Epidemiologi Diabetes Mellitus .1 Distribusi dan Frekuensi Menurut Orang Menurut Tempat Kerangka Konsep Karakteristik Penderita DM

konsultasi. Dengan satu kali pemeriksaan kita dapat mengukur rata-rata status glikemik dalam 5-12 minggu terakhir. Pemeriksaan A1C dilakukan sekurangnya 2 kali dalam setahun pada pasien yang telah mencapai target tetap kendali glukosa stabil. Pada pasien yang terapinya diubah atau yang belum mencapai target kendali glukosa, pemeriksaan A1C sebaiknya dilakukan 4 kali setahun. Pemeriksaan A1C harus dilakukan secara rutin pada seluruh penderita DM, baik saat kunjungan awal maupun sebagai bagian dari pengobatan selanjutnya Soewondo, P., 2013. 2.6 Epidemiologi Diabetes Mellitus 2.6.1 Distribusi dan Frekuensi

a. Menurut Orang

Menurut laporan Global Status Report of Non communicable Disease 2014 WHO, Pada tahun 2014 prevalensi menurut usia dan jenis kelamin yang mengalami kadar glukosa saat puasa 7,0 mmolL, dalam pengobatan dalam peningkatan kadar glukosa darah dan dengan riwayat diagnosis DM pada pria dan wanita yang berusia diatas 18 tahun sebesar 8,1-10. Pada tahun 2012, jumlah kematian akibat penyakit DM dibawah umur 70 tahun pada pria sebesar 48,9 per 100.000 dan pada wanita 71,9 per 100.000 WHO, 2014. Berdasarkan Riskesdas 2013, proporsi penderita DM di Indonesia berdasarkan jenis kelamin yaitu, perempuan 7,70 dan laki-laki 5,60. Universitas Sumatera Utara Proporsi penderita DM berdasarkan usia yaitu, lebih banyak pada usia 65-74 tahun dan 75 tahun 13,20 dan lebih sedikit pada usia 15-24 tahun 1,10. Proporsi berdasarkan tingkat pendidikan yaitu, lebih banyak pada tingkat tidak sekolah 10,40 dan lebih sedikit pada tingkat tamat SMAMA 5,20.

b. Menurut Tempat

Berdasarkan data laporan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Kemenkes RI tahun 2013. Prevalensi DM berdasarkan provinsi dan umur diatas 15 tahun. Provinsi tertinggi pertama adalah Provinsi Sulawesi Tengah 3,7, kedua adalah Provinsi Sulawesi Utara 3,6 dan ketiga Provinsi Sulawesi Selatan 3,5. Dan angka prevalensi DM di Provinsi Sumatera Utara 2,2 Depkes, 2013.

c. Menurut Waktu

Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013, Prevalensi DM di Indonesia tahun 2007 1,1 dan tahun 2013 2,1 Depkes, 2013. Menurut laporan Global Status Report of Non communicable Disease 2014 WHO, kematian akibat penyakit tidak menular pada tahun 2012 yang terdiri dari penyakit kardiovaskular, kanker, penyakit pernapasan kronis dan DM antar usia 30 sampai 70 tahun pada tahun 2010 sebesar 23,8 dan tahun 2012 sebesar 23,1 WHO, 2014. Universitas Sumatera Utara

2.6.2 Faktor Risiko Diabetes Mellitus

a. Genetik Diabetes mellitus dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidapnya. Ini terjadi karena DNA pada orang dengan DM akan ikut diinformasikan pada gen berikutnya terkait dengan penurunan produksi insulin Riyadi, 2008. Apabila ada orangtua ataupun saudara kandung yang menderita DM, maka seseorang tersebut memiliki resiko 40 menderita DM Tara, 2002. Diabetes mellitus tipe 2 lebih banyak dikaitkan dengan dengan faktor keturunan dibandingkan dengan DM tipe 1. Sekitar 50 pasien DM tipe 2 memiliki orangtua yang juga menderita DM. Pada penderita DM tipe 1 hanya sekitar 3-5 saja yang mempunyai orangtua menderita DM Tandra, 2008. b. Umur DM dapat terjadi akibat gangguan autoimun yang di tandai dengan kerusakan sel-sel beta langerhans. Dm tipe 1 banyak ditemukan pada anak usia muda. Sebaliknya. DM tipe 2 banyak ditemukan pada lansia, karena berhubungan dengan degenerasi atau penurunan organ yang berakibat pada menurunnya fungsi endokrin Bustan, 2007. DM dapat terjadi pada semua kelompok umur. DM tipe1 biasanya terjadi pada usia muda ataupun juga pada orang yang berusia 40 tahun, sedangkan DM tipe 2 biasanya disebut DM yang terjadi pada usia Universitas Sumatera Utara dewasa. Kebanyakan kasus DM tipe 2 terjadi sesudah umur 40 tahun Riyadi, 2008. c. Pola makan yang salah Perkembangan gaya hidup seperti pola makan yang salah mempercepat peningkatan kasus DM di Indonesia. Makanan yang kaya akan kolesterol, lemak dan natrium muncul sebagai tren menu makanan dan didukung dengan meningkatnya konsumsi minuman kaya akan gula Tara, 2002. Pola makan di perkotaan telah bergeser dari pola makan tradisonal yang mengandung banyak karbohidrat dan serat dari sayuran, ke pola makan ke barat-baratan, dengan komposisi makanan yang terlalu banyak mengandung protein, lemak, gula, garam dan mengandung sedikit serat. Komposisi makanan seperti ini terutama terdapat pada makanan siap saji yang saat ini sedang digemari terutama oleh usia remaja dan dewasa Sudoyo dkk, 2006. d. Obesitas Konsumsi kalori lebih dari yang dibutuhkan tubuh akan menyebabkan sebagian kalori disimpan dalam bentuk lemak. Pada orang yang obesitas, respon sel beta pankreas terhadap peningkatan glukosa darah berkurang. Reseptor insulin pada target sel diseluruh tubuh termasuk otot berkurang jumlah dan keaktifannya atau kurang sensitif sehingga keberadaan insulin di dalam darah kurang atau tidak dimanfaatkan Misnadiarly, 2006. Universitas Sumatera Utara e. Faktor kehamilan Pada saat seorang wanita hamil terjadi perubahan metabolisme endokrin dan karbohidrat yang menunjang pemanasan makanan bagi janin serta persiapan menyusui. Menjelang aterm, kebutuhan insulin meningkat mencapai 3 kali lipat dari keadaan normal. Bila seorang ibu tidak mampu meningkatkan produksi insulin, maka dapat menyebabkan hiperglikemia. Resistensi insulin juga dapat terjadi akibat adanya hormon esterogen, progesteron, prolaktin dimana hormon-hormon tersebut dapat mempengaruhi reseptor insulin pada sel sehingga menekan kerja insulin Riyadi, 2008.

2.7 Komplikasi Diabetes Mellitus

Komplikasi DM dapat muncul secara akut dan secara kronik, yaitu timbul beberapa bulan atau beberapa tahun sesudah mengidap penyakit DM Tjokoprawiro, 2007.

2.7.1 Komplikasi akut Diabetes Mellitus 1. Hipoglikemia.

Hipoglikemia merupakan komplikasi akut tersering pada pasien DM tipe 1. Hal ini dapat terjadi karena usaha tubuh untuk mencapai nilai normal kadar gula darah. Semakin ketat usaha untuk mencapai kadar gula darah normal, maka semakin besar risiko terjadinya hipoglikemia Bambang T, 2010. Hipoglikemia adalah gejala yang Universitas Sumatera Utara timbul akibat tubuh kekurangan glukosa, yang ditandai dengan rasa lapar, gemetar, keringat dingin dan pusing Tjokoprawiro, 2007. Hipoglikemia adalah penurunan kadar glukosa darah dibawah 50 mgdl, kadar glukosa yang terlalu rendah dapat menyebabkan sel-sel otak tidak mendapatkan pasokan energi sehingga tidak dapat berfungsi bahkan dapat rusak. Hipoglikemia lebih sering terjadi pada penderita DM Tipe 1 yang dapat dialami 1-2 kali perminggu Depkes, 2005. Gejala dan tanda hipoglikema yaitu gejala otonom dan gejala neuroglikopeni. Gejala otonom berupa gemetaran, cemas, berkeringat, jantung berdebar-debar dan lapar. Gejala neuroglikopeni berupa gangguan berpikir, lemas dan pandangan berkabut Setiati, 2008. Faktor paling utama yang menyebabkan hipoglikemia sangat penting dalam pengelolaan DM adalah ketergantungan jaringan saraf pada asupan glukosa yang berkelanjutan Sudoyo dkk, 2006.

2. Hiperglikemia

Peningkatan gula darah melebihi 120 mgdl. Keadaan ini disebabkan karena gula tidak bisa ditransportasikan ke sel-sel karena kurangnya insulin. Keadaan ini memerlukan tindakan segera apabila merasakan poliuria, polidipsia, polifagia, bibir kering, kepanasan, kulit memerah sampai pada keadaan mual-muntah, kelelahan fatigue, nafas cepat dan hipotensi Maryunani, 2008. Universitas Sumatera Utara Hiperglikemia dapat memperburuk gangguan-gangguan kesehatan seperti gastroparesis, disfungsi ereksi dan infeksi jamur pada vagina. Hiperglikemia yang berlangsung lama dapat berkembang menjadi keadaan metabolisme yang berbahaya, antara lain ketoasidosis diabetik yang dapat berakibat fatal dan membawa kematian Depkes, 2005.

3. Ketoasidosis.

Ketoasidosis terbagi atas dua, yaitu : Ketoasidosis diabetik KAD dan Hiperosmolar non ketotik HONK. a. Ketoasidosis diabetik KAD adalah saat kadar gula darah meningkat tinggi menjadi 450 akibat defisiensi insulin berat dan akut Laporan WHO, 2000. KAD adalah keaadaan dekompensasikekacauan metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis. KAD biasanya mengalami dehidrasi berat dan bahkan dapat menyebabkan syok. Diagnosis KAD kadar glukosa 250 mg, pH 7,35, rendah, anion gap yang tinngi dan keton serum positif Sudoyo dkk, 2006. Kriteria diagnostik KAD Hermawan, 2006: a. Klinis apabila terdapat riwayat DM sebelumnya, kesadaran menurun, nafas kussmaul dan bau aseton dan adanya tanda-tanda dehidrasi. Universitas Sumatera Utara b. Faktor pencetus yang biasa menyertai adalah infeksi akut, infark miokard akut dan stroke. c. Laboratorium yaitu kadar gula darah 250 mgdl, asidosis metabolik, dan ketosis ketonemia dan keonuria. b. Hiperosmolar non ketotik HONK adalah suatu sindrom yang sering ditemukan pada penderita usia lanjut. Hampir separuh pasien mempunyai riwayat DM dengan HONK ditandai hiperglikemia berat, hiperosmolar, dehidrasi berat dan disertai adanya menurunnya kesadaran Laporan WHO, 2000. Perjalanan klinis HONK biasanya berlangsung dalam jangka waktu tertentu beberapa hari sampai beberapa minggu, dengan gejala khas meningkatnya rasa haus disertai poliuria, polidipsi, dan penurunan berat badan. Faktor yang memulai timbulnya HONK adalah dieresis glukosuria. Glukosuria mengakibatkan kegagalan pada kemampuan ginjal dalam mengkonsentrasikan urin, yang akan semakin memperberat derajat kehilangan kandungan air dalam tubuh Sudoyo dkk, 2006.

2.7.2 Komplikasi Kronik Diabetes Mellitus

Komplikasi kronik DM pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh darah di seluruh tubuh angiopati diabetik. Angiopati diabetik terbagi menjadi dua, yaitu : makroangiopati dan mikroangiopati Soegondo, 2004 . Universitas Sumatera Utara

a. Komplikasi yang Mengenai Makroangiopati 1. Penyakit Jantung Koroner PJK

Insidens PJK meningkat pada pengidap DM dengan hiperglikemia. Penyakit ini menjadi penyebab utama kematian. Faktor peningkatan risiko PJK pada pasien DM antara lain, yaitu : rokok, hipertensi, resistensi insulin yang timbul akibat kelebihan berat badan dan hiperlipidemia Agoes, 2010. Aterosklerosis adalah sebuah kondisi dimana arteri menebal dan menyempit karena penumpukan lemak pada bagian dalam pembuluh darah. Menebalnya arteri di kaki bisa mempengaruhi otot-otot kaki karena berkurangnya suplai darah yang mengakibatkan kram, rasa tidak nyaman atau lemas saat berjalan. Jika suplai darah pada kaki sangat kurang atau terputus dalam waktu yang lama, bisa terjadi kematian pada jaringan Misnadiarly, 2006.

2. Kaki Diabetik

Kaki diabetik merupakan masalah yang paling serius yang paling sering terjadi ketika ada kerusakan saraf atau neuropati. Pada saat kaki sudah hilang rasa, sehingga apabila kaki terluka penderta tersebut tidak terasa ada luka di kakinya ADA, 2015. Menurut Pusat Diabetes, 2006 kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi yang paling ditakuti, karena dapat menyebabkan gangren dan amputasi kaki. Kaki diabetik umumnya didahului oleh adanya ulkus tukak , luka. Gejala saraf yang sering dikeluhkan yaitu : Universitas Sumatera Utara a Rasa nyeri pada kaki seperti rasa terbakar. b Tidak berasa. c Rasa tebal pada kaki. d Perasaan panas atau dingin. e Penurunan ambang rasa sakit sampai mati rasa, terhadap rasa suhu dan rasa getar. f Produksi keringat yang menurun, kulit yang kering dan pecah- pecah. Penderita DM perlu waspada akan timbul bisul dan infeksi kaki, yang dapat terjadi akibat gesekan sepatu baru atau sepatu yang tidak cocok; penebalan kulit yang tidak diobati dan luka akibat berjalan tanpa alas kaki Agoes, 2010.

b. Komplikasi yang Mengenai Mikroangiopati 1. Retinopati Diabetik

Retinopati diabetik dapat terjadi akibat pecahnya bagian dalam pembuluh darah retina karena tersumbat. Retinopati yang berakibat kebutaan disebabkan kelainan pada retina Agoes, 2010. Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan paling sering ditemukan pada usia dewasa antara 20 sampai 74 tahun. Pasien DM memiliki resiko 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan dibanding nondiabetes. Pada waktu diagnosis DM tipe 1 ditegakkan, retinopati diabetik DM ditegakkan, sekitar 25 sudah menderita retinopati diabetik nonproliferatif. Retinopati diabetik nonproliferatif merupakan bentuk Universitas Sumatera Utara yang paling ringan dan sering tidak memperlihatkan gejala. Diagnosis retinopati diabetik didasarkan atas hasil pemeriksaan funduskopi. Namun, dalam klinik pemeriksaan dengan oftalmoskopi masih dapat digunakan untuk skrining Sudoyo dkk, 2006.

2. Nefropati diabetik

Ketika tubuh kita mencerna protein yang di makan, ginjal dengan jutaan pembuluh darah kecil atau kapiler bertindak sebagai filter. Saat darah mengalir melalui pembuluh darah, molekul protein disaring oleh ginjal dan dikeluarkan melalui urin. Tingginya kadar gula darah membuat ginjal menyaring terlalu banyak darah. Setelah bertahun-tahun ginjal mengalami kerusakan sehingga protein yang berguna bagi tibuh hilang bersama urin yang dikeluarkan tubuh ADA, 2013. Diagnosis nefropati diabetik ditegakkan jika didapatkan kadar albumin 30 mg dalam urin 24 jam pada 2 dari 3 kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3-6 bulan PB PAPDI, 2006. Hampir 20-30 penderita DM akan mengalami kelainan ginjal dalam perjalanan penyakitnya Laporan WHO, 2000.

3. Neuropati diabetik

Neuropati adalah komplikasi saraf tepi yaitu terasa tebal atau terbakar pada kaki atau tangan PERKENI, 2014. Ketika glukosa darah dan tekanan darah yang terlalu tinggi, DM dapat memicu terjadinya kerusakan di seluruh tubuh. kerusakan ini dapat Universitas Sumatera Utara menyebabkan masalah pencernaan dan buang air kecil, disfungsi ereksi dan sejumlah fungsi lainnya. Daerah yang paling sering terkena adalah ekstremitas, terutama kaki PB PAPDI, 2006. 2.8 Pencegahan Diabetes Mellitus 2.8.1 Pencegahan Primordial Pencegahan primordial dilakukan untuk mencegah munculnya faktor predisposisi terhadap penyakit DM. sasaran dari pencegahan primordial adalah orang-orang yang masih sehat dan belum memiliki risiko tinggi, agar berperilaku positif mendukung kesehatan umum dan upaya menghindari diri dari risiko DM. misalnya, berperilaku hidup sehat, tidak merokok, makan makanan bergizi dan seimbang, melakukan kegiatan jasmani yang memadai Bustan, 2007. Tujuan dari pencegahan primordial adalah untuk menghindari terbentuknya pola hidup sosial ekonomi dan kultural yang mendorong peningkatan resiko penyakit. Upaya ini terutama ditujukan kepada masalah penyakit menular yang menunjukkan peningkatan termasuk DM Laporan WHO, 2000.

2.8.2 Pencegahan Primer

Tujuan pencegahan primer DM adalah untuk menurunkan angka kejadian dari penyakit DM. pencegahan primer dilakukan secara menyeluruh pada masyarakat, tetapi diutamakan kepada orang yang sudah mempunyai risiko terkena DM. pada pengelolaaan DM, penyuluhan dan panambahan ilmu kepada masyarakat berupa informasi tentang DM, faktor resiko, pencegahan Universitas Sumatera Utara dan pengobatan DM. Selain itu, aktifitas fisik yang cukup dan perencanaan pola makan yang baik juga menjadi pencegahan yang tepat bagi orang yang mempunyai risiko terkena DM Bustan, 2007. a. Penyuluhan Tujuan pendidikan kesehatan bagi penyandang DM adalah meningkatkan pengetahuan, perubahan sikap sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Materi penyuluhan yang disampaikan kepada penderita DM adalah defenisi DM, faktor risiko DM, pengenalan komplikasi DM, upaya menekan DM, pengelolaan DM dan pencegahan DM Soegondo, 2004. b. Latihan jasmani Latihan jasmani yang teratur 3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit memegang peranan penting dalam pencegahan primer. Orang yang tidak berolahraga memerlukan insulin 2 kali lebih bayak untuk menurunkan kadar glukosa darahnya dengan orang yang berolahraga. Manfaat latihan jasmani bagi penderita DM adalah membantu penurunan kadar glukosa darah Soegondo, 2004. c. Perencanaan pola makan Perencanaan makan merupakan kunci utama pengelolaan DM disamping edukasi dan latihan jasmani. Perencanaan makan bagi penderita DM bila tidak berpuasa pada umumnya adalah 3 kali makan utama dan 2 kali makan selingan, sedangkan bagi penderita yang berpuasa pada umumnya adalah 2 kali makan utama dan 2 kali Universitas Sumatera Utara makan selingan. Tujuan perencanaan makan pada penderita DM adalah untuk mengendalikan kadar glukosa darah dalam batas normal, mengendalikan dan mencapai berat badan normal, mencegah timbulnya komplikasi dan menjadikan keadaan sehat dan nyaman Soegondo, 2004. Diabetes mellitus merupakan penyakit metabolik kronik yang pengelolaannya perlu dilaksanakan secara holistik dan pemeliharaan seumur hidup. Perencanaan pola makan merupakan slah satu pilar pengelolaan DM, meski sampai pada saat ini tidak ada satupun perencanaan makan yang sesuai untuk semua pasien, namun ada standar yang dianjurkan, yaitu makanan dengan komposisi yang seimbang dalam karbohidrat, protein, lemak sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut : Karbohidrat = 60-70, protein = 10-15 dan lemak = 20-25 Soegondo, 2004.

2.8.3 Pencegahan Sekunder

Individu yang sudah diketahui mengidap penyakit DM harus diberi kemudahan untuk memperoleh penyuluhan kesehatan tentang penyakit DM, dukungan diet, sistem pendukung sosial, asuhan medis dan asuhan keperawatan. Dengan demikian, deteksi awal terhadap komplikasi dapat diketahui dan dapat diberi tindakan yang tepat agar perkembangan komplikasi dapat dicegah. Program untuk mendeteksi dan mengendalikan hipertensi, perawatan mata, perawatan kaki dan berhenti merokok merupakan program pencegahan sekunder DM Baradero, 2005. Universitas Sumatera Utara Jika DM sudah menyerang, maka komplikasi segera mengancam. Oleh karena itu, segera dilakukan upaya pencegahan terhadap kemungkinan komplikasi pada berbagai organ target. Terhadap kemungkinan komplikasi pada mata, dilakukan pemeriksaan mata secara teratur, dan jika dapat dilakukan pengobatan dengan cepat dan tepat dapat mencegah 90 kemungkinan komplikasi kebutaan. Perawatan yang tepat terhadap kaki, dengan pemeriksaan dan pendidikan pasien dapat mencegah 85 kemungkinan diamputasi. Pengendalian dan pengobatan hipertensi dapat mengurangi komplikasi penyakit jantung dan stroke sekitar 33-50 dan 33 kegagalan ginjal Bustan, 2007. a. Diagnosis Dini Diabetes Mellitus Diagnosa awal dapat dilakukan dengan melakukan penyaringan atau screening, yaitu pemeriksaan kadar gula darah para kelompok beresiko. Pada dasarnya DM mudah didiagnosis, dengan bantuan pemeriksaan sederhana, terlebih dengan teknologi yang canggih. Hanya saja keinginan masyarakat untuk memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan masih kurang Bustan, 2007. Penyaringan atau screening dikerjakan pada semua individu dewasa dengan IMT 25 kgm 2 dengan faktor resiko lain sebagai berikut : aktivitas fisik kurang, riwayat keluarga mengidap DM, wanita dengan riwayat melahirkan bayi yang beratnya 400 gr, Hipertensi, Kolesterol, Wanita dengan riwayat menderita PCOS, riwayat toleransi glukosa terganggu atau Universitas Sumatera Utara glukosa darah puasa terganggu dan keadaan lain yang berhubungan dengan resistensi insulin. Untuk kelompok resiko tinggi yang hasil pemeriksaa penyaringnya negatif, penyaringan ulangan dilakukan tiap tahun. Bagi kelompok usia 45 tahun tanpa faktor resiko, penyaringan dapat dilakukan setiap 3 tahun atau lebih cepat tergantung dari klinis masing-masing orang Sudoyo dkk, 2006. a. Penatalaksanaan Medis Intervensi famakologik ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan pengaturan makanan. Dalam pengobatan ada 2 macam obat yang diberikan, yaitu pemberian obat secara oral atau disebut juga Obat Hipoglikemik Oral OHO dan pemberian secara injeksi yaitu insulin. Selain dua macam pengobatan tersebut, dapat juga dilakukan dengan terapi kombinasi yaitu dengan memberikan kombinasi dua atau tiga kelompok OHO jika dengan OHO tunggal sasaran kadar glukosa darah masih belum tercapai. Dapat juga menggunakan kombinasi OHO dengan insulin apabila kegagalan pemakaian OHO baik tunggal maupun kombinasi PB PAPDI, 2006. Pengobatan OHO memiliki beberapa golongan obat, yaitu golongan sulfoniluria untuk merangsang sel beta pankreas mengeluarkan insulin, golongan biguanid untuk menurunkan kadar gula darah menjadi normal dan tidak menyebabkan hipoglikemia, golongan glukosidase inhibitor untuk menghambat kerja insulin dalam saluran cerna agar menurunkan penyerapan glukosa dan insulin sensitizing agent untuk meningkatkan sensitifitas berbagai Universitas Sumatera Utara masalah akibat resitensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia. Pengobatan Insulin memiliki tiga jenis berdasarkan cara kerjanya, yaitu insulin dengan cara kerja cepat, sedang dan lambat Riyadi, 2008.

2.8.4 Pencegahan Tersier

Komplikasi kronis dan akut sering kali timbul, maka perawat perlu mengenal dan terampil melakukan pencegahan tersier agar komplikasi dapat dikurangi Baradero, 2005. Untuk mencegah terjadinya komplikasi seperti kecacatan organ tubuh lainnya maka harus dilakukan deteksi dini penyulit DM agar kemudian penyulit tersebut dapat dikelola dengan baik disamping pengelolaan dalam usaha pengendalian kadar glukosa darah Soegondo, 2004. Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penderita penyakit DM yang telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut. Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan menetap. Sebagai contoh aspirin dosis rendah 80-325 mghari dapat diberikan secara rutin bagi penderita penyakit DM yang sudah mempunyai penyulit makroangiopati. Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan pada pasien dan keluarga. Materi penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal . Pencegahan tersier memerlukan pelayanan kesehatan holistik dan terintegrasi antar disiplin yang terkait, terutama di rumah sakit rujukan. Kolaborasi yang baik antar para ahli di berbagai disiplin jantung dan ginjal, Universitas Sumatera Utara mata, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medis, gizi, podiatrist, dll. sangat diperlukan dalam menunjang keberhasilan pencegahan tersier PB PAPDI, 2006.

2.9 Kerangka Konsep Karakteristik Penderita DM

1. Sosiodemografi  Umur  Jenis kelamin  Agama  Pekerjaan  Daerah Asal  Status Perkawinan 2. Riwayat keluarga 3. Tipe DM 4. Jumlah Kunjungan dalam Setahun 5. Komplikasi 6. Jenis komplikasi 7. Lama Riwayat DM 8. Penatalaksanaan Medis 9. Kadar Gula Darah Akhir Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan desain case-series. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian di klinik Alifa Diabetic Centre Medan. Pemilihan lokasi ini didasari atas pertimbangan bahwa klinik Alifa Diabetic Centre adalah satu- satunya pelayanan kesehatan yang berfokus pada penyakit DM. Klinik Alifa Diabetic Centre melakukan upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif pada masyarakat. Pasien yang datang berobat ke klinik ditangani langsung oleh dokter dan perawat yang sangat berdedikasi terhadap penyakit DM.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan sejak April 2015 sampai Agustus 2015. Universitas Sumatera Utara