Lebih lanjut, kenaikan harga-harga secara umum yang berdampak positif terhadap peningkatan PDB menandakan bahwa inflasi yang terjadi berupa pull
demand inflation . Inflasi ini lebih disebabkan oleh tingginya permintaan barang
dan jasa di masyarakat, melebihi kapasitas produksi potensialnya. Kondisi tersebut cenderung direspon oleh kalangan pengusaha sebagai sebuah peluang
pasar yang baik sehingga akan mendorong peningkatan produksi. Berdasarkan hasil estimasi, peningkatan 1 persen indeks harga konsumen IHK akan
menyebabkan kenaikan PDB sebesar 0,099 persen, ceteris paribus. Tingginya permintaan konsumsi di negara-negara ASEAN+3 tercermin dari komposisi PDB
yang didominasi oleh konsumsi rumahtangga, yaitu rata-rata sebesar 54,14 persen dari nilai PDB pada tahun 2008. Pangsa konsumsi terbesar dimiliki oleh Philipina
yakni mencapai lebih dari 76,94 persen dari PDB-nya, diikuti oleh Indonesia 62,63, dan terendah adalah China 36,79.
5.4 Interaksi antara Keterbukaan Perdagangan dengan Faktor-faktor Pendukungnya
Hasil estimasi metode FEM pada model interaksi Persamaan 3.64 sebagaimana disajikan pada Tabel 10 diketahui bahwa interaksi antara
keterbukaan perdagangan LnOPEN dengan variabel penanaman modal asing LnFDI, sektor finansial LnFIN, tingkat inflasi LnCPI, infrastruktur
LnINFRA, dan kemajuan teknologi LnTECH masing-masing memiliki koefisien positif dan signifikan pada taraf 5 persen. Interaksi variabel keterbukaan
dengan variabel tingkat pendidikan LnEDU di luar dugaan memiliki koefisien bertanda negatif dan signifikan, sedangkan interaksi variabel keterbukaan dengan
jumlah pekerja LnEMP bertanda negatif tapi tidak signifikan. Hasil estimasi di atas secara umum menggambarkan bahwa keterbukaan
perdagangan akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi ketika diikuti oleh kenaikan pada investasi asing, kredit domestik sektor finansial,
harga, infrastruktur publik, dan kemajuan teknologi. Hal ini semakin logis dikaitkan dengan persoalan daya saing perusahaan domestik di kancah persaingan
global, yaitu ketika perusahaan domestik beroperasi pada lingkungan yang mudah untuk memperoleh kredit usaha, mudah untuk mengakses berbagai sarana publik,
serta didukung oleh penguasaan teknologi maka perusahaan tersebut menjadi lebih siap untuk berkompetisi di kancah internasional, serta lebih efektif dalam
melakukan pengembangan usaha. Sementara itu, interaksi antara keterbukaan perdagangan dengan banyaknya mahasiswa perguruan tinggi dan jumlah pekerja
yang bertanda negatif menunjukkan bahwa peningkatan keterbukaan di Kawasan ASEAN+3 tidak banyak menyerap tenaga kerja, terutama di negara-negara
berkembang seperti Indonesia dan Philipina. Selain itu, peningkatan komponen impor barang modal capital goods turut mendorong terjadinya substitusi
penggunaan tenaga kerja dengan barang modal. Ditinjau dari nilai elastisitas totalnya, diperoleh hasil bahwa dampak
terbesar keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi dimiliki oleh model yang memasukkan interaksi antara variabel keterbukaan dengan tingkat
pendidikan LnOPENLnEDU yakni sebesar 0,928. Elastisitas terbesar kedua dimiliki oleh model interaksi keterbukaan dengan penanaman modal asing
LnOPENLnFDI yakni sebesar 0,123, selengkapnya disajikan pada Tabel 13. Tabel 13 Nilai elastisitas keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan
ekonomi pada model interaksi Elastisitas Total
ASEAN+3 NSB
NSM Model interaksi 1 LnOPENLnFDI
0,123 0,102
0,123 Model interaksi 2 LnOPENLnFIN
0,049 0,019
0,082 Model interaksi 3 LnOPENLnCPI
0,084 -0,008
0,118 Model interaksi 4 LnOPENLnINFRA
0,070 0,034
0,093 Model interaksi 5 LnOPENLnEDU
0,928 0,057
0,143 Model interaksi 6 LnOPENLnTECH
0,045 0,004
0,105 Model interaksi 7 LnOPENLnEMP
0,100 -0,013
0,133
Keterangan:
1
Variabel takbebas = produk domestik bruto LnGDP.
2
Negara sedang berkembang NSB meliputi: Indonesia, Malaysia, Philipina, Thailand, dan China; sedangkan negara sudah maju NSM meliputi: Singapura, Jepang, dan Korea Selatan.
Secara umum dampak positif keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara yang sudah maju kelompok NSM
seperti Singapura, Jepang, dan Korea Selatan lebih besar dibandingkan dengan di negara-negara yang sedang berkembang kelompok NSB. Hal ini menunjukkan
bahwa negara-negara maju lebih memiliki kesiapan yang baik dalam menghadapi persaingan di tingkat global, khususnya dalam hal permodalan, infrastruktur,
penguasaan teknologi, dan kualitas modal manusia. Berikut diuraikan interaksi antara keterbukaan perdagangan dengan faktor-
faktor pendukungnya dalam memengaruhi pertumbuhan ekonomi di negara- negara ASEAN+3.
1. Interaksi Keterbukaan Perdagangan dengan Penanaman Modal Asing
Dampak keterbukaan perdagangan terhadap kenaikan PDB akan semakin besar ketika didukung oleh penanaman modal asing, yakni dengan elastisitas
sebesar 0,123. Elastisitas tersebut mengandung arti bahwa peningkatan keterbukaan perdagangan sebesar 1 persen yang disertai oleh penanaman modal
asing akan menyebabkan kenaikan PDB sebesar 0,123 persen, ceteris paribus. Aliran PMA ke dalam negeri akan menambah stok permodalan sehingga dapat
mengurangi kesenjangan antara kebutuhan investasi dengan kemampuan mengakumulasi tabungan masyarakat saving-investment gap yang umumnya
terjadi di negara-negara berkembang. Semakin besar PMA akan menyebabkan akumulasi modal dan transfer teknologi yang tercipta semakin besar pula. Hal ini
akan menambah kapasitas produksi nasional, sekaligus mendorong kenaikan produktivitas masyarakat.
Investasi asing berupa PMA biasanya disertai dengan hadirnya perusahaan- perusahaan multinasional multinational corporation, MNC ke negara penerima
sehingga berpengaruh terhadap keberlangsungan kegiatan produksi industri- industri lokal di daerah sekitarnya. Keberadaan MNC dengan segala
keunggulannya dapat mematikan industri-industri lokal yang berskala kecil. Oleh karenanya jalinan kemitraan usaha dengan perusahan tersebut perlu dilakukan,
baik sebagai industri pendukung maupun sekedar pemasok bahan baku, sehingga memunculkan suatu aglomerasi industri yang positif. Selain itu, dampak positif
berupa limpahan pengetahuan, teknologi, dan organisasi mutakhir ke daerah sekitarnya menjadi lebih nyata. Dengan demikian diharapkan tingkat efisiensi
menjadi lebih tinggi, kegiatan inovatif lebih semarak, dan hambatan masuk bagi perusahaan baru menjadi berkurang.
Keterbukaan perdagangan yang diikuti oleh penanaman modal asing memiliki dampak positif yang lebih besar di kelompok NSM terhadap
pertumbuhan ekonomi dibandingkan dengan kelompok NSB, yakni berturut-turut elastisitasnya sebesar 0,123 dan 0,102. Hal ini menunjukkan bahwa keterbukaan
perdagangan di negara-negara maju didukung oleh investasi asing yang relatif lebih besar.
2. Interaksi Keterbukaan Perdagangan dengan Sektor Finansial
Dampak keterbukaan perdagangan terhadap kenaikan PDB akan semakin besar apabila didukung oleh kesiapan di sektor finansial, yakni dengan elastisitas
sebesar 0,049. Kesiapan sektor perbankan dalam menyalurkan kredit domestik akan mendorong tumbuhnya industri-industri lokal, mulai dari industri rumah
tangga home industry, usaha kecil dan menengah UKM, hingga ke industri yang berskala besar. Kredit domestik berguna untuk mengatasi kesulitan modal
yang sering dialami oleh industri-industri yang berskala kecil, serta menambah likuiditas modal dalam upaya pengembangan usaha dan pencapaian efisiensi yang
lebih tinggi. Pemberdayaan industri-industri lokal akan meningkatkan kapasitas produksi nasional sehingga memperkuat kemandirian untuk memenuhi kebutuhan
barang dan jasa di dalam negeri, sekaligus untuk keperluan ekspor. Keterbukaan perdagangan yang diikuti oleh kesiapan di sektor finansial
memiliki dampak positif yang lebih besar di kelompok NSM terhadap pertumbuhan ekonomi dibandingkan dengan kelompok NSB, yakni berturut-turut
elastisitasnya sebesar 0,082 dan 0,019. Hal ini menunjukkan bahwa keterbukaan perdagangan di negara-negara maju didukung oleh kesiapan sektor finansial yang
baik sehingga meningkatkan efisiensi dalam pengalokasian dana masyarakat ke sektor-sektor yang produktif. Menurut data World Bank 2010 bahwa rata-rata
kredit domestik yang disalurkan oleh perbankan di kelompok NSM mencapai 190,26 persen dari PDB-nya tahun 2008, sedangkan di kelompok NSB hanya
sebesar 92,49 persen dari PDB-nya.
3. Interaksi Keterbukaan Perdagangan dengan Inflasi
Dampak keterbukaan perdagangan terhadap kenaikan PDB akan semakin besar ketika kondisi perekonomian dan harga-harga tetap prospektif, yakni tingkat
harga yang terjadi masih memberikan insentif bagi produsen dan tidak memberatkan masyarakat sebagai konsumen. Elastisitas total keterbukaan
perdagangan terhadap PDB mencapai sebesar 0,084. Kenaikan harga-harga yang disebabkan oleh tingginya permintaan barang dan jasa oleh masyarakat demand
pull inflation memberi rangsangan yang positif kepada industri untuk
meningkatkan produksinya. Namun demikian, inflasi yang terlampau tinggi akan berdampak buruk bagi perekonomian.
Inflasi yang terlampau tinggi menyebabkan penurunan daya beli masyarakat sehingga cenderung mengurangi konsumsinya, terutama terhadap barang-barang
sekunder dan tersier. Inflasi yang terlampau tinggi juga menimbulkan tingginya biaya sosial yang harus ditanggung oleh masyarakat baik industri maupun
rumahtangga, yaitu berupa shoe leather cost, menu cost, distorsi pajak, dan inefisiensi dalam pengalokasian sumber daya untuk kegiatan ekonomi. Perusahaan
tidak dapat membuat keputusan ketika inflasi berada di luar kontrol pemerintah, serta tidak dapat memberi pelayanan secara efisien jika harus membayar bunga
tinggi atas hutang masa lalunya. Singkatnya, perekonomian tidak bisa tumbuh kecuali pada lingkungan makro yang kondusif.
Keterbukaan perdagangan yang diikuti oleh kenaikan harga memiliki dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi di kelompok NSM, sedangkan di
kelompok NSB berdampak negatif, yakni berturut-turut elastisitasnya sebesar 0,118 dan -0,008. Hal ini menunjukkan bahwa keterbukaan perdagangan di
negara-negara maju didukung oleh kondisi perekonomian dan harga yang kondusif untuk berusaha. Sebaliknya, kondisi perekonomian di kelompok NSB
masih diwarnai dengan tingkat inflasi yang relatif tinggi, khususnya di Indonesia dan Philipina. Selama kurun waktu 1999-2008 rata-rata tingkat inflasi di
Indonesia tercatat sebesar 10,04 persen dan di Philipina sebesar 5,51 persen.
4. Interaksi Keterbukaan Perdagangan dengan Infrastruktur
Dampak keterbukaan perdagangan terhadap kenaikan PDB akan semakin besar ketika didukung oleh ketersediaan infrastruktur yang memadai. Elastisitas
total keterbukaan perdagangan terhadap PDB mencapai sebesar 0,070. Infrastruktur listrik merupakan faktor pendorong bagi tumbuhnya sentra-sentra
industri lokal, dan sekaligus menjadi faktor penarik bagi investor untuk
melakukan investasi di wilayah tersebut. Ketersediaan listrik yang cukup dan berkelanjutan merupakan jaminan bagi berlangsungnya proses produksi yang
lebih efisien dan ekonomis. Sebaliknya, pasokan listrik yang tidak cukup dan sering mengalami gangguan akan menghambat kegiatan produksi barang dan jasa
di masyarakat, serta mengurangi produktivitasnya. Hal ini akan berakibat pada penurunan jumlah produk yang dapat dihasilkan dan peningkatan harga produk-
produk domestik sehingga akan menurunkan daya saing di kancah internasional. Keterbukaan perdagangan yang didukung oleh ketersediaan infrastruktur
memiliki dampak positif yang lebih besar di kelompok NSM terhadap pertumbuhan ekonomi dibandingkan dengan kelompok NSB, yakni berturut-turut
elastisitasnya sebesar 0,093 dan 0,034. Hal ini menunjukkan bahwa keterbukaan perdagangan di negara-negara maju didukung oleh ketersediaan infrastruktur yang
baik sehingga kegiatan produksinya memiliki tingkat efisiensi dan produktivitas yang tinggi, serta lebih ekonomis.
5. Interaksi Keterbukaan Perdagangan dengan Modal Manusia
Dampak keterbukaan perdagangan terhadap kenaikan PDB akan semakin besar ketika didukung oleh tersedianya kualitas modal manusia yang baik.
Elastisitas total keterbukaan perdagangan terhadap PDB mencapai sebesar 0,928 adalah yang terbesar di antara variabel-variabel lainnya. Hal ini sesuai dengan
teori pertumbuhan endogen yang lebih menekankan pada peran modal manusia human capital
dalam perekonomian modern. Banyaknya penduduk yang melanjutkan pendidikan hingga ke perguruan tinggi mencerminkan kualitas modal
manusia yang semakin baik, yaitu memiliki pengetahuan dan keahlian tertentu sesuai dengan bidangnya. Penguasaan pengetahuan dan keahlian tertentu memiliki
dampak secara langsung terhadap tingkat produktivitas dan kualitas produk yang dihasilkannya sehingga akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
Keterbukaan perdagangan yang didukung oleh tersedianya kualitas modal manusia memiliki dampak positif yang lebih besar di kelompok NSM terhadap
pertumbuhan ekonomi dibandingkan dengan kelompok NSB, yakni berturut-turut elastisitasnya sebesar 0,143 dan 0,057. Hal ini menunjukkan bahwa keterbukaan
perdagangan di negara-negara maju didukung oleh tersedianya kualitas modal
manusia yang yang bagus sehingga memiliki tingkat produktivitas yang tinggi serta lebih mudah menyesuaikan dengan organisasi dan teknologi mutakhir.
6. Interaksi Keterbukaan Perdagangan dengan Kemajuan Teknologi
Dampak keterbukaan perdagangan terhadap kenaikan PDB akan semakin besar ketika didukung oleh penguasaan di bidang teknologi, yakni dengan
elastisitas sebesar 0,045. Penguasaan teknologi mendorong pencapaian tingkat produktivitas yang tinggi, baik melalui penggunaan cara-cara yang lebih efisien
maupun penciptaan produk-produk baru melalui proses inovasi dan diversifikasi produk. Kegiatan produksi yang melibatkan penggunaan teknologi mutakhir akan
menghasilkan produk dalam jumlah yang lebih banyak dan memiliki kualitas relatif lebih baik. Produk-produk tersebut lebih memiliki keunggulan komparatif
dan kompetitif daripada produk sejenis yang dihasilkan dari proses produksi yang masih menggunakan cara-cara tradisional atau dibuat secara manual. Dengan
demikian akan memperbaiki harga relatif produk domestik di kancah persaingan global.
Keterbukaan perdagangan yang didukung oleh kemajuan teknologi memiliki dampak positif yang lebih besar di kelompok NSM terhadap pertumbuhan
ekonomi dibandingkan dengan kelompok NSB, yakni berturut-turut elastisitasnya sebesar 0,105 dan 0,004. Hal ini menunjukkan bahwa keterbukaan perdagangan di
negara-negara maju didukung oleh penguasaan di bidang teknologi sehingga memiliki tingkat efisiensi dan produktivitas yang tinggi. Selain itu, kualitas
produk yang dihasilkan juga lebih baik sehingga meningkatkan keunggulan produk-produknya di kancah internasional.
7. Interaksi Keterbukaan Perdagangan dengan Jumlah Pekerja
Dampak keterbukaan perdagangan terhadap kenaikan PDB akan semakin besar ketika diikuti oleh peningkatan jumlah penduduk yang bekerja, yakni
dengan elastisitas sebesar 0,100. Banyaknya penduduk yang terlibat dalam kegiatan ekonomi memiliki korelasi positif dengan banyaknya produk yang dapat
dihasilkan. Namun demikian, tingkat penyerapan tenaga kerja tidak terlepas dari kualifikasi dan tingkat kompetensi yang dimilikinya, apakah memenuhi
kebutuhan pasar tenaga kerja atau tidak. Selain itu, bergantung pula pada jumlah lowongan pekerjaan yang tersedia.
Keterbukaan perdagangan yang diikuti oleh ketersediaan tenaga kerja berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi di kelompok NSM, sedangkan
di kelompok NSB memiliki dampak negatif, yakni berturut-turut elastisitasnya sebesar 0,133 dan -0,013. Hal ini menunjukkan bahwa keterbukaan perdagangan
di negara-negara maju didukung oleh kualifikasi tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan. Sebaliknya, peningkatan keterbukaan di kelompok NSB tidak
menyerap banyak tenaga kerja, terutama di Indonesia dan Philipina. Tingkat pengangguran di Indonesia merupakan yang tertinggi di antara negara-negara
ASEAN+3 yakni mencapai sebesar 8,40 persen pada tahun 2008, kemudian Philipina sebesar 7,40 persen, keduanya jauh di atas rata-rata kawasan yang
sebesar 4,28 persen. Hal ini disebabkan oleh kondisi ketenagakerjaan yang lebih didominasi oleh tenaga kerja berpendidikan rendah dan kurang memiliki
keterampilan khusus unskill labour sehingga relatif sulit diserap oleh industri di era globalisasi seperti sekarang ini.
Halaman ini sengaja dikosongkan
VI. KESIMPULAN DAN SARAN