Horton dan Hunt membedakan fungsi agama menjadi dua yakni fungsi manifes dan fungsi laten. Menurut mereka fungsi manifes agama berkaitan
dengan segi doktrin, ritual dan aturan dalam agama. Namun yang perlu juga diketahui adalah fungsi laten agama. Dalam hal ini Durkheim terkenal karena
pandangannya bahwa agama mempunyai fungsi positif bagi integrasi masyarakat, baik pada tingkat mikro maupun makro. Pada tingkat mikro, menurut Durkheim
fungsi agama ialah untuk menggerakkan kita dan membantu kita untuk hidup, karena menurutnya melalui komunikasi dengan Tuhan orang yang beriman bukan
saja mengetahui kebenaran yang tidak diketahui oleh orang kafir tetapi juga menjadi seseorang yang lebih kuat. Di segi makro agama pun menjalankan fungsi
positif, karena memenuhi keperluan masyarakat untuk secara berkala menegakkan dan memperkuat perasaan serta ide kolektif yang menjadi ciri dan inti persatuan
masyarakat tersebut. Melalui upacara agama yang dilakukan secara berjamaah maka persatuan dan kebersamaan umat dapat dipupuk dan dibina.
29
3. Ruang Lingkup Agama
1. Segi Pemahaman Dilihat dari sudut pemahaman manusia, agama memiliki dua segi yang
membedakan dalam perwujudannya, yaitu:
30
Pertama , segi kejiwaan Psychological State, yaitu suatu kondisi subjektif
atau kondisi dalam jiwa manusia berkenaan dengan apa yang dirasakan oleh penganut agama. Kondisi inilah yang biasa disebut kondisi agama, yakni kondisi
patuh dan taat kepada yang disembah. Kondisi ini bisa dikatakan sebagai emosi
29
Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi Jakarta: LPFE UI, 2000, h. 71.
30
Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, h. 14.
yang dimiliki oleh setiap pemeluk agama yang menjadikannya sebagai hamba Tuhan. Dimensi religiusitas seseorang merupakan inti keberagamaan, sehingga
dihati mereka bisa bangkit rasa solidaritas bagi yang seagama, menumbuhkan kesadaran beragama, dan menjadikan seseorang menjadi orang yang shaleh dan
takwa. Segi psikologis ini sangat sulit diukur dan susah diamati karena merupakan milik pribadi pemeluk agama. Pengungkapan keberagamaan segi psikologis ini
baru bisa dipahami ketika telah menjadi sesuatu yang diucapkan atau dinyatakan dalam perilaku orang yang beragama tersebut.
Kedua , segi objektif Objective State, yaitu segi luar yang disebut juga
kejadian objektif, yang merupakan dimensi empiris dari agama. Keadaan ini muncul ketika agama dinyatakan oleh penganutnya dalam berbagai ekspresi, baik
ekspresi teologis, ritual maupun persekutuan. Segi objektif inilah yang bisa dipelajari dengan menggunakan metode ilmu sosial. Segi kedua ini mencakup
adat istiadat, upacara keagamaan, bangunan, tempat-tempat peribadatan, cerita yang dikisahkan, kepercayaan, dan prinsip-prinsip yang dianut oleh suatu
masyarakat 2. Kawasan dalam Agama
Menurut Hendropuspito berdasarkan pengamatan analitis atas kawasan agama sebagai objek sosiologis terdapat tiga pembatasan dalam kawasan ini,
yaitu:
31
Pertama, Kawasan “Putih”, yaitu suatu kawasan di mana kebutuhan
manusiawi yang hendak dicapai masih dapat dicapai dengan kekuatan manusia itu
31
Hendropuspito, Sosiologi Agama, h. 36-38.
sendiri. Manusia tidak perlu lari pada kekuatan supra-empiris. Dengan akal budinya dan dibantu oleh teknologi maka manusia dapat berhasil. Tetapi hal ini
pada tingkatnya akan berbeda di masyarakat. Terutama masyarakat yang lebih terbelakang primitif, mereka lebih cepat lari pada kekuatan ghaib untuk
menerima bantuan. Kedua,
Kawasan “Hijau” meliputi daerah usaha di mana manusia merasa aman dalam artian akhlak moral. Dalam kawasan ini tindk langkah manusia
diatur oleh norma-norma rasional yang mendapat legitimasi dari agama. Misalnya hal ihwal yang berkaitan dengan hidup kekeluargaan, perkawinan, warisan,
pertukaran barang-barang, diatur oleh peraturan-peraturan manusia yang dibenarkan oleh agama yang dianutnya. Dengan adanya legitimasi dari agama
maka hilanglah rasa bimbang dan keraguan yang semula membayanginya. Ketiga,
Kawasan “gelap” meliputi daerah usaha di mana manusia secara radikal dan total mengalami kegagalan yang disebabkan ketidakmampuan mutlak
manusia itu sendiri. Apa pun daya manusia sendiri di daerah ini menghadapi suatu “titik putus” breaking point yang tidak mungkin disambung lagi dengan
kekuatannya sendiri. Satu-satunya jalan keluar dari kesulitan ini ialah mengadakan komunikasi dengan kekuatan yang ada di luar yang mengatasi segala
kekuatan alam. Kawasan ini disebut daerah “gelap” karena rasio manusia tidak sanggup menangkap hakekat subtansi kekuatan luar karena “Dia” itu di luar
jangkauan pengalaman.
4. Pengertian Keberagamaan