggang merah yang sudah dimanfaatkan secara tradisional di Indonesia antara lain dari marga Porphyra, Acanthophora, Catenella, Eucheuma, Gelidium, dan Gracilaria (Nontji 2007).

Kandungan kimia dari ganggang merah yang bermanfaat antara lain karagenan, agar, mineral, protein, dan vitamin. Agar merupakan campuran kompleks polisakarida yang dihasilkan oleh ganggang merah yang dikenal sebagai agarofit, sebagian besar dihasilkan dari anggota Gracilariales dan


(25)

Gelidiales (Reine & Trono 2002). Agar adalah campuran kompleks polisakarida 1,3-α-1,4 β galaktan yang tersusun atas polimer agarosa dan agaropektin. Agar larut dalam air panas dan dapat membentuk gel pada konsentrasi rendah sampai 0.04% (Angka & Suhartono 2000). Agar memiliki kekuatan gel lebih tinggi daripada karagenan (Rasyid 2004). Agar banyak dipakai dalam industri makanan, farmasi, kosmetik, dan sebagai media tumbuh bakteri (Soreano & Bourret 2003). Pada industri makanan agar dipakai sebagai food aditif, pencegah dehidrasi makanan, agen pengental, dan pengontrol viskositas (Trono & Ganzon-Fortes 1988).

Karagenan merupakan senyawa hidrokoloid yang terbentuk pada dinding sel ganggang merah. Senyawa ini adalah polisakarida linear yang tersusun atas unit-unit galaktosa dan anhidrogalaktosa dengan ikatan glikosidik alfa 1,3 dan beta 1,4 secara bergantian dengan variasi dalam jumlah dan posisi sulfat (Angka & Suhartono 2000). Beberapa marga yang menghasilkan karagenan antara lain Achanthopora, Eucheuma, Hypnea, Kappapycus, Chondrus, dan Gigartina (Reine & Trono 2002; Anggadireja et al. 2008). Ada empat tipe karagenan yaitu karagenan kappa, karagenan iota, karagenan lamda, dan karagenan beta . Sifat unik dari karagenan ádalah viskositas tinggi dan membentuk gel yang termoreversibel. Karagenan digunakan sebagai pemantap, pengental, pensuspensi, dan pembentuk gel pada makanan. Karagenan juga digunakan pada produk bukan pangan seperti pasta gigi, kosmetik, cat, dan pewarna tekstil (Angka & Suhartono 2000; Reine & Trono 2002)


(26)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai bulan Nopember 2009 sampai Maret 2010. Pengambilan sampel dilakukan di lima lokasi pantai di Jawa Barat yaitu: Anyer, Carita, Pelabuhan Ratu, Ujung Genteng, dan Pangandaran (Gambar 2). Pemeriksaan spesimen dilakukan di Laboratorium Taksonomi Tumbuhan Departemen Biologi FMIPA-IPB Bogor.

Gambar 3 Lokasi pengambilan sampel ganggang merah di perairan pantai Jawa Barat

Deskripsi masing-masing lokasi penelitian adalah sebagai berikut:

a. Anyer terletak pada 6o3.53’24.9”LS dan 105o53’48.82”BT. Pengambilan sampel dilakukan tanggal 19 Januari 2010 dan tanggal 4 Juli 2010. Pantai Anyer memiliki daerah intertidal berkarang dan berpasir dengan lebar sekitar 4-8 meter, kedalaman sampai 88 cm. Ganggang bentik menempel pada batuan karang, karang berpasir, celah-celah karang, dan rataan karang terendam pada zona pecahan ombak. Pantai Anyer termasuk dalam perairan selat Sunda.


(27)

Menurut Rasyid (1996), tipe pasang surut di perairan selat Sunda adalah pasang surut campuran cenderung semi diurnal, dalam satu hari terjadi dua kali air naik dan dua kali air turun dengan perbedaan tinggi 1 meter.

b. Carita terletak pada 6o17’39.923”LS dan 105o49’51.243”BT. Pengambilan sampel dilakukan tanggal 22-23 Nopember 2010. Pantai relatif landai dengan kedalaman 60-106 cm, terlindung dari pecahan ombak dan tergenang saat air surut. Substrat dasar perairan berupa rataan karang, masih terdapat karang hidup di beberapa tempat, daerah pinggir berpasir dan terdapat tumbuhan lamun. Di lokasi tersebut ditemukan ganggang coklat tumbuh melimpah. Pantai Carita termasuk dalam perairan selat Sunda dengan tipe pasang surut campuran cenderung semi diurnal, dalam satu hari terjadi dua kali air naik dan dua kali air turun dengan perbedaan tinggi 1 meter ( Rasyid 1996).

c. Pelabuhan Ratu terletak pada 6o8’51.40”LS dan E106o31’59.809”BT. Pengambilan sampel dilakukan tanggal 2 Februari 2010 dan tanggal 19-20 Nopember 2010. Pantai dengan substrat dasar berkarang dan berpasir, dengan lebar daerah intertidal 2-15 meter, kedalaman 28-72 cm. Ganggang bentik menempel pada karang dan batuan pantai yang terekspos dan terendam oleh pasang surut. Ganggang tumbuh mengelompok dan rapat pada batu karang membentuk tutupan seperti sabuk selebar 1-4 meter pada karang sepanjang daerah pecahan ombak atau menyebar pada rataan karang dan pada batuan pantai. Terdapat muara kali kecil. Menurut Hartami (2008), tipe pasang surut di pantai Pelabuhan Ratu sama dengan pasang surut di perairan selatan Jawa Barat yaitu pasang surut campuran semi diurnal dengan dua kali pasang dan dua kali surut dalam satu hari dengan ketinggian 0.9-2.5 meter.

d. Ujung Genteng terletak pada 7o22’54.2’’LS dan 106o24’25.2’’BT. Pengambilan sampel tanggal 30 Mei 2010 dan tanggal 30-31 Oktober 2010. Pantai relatif landai dan terlindung dari pecahan ombak dengan daerah intertidal yang luas dengan lebar sampai sekitar 150 meter ke tengah, kedalaman sampai 85 cm. Substrat dasar berpasir dan berkarang. Pantai Ujung Genteng memiliki beragam hábitat antara lain hamparan padang lamun, lekukan-lekukan karang di daerah pinggir, dan rataan karang pada daerah intertidal tengah dekat zona pecahan ombak. Ganggang laut tumbuh


(28)

menyebar pada padang lamun, lekukan-lekukan karang tergenang, dan mengelompok pada rataan karang pada zona pecahan ombak. Dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali surut.

e. Pangandaran terletak pada 7o41’15.8”LS dan 108o39’33.2’’BT. Pengambilan sampel tanggal 7 Juli 2010. Pantai Pangandaran terdiri dari 2 lokasi pantai yaitu pantai barat menghadap ke teluk Parigi, relatif landai dengan kedalaman 15-40 cm dan terlindung dari pecahan ombak. Substrat dasar perairan terdiri dari rataan karang mati, batuan karang, dan substrat berpasir dengan tumbuhan lamun di beberapa tempat. Ganggang bentik tumbuh mengelompok pada batuan karang pada pantai yang berbatasan dengan cagar alam. Sedangkan ke arah utara pantai berpasir dan merupakan daerah wisata dan pelabuhan penangkapan ikan. Pantai timur menghadap ke teluk Pangandaran, merupakan pantai berpasir, terdapat pelabuhan penangkapan ikan dan bagan apung. Menurut Prasetyani (2001), tipe pasang surut di pantai Pangandaran adalah pasang surut campuran dominasi ganda, artinya dalam 24 jam terjadi dua kali pasang tinggi dan dua kali surut rendah.

Metode Penelitian

Untuk mengungkap keanekaragaman taksa dilakukan eksplorasi dan koleksi gangggang merah. Kemudian dilakukan pemeriksaan spesimen meliputi pengamatan morfologi, anatomi, dan struktur reproduksi. Untuk mengetahui sebaran dan kondisi ekologi ganggang merah dilakukan dengan menginventarisasi jenis di masing-masing lokasi penelitian, serta mengamati parameter fisik dan kimia lingkungan. Untuk mengetahui kandungan agar dan karagenan dilakukan dengan metode ekstraksi.

Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan melakukan eksplorasi dan koleksi. Metode eksplorasi dan koleksi flora dilakukan dengan menjelajahi setiap sudut suatu lokasi yang dapat mewakili tipe-tipe ekosistem di kawasan yang diteliti (Rugayah et al. 2004). Eksplorasi ganggang merah dilakukan pada berbagai tipe habitat pada zona intertidal yang menjadi tempat tumbuh ganggang merah. Penjelajahan dilakukan sepanjang perairan pantai meliputi rataan terumbu,


(29)

cekungan karang, daerah berpasir, tepian daratan, dan di sekitar zona subtidal. Koleksi ganggang merah dilakukan pada saat air surut. Setiap jenis yang ada dikoleksi menurut Atmadja (1996), Trono dan Ganzon-Fortes (1988).

Setiap jenis yang ditemukan dikoleksi dengan mengambil seluruh bagian talus, kemudian dibersihkan dan dimasukkan dalam kantong plastik kecil dan diberi label. Ganggang merah yang menempel pada batuan diambil dengan bantuan pisau. Data ekologi seperti tipe habitat, substrat, kedalaman dan asosiasi dengan organisme lain dicatat dalam buku lapangan. Kantong plastik yang berisi spesimen ganggang merah diisi dengan formalin 5%,, diberi label, kemudian diikat dan dimasukkan dalam ember tertutup.

Pengamatan Parameter Lingkungan

Parameter faktor lingkungan yang diukur adalah suhu, kuat arus, kedalaman, kecerahan, tipe substrat, pH, dan salinitas. Faktor fisik lingkungan berupa suhu yang diukur dengan menggunakan termometer. Kuat arus diukur dengan mengapungkan gabus yang diikat dengan benang sepanjang 1 meter. Waktu yang diperlukan untuk memindahkan gabus sejauh 1 meter dicatat. Kedalaman perairan diukur dengan bambu berskala. Kecerahan diukur dengan menggunakan secchi disk. Pengamatan tipe substrat dilakukan secara langsung di lapangan. Faktor kimia yang diukur yaitu: pH diukur menggunakan pH meter, salinitas diukur menggunakan refraktometer, kandungan nitrat dan fosfat diukur di Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan Fakultas Perikanan IPB.

Pembuatan Spesimen Herbarium

Sampel ganggang merah dibersihkan, kemudian diletakkan dalam nampan plastik berisi air bersih. Spesimen diatur sedemikian rupa di atas kertas herbarium dalam nampan sehingga menyerupai bentuk asalnya. Kemudian kertas diangkat dan air ditiriskan. Spesimen diletakkan diantara lipatan kertas kemudian ditutup dengan kain blacu. Spesimen yang sudah dilapisi tadi disusun dan setelah cukup banyak dipres dengan sasak kayu dan diikat. Selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 65 oC selama 3-5 hari. Untuk awetan basah dilakukan dengan menyimpan spesimen dalam larutan formalin 5%.


(30)

Pengamatan Morfologi

Pemeriksaan spesimen dilakukan terhadap seluruh hasil koleksi. Karakter-karakter morfologi yang diamati antara lain: tipe talus, bentuk, ukuran, struktur alat pelekat, tekstur, warna talus, dan pola percabangan. Setiap karakter yang diamati dicatat, diukur, dan dilakukan pengambilan gambar menggunakan kamera digital.

Pengamatan Anatomi dan Struktur Reproduksi

Pengamatan struktur anatomi dan reproduksi pada ganggang merah berdaging dan berkapur dilakukan menurut metode Gabrielson yang dimodifikasi oleh Atmadja (1989). Material yang diawetkan dengan formalin 5% dicuci, kemudian disayat dengan silet atau mikrotom. Sayatan direndam dalam zat pewarna anilin blue 1% selama 15 menit, kemudian dicuci dengan air suling. Setelah itu sayatan diletakkan dalam gelas preparat dan ditetesi gliserin 30% sebanyak 1-2 tetes, kemudian ditutup dengan gelas penutup yang dilekatkan dengan kutek. Pengamatan struktur reproduksi pada ganggang merah tipe filamen material langsung diberi pewarna kemudian dibuat sediaan. Sediaan diamati di bawah mikroskop binokuler dengan perbesaran kuat. Karakter struktur reproduksi yang diamati meliputi bentuk, ukuran, dan letak sistokarp, stichidia, konseptakel, dan tetrasporangia. Struktur anatomi yang diamati adalah bentuk sel, ukuran, susunan sel, dan ketebalan lapisan korteks dan medula.

Potensi Ganggang Merah Sebagai Sumber Agar dan Karagenan

Untuk mengetahui potensi ganggang merah sebagai sumber agar dan karagenan dilakukan ekstraksi pada tujuh jenis ganggang merah yaitu: Acanthophora spicifera, Gelidiella acerosa, Gelidium spinosum, Gracilaria corticata, Gracilaria salicornia, Gracilaria coronopifolia, dan Hypnea pannosa. Sampel ganggang dibersihkan, kemudian dikeringkan di panas matahari. Sampel dibawa ke laboratorium untuk dikeringkan dengan oven pada suhu 50oC selama 1-2 hari atau sampai bobot konstan.


(31)

Analisis Kandungan Karagenan

Penentuan kandungan karagenan dilakukan menggunakan metode yang dikembangkan oleh Bawa et al. (2007). Sebanyak 100 gram sampel kering dipotong kecil-kecil lalu dihaluskan dengan blender. Sebanyak 3 gram sampel yang sudah dihaluskan diambil lalu ditambah 200 ml air suling dan larutan natrium hidroksida (NaOH) 0,1 N sampai didapatkan pH 8,5. Selanjutnya campuran dipanaskan dalam penangas air sampai temperatur 80oC, temperatur dipertahankan dan campuran diaduk selama 90 menit. Campuran kemudian disaring dalam keadaan panas melalui kertas saring Whatman No.41 dengan bantuan pompa vakum. Selanjutnya ditambahkan etanol sebanyak 300 ml ke dalam filtrat sambil diaduk lalu didiamkan semalam. Setelah terbentuk endapan, seluruh endapannya disaring dengan kertas saring. Ke dalam endapan tersebut ditambahkan etanol sebanyak 200 ml sambil diaduk kemudian didiamkan semalam. Selanjutnya disaring melalui kertas saring Whatman No.41 yang telah diketahui bobotnya. Kemudian kertas saring dikeringkan beserta endapan di dalam desikator. Setelah beberapa jam, endapan tersebut ditimbang sampai diperoleh bobot yang konstan.

Analisis Kandungan Agar

Ekstraksi agar dilakukan menurut Rasyid (2004). Sebanyak 10 gram sampel ganggang dimasukkan ke dalam labu alas bulat, lalu ditambahkan 100 ml NaOH 4%. Labu alas bulat dilengkapi dengan pendingin untuk melakukan refluks di atas pemanas listrik pada suhu 90o selama 1-2 jam. Contoh disaring dan dibilas lagi dengan air destilata, lalu ditambahkan beberapa tetes HCl 0,1 M untuk menetralkan kelebihan basa sampai pH=7. Contoh dimasukkan ke labu alas bulat volume 1 liter berisi 500 ml H2O, kemudian diekstrak selama 2 jam pada suhu

100oC menggunakan pemanas listrik. Selesai diekstrak, segera dilakukan penyaringan dalam keadaan panas dan filtrat ditampung dalam cawan petri kemudian dibekukan dalam lemari pendingin selama satu malam. Gel yang terbentuk dibilas kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 60oC selama 1 hari. Bobot kering agar kemudian ditimbang.


(32)

berikut:

Bobot ekstrak (g)

Rendemen (%) = x 100% Bobot sampel (g)

Analisis Data

a. Data taksonomi

Dari hasil pemeriksaan morfologi, anatomi, dan struktur reproduksi dilakukan penyusunan pertelaan setiap jenis yang diamati dengan memasukkan data-data ekologi. Kemudian dilakukan penyelesaian masalah yang berkaitan dengan tata nama dan penyusunan kunci pengenalan taksa. Identifikasi spesimen dilakukan di Laboratorium Taksonomi Tumbuhan Departemen Biologi IPB. Identifikasi dilakukan menurut Trono dan Ganzon-Fortes (1988), Atmadja (1996), Reine dan Trono (2002), Wei dan Chin (1983), Hatta dan Reine (1991), Verheij dan Reine (1993), dan Jaasund (1976).

b. Kesamaan komunitas ganggang merah di lokasi yang disurvei dihitung dengan indeks similaritas Jaccard (Magurran 1988).

j a = jumlah jenis di lokasi A Cj = b = jumlah jenis di lokasi B

( a + b ) - j j = jumlah jenis yang sama pada kedua lokasi Cj = Indeks similaritas


(33)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keanekaragaman Taksa

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan 49 jenis dari 24 marga dan 12 suku ganggang merah di perairan pantai Jawa Barat. Marga dengan keanekaragaman jenis tertinggi adalah Gracilaria dan Laurencia masing-masing terdiri dari 7 jenis. Marga lain dengan keanekaragaman jenis tinggi adalah Hypnea yaitu 6 jenis. Pada tingkat suku, Rhodomelaceae merupakan suku dengan jumlah jenis terbanyak yaitu 11 jenis dari 5 marga. Suku lainnya dengan keanekaragaman jenis tinggi adalah Gracilariaceae, Corallinaceae dan Ceramiaceae masing-masing sebanyak 7 jenis (Tabel 1).

Tabel 1 Keanekaragaman taksa ganggang merah di perairan pantai Jawa Barat

Taksa

Lokasi Pantai Anyer Carita Pelabuhan

Ratu

Ujung Genteng

Pangandaran Total

M J M J M J M J M J M* J**

Ceramiaceae 3 3 1 1 2 2 2 3 - - 4 7

Champiaceae 1 1 - - 1 1 1 1 1 1 1 1

Coralinaceae 2 2 2 3 3 4 3 6 1 1 3 7

Halymeniaceae - - - 1 1 - - 1 1

Helmithocladiaceae 1 1 - - 1 1 - - - - 1 1

Hypneaeceae 1 2 1 2 1 4 1 5 1 3 1 6

Galaxauraceae 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Gelidiaceae 3 4 3 3 3 4 2 2 2 2 3 4

Gracilariaceae 1 5 1 4 1 5 1 6 1 2 1 7

Rhodomelaceae 3 4 3 5 2 6 3 7 2 3 5 11

Rhodymeniaceae - - - 1 1 - - 1 1

Peyssonneliaceae 1 1 1 1 - - - 1 1

Total 17 24 13 20 16 29 17 35 9 13 24 49

*M = jumlah marga, ** J = jumlah jenis

Variasi Morfologi

Ganggang merah yang ditemukan memiliki variasi ukuran, tipe talus, tekstur, dan percabangan talus. Panjang talus beragam mulai dari talus kecil berukuran 2.6-3.6 mm pada Ceramium cingulatum sampai berukuran besar dengan panjang sampai 33 cm pada Halymenia durvillei. Tipe talus yang ditemukan antara lain


(34)

filamen terbuka dan bercabang, berdaging, berkapur tegak dan mengerak (Gambar 4). Talus tipe filamen ditemukan sebanyak 7 jenis yaitu Spyridia filamentosa, Ceramium spp., Polysiphonia sp., dan Centroceras clavulatum. Talus tipe filamen terdiri dari sel aksial dan sel-sel perisentral yang membentuk kortikasi pada filamen. Sel perisentral menutupi seluruh filamen aksial misalnya pada Polysiphonia sp. dan C. clavulatum, sedangkan pada Ceramium spp. sel perisentral menutupi sebagian filamen membentuk pita-pita pada filamen. Talus dengan struktur berupa filamen terbuka merupakan bentuk talus primitif (Sze 1993). Talus berdaging, berkapur tegak dan mengerak terbentuk dari agregasi filamen membentuk struktur menyerupai parenkim (Sze 1993).

Umumnya struktur talus ganggang merah yang ditemukan adalah berdaging dengan sumbu dan percabangan silindris, pipih atau bentuk lembaran. Jenis dengan percabangan silindris antara lain marga Gracilaria, Laurencia, Hypnea, dan Acantophora, sedangkan percabangan pipih yaitu pada H. durvillei, Grateloupia filicina, dan Gracilaria textorii. Talus berkapur tegak dan bersegmen contohnya adalah Amphiroa spp. dan Jania spp. Sedangkan bentuk talus mengerak ditemukan hanya satu jenis yaitu Peyssonnelia obscura. Talus mengerak terdiri dari suatu lapisan filamen basal yang tumbuh mendatar dengan cabang-cabang tegak pendek dan membentuk masa yang kompak (Sze 1993). Ganggang merah dengan talus mengerak umumnya ditemukan hidup pada perairan dalam (Dawson 1966).

Gambar 4 Variasi tipe talus ganggang merah yang ditemukan (A) filamen dengan kortikasi sebagian pada Ceramium sp. (B) filamen dengan kortikasi pada

seluruh filament pada C. clavulatum, (C) berdaging pipih pada

H. durvillei, (D) berdaging silindris pada Champia parvula, (E) mengerak pada P. obscura, (F) berkapur tegak pada Amphiroa fragilisisma.

(C) 2 cm (E) 1 cm (D) 1 cm

(F) 1 cm (A) 200 µm (B) 250 µm


(35)

Pola pertumbuhan talus bervariasi antara lain tegak, mendatar atau menjalar, berumpun atau mengelompok, dan soliter. Pola pertumbuhan talus umumnya tegak dan berumpun dengan beberapa sumbu talus tumbuh dari titik pangkal. Pada beberapa jenis membentuk pertumbuhan mendatar pada substrat dan membentuk massa talus seperti bantalan atau keset dengan cabang-cabang menyilang, berlekatan atau tidak. Pada jenis epifit seperti Leveillea jungermanoides, Hypnea spinella dan C. clavulatum tumbuh menjalar pada inang. Pada jenis-jenis Gelidium pusilum, Gelidiella acerosa, Gelidium spinosum, dan Gelidiopsis variabilis tumbuh mengelompok dan terdapat stolon yang menghubungkan antar individu.

Tekstur talus dari ganggang merah yang ditemukan bersifat kenyal atau agak elastis seperti tulang rawan, lunak, kuat atau liat, dan getas. Sebagian besar ganggang merah yang ditemukan bersifat kartilaginous. Sifat ini terdapat pada ganggang merah dengan talus berdaging dan parenkimatous, misalnya pada marga Gracilaria, Laurencia, Hypnea, dan Achantophora. Jenis dengan tekstur kuat atau liat yang ditemukan berasal dari anggota Gelidiaceae yaitu G. acerosa, G. pusilum, dan G. spinosum. Jenis ganggang merah dengan tekstur lunak mempunyai bagian medula berongga atau berfilamen dan berisi cairan berlendir atau memiliki ukuran talus kecil, contohnya yaitu Wrangelia penicilata, Champia parvula, dan Spyridia filamentosa. Ada dua jenis dengan sifat permukaan talus licin seperti berlendir yaitu H. durvillei dan G. filicina. Sifat ini dapat mengurangi kerusakan akibat arus atau ombak (Kain & Norton 1995).

Jenis ganggang merah dengan tekstur kaku dan getas adalah kelompok ganggang merah yang mengandung kapur dengan berbagai tingkat pengapuran. Pengapuran terjadi pada seluruh permukaan talus misalnya pada Liagora viscida dan Tricleocarpa fragilis atau membentuk bagian berkapur yang diselingi bagian tidak berkapur (genicula) membentuk segmen-segmen pada talus misalnya pada A. fragillisima, Jania capilacea, dan Cheilosporum acutilobum. Jenis-jenis ganggang merah berkapur yang ditemukan adalah anggota Corallinales yaitu marga Amphiroa, Jania, dan Cheilosporum, sedangkan dari ordoNemaliales yaitu Liagora dan Tricleocarpa. Coralinales mendeposit kalsium karbonat dalam bentuk kalsit pada dinding sel, sedangkan Nemaliales mendeposit kalsium karbonat


(36)

dalam bentuk aragonit pada ruang interseluler (Bold & Wynne 1985; Lee 1989). Jenis yang mengandung kapur penting dalam pembentukan terumbu karang dan sedimentasi pantai.

Ganggang merah yang ditemukan pada penelitian ini membentuk alat pelekat mencakram, rizoid, dan haptera. Bentuk alat pelekat pada ganggang merah yang diamati umumnya mencakram. Bentuk ini menghasilkan perlekatan yang kuat dan sangat sesuai untuk menempel pada substrat keras seperti pada karang. Alat pelekat rizoid terlihat pada W. penicilata, dan Ceramium spp. Bentuk alat

pelekat dengan haptera dan stolon terlihat pada anggota Gelidiales yaitu G. acerosa dan G. spinosum. Pada A. fragillisima dan T. fragilis dapat membentuk

lapisan mengerak pada dasar talus sebagai pelekat. Beberapa jenis ganggang merah yang diamati dapat membentuk perlekatan sekunder dengan bagian talus yang tumbuh mendatar dan menyentuh substrat. Menurut Bold dan Wynne (1985), ganggang laut memiliki cara perlekatan yang beragam pada substrat, mulai dari holdfast yang terdiri dari sel basal sederhana, rizoid, stolon, tendril, pelekat mencakram, dan haptera.

Pola percabangan pada ganggang merah yang ditemukan antara lain menggarpu, berseling, berhadapan, spiral, simpodial, atau tidak beraturan. Percabangan menggarpu terdapat pada semua anggota Nemaliales dan Coralinales yang ditemukan yaitu jenis T. fragilis, Amphiroa spp., dan Jania spp. Percabangan berseling atau berhadapan contohnya pada G. spinosum, G. acerosa, dan Laurencia dotyii, sedangkan percabangan simpodial ditemukan pada Laurencia papilosa dan Achantophora spicifera. Beberapa jenis ganggang merah antara lain H. durvillei, Gracilaria foliifera, dan G. filicina membentuk percabangan yang tumbuh dari pinggir sumbu talus.

Ganggang merah anggota suku Rhodomelaceae, Gelidiaceaea dan Hypneaceae yang ditemukan membentuk branchlet pada talusnya. Branchlet adalah cabang-cabang sekunder pendek dengan pertumbuhan terbatas. Branchlet merupakan bagian talus tempat pembentukan struktur reproduksi pada jenis-jenis tersebut. Pada branchlet terdapat bagian yang membengkak pada ujung atau pangkalnya yang disebut stichidia, yang merupakan tempat pembentukan tetrasporangia. Bentuk branchlet beragam antara lain bentuk duri, bentuk benang


(37)

(filiformis), bentuk filamen dengan satu deret sel, menggada, silindris, dan pipih menyudip (spatulata) (Gambar 5). Branchlet bentuk duri terdapat pada anggota marga Hypnea dan A. spicifera, bentuk benang pada C. armata dan G. acerosa. Bentuk filamen dengan satu deret sel (uniseriata) pada S. filamentosa,Branchlet bentuk menggada atau silindris dengan lekukan apikal khas pada Laurencia, sedangkan bentuk pipih spatulata terdapat pada G. spinosum.

Gambar 5 Variasi bentuk branchlet pada ganggang merah (A) filamen uniseriata (Spyridia filamentosa), (B) bentuk duri (Hypnea spinnela), (C) filiformis (Chondria armata), (D) silindris (Laurencia papilosa), (E) pipih spatulata (Gelidium spinosum), (F) menggada (Laurencia dotyii)

1 mm 5 mm

0.5 mm

0.5 cm

1 cm

(F) (E)

(B) (A)

(D)

(C)


(38)

Variasi Anatomi Talus

Struktur anatomi talus diamati pada ganggang merah berdaging dan berkapur. Lapisan korteks merupakan lapisan terluar dari struktur anatomi talus. Dari pengamatan terlihat sel berukuran relatif kecil, berpigmen lebih kuat, dan menyerap zat warna. Lapisan korteks memiliki variasi ketebalan dan jumlah lapisan sel. Pada Hypnea spp. korteks terdiri dari 2 lapis sel dengan ketebalan 25-120 µm. Pada Gracilaria spp. korteks terdiri dari 2-8 lapisan sel dengan ketebalan 20-150 µm, sedangkan pada Laurencia spp. dan A. spicifera terdiri dari 1-2 lapis sel dengan ketebalan 38-175 µm. Pada H. durvillei dan G. filicina lapisan korteks relatif lebih tebal dan terdiri dari 4-8 baris sel yang tersusun transversal dengan ketebalan 23-180 µm. Kedua jenis tersebut memiliki kemiripan dalam struktur korteks. Struktur anatomi ganggang merah tidak memperlihatkan diferensiasi jaringan seperti pada tumbuhan tinggi, hal ini sesuai dengan yang dikemukakaan oleh Bold dan Wynne (1985) bahwa diferensiasi seluler pada struktur anatomi talus ganggang merah terdiri dari sel korteks dan medula. Lapisan korteks mengandung banyak pigmen dan merupakan tempat fotosintesis pada ganggang, sedangkan medula tidak berpigmen dan berfungsi sebagai tempat penyimpanan cadangan makanan dan transportasi (Sze 1993).

Medula membentuk bagian tengah dari struktur anatomi talus ganggang merah. Terdapat variasi bentuk, susunan, dan ukuran sel medula pada ganggang merah yang diamati. Pada Hypnea spp., Laurencia spp., G. acerosa, G. spinosum, dan Gracilaria spp. sel medula bentuk bulat, elips, atau polihedral dan rapat membentuk struktur menyerupai parenkim. Pada Hypnea spp. sel medula relatif besar dan terdapat filamen aksial pada bagian tengah dengan ukuran sel lebih kecil dari sel sekitarnya. Pada C. armata, A. spicifera, G. spinosum dan Laurencia spp. sel medula bulat dan tersusun beraturan dengan ukuran yang relatif sama, sedangkan pada Gracilaria spp. ukuran sel semakin ke tengah semakin besar. Pada H. durvillei, G. filicina, dan T. fragilis medula terdiri dari sel-sel memanjang membentuk filamen, sel renggang dengan ruang antar sel berisi cairan berlendir. Pada C. parvula dan Acrocystis sp. bagian tengah dari sayatan melintang talus berongga berisi cairan berlendir. Bagian medula ganggang yang diamati membentuk struktur menyerupai parenkim, filamen, atau berongga (Gambar 6).


(39)

Gambar 6 Sayatan melintang talus beberapa ganggang merah: medula dengan sel bulat parenkimatous pada (A) Gracilaria salicornia, (B) Gracilaria

corticata, (C) Gracilaria coronopifolia, (D) Hypnea cornuta (E) Gracilaria foliifera, (F) Laurencia poitei.), medula dengan sel-sel

bentuk filament pada (G) T. fragilis dan (H) Halymenia durvillei), medula berongga pada (I) Acrocystis sp. m = medula, k = korteks.

Struktur Reproduksi Sistokarp

Struktur reproduksi ganggang merah bervariasi bergantung pada jenis dan fase siklus hidupnya. Pada gametofit betina struktur reproduksi yang diamati adalah sistokarp. Sistokarp pada ganggang merah yang diamati memperlihatkan keragaman bentuk, letak, dan ukurannya (Tabel 2). Bentuk sistokarp yang diamati antara lain bulat, setengah bulat, kubah, dan cawan (Gambar 7). Sistokarp tersebar pada permukaan talus, terletak pada percabangan, pada branchlet, atau pada

200µ

µm

m

(A) k

100µm k m (C) m k

100 µm

(B)

100 µm k

m

40 µm

k m

m

k

100 µm

(F)

(E)

(D)

m

k

100 µm (I)

100 µm

µm µm

m k

(H)

180 µm (G)

m k


(40)

medula. Pada Gracilaria spp. sistokarp dapat diamati langsung, terlihat seperti bintil-bintil dan tersebar pada permukaan talus, sedangkan pada A. spicifera dan L. papilosa sistokarp bulat atau bentuk kendi dan terletak pada branchlet. Pada H. durvillei dan G. filicina sistokarp terletak pada bagian dalam talus yaitu pada lapisan medula luar dan tanpa lapisan perikarp, sehingga dapat diamati melalui sayatan melintang talus. Pada Polysiphonia sp. dan Ceramium spp. sistokarp terletak pada percabangan talus (Gambar 8).

Gambar 7 Variasi bentuk sistokarp pada ganggang merah yang dikoleksi di pantai Jawa Barat. Bentuk kubah: (A) G. foliifera, (B) G. textorii, (C) G. corticata. Hemisferikal: (D) G. verrucosa, (E) G. debilis. Bulat: (F) T. fragilis, (G) G. filicina, (H) Ceramium sp. Bentuk cawawn (I) Polysiphonia sp.

250 µm

200 µm

25 µm

100 µm

200 µm

180 µm

(F)

100 µm

50 µm

(I)

(G)

(E)

(D)

(C)

(B)

100 µm

(H)


(41)

Tabel 2 Variasi sistokarp pada ganggang merah yang dikoleksi dari Jawa Barat

No. Nama Jenis Letak Sistokarp Bentuk Sistokarp Diameter (mm) Tebal Perikarp (µm) Bentuk Karposporangia

1 A. spicifera branchlet bulat, kendi 0.50-0.70 50-100 menggada

2 Ceramium sp. cabang bulat 0.04-0.07 bulat

3 G. corticata permukaan talus hemisferikal,

kubah

1.00-1.30 230-310 bulat telur

4 G. coronopifolia permukaan talus hemisferikal,

bulat

0.70-1.50 63-250 bulat telur, elips

5 G. debilis permukaan talus Hemisferikal,

bulat

1.10-1.30 220-290 bulat telur

6 G. foliifera permukaan talus kubah, bulat 1.00-1.30 150-300 bulat

7 G. textorii permukaan talus kubah 0.80-1.50 120-200 bulat

8 G.. verrucosa permukaan talus hemisferikal,

bulat

0.50-1.50 50-200 bulat

9 G. filicina medula luar bulat 0.01-0.20 - bulat telur

10 H. durvillei medula luar bulat 0.30-0.35 - bulat telur

11 L. papilosa branchlet bulat,

lonjong

0.7-1.00 70-100 menggada, lonjong 12 Polysiphonia sp. cabang cawan 0.20-0.26 150-175 menggada

Gambar 8 Variasi letak sistokarp (tanda panah) pada ganggang merah yang dikoleksi: cabang filamen pada (A) Polysiphonia sp., branchlet pada (B) L. papillosa dan (C) A. spicifera), menonjol dan tersebar pada permukaan talus pada (D) G. foliifera dan (E) G. coronopifolia), tenggelam dan terletak pada medulla (F) H. durvillei.

200 µm (A)

f

0.5 mm (F) 1 mm (E) 1 mm (D) 1 mm


(42)

Sistokarp tediri dari 3 bagian yaitu jaringan fotosintetik, jaringan non fotosintetik, dan karposporofit (Hommersand & Fredericq 1995). Bagian pertama dan kedua disebut sebagai perikarp, merupakan jaringan gametofit betina yang berfungsi sebagai pelindung. Lapisan ini memiliki variasi ketebalan 50-300 µm dan terdapat pori tempat keluarnya karpospora. Karposporofit terdiri dari filamen gonimoblast dan karposporangia. Pada beberapa anggota Rhodomelaceae yang ditemukan, karposporangia menggada atau lonjong, sedangkan pada Gracilaria spp. dan G. filicina karposporangia berbentuk bulat atau bulat telur (Gambar 9).

Gambar 9 Bentuk karposporangia pada ganggang merah yang dikoleksi dari Jawa Barat. Menggada pada: (A) L. papillosa dan (B) A. spicifera. Bulat atau bulat telur pada: (C) G. corticata, (D) G. coronopifolia, (E) G. debilis, (F) G. foliifera, (G) G. textorii, (H) G. filicina.

100 µm

60 µm

(A) (B)

100 µm

(C)

(D) (E) (F)

(G) (H)

25 µm 24 µm

35 µm 25 µm


(43)

Stichidia dan Konseptakel

Struktur reproduksi yang diamati pada tetrasporofit adalah stichidia (Gambar 10). Stichidia adalah bagian dari branchlet yang membesar dan mendukung tetrasporangia. Struktur ini terletak pada ujung, tengah, atau pada pangkal branchlet. Stichidia diamati pada Hypnea spp., A. spicifera, Laurencia spp., G. spinosum, dan G. acerosa. Struktur reproduksi lain yang diamati adalah konseptakel, yang merupakan rongga pada talus dan di dalamnya terdapat struktur reproduksi. Struktur ini terlihat berupa tonjolan hemisferikal pada permukaan talus pada A. fragillisima dan A. anceps atau bentuk bulat telur dan terletak pada titik percabangan pada Jania rubens, sedangkan pada Cheilosporum spp. konseptakel terletak pada pinggir segmen. Menurut Bold dan Wynne 1985 konseptakel pada Corallinaceae terdapat pada tetrasporofit dan gametofit. Konseptakel spermatangia dan karpogonia mempunyai lubang tunggal, sedangkan konseptakel tetrasporangia mempunyai lubang tunggal atau banyak. Konseptakel tetrasporangia yang diamati pada Jania sp., Amphiroa sp., dan Cheilosporum sp. memiliki lubang tunggal.


(44)

Gambar 10 Struktur reproduksi (anak panah) berupa konseptakel dan stichidia pada ganggang merah yang ditemukan. Konseptakel pada (A) Cheilosporum acutilobum, (B) Jania rubens, (C) Amphiroa fragillisima. Stichidia pada: (D) A. spicifera, (E) Laurencia splendens, (F) Gelidiopsis variabilis, (G) Laurencia dotyii, (H) L aurencia obtusa, (I) Gelidium spinosum, (J) Hypnea valentiaea, (K) Gelidiella acerosa, (L) Hypnea spinnela, (M) Hypnea pannosa, N. Hypnea musciformis.

(A) (B)

(C)

(D)

(E) (F)

0.5 mm

250µm

2 mm

1 mm

1 mm

1 mm

1 mm

(G)

0.5mm mmmm

(H)

1 mm

(I) (J) 1 mm

0.5 mm

(L)

2 mm

(M)

0.5 mm

(N)

0.5 mm


(45)

Tetrasporangia

Letak tetrasporangia pada talus ganggang merah bervariasi. Pada Gracilaria spp., G. filicina, dan C. parvula tetrasporangia terletak pada lapisan korteks dan tersebar pada bagian tengah sampai ujung talus tetrasporofit. Tetrasporangia dapat dibedakan dari sel korteks dari ukurannya yang lebih besar, warna merah, dan adanya bidang pembelahan. Selain itu tetrasporangia yang diamati mengelompok pada struktur khusus pada branchlet yang disebut stichidia, misalnya pada Hypnea spp., G. spinosum, Laurencia spp., dan G. acerosa. Pada ganggang merah anggota Coralinaceae tetrasporangia terletak pada konseptakel. Sedangkan pada anggota Ceramiaceae yang ditemukan, tetrasporangia terletak pada permukaan talus yaitu pada sel perisentral dan dapat diamati langsung tanpa melakukan sayatan (Gambar 11 ).

Berdasarkan pola pembelahan tetrasporangia pada ganggang merah dikelompokkan menjadi 3 tipe tetrasporangia yaitu cruciate, zonate, dan tetrahedral (Bold & Wynne 1985; Guiry 1995). Ketiga tipe tetrasporangia tersebut ditemukan pada ganggang merah yang dikoleksi (Gambar 11). Hasil pemeriksaan tetrasporangia yang disajikan pada Tabel 3 memperlihatkan bahwa pada jenis-jenis dalam satu marga yang sama memiliki tipe tetrasporangia yang sama. Tipe cruciate ditemukan pada 10 jenis dan terdapat pada marga Gracilaria, Ceramium, Grateloupia, Gelidiella, dan Gelidium. Tetrasporangia cruciate membentuk dua bidang pembelahan yang tegak lurus. Pembelahan tipe cruciate ditemukan pada semua ordo dari Florideophycidae dan merupakan tipe tetrasporangia paling primitif (Guiry 1995). Tetrasporangia tipe zonate ditemukan pada 10 jenis dan terdapat pada marga Hypnea, Cheilosporum, dan Amphiroa. Tetrasporangia zonate umumnya berbentuk elips atau kapsul dengan 3 bidang pembelahan sejajar. Sedangkan tipe tetrahedral ditemukan pada 8 jenis dan terdapat pada marga Laurencia, Acanthophora, Centroceras, dan Wrangelia. Tetrasporangia tetrahedral umumnya berbentuk bulat atau bulat telur.


(46)

Tabel 3 Variasi tetrasporangia pada ganggang merah yang dikoleksi dari Jawa Barat.

No. Nama Jenis Letak

Tetrasporamgia Tipe Tetra- sporangia Bentuk Tetrasporangia Diameter ( µm) Panjang ( µm)

1 A. anceps konseptakel zonate kapsul, tidak

beraturan

15-25 45-50

2 A. fragillisima konseptakel zonate elips, kapsul 20-25 47-57

3 A. spicifera stichidia tetrahedal bulat 37-45 37-45

4 C. cingulatum sel perisentral cruciate bulat, bulat telur 18-32 25-33

5 C. mansonii sel perisentral - bulat 10-57 10-57

6 C. byssoideum sel perisentral cruciate bulat 10-15 10-15

7 C. acutilobum konseptakel zonate kapsul 20-37 87-150

8 C. clavulatum buku-buku talus tetrahedral bulat 25-35 25-35

9 C. parvula korteks tetrahedral bulat-bulat telur 30-50 60-80

10 G. variabilis stichidia - bulat 25-30 25-30

11 G. acerosa stichidia cruciate bulat telur, elips,

kapsul

15-20 37-42

12 G. spinosum stichidia cruciate bulat, elips 10-20 22-26

13 G. salicornia korteks cruciate bulat, elips 10-22 22-37

14 G. coronopifolia korteks cruciate elips, bulat telur,

kapsul

10-25 35-45

15 G. debilis korteks cruciate elips, kapsul 12-22 38-50

16 G. textorii korteks cruciate kapsul 15-20 37-47

17 G. corticata kotrteks cruciate bulat, bulat telur 10-15 15-20

18 G. filicina korteks cruciate elips, bulat telur,

kapsul

22-30 30-62

19 H. pannosa stichidia zonate elips, kapsul 15-25 37-40

20 H.cervicornis stichidia zonate elips, kapsul 20-30 38-50

21 H. spinella stichidia zonate bulat telur, elips 20-25 33-38

22 H. cornuta stichidia zonate elips, kapsul 18-20 30-40

23 H. valentiae stichidia zonate elips, kapsul 18-25 55-60

24 H. musciformis stichidia zonate kapsul 5-23 13-55

25 L. splendens stichidia tetrahedal bulat, bulat telur 25-37 23-43

26 L. dotyii stichidia tetrahedal bulat, bulat telur,

elips

22-75 28-83

27 L. obtusa stichidia tetrahedal bulat, elips 40-80 50-80

28 Laurencia sp. stichidia tetrahedral bulat-bulat telur 13-75 38-120


(47)

Gambar 11 Variasi tipe tetrasporangia ganggang merah yang ditemukan. Tipe

cruciate: (A) G. textorii, (B) G. acerosa, (C) C. cingulatum, (D) G. spinosum, (E) G. debilis.)Tipe tetrahedral: (F) C. clavulatum, (G) A. spicifera, (H) L. dotyii.) Tipe zonate: (I) A. fragillisima, (J) C. acutilobum, (K) H.pannosa, (L) H. valentiae, (M) H. cervicornis,

(N) H. musciformis, (O) H. cornuta.

50 µm 40 µm

25 µm

(A) (B) (C)

33 µm 20 µm 25 µm

(D) (E) (F)

25 µm 25 µm

30 µm

(J) (K) (L)

25 µm 20 µm

µm

50 µm

(O) (N)

(M)

60 µm

(H)

40 µm


(48)

Habitat dan Sebaran Jenis Ganggang Merah

Komposisi dan kekayaan jenis ganggang merah berbeda pada masing-masing lokasi pengambilan sampel (Tabel 4). Pantai Ujung Genteng memiliki kekayaan jenis tertinggi yaitu sebanyak 35 jenis dari 17 marga dengan jenis yang paling banyak ditemukan adalah A. fragillisima dan G. coronopifolia. Di pantai Anyer ditemukan 24 jenis dari 13 marga dengan jenis yang banyak ditemukan adalah Gracilaria corticata dan G. coronopifolia, di pantai Carita ditemukan 20

jenis dari 13 marga dengan jenis yang paling banyak ditemukan adalah G. coronopifolia dan A. fragillisima, di pantai Pelabuhan Ratu ditemukan

sebanyak 29 jenis dari 16 marga dengan jenis yang dominan adalah G. pusilum dan A. spicifera, sedangkan di pantai Pangandaran ditemukan sebanyak 13 jenis dari 9 marga dengan jenis yang paling banyak ditemukan adalah A. spicifera.

Pantai Ujung Genteng merupakan pantai dengan kekayaan jenis ganggang merah tertinggi dari keseluruhan pantai yang disurvei, sedangkan pantai Pangandaran memiliki kekayaan jenis terendah. Pantai Ujung Genteng merupakan pantai yang relatif masih alami dengan zona intertidal yang luas dan terdiri dari beragam habitat mulai dari hamparan padang lamun, lekukan-lekukan karang tergenang, dan rataan karang pada daerah dekat pecahan ombak. Kondisi ini memungkinkan beragam habitat dan substrat yang dapat ditempati oleh ganggang merah. Semakin beragam tipe dan kompleksitas habitat maka keragaman jenis semakin meningkat, pulau dengan kompleksitas habitat yang lebih besar pada tipe substrat mempunyai keragaman jenis lebih besar (Smith 1992).

Pantai Pangandaran memiliki jumlah jenis terendah dari keseluruhan pantai yang disurvei. Sebagian besar kawasan pantai Pangandaran berpasir dan berombak, suatu kondisi habitat yang tidak memungkinkan tumbuhnya gangggang merah. Substrat berupa karang atau batuan pantai terdapat di beberapa tempat, tetapi karena kondisi pantai relatif terlindung memungkinkan ganggang coklat lebih mendominasi perairan pantai. Selain itu aktivitas pariwisata yang intensif dan lalu lalang kapal penangkapan ikan di lokasi pantai dapat mempengaruhi kondisi habitat ganggang merah.


(49)

(50)

Sebaran jenis ganggang merah di perairan pantai Jawa Barat disajikan pada Tabel 4. Beberapa jenis ditemukan pada semua lokasi pengambilan sampel, sedangkan jenis-jenis lain ada yang ditemukan hanya di lokasi pantai tertentu. Jenis-jenis yang hanya ditemukan pada satu lokasi pantai tertentu antara lain L. jungermanoides, W. penicilata, dan C. byssoideum hanya ditemukan di Anyer, Chondria armata ditemukan di pantai Carita. Jenis-jenis G. filicina, L. tronoi, J. rubens, dan L. obtusa hanya ditemukan di Pelabuhan Ratu, sedangkan S. filamentosa, H. durvillei, Polysiphonia sp., Ceramium sp.dan G. foliifera hanya

ditemukan di pantai Ujung Genteng. Jenis-jenis yang ditemukan pada semua lokasi pengambilan sampel adalah A. spicifera, G. coronopifolia, L. papillosa, T. fragilis, A .fragillisima, G. salicornia, H. spinnela dan G. acerosa. Jenis-jenis yang menyebar luas menunjukkan bahwa jenis tersebut dapat tumbuh dan beradaptasi pada berbagai tipe habitat pantai. Faktor yang mempengaruhi distribusi lokal ganggang antara lain cahaya, pasang surut, substrat, ombak, kompetisi, dan herbivori (Sze 1993). Selain itu elevasi pantai dan musim mempengaruhi distribusi dan keragaman ganggang (Prathep 2005).

Ganggang merah yang ditemukan di pantai Jawa Barat melekat pada berbagai macam substrat dan dapat dikelompokkan sebagai epilitik (hidup pada batuan), epifitik (menempel pada tumbuhan), epizoik (menempel pada hewan) dan epipelik (menempel pada pasir) (Tabel 5). Sebagian besar ganggang merah yang ditemukan adalah epilitik. Jenis ini hidup menempel pada substrat keras seperti karang, pecahan-pecahan koral, batuan pantai, atau substrat keras yang ditempatkan di laut. Sebagian hidup sebagai epifit pada ganggang lain atau pada tumbuhan lamun. Jenis-jenis

L. jungermanoides, C. cingulatum, Jania ungulata, Polysiphonia sp., dan Ceramium

sp. keseluruhan individu yang ditemukan hidup sebagai epifit, sedangkan jenis-jenis

S. filamentosa, C. parvula, C. clavulatum, dan beberapa jenis dari marga Hypnea


(51)

(1)

Lampiran 19

Hypnea pannosa

J. Agardh dan

Hypnea musciformis

(Wulfen)

Lamouroux

Keterangan:

a-c

H. musciformis

a. habitus, b. cabang dengan

stichidia

,

c. tetrasporangia

zonate. d-f H. pannosa

d. habitus, e. tetrasporangia

zonate

, f

. stichidia

(tanda panah).

c

50

µm

a

1 mm

b

d

e

f

2 mm


(2)

120

Lampiran 20

Hypnea spinella

(C. Agardh) Kutzing dan

Hypnea valentiaea

(Turner) Montagne

a

b

a

c

b

c

d

f

e

35 µm

0,5 mm

25 µm

100 µm

Kerangan:

a-c

H. spinella

a. habitus, b.tetrasporangia, c. cabang dengan

stichidia

.

d-f H. valentiae

d. habitus, e. tetrasporangia, f.

stichidia

.


(3)

Lampiran 21 Peyssonnelia obscura

 


(4)

Lampiran 22

Acanthophora spicifera

(Vahl) Boergesen

dan

Chondria armata

(Kutzing) Okamura

c

e

b

a

c

d

h

b

2 cm

0,5 mm 1 mm

100 µm

1 mm

50

µm

Keterangan

: a-e A. spicifera

a. habitus, b. sistokarp, c. karposporangia,

d.

stichidia

, e tetrasporangia tetrahedral.

f-h

C. armata

f. habitus,

g. sayatan melintang talus, h.

branchlet.

45 µm

g

f

122


(5)

Perairan Pantai Jawa Barat. Dibimbing oleh TATIK CHIKMAWATI elan NUNIK SRI ARIYANTI.

Ganggang merah mempunyai persebaran geografi yang luas elan lebih melimpah eli perairan tropik. Sebagai salah satu negara tropik Indonesia kaya elengan berbagai jenis ganggang. Beberapa kajian ilmiah gangang laut telah elilakukan di beberapa tempat. Sementara itu kajian bioeliversitas ganggang merah khususnya eli J awa Barat dirasakan masih kurang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkap keanekaragaman taksa, menggambarkan karakter morfologi, anatomi elan struktur reproeluksi, habitat elan persebaran, menyusun kunei

pengenalan taksa, dan menganalisis potensi kanelungan agar dan karagenan

ganggang merah eli Jawa Bamt.

Pene\itian elilakukan melalui slll-vei clan koleksi ganggang merah di lima lokasi pantai di J awa Barat yaitu Anyer, Carita, Pelabuhan Ratu, Ujung Genteng clan Pangandaran. Parameter ekologi yang cliamati meliputi tipe habitat, substrat, suhu, kuat arus, keeerahan, pH, salinitas, kaclar nitrat, clan fosfat. Sampel yang clikoleksi clibuat spesimen herbarium clengan caru clipres clengan sasak clan dikeringkan pacla suhu 65° selama 3-5 hali. Untuk awetan basah sampe\ clisimpan

clalam fonnalin 5

%.

Pemeriksaan spesimen meliputi pengal11atan l11orfologi, anatol11i, clan struktur reproeluksi. Karakter morfologi yang cliamati meliputi bentuk clan ukuran talus, pola pereabangan, tekstur, dan alat pelckat. Pemeriksaan anatomi clilakukan pacla ganggang merah herdaging dan berkapur. Karakter yang diamati ialah bentuk clan SUSllnan scI korteks clan meelula. S.rllktur reproelllksi yang cliamati

antam lain sistokarp, slichidia, konseptakel, clan tctrasporangia. Pemeriksaan

struktur anatomi dan reproclllksi dilakukan menllrut metocle Gabrielson yang dimoelilikasi olch Atmaclja (1989). Kemuclian clilakukan penyusunan perte\aan jenis, iclentifikasi spesimen, clan penyusunan kunci pengenalan taksa. Penentuan kanelungan kamgenan dilakukan menggunakan metocle yang clikel11bangkan oleh

Bawa el al. (2007), seclangkan ekstraksi agar clilakukan menurut Rnsyicl (2004).

Untuk mengetahlli kesamaan lcomunitas ganggang merah cli lokasi yang disurvei

clilakukan

ー・イィゥエuャセァ。ョ@

incleks similalitas Jaccarcl.

セ@ Berclasarkan hasil penelitian clitemukan 49 jenis dari 24 marga dan 12 famili

ganggang merah eli perairan pantai J awa Bara!. Marga clengan keanekaragaman

jenis tertinggi aclalah Gracilaria clan Laurencia masing-masing 7 jenis.

Rhoelomelaceae merupakan famili c1engan jumlah jenis terbanyak yailu 11 jenis

dmi 4 marga. Pnntai Ujung Genteng memiliki kekayaan jenis ganggang merah tertinggi c1ari keseluruhan pantai yang clisurvei, seclangkan pantai Panganclaran l11emiliki leekayaan jenis terenclah.

Ganggang merah yang c1itemukan memperlihatkan variasi tipe talus, ukuran, tei<stur, alat peleleat, clan pola percabangan. Variasi tipe talus antara lain tipe filamen, foliosa berclaging, berkapur tegale, elan berkerak. Ukuran talus bervariasi

elengan panjang talus berkisar 2.6-3.6 mm pacla Ceramium cingulalul1l sampai

berukuran besar dengan panjang sampai 33 cm pacla Halymenia durvillei. Pola


(6)