BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi Diabetes Mellitus
DM adalah gangguan kesehatan yang berupa kumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula darah ataupun resistensi insulin. Keadaan
ini ditandai dengan ketidakmampuan organ menggunakan insulin, sehingga insulin tidak bisa berfungsi optimal dalam mengatur metabolisme glukosa
Bustan, 2007. Seseorang akan dikatakan mengidap penyakit DM apabila ia sudah melakukan tes kadar gula darah yaitu apabila konsentrasi glukosa darah
pada saat puasa 126 mgdl dan konsentrasi glukosa darah 200 mgdl pada 2 jam sesudah diberikan glukosa 75 gram Sudoyo A.W. dkk, 2006.
DM merupakan suatu penyakit kronik yang kompleks dan melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak, yang dapat berkembang
menjadi komplikasi makrovaskuler dan neurologis Riyadi S., 2008. Penyakit
DM juga dikenal sebagai penyakit kencing manis atau penyakit gula darah, yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah, sebagai akibat adanya
gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, di mana pankreas tidak mampu lagi memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh yang bertanggung jawab
untuk mengontrol jumlah atau kadar glukosa dalam darah Sunar, 2012.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Klasifikasi Diabetes Mellitus
Menurut American
Diabetes Association
ADA 2014,
DM diklasifikasikan menjadi 4 jenis, yaitu : DM Tergantung Insulin DM tipe 1, DM
Tidak Tergantung Insulin DM tipe 2, diabetes kehamilan atau gestasional dan DM tipe lain yaitu diabetes akibat kelainan spesifik kelainan genetik fungsi sel
beta, endokrinopati, penggunaan obat yang mengganggu fungsi sel beta, penggunaan obat yang mengganggu kerja insulin atau akibat infeksi atau
sindroma genetik.
2.2.1 Diabetes Mellitus Tipe 1
DM tipe 1 merupakan kelainan sistemik akibat gangguan metabolisme glukosa yang ditandai dengan adanya hiperglikemia kronik. Keadaan ini
disebabkan oleh kerusakan sel beta pankreas, baik oleh proses autoimun maupun idiopatik sehingga produksi insulin berkurang atau terhenti Bambang
T, 2010. DM tipe 1 umumnya terjadi karena kerusakan sel-sel beta pulau
langerhans yang disebabkan oleh reaksi autoimun. Pada penderita DM tipe 1 ditemukan sekresi glukagon yang berlebihan oleh sel-sel alpha pulau
langerhans. Secara normal, hiperglikemia akan menurunkan sekresi glukagon, namun pada penderita DM tipe 1 hal ini tidak terjadi, sekresi
glukagon tetap tinggi walaupun dalam keadaan hiperglikemia. Salah satu masalah jangka panjang pada penderita DM tipe 1 adalah rusaknya
Universitas Sumatera Utara
kemampuan tubuh untuk mensekresi glukagon sebagai respon terhadap hiperglikemia. Depkes, 2005.
2.2.2 Diabetes Mellitus Tipe 2
DM tipe 2 atau NIDDM noninsulin dependent diabetes mellitus terjadi akibat resistensi insulin. DM tipe 2 selalu dihubungkan dengan bentuk
sindrom resistensi insulin. Pada uji toleransi glukosa oral, sekresi insulin tergantung pada derajat dan lama penyakit, serta sangat bervariasi antara yang
paling lambat sampai yang paling cepat Bambang T, 2010. DM Tipe 2 disebabkan karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tidak
mampu merespon insulin secara normal. Namun, tidak terjadi pengrusakan sel-sel beta langerhans sebagaimana yang terjadi pada DM Tipe 1. Dengan
demikian, defisiensi fungsi insulin pada penderita DM Tipe 2 hanya bersifat relatif, tidak absolut. Oleh sebab itu dalam penanganannya umumnya tidak
memerlukan terapi insulin Depkes, 2005.
2.3 Gejala Penyakit Diabetes Mellitus Menurut Mahendra dkk, 2009 gejala DM tipe 1 dan tipe 2 tidak banyak
berbeda. Hanya gejalanya lebih ringan dan prosesnya lambat, bahkan kebanyakan orang tidak merasakan adanya gejala. Akibatnya, penderita baru mengetahui
mengidap penyakit DM setelah timbul komplikasi, seperti penglihatan menjadi kabur, timbul penyakit jantung, penyakit ginjal, gangguan kulit dan saraf atau
Universitas Sumatera Utara
bahkan terjadi pembusukan pada kaki atau disebut gangren. Berikut ini adalah gejala yang umumnya dirasakan penderita DM :
a. Sering buang air kecil poliuria disebabkan oleh tingginya kadar gula
dalam darah yang dikeluarkan lewat ginjal selalu diiringi oleh air atau cairan tubuh, maka buang air kecil menjadi lebih banyak. Bahkan pada
saat tidur di malam hari kerap terganggu karena harus bolak-balik ke kamar kecil.
b. Haus dan banyak minum polidipsia karena banyaknya urin yang keluar,
menyebabkan cairan tubuh berkurang sehingga kebutuhan akan air minum meningkat.
c. Rasa lapar polifagia karena tidak ada jumlah insulin yang cukup, maka
gula yang diasup tidak akan bisa masuk kedalam sel. Akibatnya organ tubuh akan kehabisan energi dan memicu rasa lapar yang berlebihan.
d. Fatigue lelah muncul karena energi menurun akibat berkurangnya
glukosa dalam jaringan atau dalam sel. Kadar gula dalam darah yang tinggi tidak bisa optimal masuk ke dalam sel disebabkan oleh menurunnya
fungsi insulin sehingga orang tersebut kekurangan energi. e.
Sakit kepala, keringat dingin, tidak bisa berkonsentrasi yang disebabkan oleh menurunnya kadar gula dalam darah. Setelah seseorang mengonsumsi
gula, reaksi pankreas meningkat produksi insulin meningkat, menimbulkan hipoglikemia.
f. Menurunnya berat badan diakibatkan karena tanpa adanya asupan energi
dari gula, maka jaringan otot dan jaringan lemak akan menyusut. Namun,
Universitas Sumatera Utara
terdapat beberapa orang yang mengalami peningkatan berat badan. Hal ini disebabkan terganggunya metabolisme karena hormon lainnya juga
terganggu. g.
Gangguan imunitas akibat meningginya kadar glukosa dalam darah menyebabkan pasien DM sangat sensitif terhadap penyakit infeksi. Hal ini
disebabkan oleh menurunnya fungsi sel-sel darah putih. Infeksi yang sering muncul pada pasien DM ialah infeksi kandung kemih, infeksi kulit,
infeksi jamur dan infeksi saluran pernapasan. h.
Gangguan mata karena penglihatan berkurang yang disebabkan oleh perubahan cairan dalam lensa mata. Pandangan akan tampak berbayang
disebabkan kemampuan otot mata yang berkurang dalam memfokuskan suatu objek.
2.4 Diagnosis Diabetes Mellitus
Dahulu pemeriksaan glukosa dan keton urine adalah satu-satunya cara bagi pasien diabetes untuk mengetahui status glikemik dari hari kehari.
Pengukuran kadar glukosa urine menggambarkan kadar glukosa darah secara tidak langsung dan bergantung pada ambang rangsang ginjal yang bagi
kebanyakan orang sekitar 180 mgdl. Pemeriksaan glukosa urine tidak memberikan informasi tentang kadar glukosa darah di bawah batas kemampuan
tersebut, sehingga tidak dapat membedakan normoglikemia dan hipoglikemia Soewondo, P., 2013.
Universitas Sumatera Utara
Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah dan tidak dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria. Untuk memastikan
diagnosis DM, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan dasar plasma vena. Untuk pemantauan hasil
pengobatan dapat diperiksa glukosa darah kapiler. Perbedaan antara uji diagnostik DM dan penyaringan adalah uji diagnostik DM dilakukan pada mereka yang
menunjukkan gejala atau tanda DM, sedangkan penyaringan bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai resiko DM
Soegondo, S., 2013
Sumber : PB PAPDI, 2006
Universitas Sumatera Utara
gambar 2.1. Langkah-langkah diagnostik dan gangguan Kriteria diagnosis DM dengan Tes Toleransi Glukosa Oral TTGO
Sudoyo dkk, 2006 : a.
Gejala klasik DM disertai kadar Glukosa Darah Sewaktu GDS 200 mgdl. Pengambilan sampel gula darah sewaktu dilakukan
sewaktu-waktu tanpa memperhitungkan jarak waktu terakhir makan. Gejala klasik DM adalah poliuria, polidipsia, polifagia dan
penurunan berat badan tanpa diketahui sebabnya. b.
Gejala klasik DM disertai kadar Glukosa Darah Puasa GDP 126 mddl. Gula darah puasa diambil setelah tidak ada intake kalori
selama minimal 8 jam. c.
Gula darah plasma 2 jam post prandial GDPP 200 mgdl selama Test Toleransi Glukosa Oral TTGO
Cara pelaksanaan TTGO PERKENI, 2006 : 1.
Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan dalam sehari-hari dengan karbohidrat yang cukup dan tetap
melakukan kegiatan jasmani seperti biasa. 2.
Berpuasa paling sedikit 8 jam mulai malam hari sebelum pemeriksaan. Namun, minum air putih tanpa gula tetap
diperbolehkan. 3.
Diperiksa konsentrasi kadar glukosa darah puasa.
Universitas Sumatera Utara
4. Diberikan beban glukosa 75 gram pada orang dewasa atau 1,75
gramkgBB berat badan untuk anak-anak yang dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit.
5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk
pemeriksaan 2 jam sesudah beban glukosa. Selama proses pemeriksaan orang yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
diperbolehkan untuk merokok. Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca pembebanan dibagi
menjadi 3 yaitu : a
140 mgdl adalah normal. b
140-200 mgdl adalah toleransi glukosa terganggu. c
200 mgdl adalah DM.
2.5 Pemantauan Kendali Diabetes Mellitus