pelaksanaan ibadah, kaidah, dan seberapa dalam penghayatan atas agama yang dianut.
35
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa keberagamaan adalah sikap seseorang terhadap agama yang dimanifestasikan dalam kehidupan
sehari-hari. Keberagamaan atau religiusitas dapat diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia. Aktivitas keagamaan tidak saja terjadi pada saat seseorang
melakukan ritual saja, melainkan juga ketika seseorang melakukan aktivitas yang lain dalam kehidupan.
Ada beberapa faktor yang dapat menimbulkan keberagamaan dalam diri seseorang, yaitu:
36
1. Pengaruh pendidikan atau pengajaran dan berbagai tekanan sosial faktor sosial.
2. Berbagai pengalaman yang membantu sikap keberagamaan terutama
pengalaman tentang keindahan, keserasian, kebaikan, dan pengalaman emosional keagamaan.
3. Faktor yang seluruhnya timbul dari kebutuhan yang tidak terpenuhi terutama kebutuhan terhadap keamanan, cinta kasih, harga diri dan ancaman kematian.
4. Berbagai proses pemikiran verbal Faktor intelektual
5. Dimensi-dimensi Keberagamaan
Konsep-konsep tentang keberagamaan baik pada masyarakat kompleks modern maupun pada masyarakat primitif yang homogen tentunya tidak sama.
35
Fuat Nashori dan Rachmy Diana Mucharam, Mengembangkan Kreativitas dalam Persektif Psikologi Islami
Yogyakarta: Menara Kudus, 2002, h. 68.
36
Robert H. Thouless, Pengantar Psikologi Agama Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995, Cet. 2, h. 34.
Karena adanya keanekaragaman yang luas, setiap penelitian mengenai individu dan agamanya mengalami masalah yang pelik dalam hal definisi bagaimana kita
melihat dan memberi batasan “keberagamaan” dan
bagaimana kita
menggolongkan seseorang dalam konteks ini. Menurut R. Stark dan C.Y. Glock dilihat dari sudut dimensi sosiologi agama terdapat lima dimensi utama dalam
memahami masyarakat agama, yaitu:
37
1. Dimensi Keyakinan Ideologis Dimensi ini berisi pengharapan-pengharapan di mana orang yang religius
berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran doktrin-doktrin tersebut. Setiap agama mempertahankan seperangkat kepercayaan
dimana para penganutnya diharapkan taat. Walaupun demikian, isi dan ruang lingkup keyakinan itu bervariasi tidak hanya diantara agama-agama, tetapi sering
kali juga diantara tradisi-tradisi dalam agama yang sama. Dalam setiap agama mesti terdapat sistem kepercayaan yang harus dipertahankan dimana penganutnya
diharapkan untuk mentaatinya. 2. Dimensi Praktek Agama Ritualistik
Dimensi ini mencakup pemujaan, ketaatan, dan hal-hal yang dilakukan orang-orang untuk menunjukkan komitmen kepada agama yang dianutnya.
Praktek-praktek keagamaan ini terdiri dari dua hal penting, yaitu: pertama ritual, mengacu pada seperangkat ritus, tindakan keagamaan formal, dan praktek-praktek
suci yang semua agama mengharapkan penganutnya melaksanakannya. Kedua
37
Roland Robertson, Agama: dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis, h. 295-297.
ketaatan, semua agama dikenal mempunyai seperangkat persembahan dan
kontemplasi personal yang relatif spontan, informal dan khas pribadi. Ketaatan di lingkungan penganut agama meliputi shalat dan ibadah lainnya. Dengan kata lain
dimensi ini menunjuk pada kepatuhan seorang pemeluk agama dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual sebagaimana yang diajarkan oleh agamanya.
Dimensi ini bersifat publik memasyarakat dan ada yang bersifat privat pribadi. Dalam Islam misalnya ibadah yang bersifat publik anatara lain shalat lima waktu
yang dikerjakan berjamaah, shalat idhul fitri dan lain sebagainya, sedangkan ibadah yang bersifat privat antara lain puasa baik wajib maupun sunnah, shalat
tahajjud, dan ibadah lainnya yang dilakukan secara pribadi. 3
Dimensi Pengalaman Eksperiental Dimensi ini berisikan dan memperhatikan fakta bahwa semua agama
mengandung pengharapan-pengharapan tertentu. Walaupun tidak tepat jika dikatakan bahwa seseorang yang beragama dengan baik pada suatu waktu akan
mencapai pengetahuan subjektif dan langsung mengenai kenyataan terakhir, kenyataan terakhir bahwa ia akan mencapai suatu keadaan kontak dengan
perantara supranatural. Dimensi ini menunjuk pada tingkat seseorang merasakan dan mengalami perasaan-perasaan dan pengalaman-pengalaman religius. Bagi
pemeluk agama Islam, dimensi ini meliputi perasaan dekat dengan Allah, perasaan mahabbah mencintai dan dicintai Allah, kesadaran akan kehadiran
Yang Maha Kuasa, perasaan syukur karena doanya terkabul dan lain sebagainya. 4
Dimensi Pengetahuan Agama Intelektual
Dimensi ini mengacu pada pengharapan bahwa seseorang yang beragama paling tidak memiliki sejumlah minimal pengetahuan mengenai dasar-dasar
keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisi agama yang dianutnya. Glock melihat bahwa dimensi ini tidak selalu sejalan dengan prakteknya, tidak semua
pengetahuan bersandar pada keyakinan. Seseorang dapat berkeyakinan kuat tanpa benar-benar memahami agamanya, atau kepercayaan bisa kuat atas dasar
pengetahuan yang amat sedikit.
5 Dimensi Pengamalan Konsekuensi
Konsekuensi komitmen agama berlainan dari keempat dimensi di atas. Dimensi ini mengacu pada identifikasi akibat-akibat keyakinan keagamaan,
praktek, pengalaman dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari. Istilah “kerja” dalam pengertian teologis digunakan di sini. Walaupun agama banyak
menggariskan bagaimana pemeluknya seharusnya berfikir dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari, tidak sepenuhnya jelas sebatas mana konsekuensi agama
merupakan bagian dari komitmen keagamaan atau semata-mata berasal dari agama.
B. Ritual dan Doa