Dampak Pengeluaran Pemerintah terhadap Perekonomian di Negara-negara ASEAN +3

(1)

EVI JUNAIDI

PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul:

DAMPAK PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP PEREKONOMIAN DI NEGARA-NEGARA ASEAN+3

adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Maret 2010

EVI JUNAIDI NRP. H151080274


(3)

(4)

ABSTRACT

EVI JUNAIDI. 2010. The Macroeconomic Effects of Government Expenditure in ASEAN plus Three. Supervised by NOER AZAM ACHSANI and SATWIKO DARMESTO.

Fiscal policy is one of the government policy to increase growth in a reasonable level. The impact of fiscal policy shock has different effect on each country around the world. The effect of government spending shocks led to increase growth in USA but decrease growth in Germany, as reflected by the decline in private investment. This study aims to analyze the effects of government expenditure in ASEAN plus Three, by using vector error correction model (VECM), impulse response function (IRF), forecasting error variance decomposition (FEVD) and pass-through effect. The data which is used in this research are Gross Domestic Product (GDP), government spending, consumption, investment, Consumer Price Index (CPI) and interest rates. This data is annual data from the years 1970-2008. Sources of data obtained from the Statistics Indonesia (BPS), CEIC and IFS. The result shows that the impact of government spending toward fiscal variable is the same in Asean+3 countries, except in Singapore and Japan.The government spending increase is responded positive by GDP, consumption, and investment, while in Singapore and Japan is responded negative. The biggest positive response occured in Indonesia and Philipines, while in Thailand, Malaysia and Korea have relative the same response. The shock of government spending toward monetary variable (CPI and interest rates) has a different impact in each country. Positive response of CPI occurred in Korea and Malaysia, on the other hand negative. The increase of interest as the consequence of government spending happened in Philippines, Malaysia, Thailand and Korea, while in other countries the decrease of interest is occurred. Based on the result of Variance decomposition, GDP variables more dominant explained variability in GDP, consumption, and investment. Variability in CPI and interest rates is influenced by internal factor it’s self.


(5)

(6)

RINGKASAN

EVI JUNAIDI. 2010. Dampak Pengeluaran Pemerintah terhadap Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3. Dibawah bimbingan NOER AZAM ACHSANI dan SATWIKO DARMESTO.

Pemerintah mempunyai dua perangkat kebijakan makroekonomi utama yaitu kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Kedua kebijakan ini dilakukan untuk membuat perekonomian tumbuh pada tingkat wajar dan tingkat inflasi yang rendah. Kebijakan tersebut juga digunakan pemerintah untuk menghadapi resesi singkat. Dalam pelaksanaannya, kebijakan stimulus fiskal dapat ditempuh melalui instrumen kenaikan belanja negara (spending increase), penurunan tarif pajak (tax cut) atau kenaikan belanja negara yang dibiayai kenaikan tarif pajak. Program stimulus fiskal telah dilakukan oleh beberapa negara yang mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi akibat dari krisis global yang melanda Amerika Serikat pada tahun 2008.

Pengaruh guncangan (shock) dari kebijakan fiskal mempunyai dampak yang berbeda-beda terhadap masing-masing negara di dunia. Pengaruh guncangan pengeluaran pemerintah di Jerman menyebabkan pertumbuhan PDB yang negatif, yang dicerminkan oleh turunnya investasi swasta. Pengeluaran pemerintah di Italia menyebabkan efek positif yang relatif kecil terhadap PDB tetapi konsumsi dan investasi menjadi turun. Guncangan ini menyebabkan terjadinya crowding out, karena kenaikan pengeluaran pemerintah menyebabkan terjadinya inflasi. Pengeluaran pemerintah di Amerika Serikat menyebabkan kenaikan PDB yang positif tetapi relatif kecil dan tidak signifikan (Afonso 2009).

Penelitian ini pada intinya bertujuan untuk menganalisis pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap perekonomian di Negara-negara ASEAN+3 yang meliputi: PDB, konsumsi, investasi, harga dan suku bunga. Data ini merupakan data tahunan dari tahun 1970-2008 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), CEIC dan IFS. Penelitian ini mencakup Negara ASEAN+3 yaitu: Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Philipina, Korea Selatan dan Jepang. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah

vector autoregression (VAR) atau vector error correction model (VECM).

Software yang digunakan dalam menyelesaikan penelitian ini adalah software Microsoft Excel dan Eviews 6.0.

Keterbatasan dari penelitian ini adalah cakupan negara hanya Negara ASEAN-5 serta Korea dan Jepang, sedangkan negara lainnya tidak dimasukkan karena keterbatasan data. Proses yang didapat dari penelitian ini diantaranya pengujian pra estimasi meliputi pengujian akar unit, penetapan lag

optimum, uji kestabilan dan uji kointegrasi. Pada pengujian stasioneritas, didapatkan data stasioner pada first different dan lag optimum untuk masing-masing negara adalah lag satu. Semua Negara mempunyai hubungan kointegrasi, sehingga dilakukan analisis VECM. Berdasarkan analisis VECM ini dapat ditentukan impulse response function (IRF), forecasting error variance decomposition (FEVD) dan pass-through effect.

Hasilnya menunjukkan bahwa dampak pengeluaran pemerintah terhadap variabel fiskal sama di Negara-negara ASEAN+3, kecuali Singapura dan


(7)

Indonesia dan Philipina, sedangkan di Thailand, Malaysia dan Korea mempunyai respon yang relatif sama.

Guncangan pengeluaran pemerintah terhadap variabel moneter (IHK dan suku bunga) memberikan pengaruh yang berbeda-beda di masing-masing negara. Respon IHK yang positif terjadi di Korea dan Malaysia, sedangkan negara lainnya merespon negatif. Kenaikan suku bunga akibat pengeluaran pemerintah terjadi di Philipina, Malaysia, Thailand dan Korea, sementara itu di negara lainnya terjadi penurunan suku bunga. Berdasarkan hasil variance decomposition, variabel PDB lebih dominan menjelaskan variabilitas pada PDB, konsumsi dan investasi. Variabilitas pada IHK dan suku bunga dipengaruhi oleh faktor internal itu sendiri.

Kata kunci: Pengeluaran Pemerintah, VECM, IRF, FEVD and pass-through effect


(8)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1 Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2 Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh


(9)

(10)

DAMPAK PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP

PEREKONOMIAN DI NEGARA-NEGARA ASEAN+3

Oleh:

EVI JUNAIDI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Ekonomi

PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(11)

(12)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Tesis : Dampak Pengeluaran Pemerintah terhadap Perekonomian di Negara-negara ASEAN +3 Nama : Evi Junaidi

NRP : H151080274

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Noer Azam Achsani Dr. Satwiko Darmesto

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Nunung Nuryartono, MSi Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS


(13)

(14)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini. Judul tesis ini adalah “Dampak Pengeluaran Pemerintah terhadap Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3”. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan jenjang pendidikan S2 dan memperoleh gelar Magister Sains dari Program Studi Ilmu Ekonomi di Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Noer Azam Achsani selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Satwiko Darmesto selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang dengan segala kesibukannya masih meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan yang sangat bermanfaat bagi penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih dan penghargaan juga disampaikan kepada pengelola Program Studi Ilmu Ekonomi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, mulai dari Dr. D.S. Priyarsono hingga Dr. Nunung Nuryartono selaku Ketua Program Studi dan Dr. Sri Mulatsih hingga Dr. Lukytawati selaku sekretaris Program Studi.

Terima kasih juga disampaikan kepada penguji Tesis yaitu Prof. Hermanto Siregar yang telah memberikan banyak masukan dalam perbaikan tesis ini. Terima kasih dan penghargaan untuk semua dosen yang telah mengajar penulis dan rekan-rekan kuliah yang senantiasa membantu penulis selama mengikuti perkuliahan di kelas Magister Program Studi Ilmu Ekonomi IPB. Dedikasi para dosen yang tinggi dan dukungan rekan-rekan kuliah, telah banyak membantu penulis dalam proses perkuliahan.

Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terkira kepada istri tercinta Yuni Deldia Sari dan buah hati Ghania Aqila Nasha yang telah memberikan kekuatan luar biasa kepada penulis mulai dari proses kuliah hingga penyelesaian tesis ini. Ibunda Junita Asni serta adinda Niza Anggraini dan Ikrar Satri Dinata yang selalu memberi semangat, dorongan dan doa yang tulus.

Secara khusus, penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada BPS yang telah memberikan kesempatan


(15)

kepada teman-teman BPS baik di BPS Provinsi Sumatera Barat serta BPS Jakarta yang telah banyak membantu penulis mulai dari proses kuliah hingga dalam menyelesaikan tesis ini.

Tidak ada satupun yang sempurna, begitu juga tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Akhirnya, penulis berharap bahwa apa yang telah penulis kerjakan ini dapat memberikan kontribusi kepada berbagai pihak dan menjadi landasan yang baik menuju tahap berikutnya.

Bogor, Maret 2010 Evi Junaidi


(16)

RIWAYAT HIDUP

Evi Junaidi, dilahirkan di Batusangkar pada tanggal 13 Juni 1976 dari pasangan Syamsir (alm) dan Junita Asni. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Saat ini penulis telah menikah dengan Yuni Deldia Sari dan telah dikaruniai seorang putri: Ghania Aqila Nasha.

Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Inpres Limakaum pada tahun 1983 sampai dengan tahun 1989, Sekolah Lanjutan Tingkat Tingkat Pertama Negeri Limakaum pada tahun 1989 sampai dengan tahun 1992, dan melanjutkan Sekolah Menengah Atas 1 Batusangkar pada tahun 1992 sampai dengan tahun 1995. Pada tahun 1996 penulis melanjutkan kuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik Jakarta sampai tahun 2000, dan memperoleh gelar Sarjana Sain Terapan (SST).

Setelah tamat STIS, penulis menjalani ikatan dinas di BPS Propinsi Sumatera Barat dari tahun 2000 sampai tahun 2008. Pada tahun 2008 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Program S2 Penyelenggaraan Khusus BPS-IPB di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.


(17)

(18)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

DAFTAR SINGKATAN ... xii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Kegunaan Penelitian ... 4

1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 7

2.1 Tinjauan Teori ... 7

2.1.1 Peranan Pemerintah ... 7

2.1.2 Teori Perkembangan Pengeluaran Pemerintah ... 9

2.1.3 Pengeluaran Pemerintah ... 14

2.1.4 Kurva IS-LM ... 16

2.1.5 Model Teori Pertumbuhan ... 17

2.1.6 Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Pengeluaran Pemerintah ... 25

2.1.7 Crowding Out ... 27

2.1.8 Konsep dan Definisi ... 28

2.2 Penelitian-Penelitian Terdahulu ... 30

2.3 Kerangka Pemikiran ... 39

2.4 Hipotesis Penelitian ... 39

III. METODE PENELITIAN ... 41

3.1 Jenis dan Sumber Data ... 41

3.2 Metode Analisis Data ... 42


(19)

3.2.2 Uji Stasioneritas... 43

3.2.3 Penetapan Lag Optimal ... 44

3.2.4 Uji Kointegrasi ... 45

3.2.5 Vector Error Correction Model (VECM) ... 46

3.2.6 Impulse Response Function (IRF) ... 46

3.2.7 Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) ... 47

3.2.8 Derajat Pass-Through ... 47

3.3 Model Penelitian ... 48

3.4 Kerangka Analisis Data ... 49

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3... 51

4.1 Pertumbuhan Ekonomi ASEAN+3 ... 51

4.2 Komposisi PDB ... 53

4.3 Konsumsi Swasta ... 55

4.4 Pengeluaran Pemerintah ... 56

4.5 Investasi ... 57

4.6 Inflasi ... 58

4.7 Suku Bunga ... 60

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 61

5.1 Uji Stasioneritas Data ... 61

5.2 Penentuan Lag Optimal ... 62

5.3 Pengujian Stabilitas VAR ... 62

5.4 AnalisisKointegrasi ... 63

5.5 Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap PDB ... 64

5.5.1 Analisis Impulse Response Function (IRF) ... 64

5.5.2 Forecasting Error Variance Decomposition (FEVD) ... 66

5.5.3 Derajat Pass-Through ... 68

5.5.4 Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah tehadap PDB .. 69

5.6 Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap Konsumsi ... 71

5.6.1 Analisis Impulse Response Function (IRF) ... 71

5.6.2 Forecasting Error Variance Decomposition (FEVD) ... 73


(20)

vii 

5.6.4 Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah tehadap Konsumsi

... 76

5.7 Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap Investasi ... 77

5.7.1 Analisis Impulse Response Function (IRF) ... 77

5.7.2 Forecasting Error Variance Decomposition (FEVD) ... 79

5.7.3 Derajat Pass-Through ... 81

5.7.4 Analisis Pengaruh G tehadap Investasi ... 82

5.8 Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap IHK ... 83

5.8.1 Analisis Impulse Response Function (IRF) ... 83

5.8.2 Forecasting Error Variance Decomposition (FEVD) ... 83

5.8.3 Derajat Pass-Through ... 87

5.8.4 Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah tehadap IHK .. 88

5.9 Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap Suku Bunga ... 88

5.9.1 Analisis Impulse Response Function (IRF) ... 88

5.9.2 Forecasting Error Variance Decomposition (FEVD) ... 90

5.9.3 Derajat Pass-Through ... 92

5.9.4 Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah tehadap IHK .. 93

5.10 Pengaruh Pengeluaran Pemerintah di Indonesia ... 93

VI. SIMPULAN DAN SARAN ... 95

6.1 Simpulan ... 95

6.2 Saran ... 95

DAFTAR PUSTAKA ... 97


(21)

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

2.1 Rekap penelitian terdahulu ... 34

3.1 Variabel yang digunakan dalam penelitian ... 41

5.1 Analisis Kointegrasi ... 63

5.2 Derajat Pass-Through G terhadap PDB ... 69

5.3 Derajat Pass-Through G terhadap konsumsi ... 76

5.4 Derajat Pass-Through G terhadap investasi... 82

5.5 Derajat Pass-Through G terhadap indeks harga konsumen ... 87


(22)

ix 

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

2.1 Pertumbuhan pengeluaran pemerintah menurut wagner ... 11 2.2 Teori Peacock dan Wiseman ... 13 2.3 Perkembangan pengeluaran pemerintah ... 14 2.4 Kenaikan belanja pemerintah dalam Model IS-LM ... 15 2.5 Penurunan pajak dalam Model IS-LM ... 17 2.6 Investasi aktual dan break-even ... 24 2.7 Hubungan antara tingkat pertumbuhan ekonomi dengan porsi

pengeluaran pemerintah terhadap PDB ... 26 2.8 Kerangka pemikiran ... 39 3.1 Tahapan dan metode analisis data ... 50 4.1 Perkembangan PDB riil Negara ASEAN+3 tahun 1970-2008 ... 51 4.2 Tingkat pertumbuhan PDB ... 52 4.3 Perkembangan komposisi PDB masing-masing negara ... 54 4.4 Peranan konsumsi terhadap PDB ... 55 4.5 Peranan pengeluaran pemerintah terhadap PDB ... 57 4.6 Peranan investasi terhadap PDB ... 58 4.7 Tingkat inflasi Negara-negara ASEAN+3 ... 59 4.8 Tingkat suku bunga Negara-negara ASEAN+3 ... 60 5.1 Respon PDB terhadap guncangan G ... 65 5.2 FEVD PDB ... 67 5.3 Hubungan derajat pass-through dengan PDB per kapita ... 70 5.4 Respon konsumsi terhadap guncangan G ... 72 5.5 FEVD konsumsi ... 74 5.6 Hubungan derajat pass-through dengan konsumsi per kapita ... 77 5.7 Respon investasi terhadap guncangan G ... 78 5.8 FEVD investasi ... 80 5.9 Hubungan derajat pass-through dengan investasi per kapita ... 82 5.10 Respon harga terhadap guncangan G ... 84 5.11 FEVD harga ... 86 5.12 Respon suku bunga terhadap guncangan G ... 89 5.13 FEVD suku bunga ... 91


(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

Halaman

1. Stasioneritas Data ... 101 2. Uji Lag Optimal ... 108 3. Pengujian Stabilitas VAR ... 111 4. Pengujian Kointegrasi (Summary) ... 114 5. Pengujian Kointegrasi (Asumsi) ... 121


(24)

xi 

DAFTAR SINGKATAN

ADF : Augmented Dicky Fuller

AIC : Akaike Information Criterion

APBN : Anggaran Pembangunan dan Belanja Negara ART : Anggota Rumah Tangga

ASEAN : Assosiation South East Asian Nation

BPS : Badan Pusat Statistik

BSVAR : Bayesian Structural Vector Autoregression

CGE : Computable General Equilibrium

COR : Capital Output Rasio

FEM : Fixed Effect Model

FEVD : Forecasting Error Variance Decomposition

FPE : Final Prediction Error

GARCH : Generalized Autoregressive Conditional Heteroskedasticity

HPAEs : High Performing East Asian Economies

HQ : Hannan Quinn Criterion

IFS : International Financial Statistics

IHK : Indeks Harga Konsumen IHP : Indeks Harga Produsen

I/O : Input/Output

IRF : Impulse Response Function

LR : Likelihood Ratio

MPC : Marginal Propensity to Consume

MPS : Marginal Propensity to Saving

MPT : Marginal Propensity to Tax

PDB : Produk Domestik Bruto PNB : Produk Nasional Bruto SDM : Sumber Daya Manusia

SIC : Schwarrz Information Criterion

SVAR : Structural Vector Autoregression

VAR : Vector Autoregression

VECM : Vector Error Correction Model


(25)

(26)

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan ekonomi pada dasarnya untuk memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat (social welfare) tidak bisa sepenuhnya diserahkan pada mekanisme pasar, oleh karena itu sampai pada batas-batas tertentu diperlukan campur tangan pemerintah dalam mewujudkannya. Intervensi pemerintah terutama diperlukan karena adanya kegagalan pasar (market failure) yang disebabkan oleh: (i) barang publik (public goods), (ii) eksternalitas, (iii) monopoli alamiah dan (iv) informasi tidak sempurna (Stiglitz 2000).

Intervensi pemerintah Amerika Serikat dalam bidang ekonomi telah berkembang makin intensif sejak tahun 1930-an, baik sebagai respon atas terjadinya depresi besar (great depression), maupun karena semakin berkembangnya peranan pemerintah dalam perekonomian dan pembangunan. Peranan pemerintah semakin besar seiring dengan semakin besarnya tantangan yang dihadapi, serta semakin kompleksnya intensitas permasalahan yang muncul dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pemerintah mempunyai dua perangkat kebijakan perekonomian makro yaitu kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Kedua kebijakan ini dilakukan untuk membuat pertumbuhan ekonomi tumbuh dengan tingkat wajar dan tingkat inflasi serta pengangguran yang rendah. Kebijakan tersebut juga digunakan pemerintah untuk menghadapi resesi singkat, seperti yang terjadi pada tahun 1991 di Amerika Serikat dan untuk mencegah booming yang diluar kendali.

Intervensi pemerintah dalam bidang ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Salah satu bentuk intervensi pemerintah secara langsung adalah dengan intervensi anggaran (budget interventions) melalui kebijakan fiskal (fiscal policies). Kebijakan fiskal dapat dilakukan dengan kebijakan perpajakan, kebijakan bukan pajak, kebijakan anggaran belanja negara maupun kebijakan pembiayaan anggaran. Intervensi pemerintah secara tidak langsung dapat ditempuh melalui berbagai regulasi atau peraturan pemerintah.


(27)

Tujuan dari kebijakan fiskal adalah untuk mencapai sasaran ekonomi makro yang lebih luas, yaitu meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mencapai keseimbangan internal dan mencapai keseimbangan eksternal. Ketiga tujuan ini tidak dapat dilakukan sendiri dengan kebijakan fiskal, tetapi perlu dikoordinasikan dengan berbagai kebijakan makro lainnya yaitu kebijakan moneter dan nilai tukar (exchange rate). Kebijakan fiskal tidak hanya ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang sedang menurun (misalnya dalam situasi krisis atau resesi ekonomi), namun juga dapat ditujukan untuk menstabilkan perekonomian yang terlalu panas (over heating). Salah satu contohnya bila terjadi inflasi yang tinggi (over inflation). Kebijakan fiskal yang ditujukan untuk mendorong roda perekonomian sering disebut dengan kebijakan fiskal ekspansif atau deficit budget. Kebijakan ini intinya merupakan kenaikan rasio belanja negara terhadap pendapatan negara, yang pada dasarnya berupa penambahan defisit anggaran atau penurunan surplus anggaran. Kebijakan tersebut dikenal juga dengan kebijakan pemberian stimulus fiskal.

Kebijakan stimulus fiskal dalam prakteknya dapat ditempuh melalui instrumen kenaikan belanja negara (spending increase), penurunan tarif pajak (tax cut) atau kenaikan belanja negara yang dibiayai kenaikan tarif pajak. Program stimulus fiskal ini dapat digunakan untuk mengantisipasi perlambatan pertumbuhan ekonomi. Stimulus fiskal dimaksudkan untuk merangsang perekonomian agar tetap bergerak dan tumbuh. Program tersebut telah dilakukan oleh beberapa negara yang mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi akibat dari krisis global yang melanda Amerika Serikat pada tahun 2008.

Besaran alokasi dana untuk kebijakan stimulus fiskal pada tahun 2008 bervariasi antar negara, contohnya India dan Korea Selatan mengalokasikan anggaran sebesar 0.9% dari Produk Domestik Bruto (PDB), Thailand 1.8%, China 0.6%, dan Malaysia 4.4% (tertinggi di Asia). Indonesia mengeluarkan dana untuk stimulus fiskal pada tahun 2009 melalui kesepakatan DPR, ditetapkan sebesar 73.3 triliun rupiah (1.6% dari PDB). Berbagai hasil kajian empiris di beberapa negara maju menunjukkan bahwa pengganda fiskal cenderung bersifat positif dengan besaran 0.6 sampai dengan 1.4, sedangkan di negara-negara berkembang, penggandanya mendekati angka satu (Hemming et al 2002).


(28)

3

Pengaruh guncangan (shock) dari kebijakan fiskal mempunyai dampak yang berbeda-beda terhadap masing-masing negara di dunia. Pengaruh guncangan dari pengeluaran pemerintah di Jerman menyebabkan pertumbuhan PDB yang negatif, yang dicerminkan oleh turunnya investasi swasta. Pengeluaran pemerintah di Italia menyebabkan efek positif yang relatif kecil terhadap PDB tetapi konsumsi dan investasi menjadi turun. Guncangan ini menyebabkan terjadinya crowding out, karena kenaikan pengeluaran pemerintah menyebabkan terjadinya inflasi. Pengeluaran pemerintah di Amerika Serikat menyebabkan kenaikan PDB yang positif tetapi relatif kecil dan tidak signifikan (Afonso dan Sousa 2009).

Berdasarkan informasi di atas, terlihat bahwa dampak kebijakan fiskal terhadap perekonomian memang bervariasi, sehingga sulit untuk diprediksi bagaimana pengaruh kebijakan tersebut terhadap kondisi perekonomian suatu negara. Di Indonesia, kondisi ini semakin dipersulit dengan minimnya penelitian yang mengkaji pengaruh kebijakan fiskal terhadap perekonomian. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis melakukan penelitian tentang kebijakan fiskal khususnya pengeluaran pemerintah. Penelitian ini tidak hanya melihat dampak guncangan kebijakan fiskal terhadap PDB, tetapi juga melihat pengaruhnya terhadap variabel makroekonomi yang lain, diantaranya konsumsi, investasi, Indeks Harga Konsumen (IHK) dan suku bunga. Penelitian ini juga melihat pengaruh kebijakan fiskal di Negara ASEAN+3 lainnya. Hal ini akan menjadi menarik karena adanya rencana penyatuan mata uang ASEAN pada tahun 2015. Hasilnya dapat dijadikan pertimbangan dari sisi kebijakan fiskal terhadap rencana penyatuan mata uang ASEAN.

1.2 Perumusan Masalah

Kebijakan fiskal tidak hanya ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang sedang menurun (misalnya dalam situasi krisis atau resesi ekonomi), namun juga dapat ditujukan untuk menstabilkan perekonomian yang terlalu panas (over heating). Salah satu contohnya bila terjadi inflasi yang tinggi (over inflation). Kebijakan fiskal ini diharapkan dapat memengaruhi variabel-variabel ekonomi dan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi. Pengalaman


(29)

dari penelitian di negara-negara lain menunjukkan bahwa kebijakan fiskal mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap pertumbuhan ekonomi.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan utama yang ingin dibahas di dalam penelitian ini adalah melihat pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap variabel-variabel makroekonomi di Negara ASEAN+3. Permasalahan tersebut dapat dirumuskan dalam sebuah pertanyaan sebagai berikut:

Bagaimanakah dampak pengeluaran pemerintah terhadap perekonomian di Negara ASEAN+3?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini pada intinya bertujuan untuk menganalisis pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap perekonomian di Negara ASEAN+3 yang meliputi:

1 Pertumbuhan ekonomi (PDB) 2 Konsumsi

3 Investasi

4 Indeks Harga Konsumen (IHK) 5 Suku bunga

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis sendiri juga bagi pihak-pihak lain, antara lain:

1 Memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai dampak pengeluaran pemerintah di Negara ASEAN+3 terhadap pertumbuhan ekonomi.

2 Bagi penulis dapat meningkatkan pengetahuan, wawasan dan memberikan pemahaman yang semakin mendalam tentang pengeluaran pemerintah dan pengaruhnya terhadap variabel makro lainnya.

3 Bagi pemerintah, diharapkan dapat menjadi masukan dalam rangka perbaikan kebijakan fiskal khususnya pengeluaran pemerintah untuk masa yang akan datang.

4 Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai kondisi terkini tentang dampak pengeluaran pemerintah terhadap indikator penting dalam ekonomi.


(30)

5

1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini terdiri dari tiga tahapan. Pertama, memberikan gambaran secara umum mengenai kebijakan fiskal dan keadaan perekonomian Negara ASEAN+3. Kedua, melihat pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap perekonomian dan variabel makro lainnya dengan menggunakan analisis vector autoregression (VAR) atau vector error correction model (VECM). Analisis ini digunakan untuk masing-masing negara dan membandingkan pengaruhnya untuk masing-masing negara tersebut. Ketiga melakukan telaah dan analisis terhadap hasil estimasi dari model ekonometrika yang dibangun serta memberikan beberapa kesimpulan.

Ruang lingkup penelitian ini adalah Negara ASEAN+3 yang terdiri dari tujuh negara, yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Philipina, Korea Selatan dan Jepang. Analisis menggunakan data time series tahunan dari tahun 1970-2008. Model yang digunakan yaitu analisis VAR atau VECM untuk masing-masing negara. Variabel yang digunakan meliputi pengeluaran pemerintah, PDB, konsumsi, investasi, harga dan suku bunga.

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, Negara yang dianalisis untuk kawasan ASEAN+3 hanya tujuh negara. Kedua, variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari enam variabel, yang menggunakan data

time series tahunan dari tahun 1970-2008. Ketiga, variabel yang digunakan untuk melihat pengaruh kebijakan fiskal ini hanya dari sisi pengeluaran pemerintah (government expenditure).


(31)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Peranan Pemerintah

Pemerintah adalah satu institusi yang dapat melakukan beberapa hal lebih baik dari swasta atau individu. Fungsi pemerintah ada tiga hal yaitu fungsi alokasi, fungsi distribusi dan fungsi stabilisasi (Stiglitz 2000). Tiga hal yang relevan dengan keuangan negara adalah redistribusi pendapatan, penyediaan barang publik, dan perlindungan sosial (Gramlich 1990).

Alasan peranan pemerintah dibutuhkan dalam perekonomian adalah:

1 Menyediakan legal system atau peraturan-peraturan yang tidak dapat

disediakan oleh sektor swasta

2 Mengoreksi bila terjadi kegagalan pasar, adapun kegagalan pasar diantaranya:

a. Kompetisi tidak sempurna, dalam pasar yang tidak sempurna dan cenderung monopoli, harga yang terjadi biasanya lebih tinggi dan jumlah produksi lebih sedikit. Pemerintah diharapkan dapat mengatur dan memperbaiki agar kesejahteraan masyarakat tidak berkurang.

b. Barang publik mempunyai karakteristik non exludable dan non rivalry. Sifat barang publik yang seperti itu maka akan menimbulkan fenomena free rider artinya orang akan berlomba-lomba untuk tidak membayar dalam menikmati barang tersebut. Sistem penyediaan barang seperti ini tidak dapat dilakukan oleh sektor swasta, sehingga pemerintah yang menyediakannya.

c. Eksternalitas pasar bersifat egois (selfish), sehingga yang dipikirkan adalah meminimalkan biaya sedangkan dampak secara tidak langsung seperti dampak sosial tidak diperhitungkan.

d. Adanya kegagalan informasi, dalam beberapa hal masyarakat sangat membutuhkan informasi yang tidak dapat disediakan oleh pihak swasta, misalnya perkiraan cuaca. Bidang pertanian dan kelautan sangat membutuhkan informasi cuaca, akan tetapi pihak swasta tidak ada yang


(32)

8

menyediakannya. Pemerintah yang harus menyediakan informasi cuaca tersebut.

Fungsi distribusi sebagai salah satu fungsi utama pemerintah bertujuan untuk menghasilkan distribusi pendapatan yang merata, karena kekuatan dan mekanisme pasar diyakini tidak akan pernah menghasilkannya. Distribusi pendapatan yang relatif merata merupakan satu fenomena yang diinginkan oleh masyarakat secara umum. Tugas pemerintah adalah memastikan bahwa terdapat pembagian pendapatan yang lebih merata di antara kelompok-kelompok masyarakat. Analisis Keynes dalam The General Theory, mengemukakan bahwa pemerintah dapat menggunakan kekuatan perpajakan dan pengeluaran untuk meningkatkan pengeluaran agregat dalam resesi dan depresi. Pemerintah dapat memengaruhi perekonomian makro melalui dua saluran kebijakan: kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Kebijakan fiskal merujuk kepada perilaku pemerintah di bidang pengeluaran dan perpajakan, dengan kata lain kebijakan anggarannya. Kebijakan fiskal umumnya dibagi atas tiga kategori, yaitu:

a kebijakan yang menyangkut pembelian pemerintah atau barang dan jasa.

b kebijakan yang menyangkut perpajakan, dan

c kebijakan yang menyangkut pembayaran transfer (seperti kompensasi pengangguran, tunjangan keamanan sosial, pembayaran kesejahteraan, dan tunjangan veteran) kepada rumah tangga.

Kebijakan fiskal berhubungan erat dengan kegiatan pemerintah sebagai pelaku sektor publik. Pada prinsipnya kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang mengatur tentang penerimaan dan pengeluaran negara. Kebijakan fiskal dalam hal penerimaan pemerintah dianggap sebagai suatu cara untuk mengukur mobilisasi sumber dana domestik, dengan instrumen utamanya perpajakan. Perpajakan mempunyai tujuan ganda, yaitu menyediakan dana untuk kepentingan umum dan memengaruhi tingkah laku ekonomi. Tingkat pajak dapat ditingkatkan untuk menurunkan permintaan apabila ekonomi sedang baik dan diturunkan kalau ingin meningkatkan permintaan pada waktu resesi. Berdasarkan sisi pengeluaran, dilihat penggunaan dari dana yang diperoleh, yang ditujukan untuk mendukung tercapainya sasaran dan tujuan negara.


(33)

Sumber-sumber penerimaan negara antara lain dari pajak, penerimaan bukan pajak serta bantuan/pinjaman dari luar negeri. Pengeluaran dibagi menjadi dua kelompok besar yakni pengeluaran yang bersifat rutin seperti membayar gaji pegawai, belanja barang serta pengeluaran yang bersifat pembangunan. Secara umum, kebijakan fiskal merupakan kebijakan pengelolaan keuangan negara dan terbatas pada sumber-sumber penerimaan dan alokasi pengeluaran negara yang tercantum dalam APBN (Anggaran Pembangunan dan Belanja Negara).

2.1.2 Teori Perkembangan Pengeluaran Pemerintah

Pembangunan ekonomi pada dasarnya adalah upaya untuk memperluas kemampuan dan kebebasan memilih. Tercapainya hal tersebut merupakan indikator bahwa manusia secara individu maupun kolektif dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Faktor penting harus dibangun adalah: kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), sarana dan prasarana serta kelembagaan-kelembagaan ekonomi modern. Kesemuanya itu tidak bisa berlangsung dengan sendirinya jika hanya mengandalkan mekanisme pasar. Terciptanya pembangunan ekonomi sangat tergantung dari peran pemerintah antara lain dimanifestasikan lewat pengeluaran pemerintah. Teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah dikemukakan oleh para ahli ekonomi dan dapat digolongkan menjadi tiga golongan (Mangkoesoebroto 1997), yaitu:

1 Model pembangunan tentang perkembangan pengeluaran pemerintah. Model ini dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave yang menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi yaitu tahap awal, tahap menengah dan tahap lanjut. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, persentase investasi pemerintah terhadap total investasi besar sebab pada tahap ini pemerintah harus menyediakan prasarana seperti pendidikan, kesehatan, prasarana transportasi. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat tinggal landas, namun pada tahap ini peranan investasi swasta sudah semakin besar. Peranan pemerintah tetap besar pada tahap menengah, karena peranan swasta yang semakin besar akan menimbulkan banyak kegagalan pasar dan juga menyebabkan pemerintah harus


(34)

10

menyediakan barang dan jasa publik dalam jumlah yang lebih banyak.

Pada tahap ini perkembangan ekonomi menyebabkan terjadinya hubungan antar sektor yang makin kompleks. Misalnya pertumbuhan ekonomi yang ditimbulkan oleh perkembangan sektor industri akan menimbulkan semakin tingginya pencemaran atau polusi. Pemerintah harus turun tangan mengatur dan mengurangi dampak negatif dari polusi. Pemerintah juga harus melindungi buruh dalam meningkatkan kesejahteraannya. Musgrave (1983) berpendapat bahwa dalam suatu proses pembangunan, investasi swasta dalam persentase terhadap PDB semakin besar dan persentase investasi pemerintah terhadap PDB akan semakin kecil. Pada tingkat ekonomi lebih lanjut, Rostow mengatakan bahwa aktivitas pemerintah dalam pembangunan ekonomi beralih dari penyediaan prasarana ke pengeluaran-pengeluaran untuk aktivitas sosial seperti program kesejahteraan hari tua dan pelayanan kesehatan masyarakat.

2 Hukum Wagner

Wagner mengemukakan suatu teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah yang semakin besar dalam persentase terhadap PDB. Wagner mengemukakan pendapatnya bahwa dalam suatu perekonomian apabila pendapatan per kapita meningkat maka secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat. Hukum Wagner dikenal dengan “The Law of Expanding State Expenditure”. Dasar dari hukum tersebut adalah pengamatan empiris dari negara-negara maju (Amerika Serikat, Jerman, Jepang). Wagner menerangkan mengapa peranan pemerintah menjadi semakin besar, terutama disebabkan karena pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat. Kelemahan hukum Wagner adalah karena hukum tersebut tidak didasarkan pada suatu teori mengenai pemilihan barang-barang publik. Wagner mendasarkan pandangannya dengan suatu teori yang disebut teori organis mengenai pemerintah (organic theory of the state) yang menganggap pemerintah sebagai individu yang bebas bertindak, terlepas dari anggota masyarakat lainnya. Hukum Wagner diformulasikan sebagai berikut:


(35)

Keterangan:

PkPP : Pengeluaran pemerintah perkapita

PPK : Pendapatan per kapita (PDB / jumlah penduduk)

1, 2,…, n : jangka waktu (tahun)

Hukum Wagner ditunjukkan dalam Gambar 2.1, dimana kenaikan pengeluaran pemerintah mempunyai bentuk eksponential yang ditunjukkan oleh kurva 1.

3 Teori Peacock dan Wiseman

Peacock dan Wiseman adalah dua orang yang mengemukakan teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah yang terbaik. Teori mereka didasarkan pada suatu pandangan bahwa pemerintah senantiasa berusaha untuk memperbesar pengeluaran sedangkan masyarakat tidak suka membayar pajak yang semakin besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin besar tersebut. Teori Peacock dan Wiseman merupakan dasar teori pemungutan suara. Peacock dan Wiseman mendasarkan teori mereka pada suatu teori bahwa masyarakat mempunyai suatu tingkat toleransi pajak, yaitu suatu tingkat dimana masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Masyarakat menyadari bahwa pemerintah membutuhkan dana untuk membiayai aktivitas pemerintah sehingga mereka mempunyai tingkat kesediaan untuk membayar pajak. Tingkat toleransi ini merupakan kendala bagi pemerintah untuk menaikkan pemungutan pajak secara semena-mena.

Sumber:Mangkoesoebroto 1997


(36)

12

Teori Peacock dan Wiseman adalah sebagai berikut: pertumbuhan ekonomi (PDB) menyebabkan pemungutan pajak semakin meningkat walaupun tarif pajak tidak berubah, dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat. Peningkatan pada PDB dalam keadaan normal menyebabkan penerimaan pemerintah yang semakin besar, begitu juga dengan pengeluaran pemerintah. Apabila keadaan normal tersebut terganggu, misalnya karena adanya perang, maka pemerintah harus memperbesar pengeluarannya untuk membiayai perang. Salah satu cara untuk meningkatkan penerimaannya tersebut adalah dengan menaikkan tarif pajak sehingga dana swasta untuk investasi dan konsumsi menjadi berkurang. Keadaan ini disebut efek pengalihan (displacement effect) yaitu adanya gangguan sosial menyebabkan aktivitas swasta dialihkan pada aktivitas pemerintah.

Perang tidak bisa dibiayai hanya dengan pajak, sehingga pemerintah juga harus meminjam ke negara lain untuk pembiayaan perang. Setelah perang selesai, sebetulnya pemerintah dapat menurunkan kembali tarif pajak pada tingkat sebelum adanya gangguan. Hal tersebut tidak dilaksanakan karena pemerintah harus mengembalikan bunga pinjaman dan angsuran utang yang digunakan untuk membiayai perang, sehingga pengeluaran pemerintah setelah perang selesai meningkat tidak hanya karena PDB naik, tetapi juga karena pengembalian utang dan bunganya. Ini yang disebut efek inspeksi (inspection effect). Adanya gangguan sosial juga akan menyebabkan terjadinya konsentrasi kegiatan ke tangan pemerintah dimana kegiatan ekonomi tersebut semula dilaksanakan untuk swasta, ini disebut efek konsentrasi (concentration effect). Adanya ketiga efek tersebut menyebabkan aktivitas pemerintah bertambah. Setelah perang selesai dan keadaan kembali normal maka tingkat pajak tidak turun kembali pada tingkat sebelum terjadinya perang, hal ini dapat dilihat dari Gambar 2.2.


(37)

Sumber: Mangkoesoebroto 1997

Gambar 2.2 Teori Peacock dan Wiseman

Pada keadaan normal dari tahun t ke t+1, pengeluaran pemerintah dalam persentase terhadap PDB naik sebagaimana ditunjukkan garis AG. Apabila pada tahun t terjadi perang maka pengeluaran pemerintah naik sebesar AC dan kemudian naik seperti ditunjukkan garis CD. Setelah perang selesai pada tahun t+1 pengeluaran pemerintah tidak turun ke G, yaitu tingkat pengeluaran pemerintah apabila tidak terjadi perang. Hal ini disebabkan karena setelah perang pemerintah memerlukan tambahan dana untuk mengembalikan pinjaman pemerintah yang digunakan dalam pembiayaan perang. Kenaikan tarif pajak tersebut dimaklumi masyarakat, sehingga tingkat toleransi pajak naik dan pemerintah dapat memungut pajak yang lebih besar tanpa menimbulkan gangguan dalam masyarakat.

Berbeda dengan pandangan Wagner, perkembangan pengeluaran pemerintah versi Peacock dan Wiseman tidak berbentuk suatu garis, tetapi berbentuk seperti tangga sebagaimana terlihat pada Gambar 2.3. Bird mengkritik hipotesa yang dikemukakan oleh Peacock dan Wiseman. Bird menyatakan bahwa selama terjadinya gangguan sosial memang terjadi pengalihan aktivitas pemerintah dari pengeluaran sebelum gangguan ke pengeluaran yang berhubungan dengan gangguan tersebut. Hal ini akan diikuti oleh peningkatan persentase pengeluaran pemerintah terhadap PDB, akan tetapi setelah terjadinya gangguan, persentase pengeluaran pemerintah terhadap PDB akan menurun secara perlahan-lahan kembali ke keadaan semula. Jadi menurut Bird, efek pengalihan merupakan gejala dalam jangka pendek, tetapi tidak terjadi dalam jangka panjang.


(38)

14

Sumber: Mangkoesoebroto 1997

Gambar 2.3 Perkembangan pengeluaran pemerintah

Satu hal yang perlu dicatat dari teori Peacock dan Wiseman adalah bahwa mereka mengemukakan adanya toleransi pajak, yaitu suatu limit perpajakan, akan tetapi mereka tidak menyatakan pada tingkat berapa toleransi pajak tersebut. Clarke dalam Mangkoesoebroto (1997) menyatakan bahwa limit perpajakan adalah sebesar 25% dari pendapatan nasional. Inflasi dan gangguan lainnya akan terjadi apabila limit perpajakan tersebut dilampaui.

2.1.3 Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran pemerintah di Indonesia mempunyai peranan besar dalam meningkatkan dan mempertahankan permintaan agregat serta pertumbuhan ekonomi. Sumber dana yang digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah tersebut berasal dari penerimaan dalam negeri dan penerimaan pembangunan. Penerimaan dalam negeri pemerintah Indonesia berasal dari minyak bumi dan gas, pajak dan bukan pajak, serta tabungan pemerintah di Bank Indonesia. Penerimaan pembangunan meliputi bantuan program dan bantuan proyek. Dana penerimaan pembangunan ini sebagian besar berasal dari luar negeri baik berupa kredit komersial maupun pinjaman dengan syarat pengembalian lunak.

Kondisi perbandingan antara pengeluaran dan penerimaan tersebut dapat berupa (i) anggaran surplus, bila penerimaan lebih besar dari pengeluaran, (ii) anggaran berimbang, bila penerimaan sama dengan pengeluaran, dan (iii)


(39)

anggaran defisit bila penerimaan lebih kecil dari pengeluaran. Pemerintah mengambil kebijakan melaksanakan anggaran berimbang untuk menghindari terjadinya inflasi yang tinggi. Kebijakan tersebut tetap dianut hingga sekarang, meskipun dalam pelaksanaannya seringkali kebijakan tersebut belum direalisasikan dengan baik.

i) Dampak perubahan pengeluaran pemerintah

Pemerintah dapat memengaruhi tingkat output keseimbangan dengan menambah atau mengurangi pengeluarannya. Besarnya efek perubahan

pengeluaran pemerintah adalah sama dengan pengaruh perubahan investasi (Io)

atau konsumsi otonomous (Co), sehingga dampak perubahan pengeluaran

pemerintah terhadap perekonomian dapat ditulis sebagai:

ΔY = ΔG / (1-b), dimana b = Marginal Propensity to Consume (MPC)

ii) Pengaruh pajak terhadap keseimbangan ekonomi

Kebijakan fiskal bertujuan mengarahkan perekonomian ke kondisi yang lebih baik, maka dampaknya terhadap keseimbangan harus dipahami. Salah satu cara paling mudah dengan melihat pengaruh pajak terhadap output keseimbangan. Pajak nominal, pertama kali memengaruhi pendapatan disposable. Jika pendapatan adalah Y dan pajak nominal adalah T, maka pendapatan disposable adalah:

Yd = Y – T (2.1)

Fungsi konsumsi menurut model Keynes adalah:

C = Co + b Yd (2.2)

Adanya pajak nominal, maka Yd = Y - T, sehingga fungsi konsumsi menjadi:

C = Co + b (Y - T), dan fungsi pengeluaran agregat menjadi:

AE = Ao + bY – bT, maka fungsi keseimbangan menjadi:

Y = AE = Ao – bT + bY (2.3)

Y (1 - b) = Ao – bT (2.4)

Y = (Ao - bT) / (1-b) (2.5)

sehingga hubungan antara perubahan pajak nominal (ΔT) dengan perubahan

pendapatan keseimbangan (ΔY) adalah:


(40)

16

2.1.4 Kurva IS-LM

Perubahan kebijakan fiskal (belanja pemerintah dan pajak) akan mengubah ekuilibrium jangka pendek perekonomian. Perubahan fiskal ini akan memengaruhi pengeluaran yang direncanakan dan menggeser kurva IS. Model IS-LM menunjukkan bagaimana pergeseran dalam kurva IS ini memengaruhi pendapatan nasional dan tingkat bunga.

i) Perubahan belanja pemerintah

Kenaikan dalam belanja pemerintah misalkan terjadi sebesar ΔG.

Pengganda belanja pemerintah (the government-purchases multiplier) dalam perpotongan Keynesian menyatakan bahwa, pada tingkat bunga berapapun,

perubahan dalam kebijakan fiskal ini menaikan pendapatan sebesar ΔG/(1-MPC).

Sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 2.4, kurva IS bergeser ke kanan sebesar jumlah ini. Ekuilibrium perekonomian bergerak dari titik A ketitik B, kenaikan belanja pemerintah meningkatkan pendapatan dan bunga. Pengeluaran yang direncanakan akan naik ketika pemerintah meningkatkan belanjanya atas barang dan jasa. Kenaikan pengeluaran yang direncanakan ini akan mendorong produksi barang dan jasa, yang menyebabkan pendapatan total Y meningkat.


(41)

 

Gambar 2.5 Penurunan pajak dalam model IS-LM

ii) Perubahan pajak

Perubahan pajak dalam model IS-LM memengaruhi perekonomian seperti halnya perubahan belanja pemerintah, kecuali bahwa pajak memengaruhi melalui

konsumsi. Penurunan pajak misalnya sebesar ΔT, pemotongan pajak mendorong

konsumen berbelanja lebih banyak dan karena itu meningkatkan pengeluaran yang direncanakan. Pengganda pajak dalam perpotongan Keynesian menyatakan bahwa, pada tingkat bunga berapapun, perubahan kebijakan ini menaikkan tingkat

pendapatan sebesar ΔT x MPC/(1-MPC). Sebagaimana ditunjukkan Gambar 2.5,

kurva IS bergeser kekanan sebesar jumlah ini dan titik ekuilibrium perekonomian bergerak dari titik A ke titik B.

2.1.5 Model Teori Pertumbuhan 1 Model Ekonomi Keynesian

Peran investasi termasuk investasi infrastruktur dalam aktivitas ekonomi dapat dipisahkan atas perannya sebagai komponen pengeluaran agregat dan perannya dalam proses produksi. Investasi merupakan bagian dari komponen pengeluaran agregat, sedangkan stok kapital fisik seperti infrastruktur merupakan bagian dari faktor produksi dalam fungsi produksi sektoral atau agregat.


(42)

18

Berdasarkan katagori tersebut, penjelasan teoritis mengenai peran investasi akan dilihat dari sisi permintaan dalam sebuah model makroekonomi dan sisi penawaran yang direpresentasikan oleh model pertumbuhan ekonomi. Pada bagian ini akan diuraikan teori sisi permintaan yaitu model ekonomi makro Keynesian.

Model ekonomi makro Keynesian merupakan teori yang menjelaskan fluktuasi ekonomi dalam jangka pendek dengan menfokuskan perhatiannya pada sisi pengeluaran agregat. Identitas Produk Nasional Bruto (PNB) standar Keynesian, dapat diilustrasikan sebagai berikut:

C + I + G + (X-M) = PNB = C + S + T + Rf (2.7)

Keterangan:

C : total pengeluaran konsumsi rumahtangga terhadap barang dan jasa

I : investasi

G : pengeluaran pemerintah

(X – M) : ekspor bersih barang dan jasa

S : tabungan swasta bruto

T : penerimaan pajak bersih

Rf : total pembayaran transfer ke luar negeri

Identitas di atas menunjukkan bahwa kondisi ekuilibrium dicapai ketika total pengeluaran agregat sama dengan total pendapatan agregat dan keduanya sama dengan total nilai produksi barang dan jasa akhir yang dihasilkan suatu perekonomian. Pada posisi keseimbangan, nilai ekspor bersih sama dengan total pembayaran ke luar negeri, sehingga kedua komponen ini dapat dikeluarkan untuk penyederhanaan identitas pendapatan nasional, sebagai berikut:

C + I + G = PNB = C + S + T (2.8)

Seluruh komponen pengeluaran dan pendapatan agregat apabila dideflasikan terhadap tingkat harga umum yang berlaku, diperoleh identitas pendapatan nasional dalam nilai riil sebagai berikut:


(43)

Keterangan:

t = t’y; t‘ > 0

c = c’yd; c’ > 0

s = s’yd ; s’ > 0

i

i= ;

g

g = ;

yd = y – ty;

Pada persamaan penerimaan pajak (t), total pengeluaran konsumsi (c) dan total tabungan (s) semuanya merupakan fungsi dari tingkat pendapatan, dengan kecenderungan tambahan pajak (t’) atau marginal propensity to tax (MPT), kecenderungan tambahan konsumsi (c’) atau marginal propensity to consume (MPC) dan kecenderungan tambahan tabungan (s’) atau marginal propensity to save (MPS) positif tetapi lebih kecil dari satu. Pada persamaan investasi swasta (i) dan pengeluaran pemerintah (g) diasumsikan sebagai peubah eksogenus.

Seluruh komponen pengeluaran agregat apabila disubstitusikan ke sisi pengeluaran pada persamaan asal akan diperoleh pengeluaran agregat riil sebagai berikut: g i ty y c

y= ( − )+ + (2.10)

Derivasi total pendapatan nasional, y, terhadap komponen-komponen c, t, g dan i pada persamaan diatas dan menyusunnya kembali akan menghasilkan efek pengganda (multiplier) pendapatan dari perubahan peubah eksogenus investasi swasta dan pengeluaran pemerintah sebagai berikut:

) ( ) 1 ( 1 1 g d i d t c dy + − −

= (2.11)

Pada persamaan diatas, setiap perubahan peubah eksogenus investasi swasta dan pengeluaran pemerintah akan mengakibatkan perubahan pendapatan nasional sebesar hasil kali angka pengganda dengan kenaikan komponen pengeluaran tersebut. Besarnya dampak kenaikan investasi dan pengeluaran pemerintah tergantung pada MPC dan MPT. Semakin besar MPC dan semakin kecil MPT maka semakin besar dampak perubahannya terhadap pendapatan nasional.


(44)

20

2 Teori Pertumbuhan Ekonomi Harrod-Domar

Model pertumbuhan Harrod dan Domar atau lebih dikenal dengan model pertumbuhan Harrod-Domar (Harrod-Domar growth model) merupakan model pertumbuhan Keynesian yang secara luas telah banyak diaplikasikan pada negara-negara sedang berkembang (Todaro 2006). Domar mengkonstruksi teorinya dengan menekankan peran ganda yang dimainkan oleh investasi dalam proses pertumbuhan ekonomi. Investasi memengaruhi permintaan agregat melalui proses investment multiplier, dan dalam jangka panjang merupakan proses akumulasi modal yang akan menambah stok kapital dan meningkatkan kapasitas produksi sehingga investasi juga memengaruhi penawaran agregat. Domar dalam hal ini hendak menjawab tingkat investasi yang diperlukan agar peningkatan permintaan agregat sama dengan kapasitas produksi sehingga pemanfaatan kapasitas penuh dapat dipertahankan.

Pada model Domar, dinyatakan bahwa pertumbuhan permintaan agregat sama dengan investasi (I) dikalikan dengan besaran multiplier (1/s). Sedangkan pertumbuhan kapasitas produksi (penawaran agregat) sama dengan investasi (I) dibagi rasio kapital output (k). Melalui manipulasi matematis diperoleh laju pertumbuhan investasi yang diperlukan agar dapat menyamakan laju pertumbuhan permintaan agregat dengan laju pertumbuhan penawaran, yaitu sebesar rasio MPS (Marjinal Propensity to Save=s) terhadap COR (Capital Output Rasio=k) atau dapat dinyatakan dengan persamaan berikut:

k s I

I K

K Y

Y = Δ = Δ =

Δ

(2.12)

Keterangan:

Y Y Δ

= laju pertumbuhan permintaan agregat atau output

K K Δ

= laju peningkatan stok kapital (penawaran agregat)

I I Δ

= laju peningkatan investasi

Menurut Harrod, pertumbuhan ekonomi dapat dibedakan atas pertumbuhan aktual, pertumbuhan yang diinginkan dan pertumbuhan alamiah. Pertumbuhan


(45)

aktual (the actual growth =ΔY/Y) adalah laju pertumbuhan sesungguhnya yang besarnya ditentukan oleh rasio tabungan-output (S/Y) dan rasio tambahan

kapital-output (ΔK/ΔY). Kedua besaran ini dianggap konstan dan melalui manipulasi

matematis akan sama dengan tabungan. Pada tingkat laju pertumbuhan aktual, output aktual tidak selalu sama dengan output potensial.

Laju pertumbuhan yang diinginkan adalah laju pertumbuhan yang dianggap memadai oleh para investor sehingga menjamin tercapainya kapasitas penuh atau keseimbangan permintaan dan produksi dalam jangka panjang. Permintaan agregat dianggap cukup tinggi oleh para investor pada laju pertumbuhan ini sehingga dapat menjamin terjualnya seluruh kapasitas pabrik yang ada. Output aktual akan sama dengan output potensial sehingga tidak terjadi variasi siklis dalam pertumbuhan ekonomi. Laju pertumbuhan ini tercapai apabila output (aktual dan potensial), permintaan agregat, stok kapital, dan investasi tumbuh pada tingkat yang sama.

Perekonomian berada pada posisi keseimbangan ketika laju pertumbuhan aktual sama dengan laju pertumbuhan yang menjamin kapasitas penuh, yaitu laju pertumbuhan ekuilibrium jangka panjang. Perekonomian akan mengalami kelebihan kapasitas yang akibatnya dapat menciptakan depresi jangka panjang apabila laju pertumbuhan aktual lebih kecil daripada laju pertumbuhan yang menjamin kapasitas penuh. Jika permintaan agregat tumbuh sangat cepat sehingga laju pertumbuhan aktual melebihi laju pertumbuhan yang menjamin kapasitas penuh maka perekonomian akan mengalami inflasi tinggi jangka panjang. Ketidakseimbangan yang terjadi pada perekonomian baik karena depresi maupun inflasi, tidak ada mekanisme otomatis yang dapat membawa perekonomian pada kondisi keseimbangan.

Kondisi ekuilibrium sangat jarang terjadi, sehingga Harrod sampai pada kesimpulan teorema ketidakseimbangan (disequilibrium theorem) yang menyatakan bahwa di dalam proses pertumbuhan ekonomi terkandung unsur ketidakstabilan yang sewaktu-waktu dapat mengganggu keadaan ekuilibrium. Selama proses pertumbuhan ekonomi berlangsung, tidak ada kekuatan yang secara otomatis dapat membawa penyimpangan tersebut kembali kepada kondisi ekuilibrium.


(46)

22

Stabilitas pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang hanya dapat tercapai melalui intervensi pemerintah lewat kebijakan fiskal dan moneter untuk menanggulangi gangguan penyimpangan dan ketidakstabilan. Kedua kebijakan ini sangat berperan untuk meningkatkan investasi dalam sektor infrastruktur yang akan meningkatkan permintaan agregat dalam jangka pendek dan memperluas kapasitas produksi serta menjamin keberlanjutan proses pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.

3 Teori Pertumbuhan Ekonomi Solow

Teori pertumbuhan Solow merupakan salah satu bentuk teori pertumbuhan ekonomi neoklasik yang populer. Teori ini merupakan pengembangan teori klasik yang menekankan proses pertumbuhan ekonomi dari sisi penawaran. Berdasarkan sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi merupakan proses peningkatan output atau produksi barang dan jasa per kapita yang berlangsung dalam jangka panjang (Boediono dalam Delis 2008). Peningkatan output per kapita terjadi sebagai hasil dari interaksi faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi. Faktor produksi tersebut terdiri dari tanah dan sumber daya alam, tenaga kerja, modal dan kemajuan teknologi. Sebagian besar teori pertumbuhan ekonomi menfokuskan perhatiannya pada peran kapital, tenaga kerja dan kemajuan teknologi.

Secara umum pemikiran neoklasik didasarkan atas asumsi fungsi produksi kontinu yang bersifat constant returns to scale, pasar bebas yang bersaing sempurna, faktor produksi yang mobile, adanya kemungkinan substitusi di antara faktor produksi, serta anggapan tabungan yang identik dengan investasi (Todaro 2006). Berdasarkan asumsi tersebut, aktivitas perekonomian secara otomatis akan mencapai stabilitas pertumbuhan pada ekuilibriumnya dalam jangka panjang.

Solow memandang proses pertumbuhan ekonomi dengan menempatkan pentingnya peran kemajuan teknologi dalam proses produksi. Model Solow diformulasikan atas anggapan bahwa unsur waktu dianggap terkandung dalam komponen kapital, tenaga kerja dan kemajuan teknologi. Selain itu, kemajuan teknologi dianggap terkandung dalam tenaga kerja yang disebut tenaga kerja

efektif (effective labor), labor augmenting atau Harrod-nuetral (Romer dalam


(47)

Fungsi produksi bersifat constant returns to scale sehingga output akan meningkat dengan proporsi yang sama apabila kapital dan tenaga kerja digandakan dan input-output yang baru digunakan sepenting input yang telah ada. Input selain kapital, tenaga kerja dan pengetahuan diasumsikan tidak penting. Berdasarkan anggapan tersebut model Solow diformulasikan sebagai suatu hubungan fungsional dimana output per tenaga kerja efektif sebagai fungsi dari kapital per tenaga kerja efektif, yaitu:

y = f(k) (2.13)

Keterangan:

y = output per tenaga kerja efektif (Y/AL) k = kapital per tenaga kerja efektif (K/AL) Y = output

K = kapital L = tenaga kerja

A = efektivitas tenaga kerja (pengetahuan) AL = tenaga kerja efektif (labor augmented)

Menurut Solow output nasional hanya digunakan untuk dua tujuan yaitu konsumsi dan investasi. Bagian output yang digunakan untuk tujuan investasi bersumber dari tabungan. Sebagai proses akumulasi modal, satu unit investasi menghasilkan satu unit tambahan kapital baru, sedangkan kapital yang lama mengalami penyusutan. Tingkat perubahan stok kapital per unit tenaga kerja efektif merupakan selisih antara perubahan investasi aktual dengan perubahan

investasi break-even (yaitu investasi yang diperlukan untuk mengimbangi

pertumbuhan tenaga kerja dan ilmu pengetahuan serta menggantikan penyusutan kapital yang lama sehingga jumlah stok kapital per tenaga kerja efektif yang ada tetap terpelihara).


(48)

24

Gambar 2.6 Investasi aktual dan break-even

Stok kapital per tenaga kerja efektif akan berada pada posisi jalur pertumbuhan ekonomi yang berimbang (the balance growth path) ketika perubahan investasi aktual sama dengan perubahan investasi break-even. Sebagaimana ditunjukkan Gambar 2.6, apabila tingkat stok kapital per tenaga kerja efektif rendah, investasi aktual per unit tenaga kerja efektif lebih besar dari investasi break-even dan tingkat produktivitas stok kapital per tenaga kerja efektif sangat tinggi sehingga jumlahnya meningkat ke posisi stok kapital per tenaga kerja efektif keseimbangan atau laju pertumbuhannya positif. Pada tingkat stok kapital per tenaga kerja efektif yang tinggi, investasi aktual per unit tenaga kerja

lebih kecil dari investasi break-even dan tingkat produktivitas stok kapital per

tenaga kerja efektif sangat rendah sehingga jumlahnya menurun ke posisi stok kapital per tenaga kerja keseimbangan atau laju pertumbuhannya negatif. Stok kapital per tenaga kerja efektif selalu konvergen ke posisi keseimbangannya di titik k*.

Setelah konvergensi tercapai, laju pertumbuhan stok kapital per tenaga kerja efektif mencapai nol karena pada posisi keseimbangan perubahan investasi aktual

sama dengan perubahan investasi break-even. Pada posisi ini stok kapital total,

tenaga kerja efektif dan output total tumbuh pada tingkat yang sama yaitu sebesar jumlah pertumbuhan tenaga kerja efektif dan pertumbuhan ilmu pengetahuan. Stok kapital per tenaga kerja dan total output per tenaga kerja tumbuh sebesar


(49)

pertumbuhan ilmu pengetahuan. Pemikiran Solow di atas menunjukkan bahwa perekonomian senantiasa akan konvergen secara otomatis menuju pertumbuhan yang berimbang, yaitu suatu situasi dimana setiap peubah tumbuh pada tingkat yang konstan. Pada pertumbuhan yang berimbang, pertumbuhan output per tenaga kerja hanya ditentukan oleh tingkat kemajuan teknologi. Di sinilah peran penting kemajuan teknologi dalam proses pertumbuhan ekonomi menurut pandangan Solow.

2.1.6 Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran pemerintah yang diarahkan pada kegiatan yang relatif bersifat investasi, maka pemerintah telah menciptakan semacam input baru dalam proses produksi secara eksternal yang selanjutnya akan mendorong kegiatan usaha pada tingkat perusahaan dan pertumbuhan ekonomi pada tingkat agregat (Barro 1990). Model Barro diasumsikan bahwa aktivitas pemerintah memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara. Diketahui fungsi produksi Cobb Douglas sebagai berikut:

y = f(k,g) = Ak1-αgα (2.14)

dimana g adalah kuantitas barang dan jasa per kapita yang dibeli oleh pemerintah, yang diasumsikan tidak ada pungutan biaya apapun (user charges), y adalah output perkapita, dan k adalah stok modal perkapita serta diasumsikan bahwa fungsi produksi memiliki skala pengembalian konstan (constant return to scale).

Jika diasumsikan total pembelanjaan pemerintah dibiayai oleh pendapatan pajak τ

maka dapat dituliskan berikut:

g = T = y = Ak1-αgα (2.15)

Apabila persamaan fungsi produksi diubah menjadi produktivitas marjinal modal maka:

fk = A(1 - α)(g/k)α (2.16)

jika total pembelanjaan pemerintah dibiayai oleh pendapatan pajak pada tingkat τ

di substitusikan dengan persamaan di atas maka dapat dituliskan sebagai berikut:

y = kA1/1- α α /1- α (2.17)

dimana bahwa rasio input g dan k adalah sebagai berikut:


(50)

26

Nilai untuk produktivitas marjinal modal dapat dituliskan kembali sebagai berikut:

fk = (1 –α)A1 /1- α α /1- α (2.19)

Solusi untuk tingkat pertumbuhan output per kapita dapat ditentukan sebagai berikut:

y = c/c = (1- ) [(1 – α)A1 /1- α α /1- α - ρ] (2.20)

Pada persamaan di atas, bahwa pertumbuhan ekonomi dapat dipengaruhi oleh alokasi pembelanjaan publik dan tingkat pajak, sama halnya dengan individu memaksimalkan pertumbuhan konsumsi yang berkaitan dengan tingkat pertumbuhan dari output dan modal.

Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pemerintah juga digambarkan oleh kurva Scully yang merupakan hasil penelitian yang dilakukan oleh Gerald Scully dalam Chao (1997), yang menerangkan hubungan antara peran pengeluaran pemerintah dengan tingkat pertumbuhan ekonomi. Model kuadratik yang diformulasikan Scully, porsi pengeluaran pemerintah menjadi variabel independent dan pertumbuhan ekonomi menjadi variabel dependent. Model dapat disimpulkan bahwa: peningkatan porsi pengeluaran pemerintah terhadap PDB sampai pada tingkat tertentu memberikan pengaruh yang lebih tinggi pada pertumbuhan, namun pada porsi yang lebih tinggi lagi (melebihi tingkat optimal) maka porsi pemerintah semakin besar akan berdampak lebih rendah bahkan dapat mencapai nol. Secara grafis dapat dilihat pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Hubungan antara tingkat pertumbuhan ekonomi dengan porsi pengeluaran pemerintah terhadap PDB


(51)

2.1.7 Crowding out

Dampak crowding out terjadi apabila pengeluaran pemerintah bertindak

sebagai substitusi untuk pengeluaran swasta. Dampak ini bersumber dari menurunnya investasi dan apresiasi nilai mata uang, sebagai akibat dari naiknya tingkat bunga karena adanya stimulus fiskal. Besaran turunnya dampak pengganda tergantung pada hal-hal berikut (Abimanyu 2005):

1 Sensitivitas investasi terhadap tingkat bunga, naiknya sensitivitas investasi

terhadap tingkat bunga akan menurunkan koefisien pengganda. Namun demikian, apabila investasi merupakan fungsi positif dari pendapatan, maka angka pengganda tidak terlalu berpengaruh.

2 Hubungan antara permintaan uang dengan tingkat bunga dan pendapatan.

Semakin besar pengaruh tingkat bunga terhadap permintaan uang, akan semakin menekan besarnya dampak pengganda, sebaliknya dengan kenaikan pendapatan.

3 Tingkat keterbukaan ekonomi dan sistem nilai tukar yang digunakan.

Keterbukaan ekonomi menimbulkan peluang substitusi permintaan, dari domestik menjadi impor, sehingga memperkecil dampak kebijakan fiskal yang diharapkan. Terkait dengan sistem nilai tukar, sistem nilai tukar fleksibel yang digunakan dapat meningkatkan crowding out, sehingga menurunkan efektivitas stimulus fiskal.

4 Flesibelitas harga berpengaruh secara negatif terhadap besarnya pengganda.

5 Rational expectation, apabila kebijakan stimulus fiskal ditempuh secara

permanen, maka hal tersebut akan menimbulkan harapan akan naiknya tingkat bunga dan menguatnya nilai tukar. Sehingga stimulus fiskal menjadi kurang efektif, karena mempunyai crowding out yang cukup besar.

6 Pandangan Ricardian equivalen, kebijakan fiskal tidak memengaruhi

pendapatan permanen dan pola konsumsi masyarakat. Hal ini disebabkan adanya pola pikir masyarakat yang berpendapat bahwa kenaikan pendapatan dari stimulus fiskal pasti akan diikuti dengan kenaikan pajak dimasa yang akan datang.


(52)

28

Secara teori, analisis stimulus fiskal dimulai dengan Keynesian yang meliputi kriteria negara maju atau negara berkembang, perekonomian tertutup atau terbuka, dan sistem nilai tukar tetap atau mengambang. Berdasarkan Mundel-Flemming Model, kebijakan fiskal tidak akan efektif pada negara dengan perekonomian terbuka dan mempunyai sistem nilai tukar tukar yang mengambang, karena crowding out melalui nilai tukar yang memengaruhi ekspor neto.

2.1.8 Konsep dan Definisi

1 PDB merupakan total nilai tambah bruto yang dihasilkan unit produksi yang

beroperasi disuatu wilayah negara dalam jangka waktu tertentu (BPS 2008). PDB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga berlaku setiap tahun, sedangkan PDB atas harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai dasar.

Pendekatan dalam menghitung PDB (BPS 2008) yaitu: a Pendekatan Produksi

PDB adalah jumlah nilai tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu negara dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Unit-unit produksi tersebut dalam penyajiannya dikelompokkan menjadi sembilan sektor yaitu: pertanian, pertambangan, industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih, bangunan, transportasi, keuangan dan jasa.

b Pendekatan Pendapatan

PDB merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu negara dalam jangka waktu tertentu. Balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan; semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam definisi PDB mencakup juga penyusutan dan pajak tidak langsung neto (pajak tak langsung dikurangi subsidi).


(53)

c Pendekatan Pengeluaran

PDB adalah semua komponen permintaan akhir yang terdiri dari: pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga nirlaba, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan stok dan ekspor neto (ekspor dikurangi impor). Secara konsep ketiga pendekatan ini akan menghasilkan angka yang sama. Jumlah pengeluaran akan sama dengan jumlah barang dan jasa akhir dan harus sama dengan jumlah pendapatan untuk faktor-faktor produksi.

2 Konsumsi rumah tangga adalah pembelanjaan barang dan jasa oleh rumah tangga. “Barang” mencakup pembelanjaan rumah tangga pada barang yang tahan lama seperti kendaraan dan perlengkapan, dan tidak tahan lama seperti makanan dan pakaian. ”Jasa” mencakup barang yang tidak berwujud konkret, seperti potong rambut dan perawatan kesehatan. Pembelanjaan rumahtangga atas pendidikan juga dimasukkan sebagai konsumsi jasa.

3 Investasi atau pembentukan modal tetap bruto adalah pembelian barang yang

nantinya akan digunakan untuk memproduksi lebih banyak barang dan jasa. Investasi adalah jumlah dari pembelian peralatan modal, persediaan, dan bangunan atau struktur. Investasi pada bangunan mencakup pengeluaran untuk mendapatkan tempat tinggal baru. Menurut kesepakatan bersama, pembelian tempat tinggal baru merupakan satu bentuk pembelanjan rumah tangga yang dikategorikan sebagai investasi dan bukan sebagai konsumsi. 4 Pengeluaran pemerintah mencakup pembelanjaan barang dan jasa oleh

pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Belanja pemerintah mencakup upah pekerja pemerintah dan pembelanjaan untuk kepentingan umum.

5 Indeks Harga Konsumen (IHK) adalah perbandingan nilai konsumsi bulan berjalan dengan nilai konsumsi pada tahun dasar dikalikan dengan 100. Pada tahun dasar IHK akan bernilai 100 sebab tahun berjalan sama dengan tahun dasar.

IHK dipakai untuk mengukur rata-rata perubahan harga dari suatu paket komoditas yang dikonsumsi oleh masyarakat/rumah tangga di suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.


(54)

30

Kegunaan IHK antara lain adalah :

a sebagai barometer nilai tukar rupiah atau sebagai indikator inflasi;

b sebagai landasan untuk memperbaiki/menyesuaikan gaji dan upah karyawan;

c merupakan pengukur/perubahan harga konsumen; d indikator/perubahan pengeluaran rumah tangga.

6 Suku Bunga

Dalam perbankan, tingkat suku bunga terbagi atas 2 jenis yaitu

a Tingkat suku bunga nominal (nominal interest rate) yaitu: tingkat suku bunga yang dibayar investor untuk meminjam uang di bank atau bisa dikatakan biaya oportunitas dari memegang uang. Selain itu dapat juga berarti tingkat bunga riil dan tingkat inflasi.

b Tingkat suku bunga riil (real interest rate) yaitu tingkat suku bunga nominal yang yang dikoreksi untuk menghilangkan pengaruh inflasi. Tingkat bunga riil dibedakan menjadi tingkat bunga riil ex ante (tingkat bunga riil yang diharapkan pemberi pinjaman dan peminjam ketika kesepakatan dibuat) dan tingkat bunga riil ex post (tingkat bunga riil yang terealisasi secara nyata).

2.2 Penelitian-Penelitian Terdahulu

Castro (2003) dengan studinya efek kebijakan fiskal di Spanyol, penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh kebijakan fiskal terhadap variabel makro yaitu PDB, inflasi, nilai tukar. Penelitian ini menggunakan metode vector autoregression (VAR), diperoleh shock fiskal mempunyai pengaruh yang lemah dan signifikan terhadap PDB, konsumsi, investasi, suku bunga dan harga. Hsing (2005) melakukan penelitian tentang pengaruh kebijakan moneter, kebijakan fiskal dan penurunan nilai mata uang terhadap output di Venezuela. Penelitian ini menggunakan metode IS-LM model dan generalized autoregressive conditional heteroskedasticity (GARCH), menggunakan data tahunan selama tahun 1959-2001. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa output riil berhubungan positif dengan jumlah uang beredar (M2), pengeluaran pemerintah, depresiasi mata uang Bolivar, tingkat inflasi dan harga minyak.


(55)

Pereira dan Sagales (2006) melihat efek kebijakan fiskal terhadap output di Portugal dengan menggunakan metode VAR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa investasi pemerintah mempunyai efek positif yang signifikan tehadap output, tetapi pajak langsung mempunyai efek negatif yang signifikan terhadap output. Lendvai (2007) dalam studinya pengaruh kebijakan fiskal di Hungaria. Penelitian ini ingin melihat pengaruh dari perubahan pengeluaran pemerintah, menggunakan data triwulanan dari tahun 1997 sampai tahun 2005 dengan metode structural vector autoregressive (SVAR). Hasilnya memperlihatkan bahwa pergeseran dari pengeluaran pemerintah memberikan dampak campuran terhadap perekonomian. Secara khusus, rumah tangga merespon positif terhadap pengeluaran pemerintah ekspansif yang mengarah ke peningkatan pendapatan mereka, tetapi menunjukkan reaksi negatif pada perusahaan. Secara keseluruhan, peningkatan pengeluaran pemerintah menurunkan PDB.

Katsimi dan Sarantides (2008) meneliti dampak kebijakan fiskal pada 19 negara maju selama tahun 1975-2000. Penelitian ini menggunakan metode fixed effect model (FEM). Hasil penelitian ini menunjukkan pengeluaran barang modal mempunyai dampak yang positif terhadap keuntungan. Pajak langsung dan tidak langsung menurunkan keuntungan. Afonso dan Sousa (2009) meneliti efek dari kebijakan fiskal menggunakan metode bayesian structural vector autoregression (BSVAR) dengan menganalisis Negara Inggris, Amerika, Jerman dan Italy. Secara umum dapat disimpulkan bahwa shock pengeluaran pemerintah mempunyai pengaruh: (i) efek yang kecil terhadap PDB, (ii) tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap konsumsi swasta, (iii) mempunyai efek negatif terhadap investasi swasta, (iv) mempunyai efek yang bervariasi terhadap harga rumah, (v) mendorong jatuhnya harga saham, (vii) tidak berdampak signifikan terhadap tingkat harga, (viii) efek positif dan kecil terhadap pertumbuhan tingkat agregat moneter dan (ix) mempunyai pengaruh positif terhadap produktifitas. Sementara itu shock penerimaan pemerintah berpengaruh pada (i) efek positif terhadap PDB dan investasi, (ii) efek positif terhadap harga rumah dan harga saham dan (iii) secara umum tidak ada dampak terhadap tingkat harga.

Kubo (2008) meneliti dampak shock dari kebijakan moneter terhadap perekonomian, pengalaman di Thailand. Variabel yang digunakan yaitu Indeks


(56)

32

Harga Konsumen (IHK), Indeks Produksi, Indeks Harga Produsen (IHP), suku bunga pinjaman dan agregat kredit swasta, dengan menggunakan metode VAR. Dari penelitian ini diperoleh bahwa mekanisme transmisi moneter di Thailand mempunyai dampak terhadap dimensi internasional. Kontraksi moneter mempunyai efek yang negatif dan cukup kuat pada permintaan impor dalam jangka pendek walaupun harga impor turun.

Gillingham, et al (2008) melihat distribusi dampak kebijakan fiskal di Honduras. Penelitian ini menggunakan data survei dari 8.175 rumah tangga dengan total anggota rumah tangga (ART) 39.500 orang. Data yang dikumpulkan adalah sumber pendapatan, belanja konsumen, akses dan penerimaan manfaat dari pengeluaran pemerintah. Hasil dari survei ini menyatakan bahwa program subsidi energi, biaya perguruan tinggi dan pensiun memberikan keuntungan untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga.

Abimanyu (2005) meneliti kebijakan fiskal dan efektifitas stimulus fiskal di Indonesia. Penelitian ini menggunakan model computable general equilibrium (CGE), menggunakan data variabel ekonomi makro yang diperoleh dari tabel input/output (I/O) tahun 2000. Penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan stimulus fiskal di Indonesia mampu memberikan hasil yang positif dan cukup signifikan. Hastuti (2007) menganalisa dampak kebijakan moneter, kebijakan fiskal dan kebijakan nilai tukar terhadap pendapatan nasional, periode sebelum dan sesudah krisis di Indonesia. Metode yang digunakan adalah VAR, dengan variabel yang diteliti adalah jumlah uang beredar, pengeluaran pemerintah, nilai tukar dan PDB. Data merupakan data triwulanan dari Triwulan I tahun 1990 sampai Triwulan IV tahun 2006. Hasilnya menunjukkan bahwa jumlah uang beredar dan pengeluaran pemerintah memiliki dampak positif terhadap PDB, sedangkan dampak nilai tukar adalah negatif, dengan kata lain, kebijakan moneter dan kebijakan fiskal memiliki dampak yang ekspansif, sedangkan dampak nilai tukar adalah kontraktif.

Alfirman dan Sutriono (2006) menganalisis hubungan pengeluaran pemerintah dan PDB dengan menggunakan pendekatan Granger causality dan VAR. Data yang digunakan adalah data tahunan dari tahun 1970-2003. Hasilnya menunjukkan terdapat hubungan kausalitas antara total pengeluaran pemerintah


(57)

dengan PDB. Pengeluaran rutin tidak signifikan memengaruhi PDB karena bersifat konsumtif dan tidak produktif serta sebagian besar bersifat kontraktif seperti belanja untuk pembayaran bunga utang. Pengeluaran pembangunan memiliki hubungan kausalitas positif dan signifikan terhadap PDB.

Indrawati (2007) melihat interaksi kebijakan fiskal dan kebijakan moneter di Indonesia menggunakan pendekatan VAR. Variabel yang digunakan adalah suku bunga, pengeluaran pemerintah, IHK dan PDB. Data yang digunakan data tahunan dari tahun 1970-2006. Hasilnya memperlihatkan shock kebijakan fiskal bersifat permanen dan negatif terhadap inflasi dan direspon dengan kebijakan moneter yang ketat. Shock kebijakan moneter menyebabkan pengaruh permanen negatif pada menurunnya pertumbuhan ekonomi. Hadi (2005) menganalisis korelasi antara pendapatan nasional dan investasi pemerintah di Indonesia, 1983-2000, menggunakan metode VAR. Data yang digunakan data triwulanan dari tahun 1983-2000. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa investasi pemerintah di sektor fiskal, khususnya pengeluaran pembangunan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hasil rekapitulasi penelitian terdapat pada Tabel 2.1.


(58)

34

Tabel 2.1 Rekapitulasi penelitian terdahulu terkait dengan kebijakan fiskal di berbagai negara

NO JUDUL PENELITI PENERBIT METODE VARIABEL DATA HASIL

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

1

Macroeconomic Impact of Monetary Policy Shocks: Evidence from Recent Experience in Thailand Akihiro Kubo. 2008 Journal of Asian Economics 19 (2008) 83-91 VAR

CPI, Industrial Production Index (IP), Producer Price Index (PPI), Lending Rate

(LR), Private Credit Aggregates (PCA)

Data bulanan dari Mei 2000

sampai Desember

2006

Mekanisme transmisi moneter di Thailand mempunyai dampak terhadap dimensi internasional. Kontraksi moneter mempunyai efek yang negatif dan cukup kuat pada permintaan impor dalam jangka pendek walaupun harga impor turun.

2

The Impact of Fiscal Policy on Profit Margarita Katsimi dan Vasilis Sarantides 2008 Athens University of Economics and Business (AUEB) Fixed Effect Model

profit, capital expenditure, current expenditure, pajak, surplus, upah, konsumsi,

suku bunga dan pengangguran

Data dari 19 negara maju

selama periode

1975-2000

Pengeluaran barang modal mempunyai dampak yang positif terhadap keuntungan. Pajak langsung dan tidak langsung menurunkan keuntungan

3

Macroeconomic Effect of Fiscal Policy in Spain

Francisco de Castro. 2003 Banco de Espana. Servicio De Estudios.2003

VAR Gov expd, pajak, PDB riil, PDB deflator, interest rate

data bulanan dari tahun 1980:1-2001:2

Shock fiskal mempunyai efek yang kecil terhadap PDB, konsumsi, investasi, suku bunga dan harga

4 On Effect of Fiscal Policies in Portugal

Alfredo M. Pereira dan Oriol Roca Sagales. 2006

The College of William and Mary, Department of Economics. Working Paper Number 35 VAR

Gov exp, current transfer (GTR), Intermediate

consumption (GIC), compensation of employee

(GW), public investment (GFBC), GDP, direct tax (DT) and indirect tax

(TIND)

Data tahunan dari tahun 1977-2004

Investasi pemerintah mempunyai efek positif yang kuat tehadap output, tetapi pajak langsung mempunyai efek negatif yang kuat terhadap output.


(59)

NO JUDUL PENELITI PENERBIT METODE VARIABEL DATA HASIL

5 The Impact of Fiscal in Hungaria

Julia Lendvai. 2007

ECFIN Country Focus

Vol IV, Issue 11 22.11.207

SVAR

Gov exp, Tax, GDP, GDP deflator, konsumsi, investasi, pengeluaran swasta, private employment Data triwulanan dari tahun 1997:1-2005:4

Hasilnya menunjukkan bahwa shocks pengeluaran pemerintah mempunyai dampak yang berbeda terhadap perekonomian. Income rumah tangga meningkat, reaksi negatif pada sektor perusahaan sektor. Secara keseluruhan, meningkatkan pengeluaran pemerintah mengarah ke kontraksi GDP.

6

The Distributional Impact of Fiscal Policy in Honduras

Robert Gillingham, , David Newhouse dan Irene Yackovlev IMF Working Paper, 2008 WP/08/168 Income, Consumer spending, access to and receipt of the benefit of government spending Menggunakan data survei dari 8.175 rumah tangga dengan total ART 39.500 orang

Program subsidi energi, biaya perguruan tinggi dan pensiun memberikan keuntungan untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga

7

Impact of Monetary Policy, Fiscal Policy and Currency Depreciation on Output: The Case of Venezuela

Yu Hsing (2005)

Briefing Notes in Economics Issue No. 65,

Juli 2005

IS-LM Model and

GARCH

real GDP, real M2, Government Spending, depreciation of the bolivar,

inflation rate, world oil price. Model: Y = f(RM2,

DEF,EXC,π,OIL)

Data tahunan dari tahun 1959-2001

Riil output berhubungan positif dengan M2, pengeluaran pemerintah, depresiasi mata uang Bolivar, tingkat inflasi dan harga minyak

8

What are the Effect of Fiscal Policy Shocks Andrew Mountford, and Harald Uhlig. SFB 649 Discussion Paper 2005-039. Economic Risk Berlin. 2005 VAR

GDP, pivate consumption, private residential investment, non resident

investment, gov expenditure, gov revenue,

interest rate, adjusted reserve, producer price index for crude material,

GDP deflator Data triwulanan di Amerika Serikat dari tahun 1955-2000

Guncangan pengeluaran pemerintah menyebabkan peningkatan pada PDB yang kecil, tidak ada pengaruh terhadap konsumsi, penurunan pada investasi, harga dan suku bunga.


(1)

(2)

RINGKASAN

EVI JUNAIDI. 2010. Dampak Pengeluaran Pemerintah terhadap Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3. Dibawah bimbingan NOER AZAM ACHSANI dan SATWIKO DARMESTO.

Pemerintah mempunyai dua perangkat kebijakan makroekonomi utama yaitu kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Kedua kebijakan ini dilakukan untuk membuat perekonomian tumbuh pada tingkat wajar dan tingkat inflasi yang rendah. Kebijakan tersebut juga digunakan pemerintah untuk menghadapi resesi singkat. Dalam pelaksanaannya, kebijakan stimulus fiskal dapat ditempuh melalui instrumen kenaikan belanja negara (spending increase), penurunan tarif pajak (tax cut) atau kenaikan belanja negara yang dibiayai kenaikan tarif pajak. Program stimulus fiskal telah dilakukan oleh beberapa negara yang mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi akibat dari krisis global yang melanda Amerika Serikat pada tahun 2008.

Pengaruh guncangan (shock) dari kebijakan fiskal mempunyai dampak yang berbeda-beda terhadap masing-masing negara di dunia. Pengaruh guncangan pengeluaran pemerintah di Jerman menyebabkan pertumbuhan PDB yang negatif, yang dicerminkan oleh turunnya investasi swasta. Pengeluaran pemerintah di Italia menyebabkan efek positif yang relatif kecil terhadap PDB tetapi konsumsi dan investasi menjadi turun. Guncangan ini menyebabkan terjadinya crowding out, karena kenaikan pengeluaran pemerintah menyebabkan terjadinya inflasi. Pengeluaran pemerintah di Amerika Serikat menyebabkan kenaikan PDB yang positif tetapi relatif kecil dan tidak signifikan (Afonso 2009).

Penelitian ini pada intinya bertujuan untuk menganalisis pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap perekonomian di Negara-negara ASEAN+3 yang meliputi: PDB, konsumsi, investasi, harga dan suku bunga. Data ini merupakan data tahunan dari tahun 1970-2008 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), CEIC dan IFS. Penelitian ini mencakup Negara ASEAN+3 yaitu: Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Philipina, Korea Selatan dan Jepang. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah vector autoregression (VAR) atau vector error correction model (VECM). Software yang digunakan dalam menyelesaikan penelitian ini adalah software Microsoft Excel dan Eviews 6.0.

Keterbatasan dari penelitian ini adalah cakupan negara hanya Negara ASEAN-5 serta Korea dan Jepang, sedangkan negara lainnya tidak dimasukkan karena keterbatasan data. Proses yang didapat dari penelitian ini diantaranya pengujian pra estimasi meliputi pengujian akar unit, penetapan lag optimum, uji kestabilan dan uji kointegrasi. Pada pengujian stasioneritas, didapatkan data stasioner pada first different dan lag optimum untuk masing-masing negara adalah lag satu. Semua Negara mempunyai hubungan kointegrasi, sehingga dilakukan analisis VECM. Berdasarkan analisis VECM ini dapat ditentukan impulse response function (IRF), forecasting error variance decomposition (FEVD) dan pass-through effect.

Hasilnya menunjukkan bahwa dampak pengeluaran pemerintah terhadap variabel fiskal sama di Negara-negara ASEAN+3, kecuali Singapura dan


(3)

Jepang. Kenaikan pengeluaran pemerintah direspon positif oleh PDB, konsumsi dan investasi, sementara itu di Singapura dan Jepang kenaikan pengeluaran pemerintah direspon negatif. Respon positif terbesar terjadi di Indonesia dan Philipina, sedangkan di Thailand, Malaysia dan Korea mempunyai respon yang relatif sama.

Guncangan pengeluaran pemerintah terhadap variabel moneter (IHK dan suku bunga) memberikan pengaruh yang berbeda-beda di masing-masing negara. Respon IHK yang positif terjadi di Korea dan Malaysia, sedangkan negara lainnya merespon negatif. Kenaikan suku bunga akibat pengeluaran pemerintah terjadi di Philipina, Malaysia, Thailand dan Korea, sementara itu di negara lainnya terjadi penurunan suku bunga. Berdasarkan hasil variance decomposition, variabel PDB lebih dominan menjelaskan variabilitas pada PDB, konsumsi dan investasi. Variabilitas pada IHK dan suku bunga dipengaruhi oleh faktor internal itu sendiri.

Kata kunci: Pengeluaran Pemerintah, VECM, IRF, FEVD and pass-through effect


(4)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1 Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2 Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh


(5)

(6)

DAMPAK PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP

PEREKONOMIAN DI NEGARA-NEGARA ASEAN+3

Oleh:

EVI JUNAIDI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Ekonomi

PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR